Anda di halaman 1dari 16

KONSEP PENYAKIT HIPOSPADIA

1. Pengertian
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan
“spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Berikut ini adalah berbagai definisi hipospadia menurut berbagai sumber yaitu:
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra
externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Menurut referensi lain, hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa
lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah,
2005 : 288).
Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak
di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra
bisa terletak pada glandular hingga perineal. (Purnomo, B, Basuki,2003).

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis


bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan
kelamin bawaan sejak lahir. Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang
lain, misalnya pada skrotum dapat berupa undescensus testis, monorchidism,
disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa propenil skrotum,
mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused
kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.
2. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh
para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
b. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme genetik yang tepat mungkin
rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunan autosomal resesif dengan
manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan secara sporadis
pada pasien dengan hipospadia.
c. Prematuritas
Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir dari ibu
dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih sering
dikaitkan dengan hipospadia.
d. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

3. Manifestasi Klinik
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
j. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada
saat BAK.
k. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
l. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
m. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.

4. Klasifikasi
Hipospadia adalah keadaan dimana lubang kencing terletak dibawah
batang kemaluan/ penis. Ada beberapa type hipospadia :

a. Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan


buah zakar (skrotum).
b. Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian
depan buah zakar (skrotum).
c. Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah
zakar (skrotum) dan batang penis.
d. Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah
pangkal penis.
e. Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian
tengah dari batang penis.
f. Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah bagian
ujung batang penis.
g. Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus
coronarius penis (cekungan kepala penis).
h. Hipospadia type Granular, lubang kencing sudah berada pada kepala
penis hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.

Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra


eksternum yaitu sebagai berikut :

a. Tipe sederhana/ Tipe anterior (60-70%)

Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak
sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%)

Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau
glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi
tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium
tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa
kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.

c. Tipe Posterior (20%)

Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita


dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di distal,
dimana meatus terletak di ujung batang penis atau pada glans penis. Sisanya
yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum,
atau perineum. Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula, skin tag,
divertikulum, stenosis meatal atau aliran kencing yang menyebar.
Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui prosedur minor.

5. Patofisiologi
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada
masa embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu.
Perkembangan terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak
lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada
berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit
pergeseran pada glans, kemudian di sepanjang batang penis hingga akhirnya di
perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topu yang menutup
sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi
ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering dikaitkan dengan
hipospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga akibat dari
perbedaan pertumbuhan antara punggung jaringan normal tubuh kopral dan uretra
ventral dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi yang lebih jarang,
kegagalan jaringan spongiosum dan pembentukan fasia pada bagian distal meatus
uretra dapat membentuk balutan berserat yang menarik meatus uretra sehingga
memberikan kontribusi untuk terbentuknya suatu korda (Mutaqqin,2011).

6. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat
dilakukan pemeriksaan berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada
ginjal sebagai komplikasi maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia:
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin
c. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal Kultur urine (Anak-hipospadia)

7. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan
dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk
merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang
normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan.
Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan besar
penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin
sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula,
Teknik Horton dan Devine.
a. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
 Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½
-2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis
 Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium
dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis
tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan
bekas luka operasi pertama telah matang.
b. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi
jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap
mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki)
kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan
dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan
dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.

8. Komplikasi
Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
a. Infertility
b. Resiko hernia inguinalis
c. Gangguan psikologis dan psikososial
d. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
a. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi.
b. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu
tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
e. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Suku Bangsa :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Status :
Alamat :
Diagnosa Medis :
Tanggal MRS :
Hubungan dengan Pasien :
2. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau
didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika
berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
3. Riwayat Kesehatan Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan
pasti penyebabnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang
melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak
lahir
Riwayat Kongenital
a. Penyebab yang jelas belum diketahui.
b. Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c. Lingkungan polutan teratogenik. (Muscari, 2005:357)
Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya
hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai
minggu ke-14. (Markum, 1991: 257)
4. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
Pada pengkajian ini dilakukan pengkajian berdasarkan 11 komponen pola
fungsi kesehatan yang terdiri dari :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien biasanya tidak mengetahui penyakitnya kurangnya pemahaman
klien dan keluarga terkait penyakit yang diderita klien dan pada
umumnya pemeliharaan kesehatan klien tidak ada masalah.
b. Pola Nutrisi
Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi cairan dan elektrolit dalam
tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c. Pola Eliminasi
Pada saat BAK mengalami gangguan karena anak harus jongkok karena
pancaran kencing pada saat BAK tidak lurus dan biasanya kearah
bawah, menyebar dan mengalir melalui batang penis.
d. Aktivitas dan Latihan
Aktivitas klien hipospadia tidak ada masalah.
e. Tidur dan istirahat
Pada umumnya klien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan
atau tidak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya.
f. Pola sensori, persepsi, dan kognitif
Secara fisik daya penciuman, perasa, peraba dan daya penglihatan pada
klien hipospadia adalan normal, secara mental kemungkinan tidak
ditemukan adanya gangguan.
g. Konsep diri
Adanya rasa malu pada diri klien sendiri apabila sudah dewasa juga
akan merasa malu dan kurang percaya diri atas kondisi kelainan yang
dialaminya.
h. Seksual dan reproduksi
Adanya kelainan pada alat kelamin terutama pada penis klien akan
membuat klien mengalami gangguan pada saat berhubungan seksual
karena penis yang tidak bisa ereksi.
i. Pola peran hubungan
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran dalam menjalankan perannya selama sakit
j. Pola manajemen koping stress
Biasanya orang tua klien akan mengalami stress pada kondisi anaknya
yang mengalami kelainan.
k. Sistem nilai dan keyakinan
Kepercayaan klien, kepatuhan klien dalam melaksanakan ibadah dan
keyakinan- keyakinan pribadi yang bisa mempengaruhi pilihan
pengobatan
5. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletaL: Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan:
 Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
 Kaji fungsi perkemihan
 Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
 Adanya lekukan pada ujung penis
 Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
 Terbukanya uretra pada ventral
 Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, drinage. (Nursalam, 2008: 164)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik akibat pembedahan
2.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive
3.Risiko injuri berhubungan dengan tindakan invasive
4.Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomi (aliran
urine sulit diatur)
5.Ansietas berhubungan dengan situasional, tindakan operasi yang akan
dilakukan
6.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan malformasi kongenital
7.Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

C. INTERVENSI
1.Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik akibat pembedahan
Intervensi :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan, pencahayaan dan kebisingan

e. Kurangi faktor presipitasi nyeri

f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,


distraksi, kompres hangat/ dingin

h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...

i. Tingkatkan istirahat

2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive

Intervensi:
a. Pertahankan teknik aseptif

b. Batasi pengunjung bila perlu

c. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

d. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

e. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

f. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung


kencing

g. Tingkatkan intake nutrisi

h. Berikan terapi antibiotik

i. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

j. Pertahankan teknik isolasi k/p

k. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,


drainase

l. Monitor adanya luka

m. Dorong masukan cairan

n. Dorong istirahat

o. Ajarkan pasien dan keluarga

3. Risiko injuri berhubungan dengan tindakan invasive

Intervensi:

a. Sediakan Iingkungan yang aman untuk pasien

b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik


dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan


perabotan)

d. Memasang side rail tempat tidur

e. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih


f. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.

g. Membatasi pengunjung

h. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

i. Mengontrol lingkungan dari kebisingan

j. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan

4. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomi


(aliran urine sulit diatur)

Intervensi:

a. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada


inkontinensia (misalnya, output urin, pola berkemih kemih, fungsi
kognitif, dan masalah kencing praeksisten)

b. Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti


alpha agonis

c. Memonitor efek dari obat- obatan yang diresepkan, seperti calcium


channel blockers dan antikolinergik

d. Menyediakan penghapusan privasi

e. Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau disiram toilet

f. Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk


perut, membelai tinggi batin, atau air

g. Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10


menit)

h. Menyediakan manuve r Crede, yang diperlukan

i. Gunakan double-void teknik

j. Masukkan kateter kemih, sesuai

k. Anjurkan pasien / keluarga untuk merekam output urin, sesuai

l. Instruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi


tinja

m. Memantau asupan dan keluaran

n. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi


o. Membantu dengan toilet secara berkala

p. Memasukkan pipa ke dalam lubang tubuh untuk sisa

q. Menerapkan kateterisasi intermiten

r. Merujuk ke spesialis kontinensia kemih


5. Ansietas berhubungan dengan situasional, tindakan operasi yang akan
dilakukan
Intervensi:
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
c. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
d. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
e. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
f. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
g. Dengarkan dengan penuh perhatian
h. Identifikasi tingkat kecemasan
i. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
j. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
k. Kelola pemberian obat anti cemas.

D. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi

E. EVALUASI
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis
terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis observasi
dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA
Adelucky. 2016. Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/doc/307001906/HIPOSPADIA-pdf (diakses pada
tanggal 7 November 2017)
Chonk, Irma. 2015. Laporan Pendahuluan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/document/258450488/LAPORAN-PENDAHULUAN-
HIPOSPADIA-docx (diakses pada tanggal 7 November 2017)
Jingga, Yabniel Lit. 2014. LP Hipospadia. Tersedia pada :
ocw.usu.ac.id/course/download/...anak
dan...anak/dia_122_slide_hipospadia.pdf (diakses pada tanggal 7
November 2017)
Lely, Laily. 2014. Laporan Pendahuluan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/doc/239301425/Laporan-Pendahuluan- hipospadia
(diakses pada tanggal 7 November 2017)
Madridista, Rudi. 2012. Asuhan Keperawatan dengan Hipospadia. Tersedia pada
: https://id.scribd.com/doc/111999934/Asuhan-Keperawatan-Dengan-
Hipospadia (diakses pada tanggal 7 November 2017)
Pyeoruz, Dery. 2015. Laporan Pendahuluan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/document/287569785/LAPORAN-
PENDAHULUAN-HIPOSPADIA (diakses pada tanggal 7 November
2017)
Sugiart, Husna. 2012. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/doc/98191150/LAPORAN- PENDAHULUAN
(diakses pada tanggal 7 November 2017)
Sugihartini, Erma. 2014. Laporan Pendahuluan Hipospadia. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/doc/239734770/LAPORAN-PENDAHULUAN-
HIPOSPADIA (diakses pada tanggal 7 November 2017)

Anda mungkin juga menyukai