1. Pengertian
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan
“spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Berikut ini adalah berbagai definisi hipospadia menurut berbagai sumber yaitu:
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra
externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Menurut referensi lain, hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa
lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah,
2005 : 288).
Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak
di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra
bisa terletak pada glandular hingga perineal. (Purnomo, B, Basuki,2003).
3. Manifestasi Klinik
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
j. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada
saat BAK.
k. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
l. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
m. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
4. Klasifikasi
Hipospadia adalah keadaan dimana lubang kencing terletak dibawah
batang kemaluan/ penis. Ada beberapa type hipospadia :
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak
sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%)
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau
glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi
tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium
tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa
kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
5. Patofisiologi
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada
masa embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu.
Perkembangan terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak
lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada
berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit
pergeseran pada glans, kemudian di sepanjang batang penis hingga akhirnya di
perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topu yang menutup
sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi
ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering dikaitkan dengan
hipospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga akibat dari
perbedaan pertumbuhan antara punggung jaringan normal tubuh kopral dan uretra
ventral dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi yang lebih jarang,
kegagalan jaringan spongiosum dan pembentukan fasia pada bagian distal meatus
uretra dapat membentuk balutan berserat yang menarik meatus uretra sehingga
memberikan kontribusi untuk terbentuknya suatu korda (Mutaqqin,2011).
7. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan
dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk
merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang
normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan.
Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan besar
penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin
sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula,
Teknik Horton dan Devine.
a. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½
-2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis
Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium
dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis
tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan
bekas luka operasi pertama telah matang.
b. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi
jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap
mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki)
kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan
dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan
dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
8. Komplikasi
Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
a. Infertility
b. Resiko hernia inguinalis
c. Gangguan psikologis dan psikososial
d. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
a. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi.
b. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu
tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
e. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Suku Bangsa :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Status :
Alamat :
Diagnosa Medis :
Tanggal MRS :
Hubungan dengan Pasien :
2. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau
didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika
berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
3. Riwayat Kesehatan Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan
pasti penyebabnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang
melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak
lahir
Riwayat Kongenital
a. Penyebab yang jelas belum diketahui.
b. Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c. Lingkungan polutan teratogenik. (Muscari, 2005:357)
Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya
hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai
minggu ke-14. (Markum, 1991: 257)
4. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
Pada pengkajian ini dilakukan pengkajian berdasarkan 11 komponen pola
fungsi kesehatan yang terdiri dari :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien biasanya tidak mengetahui penyakitnya kurangnya pemahaman
klien dan keluarga terkait penyakit yang diderita klien dan pada
umumnya pemeliharaan kesehatan klien tidak ada masalah.
b. Pola Nutrisi
Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi cairan dan elektrolit dalam
tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c. Pola Eliminasi
Pada saat BAK mengalami gangguan karena anak harus jongkok karena
pancaran kencing pada saat BAK tidak lurus dan biasanya kearah
bawah, menyebar dan mengalir melalui batang penis.
d. Aktivitas dan Latihan
Aktivitas klien hipospadia tidak ada masalah.
e. Tidur dan istirahat
Pada umumnya klien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan
atau tidak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya.
f. Pola sensori, persepsi, dan kognitif
Secara fisik daya penciuman, perasa, peraba dan daya penglihatan pada
klien hipospadia adalan normal, secara mental kemungkinan tidak
ditemukan adanya gangguan.
g. Konsep diri
Adanya rasa malu pada diri klien sendiri apabila sudah dewasa juga
akan merasa malu dan kurang percaya diri atas kondisi kelainan yang
dialaminya.
h. Seksual dan reproduksi
Adanya kelainan pada alat kelamin terutama pada penis klien akan
membuat klien mengalami gangguan pada saat berhubungan seksual
karena penis yang tidak bisa ereksi.
i. Pola peran hubungan
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran dalam menjalankan perannya selama sakit
j. Pola manajemen koping stress
Biasanya orang tua klien akan mengalami stress pada kondisi anaknya
yang mengalami kelainan.
k. Sistem nilai dan keyakinan
Kepercayaan klien, kepatuhan klien dalam melaksanakan ibadah dan
keyakinan- keyakinan pribadi yang bisa mempengaruhi pilihan
pengobatan
5. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletaL: Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan:
Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
Kaji fungsi perkemihan
Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
Adanya lekukan pada ujung penis
Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
Terbukanya uretra pada ventral
Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, drinage. (Nursalam, 2008: 164)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik akibat pembedahan
2.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive
3.Risiko injuri berhubungan dengan tindakan invasive
4.Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomi (aliran
urine sulit diatur)
5.Ansietas berhubungan dengan situasional, tindakan operasi yang akan
dilakukan
6.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan malformasi kongenital
7.Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
C. INTERVENSI
1.Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik akibat pembedahan
Intervensi :
i. Tingkatkan istirahat
Intervensi:
a. Pertahankan teknik aseptif
n. Dorong istirahat
Intervensi:
g. Membatasi pengunjung
Intervensi:
D. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi
E. EVALUASI
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis
terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis observasi
dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA
Adelucky. 2016. Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/doc/307001906/HIPOSPADIA-pdf (diakses pada
tanggal 7 November 2017)
Chonk, Irma. 2015. Laporan Pendahuluan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/document/258450488/LAPORAN-PENDAHULUAN-
HIPOSPADIA-docx (diakses pada tanggal 7 November 2017)
Jingga, Yabniel Lit. 2014. LP Hipospadia. Tersedia pada :
ocw.usu.ac.id/course/download/...anak
dan...anak/dia_122_slide_hipospadia.pdf (diakses pada tanggal 7
November 2017)
Lely, Laily. 2014. Laporan Pendahuluan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/doc/239301425/Laporan-Pendahuluan- hipospadia
(diakses pada tanggal 7 November 2017)
Madridista, Rudi. 2012. Asuhan Keperawatan dengan Hipospadia. Tersedia pada
: https://id.scribd.com/doc/111999934/Asuhan-Keperawatan-Dengan-
Hipospadia (diakses pada tanggal 7 November 2017)
Pyeoruz, Dery. 2015. Laporan Pendahuluan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/document/287569785/LAPORAN-
PENDAHULUAN-HIPOSPADIA (diakses pada tanggal 7 November
2017)
Sugiart, Husna. 2012. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/doc/98191150/LAPORAN- PENDAHULUAN
(diakses pada tanggal 7 November 2017)
Sugihartini, Erma. 2014. Laporan Pendahuluan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/doc/239734770/LAPORAN-PENDAHULUAN-
HIPOSPADIA (diakses pada tanggal 7 November 2017)