Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA ANAK DENGAN


KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM KARDIOVASKULAR YAITU
TETRALOGY OF FALLOT (TOF)

Di susun untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas mata kuliah


Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 3
Akhdes Kumala Dyan (211211771) Linda Marlina (211211797)
Anisa Usugra (211211773) Nadia Defira (211211803)
Aprlioni Tri Sugiarti (211211774) Nurli Pertiwi (211211805)
Bunga Latifa (211211776) Rebi Nur Haqqi (211211811)
Fania Eldisya Laiya (211211786) Selvi Lovita Sari (211211816)
Jelvia Lestari (211211793) Sofia Nahyu Guswita (211211819)
Khairunisa Aswin (211211794) Wulan Sani Efendi (211211826)

Kelas 2A

Dosen Pengampu:
Ns. Fitri Wahyuni. S, M.Kep., Sp.Kep.An

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


mana atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya dan semoga sholawat beserta salam
yang senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman. Dengan begitu penulis dapat menyusun makalah asuhan keperawatan yang
berjudul Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Kelainan Kongenital
pada Sistem Kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF). Laporan asuhan
keperawatan ini disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal.

Dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan ini, tidaklah lepas dari


kendala dan hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari kelancaran
dalam penyusunan makalah asuhan keperawatan ini tidak lain berkat dorongan,
bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala dan hambatan yang
penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Ibu Ns.Fitri Wahyuni.S,M.Kep.,Sp.Kep.An selaku dosen mata kuliah


Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal.
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya laporan asuhan
keperawatan ini
3. Rekan-rekan seperjuangan dengan program studi S1 Keperawatan yang
saling mengingatkan dan memotivasi penulis dalam penyusunan makalah
asuhan keperawatan ini

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak


kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk
itu kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah yang akan
datang.

i
Harapan dan tujuan penulis semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat bermanfaat untuk semua pihak termasuk penulis, dan
semoga apa yang telah penulis pelajari diberkahi oleh Allah SWT, Aamiin
allahhuma aamiin.

Padang, 26 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................6
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................7
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Tetralogy Of Fallot........................................................................9
1. Anatomi Fisiologi Jantung..................................................................................9
2. Definisi................................................................................................................9
3. Etiologi................................................................................................................10
4. Patofisiologi........................................................................................................11
5. Klasifikasi...........................................................................................................14
6. Manifestasi Klinis...............................................................................................14
7. Komplikasi..........................................................................................................17
8. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................18
9. Penatalaksanaan..................................................................................................19
10. Pathway...............................................................................................................24
11. Konsep Anak ......................................................................................................24
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tetralogy Of Fallot.......................................27
1. Pengkajian Teoritis................................................................................................28
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis............................................................................31
3. Intervensi Keperawatan Teoritis............................................................................32
4. Implementasi Keperawatan Teoritis......................................................................35
5. Evaluasi Keperawatan Teoritis..............................................................................36
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................38
B. Saran......................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................40

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patofisiologi tetralogy of fallot........................................................................12


Gambar 2.2 Pathway Tetralogy Of Fallot Redington An, dkk (2009)................................13
Gambar 2.3 Manifestasi klinis tetralogy of fallot................................................................15
Gambar 2.4 Web Of Caussation Tetralogy Of Fallot..........................................................24

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Teoritis..........................................................................32

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tetralogi of fallot (kelainan jantung bawaan) adalah penyakit jantung
kongentinal yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada
sejak lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis
karena terdapat kelainan VSD (Defek Septum Ventrikel), stenosis pulmonal
(penyempitan pada pulmonalis), hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot
ventrikel kanan), dan overiding aorta (katup aorta membesar) Nursalam dkk
(2006).
Di Amerika Serikat, 10% kasus penyakit jantung kongenital adalah
Tetralogy Of Fallot (TOF), sedikit lebih banyak laki-laki dibandingkan
perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di Indonesia,
jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per tiga
kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada
masa neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama

v
usianya jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien TOF yang tidak
diterapi akan meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal
sampai usia 4 tahun, 70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95%
meninggal sampai usia 40 tahun, Anonim (2012).
Kelainan ini lebih sering muncul pada laki-laki daripada perempuan. Dan
secara khusus katup aorta bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia, sehingga
stenosis bisa timbul. Hal ini dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan
operasi sejak dini. Sehingga deteksi dini penyakit ini pada anak – anak sangat
penting dilakukan sebelum komplikasi yang lebih parah terjadi, Guyton dan
Arthur C (2006).
Jika dibiarkan kelainan jantung bawaan pada anak ini akan menimbulkan
beberapa komplikasi antara lain adalah sebagai berikut, yaitu :

1) trombosis serebri;
2) abses otak;
3) endokarditis bakterialis;
4) gagal jantung kongestif;
5) hipoksia.
Berdasarkan data yang diambil dari catatan medik RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda di ruang Melati terhubung mulai Januari 2016 sampai
dengan bulan Mei 2016 jumlah penderita Tetralogy Of Fallot sebanyak 11
orang pasien yang dirawat.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Kelainan
Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan
masalah pada penulisan makalah ini adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Teoritis pada klien Anak dengan kelainan kongenital pada
sistem kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF)?”.

vi
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk
memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan secara teoritis
pada Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu
Tetralogy Of Fallot (TOF).

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menidentifikasi konsep penyakit pada Anak dengan


Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu
Tetralogy Of Fallot (TOF).
b. Untuk mengidentifikasi pengkajian keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
c. Untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
d. Untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
e. Untuk mengidentifikasi implementasi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
f. Untuk mengidentifikasi evaluasi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).

vii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Hipopasdia


1. Defenisi
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh
adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase organogenesis
di trimester pertama. Hipospadia merupaka salah satu kelainan bawaan sejak
lahir pada alat genetalia laki-laki. Kata
Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang berarti
dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020). Hipospadia
dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak di ventral atau
proksimal dari lokasi yang seharusnya.
Kelainan terbentuk pada masa embrional karena adanya gangguan pada
masa perkembangan alat kelamin dan sering dikaitkan dengan gangguan
pembentukan seks primer maupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa
(Snodgrass & Bush, 2016).
Klasifikasi hipospadia paling ringan adalah meatus uretra yang
bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat

viii
malformasi glands dan skrotum tidak sempurna pada sisi ventral dengan
penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan,
penis berbelok kearah ventral atau yang disebut chordee dan uretra penis
lebih pendek secara progresif, tetapi jarak antara meatus dan glands tidak
dapat bertambah secara signifikan sampai chordee dikoreksi. Karenanya,
klasifikasi hipospadia didasarkan atas dasar meatus. Pada beberapa kasus,
meatus terletak pada sambungan penoskrotal. Pada kasus ekstrem, uretra
bermuara pada perineum, skrotum bifida dan meluas ke basis dorsal penis
(transposisi skrotum) dan chordee (pita jaringan fibrosa). Pada 10 % anak
laki-laki dengan hipospadia biasanya testis tidak turun (Kyle & Carman,
2014).

2. Etiologi
Penyebab hipospadia sangat bervariasi dan dipengaruhi banyak
faktor, namun belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini.
Beberapa kemungkinan dikemukakan oleh para peneliti mengenai
etiologi hipospadia. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya
hipospadia yaitu :

a. Faktor genetik dan embrional


Genetik merupakan faktor risiko yang diduga kuat
mempengaruhi proses terjadinya hipospadia. Penelitian
menyebutkan bahwa anak laki-laki yang memiliki saudara yang
mengalami hipospadia beresiko 13,4 kali lebih besar mengalami
hipospadia, sedangkan anak yang memiliki ayah dengan riwayat
hipospadia beresiko 10,4 kali mengalami hal yang sama (Van
der Zaden et al., 2012). Selama masa embrional, kegagalan
dalam pembentukan genital folds dan penyatuanya diatas sinus
urogenital juga dapat menyebabkan terjadinya hipospadia.
Biasanya semakin berat derajat hipospadia ini, semakin besar
terdapat kelainan yang mendasari.Kelainan kromosom dan
ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun pseudohermafrodit

ix
merupakan kelainan yang kerap kali ditemukan bersamaan
dengan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).

b. Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses
yang kompleks dan melibatkan berbagai gen serta interaksi
hormon yang ada pada ibu hamil. Proses pembentukan saluran
uretra ini terjadi pada minggu ke-6 trimester pertama dan
bersifat androgendependent, sehingga ketidak normalan
metabolisme 8 androgen seperti defisiensi reseptor androgen di
penis, kegagalan konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron,
serta penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor
androgen mungkin dapat menyebabkan terjadinya hipospadia
(Noegroho et al., 2018).

c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor
penyebab hipospadia seperti terdapat paparan estrogen atau
progestin pada ibu hamil di awal kehamilan, paparan estrogen
tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang menempel pada
buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi oleh
ibu hamil. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti
epilepsi seperti asam valporat juga diduga meningkatkan resiko
hipospadia tetapi untuk pil kontrasepsi yang mengandung
hormon estrogen dan progestin diketahui tidak menyebabkan
hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).

d. Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-
cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization
(IVF) memiliki insiden yang tinggi pada hipospadia (Krisna &
Maulana, 2017). Selain itu faktor ibu yang hamil dengan usia
terlalu muda atau terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui

x
bayi yang lahir dari ibu yang berusia >35 tahun beresiko
mengalami hipospadia berat. Kelahiran prematur serta berat bayi
lahir rendah, bayi kembar juga sering dikaitkan dengan kejadian
hipospadia (Widjajana, 2017).

3. Patofisiologi

Gambar 2.1 Patofisiologi Hipospadia

( Amin, Huda, 2015, Buku Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


diagnosis medis dan nanda. Jilid 2 Halaman : 118 )

xi
4. Klasifikasi

Menurut Orkiszewski (2012) terdapat beberapa tipe hipospadia


berdasarkan letak orifisium uretra eksternum atau meatus diantaranya sebagai
berikut :

a. Tipe sederhana/ Tipe anterior


Tipe ini terdapat di anterior, pada tipe ini meatus terletak pada
pangkal glands penis. Sebenarnya kelainan ini bersifat asimtomatik
dan tidak tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit
dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi. Yang termasuk golongan
hipospadia tipe ini adalah hipospadia sub coronal atau lubang
kencing berada pada sulcus coronarius penis (cekungan kepala
penis), dan hipospadia tipe granular yaitu lubang kencing sudah
terdapat di kepala penis namun posisinya berada di bawah kepala
penisnya.

b. Tipe Penil/ Tipe Middle


Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke
bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini,
diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat
kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada
bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat
berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. Terdapat beberapa tipe
hipospadia yang termasuk dalam tipe middle diantaranya yaitu
hipospadia tipe penoscrotal atau lubang kencing terletak di antara
skrotum dan batang penis, hipospadia tipe peneana proksimal yaitu
lubang kencing berada di bawah pangkal penis, hipospadia tipe

xii
mediana yaitu lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari
batang penis, serta hipospadia tipe distal peneana yaitu lubang
kencing berada di bawah bagian ujung batang penis.

c. Tipe Posterior
Pada tipe posterior, biasanya akan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan penis, seringkali disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Yang
termasuk hipospadia posterior dianataranya yaitu hipospadia tipe 10
perenial, lubang kencing berada di antara anus dan skrotum, dan
hipospadia tipe scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan
skrotum.

Gambar 2.2 Klasifikasi Hipopasdia berdasarkan letak lubang


saluran kemih

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Nurrarif & Kusuma (2015) yang sering


muncul pada penyakit hipospadia sebagai berikut :

a. Tidak terdapat preposium ventral sehingga prepesium dorsal menjadi


berlebihan (dorsal hood).

xiii
b. Sering disertai dengan korde atau penis melengkung ke arah bawah.
c. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.
Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kalainan. Secara
umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun cenderung
berkaitan dengan masalah kosmetik karena letak muara uretra pada bagian
ventral penis. Biasanya juga ditemukan kulit luar bagian ventral lebih tipis
atau bahkan tidak ada, dimana kulit luar di bagian dorsal menebal. Pada
hipospadia sering ditemukan adanya 11 chorda (Sigumonrong, 2016). Chorda
adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari
tunica albuginea dan facia di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia
buck, perlengketan antara uretra plate ke corpus cavernosa. Keluhan yang
mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urin yang lemah ketika
berkemih, nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam berhubungan seksual.
Hipospadia sangat sering ditemukan bersamaan dengan cryptorchismus dan
hernia inguinalis sehingga pemeriksaan adanya testis tidak boleh terlewatkan
(Krisna & Maulana, 2017).

6. Komplikasi
Terdapat komplikasi yang serius dari TOF apabila tidak ditangani dengan
segera. Berikut komplikasi dari TOF :

1. Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas


Polisitemia pada PJB sianotik terjadi karena hipoksemia kronik
akibat kondisi pirau kanan ke kiri. Sebenarnya hal ini merupakan respon
fisiologik tubuh untuk meningkatkan kemampuan membawa oksigen
dengan cara menstimulasi sumsum tulag melalui pelepasan eritropoetin
ginjal untuk meningkatkan produksi jumlah sel darah merah (eritrositosis).
Pada awalnya polisitemia menguntungkan bagi penderita PJB sianotik
tetapi bila hematokrit makin tinggi akan terjadi peningkatan viskositas
darah yang mencolok dengan akibat perfusi berkurang sehingga
pengangkutan total oksigen pun berkurang yang pada akhirnya
meningkatkan resiko venooklusi/sindrom viskositas. Gejala

xiv
hiperviskositas akan muncul bila kadar hematokrit > 65% dengan gejala
berupa sakit kepala, nyeridada, iritabel, anoreksia, dispnu dan intoleransi
aktivitas. Pengobatan hiperviskositas pada PJB sianotik masih
kontroversial. Dari data yang ada plebotomi berpotensi untuk
meningkatkan kemampuan latihan, mengurang gejala hiperviskositas serta
mengurangi penyakit vasooklusi. Tetapi plebotomi yang dilakukan
berulang ulang dan cepat dapat menyebabkan defisiensi besi sehingga
terjadi microcytic erytrocytes yang justru dapat menginduksi peningkatan
viskositas dengan segala konsekuensinya. Oleh karena itu plebotomi
hanya dilakukan untuk mengatasi keadaan akut sindrom hiperviskositas
saja (Paul DA, Karen L, 2007).

2. Stroke/Cerebrovaskular Accident
Insiden stroke/cerebrovaskular accident pada anak dengan PJB
adalah 1,5%-2%. PJB sianotik yang paling sering menyebabkan stroke
adalah TOF, Stroke dapat disebabkan karena trombosis atau emboli.
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya stroke adalah pirau
kanan ke kiri yang memungkinkan terjadinya paradoksikal emboli ke otak
dan peningkatan viskositas darah. Hasil otopsi memperlihatkan terjadi
oklusi baik vena maupun arteri serebral. Onset defisit neurologik dapat
terjadi selama anak menderita demam dan dehidrasi. gejala yang paling
sering ditemukan adalah hemiplegi, kejang fokal, diikuti defisit motorik,
buta kortikal (Perloff et all, 1993).

3. Abses Cerebri
Abses serebri adalah infeksi supuratif lokal pada parenkim otak.
Abses serebri merupakan penyulit infeksi yang serius pada PJB sianotik
terutama TOF. mekanisme terjadinya abses serebri adalah secara
hematogen. Patogenesis penting terjadinya abses serebri pada PJB sianotik
adalah pirau dari kanan ke kiri yang menyebabkan tidak terjadinya
filterring effect di paru terhadap darah dari sistem vena sehingga otak
menjadi lebih sering terpapar dengan episode bakterimia. Polisitemia juga

xv
berperan dalam peningkatan viskositas darah yang dapat mencetuskan
microinfark yang menyediakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berproliferasi dan supuratif. Biasanya lesi berbentuk soliter dan multipel.
Pada stadium awal dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
yang non spesifik seperti sakit keapala, letargi dan perubahan tingkat
kesadaran.. Dengan progresifnya abses serebri sakit kepla dan letragi akan
makin menonjol dan dapat diikuti defisit neurologik. Tanda- tanda fokal
seperti hemiparesis, kejang lokal, dan gangguan penglihatan. Kuman yang
paling sering ditemukan pada abses serebri dengan penderita PJB adalah
strepkokus mileri (Atiq M, et all, 2006)
4. Hiperpnea dengan sianosis berat dapat berakibat tidak sadarkan diri
dan meninggal.

7. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir


atau bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan
pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromosom
(Corwin,2009).

1. Rongten
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai
dengan kelainan kongenital ginjal
4. Kultur urine (anak – hipospadia).

(Amin, Huda, 2015, Buku Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


diagnosis medis dan nanda. Jilid 2 Halaman : 117 )

8. Penatalaksanaan
Penanganan hipospadia dilakukan dalam 2 tahapan :
1. Operasi reseksi chorda (chordectomy atau release chorda )
a. Bertujuan aar penis tidak melengung ketika ereksi.
b. Tahap pertama dilakukan pada usia 2 tahun ( dapat ditunda ),
dengan syarat dilakukan tes endokrinologi anak (kadar hormon

xvi
testoteron ) terlebih dahulu karena pada hipospadia biasanya
disertai undescensus testis.
c. Jika kadar hormon rendah sebaiknyya segera di operasi, bila
normal maka operasi dapat di tunda 6 bulan lagi.
2. Uretroplasty
a. Dilakukan 6 bulan setelah chordectomy, untuk menempatkan
OUE pada tempatnya.
b. Sebelum usia 4 tahun seluruh tahapan operasii harus selesai,
karena bila tidak dapat enyebabkan gangguan psikis anak.

9. Pathway

xvii
Gambar 2.3 Web Of Caussation Hipospadia

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tetralogy Of Fallot (TOF)


Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien diberbagai
layanan kesehatan yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat
humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif pasien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi pasien.

xviii
Proses keperawatan adalah suatu mode yang sistematis dan
terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, hal ini difokuskan pada
reaksi dan respon individu terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik
aktual maupun potensial sehingga kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga diketahui
permasalahan yang dialami oleh klien.
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, berat badan lahir serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
anak ke berapa, jumlah saudara dan identitas orangtua.
Nama : sesuai nama klien
Umur : sering terjadi pada bayi
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : mulai dari pendidikan rendah hingga tinggi
Pekerjaan : berpotensi pada semua jenis pekerjaan
Diagnosa medis : Hipospadia.

2) Keluhan Utama
Biasanya orang tua klien mengeluh dengan kondisi anaknya
karena penis yang tidak sesuai dengan anatomis penis biasa karena
melengkung kebawah dan terdapat lubang kencing yang tidak pada
tempatnya.

3) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Pada klien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan belum diketahui
dengan pasti penyebabnya.
(2) Riwayat kesehatan dahulu

xix
Adanya riwayat ketidakseimbangan hormon dan faktor
lingkungan yang mempengaruhi kehamilan ibu, seperti 13 terpapar
dengan zat atau polutan yang bersifat tertogenik yang
menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat menyebabkan
pembentukan penis yang tidak sempurna.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat keturunan atau genetik dari orang tua atau
saudara kandung dari klien yang pernah mengalami hipospadia.

4) Pemeriksaan Pola Gordon


1) Pola nutrisi
Klien dengan hipospadia biasanya tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Pola Reproduksi dan seksualitas
Klien dengan hipospadia biasanya mengalami masalah dalam hal
berhubungan jika tidak menjalani prosedur operasi untuk
memperbaiki uretra yang tidak berkembang.
3) Pola aktivitas/ latihan
Pada umunya klien dengan hipospadia tidak memiliki gangguan
aktivitas
4) Pola istirahat
Pada klien biasaya tidak memiliki gangguan pola tidur kecuali saat
dirawat dirumah sakit
5) Persepsi, pemeliharaan, dan pengetahuan
Klien biasanya tidak mengetahui penyakit yang dialami karena
kurangnya pemahaman klien terkait penyakit hipospadia dan
pada umumnya pemeliharaan kesehatan klien tidak ada masalah
6) Keyakinan dan nilai
Klien hipospadia dapat memeluk agama sesuai keyakinannya masing-
masing
7) Pola toleransi
Tidak ada masalah toleransi pada klien degan hipospadia
8) Pola hubungan peran

xx
Klien biasanya tidak memiliki masalah hubungan dengan orang lain
9) Kognitif dsn persepsi
Klien dengan hipospadia kebanyakan tidak memiliki masalah pada
memorinya
10) Persepsi diri dan konsep diri
Klien biasanya tidak percaya diri dengan kelainan yang dialaminya
11) Pola eliminasi
Pada saat buang air kecil, pada klien hipospadia mengalami kesulitan
karena penis yang bengkok mengakibatkan pancaran urin mengarah
kearah bawah dan menetes melalui batang penis (Krisna & Maulana,
2017).

5) Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan darah akan diketahui apakah terjadi tanda infeksi
atau tidak
2) USG
USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya kelainan lainnya
pada saluran kemih.

2. Diagnosa Keperawatan Teoritis


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu
klien, keluarga, dan komunitas terhadap maslaah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial (PPNI, 2016) . Diagnosa keperawatan yang munkin muncul pada
kline Anak dengan Tetralogy Of Fallot adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu
tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan

xxi
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada
diri sendiri, diaforesis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan
jaringat atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan
nyeri.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan
tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan
perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh
sulit tidur, engeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup
6. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

3. Intervensi Keperawatan Teoritis


Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Teoritis.(SIKI, 2016) (SLKI,
2016) (SDKI, 2016).

NO SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi

xxii
agen pencedera fisik diharapkan nyeri akut - Identifikasi lokasi, karakteristik,
(prosedur operasi) teratasi ,dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas dan
(D.0077) 1. Nyeri berkurang dari 4 intensitas nyeri (PQRST)
menjadi 2 - Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis berkurang dari 4 verbal
menjadi 2
3. Sikap protektif berkurang Terapeutik
dari 4 menjadi 2 - Ajarkan teknik nonfarmakologi
4. Gelisah berkurang dari 5 untuk mengurangi nyeri (teknik
menjadi 2 relaksasi nafas dalam)
5. Frekuensi nadi normal 70-
120x/menit Edukasi
- Edukasi pada klien dan keluarga
terkait penyebab, periode dan
pemicu nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

2. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri


berhubungan dengan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi:
kelemahan diharapkan deficit perawatan diri - Monitor tingkat kemandirian
(D.0109) teratasi, dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebutuhan alat bantu
1. Kemampuan mandi kebersihan diri, berpakaian,
meningkat berhias, dan makan
2. Kemampuan
berpakaian meningkat Terapeutik:
3. Kemampuan toileting - Siapkan keperluan pribadi (air
meningkat hangat, waslap, sabun mandi,
pakaian, parfum dll)
- Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri sampai
mandiri

Edukasi:
- Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur
berhubungan dengan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi :
hambatan diharapkan pola tidur - Identifikasi pola aktivitas dan
lingkungan (D.0055) tidur
membaik ,dengan kriteria hasil:
- Identifikasi faktor pengganggu
1. Keluhan sulit tidur tidur
membaik
2. Keluhan pola tidur Terapeutik :
membaik - Modifikasi lingkungan (misal:

xxiii
3. Istirahat cukup - pencahayaan, kebisingan, suhu,
meningkat matras dan tempat tidur)
- Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan

Edukasi :
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit

4. Gangguan Integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan Luka


Kulit/Jaringan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi
berhubungan dengan diharapkan difisit perawatan - Monitor tanda-tanda infeksi
perubahan sirkulasi diri, dengan kriteria hasil :
(D.0129) 1. Keluhan nyeri menurun Terapeutik
2. Perdarahan menurun - Bersihkan luka dengan carian
3. Kemerahan menurun NaCl
- Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah jenis
luka
Edukasi
- Anjurkan klien mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter terkait
pemberian antibiotic

5. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas


dengan krisis keperawatan, selama 1x24 jam Observasi
situasional diharapkan tingkat ansietas - Identifikasi saat tingkat ansietas
(D.0080) menurun dengan kriteria hasil: berubah (mis. Kondisi, waktu,
1. Perilaku gelisah menurun stressor)
2. Perilaku tegang menurun - Identifikasi kemampuan
3. Frekuensi nadi normal mengambil keputusan
70120x/menit - Monitor tanda ansietas (verbal
4. Pola tidur membaik dan non verbal)

Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan kepercayaan
- Pahami situasi yang membuat
ansietas
- Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan Edukasi
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis, pengobatan,

xxiv
dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perl
- Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan 10. Latih
teknik relaksasi

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu

6. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi


berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam, Observasi
efek prosedur invasif diharapkan resiko infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi
(D.0142) menurun dengan kriteria hasil : local dan sistemik
1 Pergerakan ekstreminas
meningkat Terapeautik :
2 Kekuatan otot meningkat - Cuci tangan sebelum dan sesudah
3 Rentang gerak meningkat kontak dengan klien dan
4 Kelemahan fisik menurun lingkungan klien
- Pertahankan teknik aseptic pada
klien

Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
kepada klien dan keluarga
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar kepada klien dan
keluarga

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antibiotik

4. Implementasi Keperawatan Teoritis


Implementasi merupakan suatu penerapan atau juga sebuah
tindakan yang dilakukan dengan berdasarkan suatu rencana yang
telah/sudah disusun atau dibuat dengan cermat serta juga terperinci
sebelumnya. Pendapat lain juga mengatakan bahwa pengertian
implementasi merupakan suatu tindakan atau juga bentuk aksi nyata

xxv
dalam melaksanakan rencana yang sudah dirancang dengan matang.
Dengan kata lain, implementasi ini hanya dapat dilakukan apabila sudah
terdapat perencanaan serta juga bukan hanya sekedar tindakan semata
(Setiadi, 2012).

Pedoman implementasi keperawatan menurut (Dermawan, 2012)


1) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
Ssetelah memvalidasi rencana.
2) Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai.
3) Keamanan fisik dan psikologi pasien dilindungi.
4) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan renana asuhan

5. Evaluasi Keperawatan Teoritis


Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang ditentukan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. (Kodim,2015).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.
Format evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

xxvi
O :Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. Tugas
dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai
dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi,
2012).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

xxvii
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh
adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase
organogenesis di trimester pertama. Hipospadia merupaka salah satu
kelainan bawaan sejak lahir pada alat genetalia laki-laki.
Kata Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang berarti
dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020).
Hipospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak
di ventral atau proksimal dari lokasi yang seharusnya.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Anak dengan
Hipospadia adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu
tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada
diri sendiri, diaforesis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan
jaringat atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan
nyeri.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan
tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan
perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh

xxviii
sulit tidur, engeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup
6. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

Dengan diagnosa keperawata teoritis yang mungkin muncul


pada klien anak dengan Hipospadia tersebut, dapat dirancang suatu asuhan
keperawatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan terkhusunya
dalam pemberian asuhan keperawatan yang terencana dan dapat dilakukan
dengan baik dan sesuai dengan kode etik keperawatan yang ada sehingga
dapat memenuhi kebutuhan dari klien anak tersebur.

B. Saran
Asuhan keperawatan teoritis ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan wawasan penulis sendiri dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan hipospadia . Diharapkan penulis dapat
melakukan pengkajian sampai dengan intervensi keperawatan secara teoritis
agar asuhan keperawatan dapat tercapai tepat sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada klien.
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan bahwa:
1. Diharapkan kepada perawat dalam mengumpulkan data agar
menggunakan berbagai sumber informasi dengan menggunakan
teknik-teknik wawancara, observasi, pengkajian fisik dan
dokumentasi agar data yang terkumpul akurat dan komprehensif.
2. Untuk meningkatkan mutu keperawatan maka diperlukan
pendokumentasian proses keperawatan sebagai salah satu bukti
pertanggung jawaban terhadap usaha yang telah diberikan maka
sebaiknya rumah sakit menyiapkan format untuk
pendokumentasian
3. Dalam menetapkan diagnose keperawatan diharapkan perawat
agar memperhatikan respon klien yang berbeda-beda terhadap
masalah kesehatan melalui pengkajian biopsikososial spiritual dan
cultural yang komprehensif.

xxix
DAFTAR PUSTAKA

Patricia, Nicky. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Dengan Penyakit Jantung Bawaan Diruangan
Irna Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang. Diakses pada 26 Maret 2023. Di
akses dari https://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/KTI_NICKY_PATRICIA___.pdf

xxx
Putri, Della Amanda. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Anak. S Yang Mengalami Tetralogy Of
Fallot di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Di akses pada 26 Maret 2023. Di akses dari
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1117/DELLA%20AMANDA
%20PUTRI%20KTI.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Tim Pokja SDKI DPD PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPD PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPD PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI

xxxi

Anda mungkin juga menyukai