NIM: 1420118020
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon”
yang berarti “kerataan yang panjang”.
Hipopasdia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah,
bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan penyakit kelainan bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir.
Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu
pada glans penis.
Bentuk hipopasdia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis
atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum.
Kelainan ini sering kali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang,
yang menyebabkan penis melengkung kebawah pada saat ereksi
Hipospasdia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak disebelah ventral
penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada glandular hingga
perineal (Purnomo,B,Basuki,2003).
2. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab
pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling
berpengaruh antara lain:
Terjadi karena gagalnya sintesis adrogen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi. Mekanisme genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel.
Penelitian lain adalah turunan autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap.
Kelainan kromososm ditemukan secara sporadis pada pasien dengan hipospadia
c. Prematuriatis
Peningkatan insiden hipopasdia ditemukan di antara bayi yang lahir dari ibu
dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuriatis juga lebih sering dikaitkan
dengan hipopasdia.
d. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
3. Anatomi fisiologi
1) Organ reproduksi luar terdiri dari:
- Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin pria dan
wanita untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi wanita. Penis
diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saar dikhitan.
Penis terdiri dari:
Akar (menempel pada dinding perut)
Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
Glans penis (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di
umung glans penis
Terdapat 2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus,
terletak bersebelahan
Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika
terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami
ereksi)
Scrotum merupakan selaput pembungkus tentis yang merupakan
pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa
2) Organ reproduksi dalam terdiri dari:
- Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan
menghasilkan sel-sel sperma serta hormon testosterone. Dalam testis banyak
terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus. Testis terletak di dalam
skortum. Testis memiliki 2 fungsi, yaitu menghasilkan sperma dan membuat
testosteron (hormon seks pria yang utama)
- Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari testis.
Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan mematangkan sperma
- Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan
berujung untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis
- Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dan menghubungkan vesikula
- Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga
disebut kantung semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan getah berwarna
kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali. Berfungsi
untuk menetralkan suasna asam dalam saluran reproduksi wanita
- Uretra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan terdapat di
penis. Uretra mempunyai 2 fungsi yaitubagian dari sistem kemih yang
mengalirkan air kemih dari kandung kemih. Bagian dari sistem reproduksi yang
mengalirkan semen
3) Kelenjar pada organ reproduski pria:
- Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan getah putih
yang bersifat asam
- Kelenjar cowpey merupakan kelenjar yang menghasilkan getah berupa lender
yang bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran
uretra
4. Patofisiologi
Kelainan terjadi akibat kegagalan lipatan uretra berfusi dengan sempurna pada masa
pembentukan saluran uretral embrionik. Abnormalitas dapat menyebabkan infertilitas dan
masalah psikologi apabila tidak diperbaiki. (Muschari,2005)
Fungsi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra
terbuka pada sisi ventral dan penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang
ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis hingga akhirnya
di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tapi yang menutup sisi dorsal
dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi vetral menyebablan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis (anak-hipopasdia).
Hipopasdia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretr dalam rahim. Penyebab pasti cacat
belum diketahui tetapi diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik
(sugar,1995). Perpindahan dari meatus uretara biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih.
Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial outflowing
urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau hidroneforosis (kumor,1992). Selanjutnya
penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika
dibiarkan tidak terkoreksi.
1) Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2) Penis melengkung kebawah
3) Penis tampak seperti kerudung karena kelainan pada kulit didepan penis
4) Ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri
5) Glans penis bentuknya lebih lebih datar dan ada lekukanan yang dangkal di bgian
bawah penis menyerupai meatus uretra ekstremus
6) Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis
7) Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glas penis, teraba lebih kerasa dari jaringan sekitar
8) Kulit penis bagian bawah sangat tipis
9) Sering disertai dengan testis tidak turun ke kantung skrotum
10) Kadang disertai dengan kelainan congenital pada ginjal
11) Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung uretra ekstema
6. Penatalaksanaan
1) Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum opreasi dilakukan bayi atau anak
tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.
2) Dikenal banyak teknik opreasi hipospadia yang umumnya terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
a) Operasi hipospadia tahap satu (one stage urethroplasty) adalah teknik operasi
sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe
distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya
kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter yang
memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai
dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yang
bengkok kearah ventral (bawah) dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid
scrotum. Intinya tipe hipopadia yang letak lubang air seninya lebih ke arah
proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang
bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa kulit yang sulit di tarik pada saat
di lakukan operasi pembuatan uretra (saluran kencing). Kelainan yang seperti ini
biasanya harus dilakukan 2 tahap
b) Operasi hipospadia tahap 2. Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan
tunelling dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang tempat
keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang
normal), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah
penis. Tahap selanjutnya (tahap kedua) dilakukan uretroplasty (pembuatan saluran
kencing buatan/uretra) sesudah 6 bulan. Doter akan menentukan teknik operasi
yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan
kelainan yang dialami oleh pasien.
7. Kemungkinan data focus
a. Wawancara
1) Kaji identitas pasien, yang terdiri dari nama, alamat, tempat tanggal lahir, tanggal
masuk rumah sakit, data obyektif dan subyektif, dan informasi lain tentang pasien.
Secara keseluruhan kelainan hipospadia ditemukan dan terjadi pada anak laki-laki
2) Kaji keluhan utama, keluhan yang sering terjadi pada anak dengan hipospadia
antara lain; anak tidak bisa mengarhkan aliran urinnya, anak tidak dapat berkemih
dengan posisi berdiri, meatus ureta terbuka lebar
3) Kaji riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang, pada umumnya pasien dengan hipospadia
ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempat nya dan tidak
diketahui dengan pasti penyebabnya
Riwayat penyakit dahulu, biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan
adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak
pada tempatnya sejak lahir
Riwayat kongenital
a) Penyebab yang jelas belum diketahui
b) Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik
c) Lingkungan polutan teratogenik
Riwayat kehamilan dan kelahiran, hipospadia terjadi karena adanya
hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai
minggu ke 14 (Markum,1991)
4) Kaji pola aktivitas sahari-hari
Nutrisi: tidak ada gangguan
Elminasi: anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesulitan
dalam mengarahkan aliran urinnya, penderita mungkin perlu
mengeluarkan urin dalam posisi duduk
Hygine personal: dibantu oleh perawat dan keluarga
Istirahat dan tidur: tidak ada gangguan
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala:
Kaji bentuk kepala, kesimetrisan, kelengkapan, pertumbuhan/tekstur rambut,
warna rambut, keadaan kulit, adanya benjolan/lesi, adanya nyeri tekan, dsb.
2) Wajah dan leher:
Kaji bentuk, kesimetrisan, kelengkapan, keadaan kulit, ekspresi wajah, fungsional
mata, telinga, hidung, pengecap dan pendengaran adanya, adanya nyeri
tekan/pembesaran kelenjar
3) Dada:
Kaji bentuk dada, kesimetrisan, pengembangan dada, keadaan kulit, frekuensi
irama, dan sifat denyut jantung serta suara pernafasan, hasil suara perkusi pada
dada, batas-batas jantung dan paru
4) Abdomen:
Kaji kesimetrisan, keadaan kulit, peristaltic usus, biasanya di kasus hipospadia di
palpasi ginjal untuk melihat distensi vesika urimaria pembesaran pada ginjal
5) Genetalia:
Bentuk penis melengkung ke bawah, kelainan pada kulit depan penis, adanya
kelainan prepuitum, adanya nyeri tekan, periksan warna, jumlah, dan bau urin
6) Ekstermitas:
Kaji bentuk kesimterisan dan kelengkapan tangan serta kaki, keadaan kulit adanya
lesi atau adanya kelainan warna, kekuatan masa otot, kelincahan ROM, kelainan
jalan atau tidak.
c. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosa dilakukan dengan pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dilakukan pemeriksaan
berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal sebagai komplikasi
maupun kelainan bawaan yang menyertai hipopasdia:
1) Rontgen
2) USG sistem kemih kelamin
3) BNO-IVP
d. Terapi
1) KA-EN 3B
Indikasi:
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan
elektrolit dengan kandungan cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada
keadaan asupan oral terbatas
Rumatan untuk kasus pasca operasi (>24-48 jam)
2) Cefotaxime
Indikasi:
Untuk mengobati infeksi bakteri atau mencegah infeksi baketeri sebelum,
selama, atau setelah pembedahan tertentu
3) Antrain
Indikasi:
Untuk mengurangi rasa sakit, terutama di kolik dan pasca operasinb
8. Analisa data
Pre operasi
Ansietas
2 DS: Hipospadia Gangguan eliminasi urin
DO:
BAK lancar tetapi tidak Aliran urin tidak lancar
memancar
Letak meatus urtra di penil Gangguan eliminasi
urin
Post operasi
10)
T: waktunya semakin lama
dan parah jika digerakan
DO:
Terdapat luka bedah pada
penis dan terbalut kasa steril
Pasien tampak menahan nyeri
2 DS: Hipospadia Resiko komplikasi
DO:
Luka post operasi
Resiko komplikasi
3 DS: Hipospadia Defisit pengetahuan
Pasien dan keluarga kurang
mengerti tentang penyakitnya Luka post operasi
DO: Defisit pengetahuan
Keluarga berserta pasien
tampak bingung ketika
ditanya tentang penyakit yang
diderita klien
9. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
1) Ansietas b.d tindakan operasi
2) Gangguan eliminasi urin b.d bentuk anatomis uretra eksternal yang abnormal
Post operasi
Amin,H (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC_NOC,
Jogjakarta: Media Action.
Fransiska Oktafiani. (2018). “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Hipospadia”. Makalah
skripsi. Cirebon
Hasanah Eka. (2015). “Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Hipospadia”. Makalah skripsi.
Universita Airlangga