Anda di halaman 1dari 16

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Hipospadia adalah anormali perkembangan ditandai dengan meatus
uretra yang terbuka ke permukaan ventral atau penis, proksimal ke ujung
kelenjar.Meatus dapat berada di mana saja dari kelenjar di sepanjang
batang penis ke skrotum atau bahkan di perineum. Chordee, yaitu
kelengkungan ventral penis, memiliki hubungan yang tidak konsisten
dengan hipospadia. Tingkat chordee akhirnya lebih signifikan dalam
pengobatan bedah hipospadia daripada di lokasi awal meatus.Sebuah
hipospadia subcoronal dengan sedikit atau tanpa chordee jauh lebih rumit
untuk memperbaiki dari satu dengan chordee signifikan dan kulit ventral
tidak cukup.Untuk alasan ini, ketika membahas derajat hipospadia, itu
secara klinis lebih cocok menggunakan sistem klasifikasi yang mengacu
pada lokasi meatus setelah chordee telah dirilis. Oleh karena itu, sistem
yang diusulkan oleh Barcat adalah klasifikasi yang paling relevan secara
klinis dan paling umum digunakan.

2. Klasifikasi
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada
tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan
ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit

1
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah
atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.
3. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang
belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa
faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon. Hormon yang
dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor
hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau
tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau
enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini
biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis
androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak
terjadi.
3. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab
adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat
mengakibatkan mutasi.

2
4. Patofisiologi
Kelainan terjadi akibat kegagalan lipatan uretra untuk berfusi
dengan sempurna pada masa pembentukan saluran uretral embrionik.
Abnormalitas dapat menyebabkan infertilitas dan masalah psikologis
apabila tidak diperbaiki.
Fungsi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai
derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran
pada glans, kemudian disepanjang batang penis hingga akhirnya di
perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tapi yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai
chordee , pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral
dari penis (Anak-hipospadia). Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak
lengkap uretra dalam rahim. Penyebab pasti cacat di tidak tahu tetapi
diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik.
Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia
kemih. Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan
obstruksi parsial outflowing urin.

3
5. Pathway

6. Gejala Klinis
1. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan
posisi berdiri
2. Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia
3. Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia
4. Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir

4
7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru
lahir atau bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia,
dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan
kromososom.
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai
dengankelainan kongenital ginjal
4. Kultur urine (Anak-hipospadia)

8. Komplikasi
1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee
nya parah, maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat
dilakukan Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-
alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri
seksual tertentu)
2. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
3. Kesukaran saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa (Anak-hipospadia)
4. Komplikasi pascaoperasi yang terjadi :
a. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan
besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan
darah di bawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balutan
ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi
b. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan
oleh angulasi dari anastomis
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas

5
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan
digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi.
Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat
diterima adalah 5-10%
e. Residual chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi
atau pembentukan scar yang berlebihan di ventral penis walaupun
sangat jarang

9. Penatalaksanaan
a. Penanganan Bedah
Kasus-kasus hipospadia ringan , di mana meatus terletak ke
arah ujung glans, mungkin tidak memerlukan operasi perbaikan dan
hanya dapat ditangani dengan observasi. Tujuan mengobati hipospadia
adalah untuk membuat penis yang lurus dengan memperbaiki setiap
lengkungan (orthoplasty), untuk membuat uretra dengan meatus
tersebut pada ujung penis (urethroplasty), untuk membentuk kembali
kelenjar ke dalam konfigurasi berbentuk kerucut lebih alami
(glansplasty ), untuk mencapai cakupan kulit kosmetik diterima penis,
dan untuk menciptakan skrotum terlihat normal. Penis yang
dihasilkan harus sesuai untuk melakukan hubungan seksual di masa
depan, harus memungkinkan pasien untuk membatalkan sambil
berdiri, dan harus menyajikan penampilan kosmetik diterima.
b. Waktu operasi
Perbaikan hipospadia dilakukan pada anak-anak lebih dari 3
tahun karena ukuran yang lebih besar dari lingga dan prosedur yang
secara teknis lebih mudah, namun, operasi kelamin pada usia ini
(kesadaran genital terjadi pada sekitar usia 18 bulan) dapat
berhubungan dengan morbiditas psikologis yang signifikan, termasuk
perilaku abnormal, rasa bersalah, dan kebingungan identitas gender.

6
c. Persiapan Operasi

Evaluasi preoperatif yang diperlukan termasuk ultrasonografi


(untuk meyakinkan sistem urinari atas normal) dan standar prosedur
pemeriksaan darah dan urin lengkap. Sebelum dilakukan operasi
pasien diberikan antibiotik profilaksis. Sebelum dioperasi dilakukan
uretroskopi untuk memastikan tidak ada anomali urinary tract seperti
veromontanum, valve uretra atau striktur uretra. Jahitan traksi
diletakkan di dorsal glans sehingga tekanan yang konstan ditempatkan
pada penis sehingga mengurangi perdarahan.

d. Perawatan Pasca Operasi

Setelah operasi, pasien diberikan kompres dingin pada area


operasi untuk dua hari pertama. Metode ini digunakan untuk
mengurangi edema dan nyeri dan menjaga bekas luka operasi tetap
bersih. Pada pasien dengan repair “flip – flop” diversi urinari
dilakukan dengan menggunakan kateter paling kecil dan steril yang
melewati uretra sampai ke kandung kemih. Pasien dengan kateter
suprapubic dilepas pada hari ke lima post operatif dan di evaluasi ada
tidaknya fistula.

7
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas
Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, suku, no.register, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan / alasan masuk rumah sakit cemas, lelah , nyeri
kelemahan, dan sakit kepala.
b) Riwayat penyakit sekarang berisi tentang kapan terjadinya
penyakit, penyebab terjadinya penyakit serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya.
c) Riwayat penyakit dahulu adanya riwayat penyakit hipospadia
d) Riwayat penyakit keluarga atau adanya faktor resiko.
e) Pola aktivitas sehari-hari menggambarkan pola latihan, aktivitas
dll,
f) Pola eliminasi menjelaskan pola fungsi ada tidaknya masalah.
g) Pola makan menggambarkan masukan nutrisi
3. Pemeriksaan fisik Sikap pasien sewaktu diperiksa
a) Keadaan umum meliputi keadaan tampak lemah atau pucat,
tingkat kesadaran apakah sadar, koma.
b) Tanda tanda vital tekanan darah tinggi.
4. Pemeriksaan head to toe
a) Kepala : normal , kepala tegak lurus tulang kepala umumnya bulat
dengan tonjolan frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian
posterior.
b) Rambut : biasanya tersebar merata , tidak terlalu kering , tidak
terlalu banyak.

8
c) Mata: semetris, reflek pupil terhadap cahaya, terdapat gangguan
penglihatan apabila sudah mengalami retinopati diabetik.
d) Telinga : fungsi pendengaran mungkin menurun.
e) Hidung : adanya sekret, pernapasan, ketajaman saraf hidung
menurun
f) Mulut: mukosa bibir kering.
g) Leher :tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
5. Pemeriksaan dada
a) Adanya nyeri tekan pada abdomen
6. Pemeriksaan reproduksi
a) Jika terjadi kelainan pada penis pria
7. Pemeriksaan integumen
a) Biasanya terdapat kulit kering
8. Pemeriksaan eksremitas
a) Kekuatan otot dan tonus otot melemah.
9. Pemeriksaan status mental
a) Biasanya penderita akan mengalami stres, menolak kenyataan,
dan keputusaannya.

2. Diagnosa keperawatan
1). Gangguan elimiansi berubungan dengan obstruksi anatomic (aliran urin
sulit diatur)
2). Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, tindakan operasi yang
dilakukan
3). Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik akibat pembedahan
4). Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur atau fungsi
penis (intertilitas).

9
3. Intervensi keperawatan
a) Gangguan eliminasi berubungan dengan obstruksi anatomic (aliran urin
sulit diatur)
1)Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
inkontensia (misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan
masalah kencing praeksisten).
2)Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti
alpha agonis
3)Memonitor efek dari obat-obatan ya g diresepkan, seperti calcium
channe blokers dan antikolinergik
4)Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk
perut membelai tinggi batin atau air
5)Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10
menit)
6)Intruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja
7)Memantau asupan dan keluaran.
b). Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, tindakan operasi yang
dilakukan
1)Gunakan pendekatan yang menenangkan
2)Jelaskan semua prosedur dan apa yang di rasakan selam prosedur
3)Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
4)Dorong keluarga untuk menemani anaknya
5)Dengarkan dengan penuh perhatian
6)Identifikasi tigkat kecemasan
7)Bantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan
8)Dorong pasien untuk mengunkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
9)Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
10)Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.

10
4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaa
program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari keluarga
, memandirikan keluarga. Seringkali perencanaan program yang sudah baik
tidak diikuti dengan waktu yang cukup untuk merencanakan implementasi.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan sekumpulan informasi yang sistematik berkenan dengan program
kerja dan efektifitas dari serangkaian program yang digunkan terkait program
kegiatan, karakteristik dan hasil yang telah dicapai. Program evaluasi
dilakukan untuk memberikan informasi kepada perencanaan program dan
pengambil kebijakan tentang efektivitas dan efisiensi program. Evaluasi
merupakan sekumpulan metode dan keterampilan untuk menentukan apakah
program sudah sesuai rencana dan tuntunan keluarga.

11
12
13
14
15
16

Anda mungkin juga menyukai