Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOSPADIA

A. Definisi
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan
“spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus
uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih keproksimal dari
tempatnya yang normal (ujung glans penis) (Mansjoer, 2000).
Menurut referensi lain, hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa
lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah,
2005).
Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak
di sebelah ventral penis dansebelah proksimal ujung penis. Letak meatus
uretra bisa terletak pada glandular hingga perineal (Purnomo, 2003).
Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada
skrotum dapat berupa undescensus testis, monorchidism, disgenesis testis
dan hidrokele. Pada penis berupa propenil skrotum, mikrophallus dan torsi
penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi renal,
duplex dan refluk ureter.
B. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang
mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor
hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan
tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan
suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada genyang mengode sintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme genetik yang
tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunan autosomal
resesif dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan
secara sporadis pada pasien dengan hipospadia.
3. Prematuritas
Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir
dari ibu dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih
sering dikaitkan dengan hipospadia.
4. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan
dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
C. Anatomi Fisiologi

1. Skrotum adalah kantong longgar yang tersusun dari kulit, fasia, dan otot polos
yang membungkus dan menopang testis diluar tubuh pada suhu optimum untuk
produksi spermatozoa.
2. Testis adalah organ lunak, berbentuk oval dengan panjang 4 cm sampai 5 cm
(1,5 inci sampai 2 inci) dan berdiameter 2,5 cm (1 inci). Testis sebagai tempat
berlangsungnya produksi sperma dan member nutrisi ke sperma.
3. Duktus pada saluran reproduksi laki-laki membawa sperma matur dari testis
ke bagian eksterior tubuh.
4. Penis terdiri 3 bagian: akar, badan dan glans penis yang membesar yang
banyak mengandung ujung-ujung saraf sensorik. Organ ini berfungsi untuk
tempat keluar urine dan semen serta sebagai organ kopulasi.
a. Kulit penis tipis dan tidak berambut kecuali di dekat akar korban. Prepusium
(kulup) adalah lipatan sirkular kulit longgar yang merentang menutupi glans
penis kecuali jika diangkat melalui sirkumsisi. Korona adalah ujung proksimal
glans penis.
b. Badan penis dibentuk dari tiga massa jaringan erektil silindris; dua korpus
karvenosum dan satu korpus spongiosun ventral di sekitar uretra.
c. Jaringan erektil adalah jaring-jaring ruang darah irregular (venosasinusoid)
yang diperdarahi oleh arterior aferen dan kapilar, di grainase oleh venula dan
dikelilingi jaringan rapat yang disebut tunika albuginea
d. Korpus karvenosum dikelilingi oleh jaringan ikat rapat yang disebut tunika
albuginea
D. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior (60-70%) Terletak di anterior yang terdiri dari
tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal
glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak
memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan
dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%) Middle yang terdiri dari distal penile,
proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara
glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta,
yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe
ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit
di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak
dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior (20%) Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang
disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya
testis tidak turun. Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat
kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini,
90% terletak di distal, dimana meatus terletak di ujung batang penis atau
pada glans penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah
batang penis, skrotum, atau perineum. Kebanyakan komplikasinya kecil,
fistula, skin tag, divertikulum, stenosis meatal atau aliran kencing yang
menyebar. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui prosedur
minor.

E. Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada
glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi
dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada
sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim.
Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan
hormonal genetik (Sugar, 1995).
Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia
kemih. Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan
obstruksi parsial outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau
hidronefrosis (Kumor, 1992).
Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu
kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler
Ashwill, 1997).
kateter

Terpasang kateter

Cemas

Hambatan
Mobilitas Fisik
F. Manefestasi Klinis / Tanda dan Gejala
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di
bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
3. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
4. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
5. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
6. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
7. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans
penis.
8. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
9. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
10. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
11. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok
pada saat BAK.
12. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
13. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
14. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
15. Penis seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis
16. Jika berkemih, anak harus duduk

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan
pemeriksaantambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat
dilakukan pemeriksaanberikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan
pada ginjal sebagai komplikasimaupun kelainan bawaan yang menyertai
hipospadia:
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
H. Penatalaksaan Medis (Pembedahan)
Tujuan pembedahan :
1. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta.
2. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula,
Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yangberepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2
tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakanpreputium bagian
dorsal dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudahlunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, laludibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup denganflap dari kulit preputium dibagian
sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan padagaris tengah.
Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas
lukaoperasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar denganpenis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan
hipospadi jenis distal (yang letaknyalebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari
flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujungpenis dengan pedikel
(kaki) kemudian dipindah ke bawah.Mengingat pentingnya preputium untuk
bahan dasar perbaikan hipospadia, makasebaiknya tindakan penyunatan
ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasihipospadi.

I. Komplikasi
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu).
2. Infertility.
3. Resiko hernia inguinalis.
4. Gangguan psikologis dan psikososial.
5. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya
dapatbervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah
kulit, yangbiasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari
paska operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasidari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulangatau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagaiparameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur
satu tahap saat iniangka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna,dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yangberlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanyastenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

J. Pengkajian
1. Fisik
a. Pemeriksaan genetalia
b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
c. Kaji fungsi perkemihan
d. Adanya lekukan pada ujung penis
e. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f. Terbukanya uretra pada ventral
g. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan,
dysuria, drinage.
2. Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
K. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Gangguan Citra Tubuh
2. Cemas
3. Defisit Pengetahuan
4. Nyeri Akut
5. Intoleransi Aktifitas
6. Resiko Infeksi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Definisi : Konfusi dalam NOC NIC
gambaran mental tentang Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervensi keperawatan :
diri-fisik individu 1. Body image Body image enhancement
2. Self esteem 1. Kaji secara verbal dan non verbal
Batasan karakteristik : respon klien terhadap tubuhnya
1. Perilaku mengenali / Kriteria Hasil : 2. Monitor frekuensi mengkritik
menghindari / 1. Body image positif dirinya
menghindari tubuh 2. Mampu mengidentifikasi 3. Jelaskan tentang pengobatan,
individu kekuatan personal perawatan, kemajuan dan
2. Respon nonverbal 3. Mendiskripsikan secara prognosis penyakit
terhadap perubahan faktual perubahan fungsi 4. Dorong klien mengungkapkan
aktual pada tubuh (mis; tubuh perasaannya
penampilan, struktur, 4. Mempertahankan interaksi 5. Identifikasi arti pengurangan
fungsi) sosial melalui pemakaian alat bantu
3. Mengungkapkan 6. Fasilitasi kontak dengan individu
perasaan yang lain dalam kelompok kecil
mencerminkan
perubahan pandangan
tentang tubuh individu (
mis; penampilan,
struktur, fungsi)
4. Mengungkapkan
persepsi yang
mencerminkan
perubahan individu
dalam penampilan
Faktor Yang
Berhubungan:
1. Biofisik, Kognitif
2. Budaya, Tahap
perkembangan
3. Penyakit, Cedera
4. Perseptual, Psikososial,
Spiritual
5. Pembedahan, Trauma
6. Terapi penyakit
2 Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan Faktor keturunan,  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
Krisis situasional, Stress,  Koping kecemasan)
perubahan status Kriteria hasil : 1. Gunakan pendekatan yang
kesehatan, ancaman 1. Klien mampu menenangkan
kematian, perubahan mengidentifikasi dan 2. Nyatakan dengan jelas harapan
konsep diri, kurang mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
pengetahuan dan cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan
hospitalisasi. 2. Mengidentifikasi, apa yang dirasakan selama
mengungkapkan dan prosedur
DO/DS: menunjukkan tehnik untuk 4. Temani pasien untuk
1. Insomnia
mengontol cemas memberikan keamanan dan
2. Kontak mata kurang
3. Vital sign dalam batas mengurangi takut
3. Kurang istirahat
normal 5. Berikan informasi faktual
4. Berfokus pada diri 4. Postur tubuh, ekspresi mengenai diagnosis, tindakan
sendiri wajah, bahasa tubuh dan prognosis
5. Iritabilitas
tingkat aktivitas 6. Libatkan keluarga untuk
6. Takut
menunjukkan berkurangnya mendampingi klien
7. Nyeri perut
kecemasan 7. Instruksikan pada pasien untuk
8. Penurunan TD dan menggunakan tehnik relaksasi
denyut nadi 8. Dengarkan dengan penuh
9. Diare, mual, kelelahan
perhatian
10. Gangguan tidur
9. Identifikasi tingkat kecemasan
11. Gemetar
10. Bantu pasien mengenal situasi
12. Anoreksia, mulut yang menimbulkan kecemasan
kering 11. Dorong pasien untuk
13. Peningkatan TD, mengungkapkan perasaan,
denyut nadi, RR ketakutan, persepsi
14. Kesulitan bernafas 12. Kelola pemberian obat anti
15. Bingung cemas.
16. Bloking dalam
pembicaraan
17. Sulit berkonsentrasi
3 Defisit Pengetahuan Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervesi Keperawatan :
Definisi : Tidak adanya NOC : NIC :
atau kurangnya informasi 1. Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
kognitif sehubungan 2. Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
dengan topic spesifik. pengetahuan pasien tentang
Kriteria Hasil : proses penyakit yang spesifik
Batasan karakteristik : 1. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
1. Memverbalisasikan menyatakan pemahaman dan bagaimana hal ini
adanya masalah tentang penyakit, kondisi, berhubungan dengan anatomi dan
2. Ketidakakuratan prognosis dan program fisiologi, dengan cara yang tepat.
mengikuti instruksi pengobatan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
3. Perilaku tidak sesuai. 2. Pasien dan keluarga biasa muncul pada penyakit,
mampu melaksanakan dengan cara yang tepat
Faktor yang prosedur yang dijelaskan 4. Gambarkan proses penyakit,
berhubungan : secara benar dengan cara yang tepat
1. Keterbatasan kognitif 3. Pasien dan keluarga 5. Identifikasi kemungkinan
2. Interpretasi terhadap mampu menjelaskan penyebab, dengna cara yang tepat
informasi yang salah kembali apa yang dijelaskan 6. Sediakan informasi pada pasien
3. Kurangnya keinginan perawat/tim kesehatan tentang kondisi, dengan cara yang
untuk mencari informasi lainnya tepat
4. Tidak mengetahui 7. Hindari harapan yang kosong
sumber-sumber 8. Sediakan bagi keluarga informasi
informasi. tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara
yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
4 Nyeri akut berhubungan NOC : Kontrol Nyeri NIC : Manajemen Nyeri Aktivitas
dengan: Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia, 1. Mengetahui faktor menyeluruh meliputi lokasi,
fisik, psikologis), penyebab nyeri. durasi, kualitas, keparahan nyeri
kerusakan jaringan 2. Mengetahui permulaan dan faktor pencetus nyeri.
terjadinya nyeri. 2. Observasi ketidaknyamanan non
3. Menggunakan tindakan verbal.
DS:
pencegahan. 3. ajarkan untuk teknik
 Laporan secara
4. Melaporkan gejala. nonfarmakologi misal relaksasi,
verbal
5. Melaporkan kontrol nyeri. guide imajeri, terapi musik,
DO:
NOC : Tingkat Nyeri distraksi.
 Posisi untuk menahan
Kriteria Hasil : 4. Kendalikan faktor lingkungan
nyeri
1. Melaporkan nyeri yang dapat mempengaruhi
 Tingkah laku berhati-
berkurang atau hilang. respon pasien terhadap
hati
2. Frekuensi nyeri berkurang. ketidaknyamanan misal suhu,
 Gangguan tidur (mata
3. Lamanya nyeri lingkungan, cahaya, kegaduhan.
sayu, tampak capek,
berlangsung. 5. Kolaborasi : pemberian Analgetik
sulit atau gerakan
4. Ekspresi wajah saat nyeri. sesuai indikasi
kacu, menyeringai)
5. Posisi tubuh melindungi NIC II : Manajemen Analgetik
 Terfokus pada diri
Aktivitas
sendiri
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
 Fokus menyempit
kualitas dan tingkat nyeri sebelum
(penurunan persepsi
mengobati pasien.
waktu, kerusakan
2. Cek obat meliputi jenis, dosis,
proses berpikir,
dan frekuensi pemberian
penurunan interaksi
analgetik.
dengan orang dan
3. Tentukan jenis analgetik (
lingkungan)
Narkotik, Non-Narkotik)
 Tingkah laku distraksi,
disamping tipe dan tingkat nyeri.
contoh : jalan-jalan,
4. Tentukan Analgetik yang tepat,
menemui orang lain
cara pemberian dan dosisnya
dan/atau aktivitas,
secara tepat.
aktivitas berulang-
5. Monitor tanda – tanda vital
ulang)
sebelum dan setelah pemberian
 Respon autonom
analgetik
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
 Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
 Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
5 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :
curah jantung yang 1. Energy conservation Energy Management
rendah 2. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
Kriteria Hasil : 2. Dorong anal untuk
Setelah dilakukan tindakan mengungkapkan perasaan
keperawatan selama 3x24 terhadap keterbatasan
jam, diharapkan klien dapat 3. Kaji adanya factor yang
beraktivitas dengan kriteria menyebabkan kelelahan
hasil: 4. Monitor nutrisi dan sumber
1. Berpartisipasi dalam energi tangadekuat
aktivitas fisik tanpa disertai 5. Monitor pasien akan adanya
peningkatan tekanan darah, kelelahan fisik dan emosi secara
nadi dan RR berlebihan
2. Mampu melakukan aktivitas 6. Monitor respon kardivaskuler
sehari hari (ADLs) secara terhadap aktivitas
mandiri 7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual
6 Risiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko : 1. Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
1. Prosedur Infasif 2. Knowledge : Infection 2. Batasi pengunjung bila perlu
2. Kerusakan jaringan control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan
dan peningkatan 3. Risk control sesudah tindakan keperawatan
paparan lingkungan 4. Gunakan baju, sarung tangan
3. Malnutrisi Kriteria hasil: sebagai alat pelindung
4. Peningkatan paparan 1. Klien bebas dari tanda dan 5. Ganti letak IV perifer dan dressing
lingkungan pathogen gejala infeksi sesuai dengan petunjuk umum
5. Imonusupresi 2. Menunjukkan kemampuan 6. Gunakan kateter intermiten untuk
6. Tidak adekuat untuk mencegah timbulnya menurunkan infeksi kandung
pertahanan sekunder infeksi kencing
(penurunan Hb, 3. Jumlah leukosit dalam 7. Tingkatkan intake nutrisi
Leukopenia, batas normal 8. Berikan terapi antibiotic
penekanan respon 4. Menunjukkan perilaku 9. Monitor tanda dan gejala infeksi
inflamasi) hidup sehat sistemik dan local
7. Penyakit kronik 5. Status imun, 10. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Imunosupresi gastrointestinal, 11. Inspeksi kulit dan membran
9. Malnutrisi genitourinaria dalam batas mukosa terhadap kemerahan,
10. Pertahan primer normal panas, drainase
tidak adekuat 12. Monitor adanya luka
(kerusakan kulit, 13. Dorong masukan cairan
trauma jaringan, 14. Dorong istirahat
gangguan peristaltik) 15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

De Jong Wim, Samsuhidajat R. (2008). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC

Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media
Aesculapius.

Ngastiyah. (2005). Hypospadias, epispadias and Extrophy of the Bladder.


Chapter 54. Jakarta : EGC

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Price, dkk. (2005) Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Jakarta : EGC

Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika

Anda mungkin juga menyukai