Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Hipopasdia


1. Defenisi
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh
adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase organogenesis
di trimester pertama. Hipospadia merupaka salah satu kelainan bawaan sejak
lahir pada alat genetalia laki-laki. Kata
Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang berarti
dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020). Hipospadia
dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak di ventral atau
proksimal dari lokasi yang seharusnya.
Kelainan terbentuk pada masa embrional karena adanya gangguan pada
masa perkembangan alat kelamin dan sering dikaitkan dengan gangguan
pembentukan seks primer maupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa
(Snodgrass & Bush, 2016).
Klasifikasi hipospadia paling ringan adalah meatus uretra yang
bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat
malformasi glands dan skrotum tidak sempurna pada sisi ventral dengan
penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan,
penis berbelok kearah ventral atau yang disebut chordee dan uretra penis
lebih pendek secara progresif, tetapi jarak antara meatus dan glands tidak
dapat bertambah secara signifikan sampai chordee dikoreksi. Karenanya,
klasifikasi hipospadia didasarkan atas dasar meatus. Pada beberapa kasus,
meatus terletak pada sambungan penoskrotal. Pada kasus ekstrem, uretra
bermuara pada perineum, skrotum bifida dan meluas ke basis dorsal penis
(transposisi skrotum) dan chordee (pita jaringan fibrosa). Pada 10 % anak
laki-laki dengan hipospadia biasanya testis tidak turun (Kyle & Carman,
2014).
2. Etiologi
Penyebab hipospadia sangat bervariasi dan dipengaruhi banyak
faktor, namun belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini.
Beberapa kemungkinan dikemukakan oleh para peneliti mengenai
etiologi hipospadia. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya
hipospadia yaitu :

a. Faktor genetik dan embrional


Genetik merupakan faktor risiko yang diduga kuat
mempengaruhi proses terjadinya hipospadia. Penelitian
menyebutkan bahwa anak laki-laki yang memiliki saudara yang
mengalami hipospadia beresiko 13,4 kali lebih besar mengalami
hipospadia, sedangkan anak yang memiliki ayah dengan riwayat
hipospadia beresiko 10,4 kali mengalami hal yang sama (Van
der Zaden et al., 2012). Selama masa embrional, kegagalan
dalam pembentukan genital folds dan penyatuanya diatas sinus
urogenital juga dapat menyebabkan terjadinya hipospadia.
Biasanya semakin berat derajat hipospadia ini, semakin besar
terdapat kelainan yang mendasari.Kelainan kromosom dan
ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun pseudohermafrodit
merupakan kelainan yang kerap kali ditemukan bersamaan
dengan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).

b. Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses
yang kompleks dan melibatkan berbagai gen serta interaksi
hormon yang ada pada ibu hamil. Proses pembentukan saluran
uretra ini terjadi pada minggu ke-6 trimester pertama dan
bersifat androgendependent, sehingga ketidak normalan
metabolisme 8 androgen seperti defisiensi reseptor androgen di
penis, kegagalan konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron,
serta penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor
androgen mungkin dapat menyebabkan terjadinya hipospadia
(Noegroho et al., 2018).

c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor
penyebab hipospadia seperti terdapat paparan estrogen atau
progestin pada ibu hamil di awal kehamilan, paparan estrogen
tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang menempel pada
buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi oleh
ibu hamil. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti
epilepsi seperti asam valporat juga diduga meningkatkan resiko
hipospadia tetapi untuk pil kontrasepsi yang mengandung
hormon estrogen dan progestin diketahui tidak menyebabkan
hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).

d. Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-
cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization
(IVF) memiliki insiden yang tinggi pada hipospadia (Krisna &
Maulana, 2017). Selain itu faktor ibu yang hamil dengan usia
terlalu muda atau terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui
bayi yang lahir dari ibu yang berusia >35 tahun beresiko
mengalami hipospadia berat. Kelahiran prematur serta berat bayi
lahir rendah, bayi kembar juga sering dikaitkan dengan kejadian
hipospadia (Widjajana, 2017).
3. Patofisiologi

Gambar 2.1 Patofisiologi Hipospadia

( Amin, Huda, 2015, Buku Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


diagnosis medis dan nanda. Jilid 2 Halaman : 118 )

4. Klasifikasi

Menurut Orkiszewski (2012) terdapat beberapa tipe hipospadia


berdasarkan letak orifisium uretra eksternum atau meatus diantaranya sebagai
berikut :

a. Tipe sederhana/ Tipe anterior


Tipe ini terdapat di anterior, pada tipe ini meatus terletak pada
pangkal glands penis. Sebenarnya kelainan ini bersifat asimtomatik
dan tidak tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit
dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi. Yang termasuk golongan
hipospadia tipe ini adalah hipospadia sub coronal atau lubang
kencing berada pada sulcus coronarius penis (cekungan kepala
penis), dan hipospadia tipe granular yaitu lubang kencing sudah
terdapat di kepala penis namun posisinya berada di bawah kepala
penisnya.

b. Tipe Penil/ Tipe Middle


Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke
bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini,
diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat
kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada
bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat
berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. Terdapat beberapa tipe
hipospadia yang termasuk dalam tipe middle diantaranya yaitu
hipospadia tipe penoscrotal atau lubang kencing terletak di antara
skrotum dan batang penis, hipospadia tipe peneana proksimal yaitu
lubang kencing berada di bawah pangkal penis, hipospadia tipe
mediana yaitu lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari
batang penis, serta hipospadia tipe distal peneana yaitu lubang
kencing berada di bawah bagian ujung batang penis.

c. Tipe Posterior
Pada tipe posterior, biasanya akan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan penis, seringkali disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Yang
termasuk hipospadia posterior dianataranya yaitu hipospadia tipe 10
perenial, lubang kencing berada di antara anus dan skrotum, dan
hipospadia tipe scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan
skrotum.
Gambar 2.2 Klasifikasi Hipopasdia berdasarkan letak lubang
saluran kemih

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Nurrarif & Kusuma (2015) yang sering


muncul pada penyakit hipospadia sebagai berikut :

a. Tidak terdapat preposium ventral sehingga prepesium dorsal


menjadi berlebihan (dorsal hood).
b. Sering disertai dengan korde atau penis melengkung ke arah
bawah.
c. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.
Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kalainan. Secara
umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun cenderung
berkaitan dengan masalah kosmetik karena letak muara uretra pada bagian
ventral penis. Biasanya juga ditemukan kulit luar bagian ventral lebih tipis
atau bahkan tidak ada, dimana kulit luar di bagian dorsal menebal. Pada
hipospadia sering ditemukan adanya 11 chorda (Sigumonrong, 2016).
Chorda adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis. Hal
ini disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis
dari tunica albuginea dan facia di atas tunica, pengencangan kulit ventral
dan fasia buck, perlengketan antara uretra plate ke corpus cavernosa.
Keluhan yang mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urin yang
lemah ketika berkemih, nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam
berhubungan seksual. Hipospadia sangat sering ditemukan bersamaan
dengan cryptorchismus dan hernia inguinalis sehingga pemeriksaan
adanya testis tidak boleh terlewatkan (Krisna & Maulana, 2017).

6. Komplikasi
Komplikasi pasca operasi yang sering terjadi dibedakan dalam
jangka waktu pendek (edema, perdarahan, nekrosis glans penis, dehisiensi
luka operasi) dan jangka waktu panjang (fistel uretrokutan, stenosis muara
uretra, striktur uretra, torsio penis). Fistel uretrokutan merupakan
komplikasi yang cukup sering terjadi. Secara umum fistel terjadi kurang
dari 10%, namun resiko fistel pada hipospadia yang berat kurang lebih
40%. nekrosis glans penis biasanya terjadi karena tidak adekuatnya suplai
darah pada daerah distal uretra, hal ini lebih mudah dicegah daripada
diperbaiki. Bila vaskularisasi kurang baik, teknik operasi pada waktu
menutup lapisan flap harus bagus, sehingga dapat menjamin kekurangan
vaskularisasi tadi.
Untuk menghindari timbulnya komplikasi maka teknik
pembedahan harus baik dan hati-hati, pemilihan benang yang tepat dan
penutupan jahitan yang baik dengan lapisan kulit. Antibiotika pasca
operasi diberikan sampai stent atau kateter dilepas.
7. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir


atau bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan
pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromosom
(Corwin,2009).

1. Rongten
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai
dengan kelainan kongenital ginjal
4. Kultur urine (anak – hipospadia).

(Amin, Huda, 2015, Buku Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


diagnosis medis dan nanda. Jilid 2 Halaman : 117 )

8. Penatalaksanaan
Penanganan hipospadia dilakukan dalam 2 tahapan :
1. Operasi reseksi chorda (chordectomy atau release chorda )
a. Bertujuan aar penis tidak melengung ketika ereksi.
b. Tahap pertama dilakukan pada usia 2 tahun ( dapat ditunda ),
dengan syarat dilakukan tes endokrinologi anak (kadar hormon
testoteron ) terlebih dahulu karena pada hipospadia biasanya
disertai undescensus testis.
c. Jika kadar hormon rendah sebaiknyya segera di operasi, bila
normal maka operasi dapat di tunda 6 bulan lagi.
2. Uretroplasty
a. Dilakukan 6 bulan setelah chordectomy, untuk menempatkan
OUE pada tempatnya.
b. Sebelum usia 4 tahun seluruh tahapan operasii harus selesai,
karena bila tidak dapat enyebabkan gangguan psikis anak.
9. Pathway
Gambar 2.3 Web Of Caussation Hipospadia
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tetralogy Of Fallot (TOF)
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien diberbagai
layanan kesehatan yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat
humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif pasien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi pasien.
Proses keperawatan adalah suatu mode yang sistematis dan
terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, hal ini difokuskan pada
reaksi dan respon individu terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik
aktual maupun potensial sehingga kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga diketahui
permasalahan yang dialami oleh klien.
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, berat badan lahir serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
anak ke berapa, jumlah saudara dan identitas orangtua.
Nama : sesuai nama klien
Umur : sering terjadi pada bayi
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : mulai dari pendidikan rendah hingga tinggi
Pekerjaan : berpotensi pada semua jenis pekerjaan
Diagnosa medis : Hipospadia.

2) Keluhan Utama
Biasanya orang tua klien mengeluh dengan kondisi anaknya
karena penis yang tidak sesuai dengan anatomis penis biasa karena
melengkung kebawah dan terdapat lubang kencing yang tidak pada
tempatnya.

3) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Pada klien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan belum diketahui
dengan pasti penyebabnya.
(2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat ketidakseimbangan hormon dan faktor
lingkungan yang mempengaruhi kehamilan ibu, seperti 13 terpapar
dengan zat atau polutan yang bersifat tertogenik yang
menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat menyebabkan
pembentukan penis yang tidak sempurna.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat keturunan atau genetik dari orang tua atau
saudara kandung dari klien yang pernah mengalami hipospadia.

4) Pemeriksaan Pola Gordon


1) Pola nutrisi
Klien dengan hipospadia biasanya tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Pola Reproduksi dan seksualitas
Klien dengan hipospadia biasanya mengalami masalah dalam hal
berhubungan jika tidak menjalani prosedur operasi untuk
memperbaiki uretra yang tidak berkembang.
3) Pola aktivitas/ latihan
Pada umunya klien dengan hipospadia tidak memiliki gangguan
aktivitas
4) Pola istirahat
Pada klien biasaya tidak memiliki gangguan pola tidur kecuali saat
dirawat dirumah sakit
5) Persepsi, pemeliharaan, dan pengetahuan
Klien biasanya tidak mengetahui penyakit yang dialami karena
kurangnya pemahaman klien terkait penyakit hipospadia dan
pada umumnya pemeliharaan kesehatan klien tidak ada masalah
6) Keyakinan dan nilai
Klien hipospadia dapat memeluk agama sesuai keyakinannya masing-
masing
7) Pola toleransi
Tidak ada masalah toleransi pada klien degan hipospadia
8) Pola hubungan peran
Klien biasanya tidak memiliki masalah hubungan dengan orang lain
9) Kognitif dsn persepsi
Klien dengan hipospadia kebanyakan tidak memiliki masalah pada
memorinya
10) Persepsi diri dan konsep diri
Klien biasanya tidak percaya diri dengan kelainan yang dialaminya
11) Pola eliminasi
Pada saat buang air kecil, pada klien hipospadia mengalami kesulitan
karena penis yang bengkok mengakibatkan pancaran urin mengarah
kearah bawah dan menetes melalui batang penis (Krisna & Maulana,
2017).

5) Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan darah akan diketahui apakah terjadi tanda infeksi
atau tidak
2) USG
USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya kelainan lainnya
pada saluran kemih.
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu
klien, keluarga, dan komunitas terhadap maslaah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial (PPNI, 2016) . Diagnosa keperawatan yang munkin muncul pada
kline Anak dengan Tetralogy Of Fallot adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu
tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada
diri sendiri, diaforesis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan
jaringat atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan
nyeri.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan
tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan
perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh
sulit tidur, engeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup
6. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3. Intervensi Keperawatan Teoritis
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Teoritis.(SIKI, 2016) (SLKI,
2016) (SDKI, 2016).

NO SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi
agen pencedera fisik diharapkan nyeri akut - Identifikasi lokasi, karakteristik,
(prosedur operasi) teratasi ,dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas dan
(D.0077) 1. Nyeri berkurang dari 4 intensitas nyeri (PQRST)
menjadi 2 - Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis berkurang dari 4 verbal
menjadi 2
3. Sikap protektif berkurang Terapeutik
dari 4 menjadi 2 - Ajarkan teknik nonfarmakologi
4. Gelisah berkurang dari 5 untuk mengurangi nyeri (teknik
menjadi 2 relaksasi nafas dalam)
5. Frekuensi nadi normal 70-
120x/menit Edukasi
- Edukasi pada klien dan keluarga
terkait penyebab, periode dan
pemicu nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

2. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri


berhubungan dengan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi:
kelemahan diharapkan deficit perawatan diri - Monitor tingkat kemandirian
(D.0109) teratasi, dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebutuhan alat bantu
1. Kemampuan mandi kebersihan diri, berpakaian,
meningkat berhias, dan makan
2. Kemampuan
berpakaian meningkat Terapeutik:
3. Kemampuan toileting - Siapkan keperluan pribadi (air
meningkat hangat, waslap, sabun mandi,
pakaian, parfum dll)
- Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri sampai
mandiri

Edukasi:
- Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur
berhubungan dengan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi :
hambatan diharapkan pola tidur - Identifikasi pola aktivitas dan
lingkungan (D.0055) tidur
membaik ,dengan kriteria hasil:
- Identifikasi faktor pengganggu
1. Keluhan sulit tidur tidur
membaik
2. Keluhan pola tidur Terapeutik :
membaik - Modifikasi lingkungan (misal:
3. Istirahat cukup - pencahayaan, kebisingan, suhu,
meningkat matras dan tempat tidur)
- Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan

Edukasi :
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit

4. Gangguan Integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan Luka


Kulit/Jaringan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi
berhubungan dengan diharapkan difisit perawatan - Monitor tanda-tanda infeksi
perubahan sirkulasi diri, dengan kriteria hasil :
(D.0129) 1. Keluhan nyeri menurun Terapeutik
2. Perdarahan menurun - Bersihkan luka dengan carian
3. Kemerahan menurun NaCl
- Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah jenis
luka
Edukasi
- Anjurkan klien mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter terkait
pemberian antibiotic

5. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas


dengan krisis keperawatan, selama 1x24 jam Observasi
situasional diharapkan tingkat ansietas - Identifikasi saat tingkat ansietas
(D.0080) menurun dengan kriteria hasil: berubah (mis. Kondisi, waktu,
1. Perilaku gelisah menurun stressor)
2. Perilaku tegang menurun - Identifikasi kemampuan
3. Frekuensi nadi normal mengambil keputusan
70120x/menit - Monitor tanda ansietas (verbal
4. Pola tidur membaik dan non verbal)

Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan kepercayaan
- Pahami situasi yang membuat
ansietas
- Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan Edukasi
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perl
- Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan 10. Latih
teknik relaksasi

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu

6. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi


berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam, Observasi
efek prosedur invasif diharapkan resiko infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi
(D.0142) menurun dengan kriteria hasil : local dan sistemik
1 Pergerakan ekstreminas
meningkat Terapeautik :
2 Kekuatan otot meningkat - Cuci tangan sebelum dan sesudah
3 Rentang gerak meningkat kontak dengan klien dan
4 Kelemahan fisik menurun lingkungan klien
- Pertahankan teknik aseptic pada
klien

Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
kepada klien dan keluarga
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar kepada klien dan
keluarga
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antibiotik

4. Implementasi Keperawatan Teoritis


Implementasi merupakan suatu penerapan atau juga sebuah
tindakan yang dilakukan dengan berdasarkan suatu rencana yang
telah/sudah disusun atau dibuat dengan cermat serta juga terperinci
sebelumnya. Pendapat lain juga mengatakan bahwa pengertian
implementasi merupakan suatu tindakan atau juga bentuk aksi nyata
dalam melaksanakan rencana yang sudah dirancang dengan matang.
Dengan kata lain, implementasi ini hanya dapat dilakukan apabila sudah
terdapat perencanaan serta juga bukan hanya sekedar tindakan semata
(Setiadi, 2012).

Pedoman implementasi keperawatan menurut (Dermawan, 2012)


1) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
Ssetelah memvalidasi rencana.
2) Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai.
3) Keamanan fisik dan psikologi pasien dilindungi.
4) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan renana asuhan

5. Evaluasi Keperawatan Teoritis


Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang ditentukan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. (Kodim,2015).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.
Format evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O :Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. Tugas
dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai
dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi,
2012).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh
adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase
organogenesis di trimester pertama. Hipospadia merupaka salah satu
kelainan bawaan sejak lahir pada alat genetalia laki-laki.
Kata Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang berarti
dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020).
Hipospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak
di ventral atau proksimal dari lokasi yang seharusnya.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Anak dengan
Hipospadia adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu
tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada
diri sendiri, diaforesis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan
jaringat atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan
nyeri.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan
tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan
perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh
sulit tidur, engeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup
6. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

Dengan diagnosa keperawata teoritis yang mungkin muncul


pada klien anak dengan Hipospadia tersebut, dapat dirancang suatu asuhan
keperawatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan terkhusunya
dalam pemberian asuhan keperawatan yang terencana dan dapat dilakukan
dengan baik dan sesuai dengan kode etik keperawatan yang ada sehingga
dapat memenuhi kebutuhan dari klien anak tersebur.

B. Saran
Asuhan keperawatan teoritis ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan wawasan penulis sendiri dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan hipospadia . Diharapkan penulis dapat
melakukan pengkajian sampai dengan intervensi keperawatan secara teoritis
agar asuhan keperawatan dapat tercapai tepat sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada klien.
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan bahwa:
1. Diharapkan kepada perawat dalam mengumpulkan data agar
menggunakan berbagai sumber informasi dengan menggunakan
teknik-teknik wawancara, observasi, pengkajian fisik dan
dokumentasi agar data yang terkumpul akurat dan komprehensif.
2. Untuk meningkatkan mutu keperawatan maka diperlukan
pendokumentasian proses keperawatan sebagai salah satu bukti
pertanggung jawaban terhadap usaha yang telah diberikan maka
sebaiknya rumah sakit menyiapkan format untuk
pendokumentasian
3. Dalam menetapkan diagnose keperawatan diharapkan perawat
agar memperhatikan respon klien yang berbeda-beda terhadap
masalah kesehatan melalui pengkajian biopsikososial spiritual dan
cultural yang komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai