Anda di halaman 1dari 11

HIPOSPADIA

Hipospadia adalah kelainan kongenital pada genitalia eksterna pria, dimana meatus uretra
terletak di bawah/ventral penis dan lebih proksimal dibanding lokasi biasanya di ujung
penis. Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu “hypo”, yang berarti bawah, dan
“spadon” yang berarti celah. Hipospadia merupakan.[1,2]

Perkembangan penis terbagi dalam dua tahapan, yakni hormone-independent dan hormone
dependent. Memasuki fase hormone dependent, androgen memiliki peran dalam
pemanjangan tuberkulum genital dan fusi lipatan uretra. Kurangnya stimulasi androgen
selama periode tersebut merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipospadia. Faktor-faktor yang diduga terlibat patofisiologi hipospadia antara lain faktor
genetik, hormonal dan lingkungan. Epidemiologi di Indonesia, hipospadia termasuk dalam
16 jenis kelainan kongenital yang menjadi prioritas surveilans

EPIDEMIOLOGI

Global
Rata-rata prevalensi hipospadia di seluruh dunia menurut sebuah tinjauan pustaka
sistematis (systematic literature review) menunjukkan variasi sebagai berikut: Eropa
19,9 (range/rentang: 1-464), Amerika Utara 34,2 (6-129,8), Amerika Selatan 5,2 (2,8-
110), Asia 0,6-69, Afrika 5,9 (1,9-110), dan Australia 17,1-34,8 per 10.000 kelahiran
hidup.[14]
Indonesia
Hipospadia merupakan salah satu dari 16 jenis kelainan kongenital yang menjadi
prioritas surveilans kelainan bawaan di Indonesia. Meskipun belum ada penelitian yang
menyebutkan angka pasti kejadian hipospadia di Indonesia, beberapa penelitian terkait
hipospadia telah dilakukan di berbagai daerah. [16]

Kasus hipospadia ditemukan bervariasi dalam beberapa kurun waktu tertentu,


diantaranya di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado (2009-2010) sebanyak 17 kasus, RS
Sanglah Bali (2009-2012) 53 kasus, Jawa Tengah (2010-2012) 120 kasus, RSUD
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan (2009-2011) 24 kasus, RSUP M. Djamil Padang
(2012-2014) 44 pasien pada penelitian mengenai luaran dari pembedahan uretroplasti
pada hipospadia, dan 124 sampel pada studi retrospektif terhadap komplikasi TIP
(Tubularized Incised Plate) di RS Cipto Mangunkusumo (2002-2014).[17]
Mortalitas
Saat hipospadia diidentifikasi dan segera dirujuk ke spesialis urologi, maka kondisi ini
umumnya harus dirawat dalam beberapa minggu pertama kehidupan. Dalam beberapa
kasus dimana hipospadia disertai sindrom kelainan bawaan lain, maka diperlukan
penanganan lebih kompleks. Prognosis hipospadia sendiri, dengan koreksi operasi
sebagian besar bayi dapat memiliki fungsi urinaria yang baik. Namun pada beberapa
bayi kadang dibutuhkan operasi berulang.[7,10]

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi hipospadia berhubungan dengan perkembangan genitalia eksterna pria,


antara minggu ke-8 hingga minggu ke-20 kehamilan. Sebelumnya genitalia eksterna
pria dan wanita memiliki struktur yang mirip. Perkembangan selanjutnya terjadi dalam
dua fase, yaitu fase yang tidak dipengaruhi hormon dan fase yang dipengaruhi hormon.
[7,9]

Fase Hormone Independent


Fase pertama ini adalah fase perkembangan genitalia yang tidak dipengaruhi hormon.
Terjadi selama minggu ke-8 hingga minggu ke-12 kehamilan. Pada fase ini terbentuk
lempeng uretra dan garis tengah tuberkulum genital.[6,10]

Fase Hormone Dependent


Fase kedua, antara minggu ke-11 dan ke-16 kehamilan, yaitu fase perkembangan yang
dipengaruhi hormon. Dimulai dengan diferensiasi gonad menjadi testis pada janin yang
memiliki kromosom XY. Androgen yang disekresikan oleh testis janin memiliki fungsi
penting dalam pemanjangan tuberkulum genital yang disebut phallus (penis). Selama
pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke arah depan sehingga lipatan-lipatan
tersebut membentuk dinding lateral dari uretra (urethral groove). Bagian distal
dari urethral groove yang disebut lempeng uretra memanjang menjadi lekukan menuju
ujung phallus. Penyatuan lipatan labioskrotal pada garis tengah membentuk skrotum,
dan penyatuan lipatan uretra yang berdekatan dengan lempeng uretra akan
membentuk penile urethra. Akhirnya glans penis dan preputium menutup pada garis
tengah.[6,10]
Apabila penyatuan lipatan uretra terjadi tidak sempurna, akan terbentuk muara uretra
abnormal di sepanjang permukaan inferior penis, biasanya di dekat glans, di sepanjang
batang penis, atau di dekat pangkal penis. Keadaan ini disebut hipospadia. Pada kasus
yang jarang, ostium uretra meluas di sepanjang rafe skrotalis. Hal ini karena penyatuan
kedua lipatan uretra sama sekali tidak terjadi, terbentuklah celah sagital lebar di
sepanjang penis dan skrotum dan kedua penebalan skrotum kemudian tampak mirip
labia mayora.[11]
ETIOLOGI
Etiologi hipospadia pada seseorang sulit ditentukan secara spesifik. Terdapat hipotesis
menyatakan etiologi hipospadia bersifat multifaktorial. Faktor-faktor yang diduga
terlibat antara lain faktor genetik, hormonal dan lingkungan.[7,12,13]

Faktor Genetik
Hipospadia diturunkan secara merata dari pihak ibu dan ayah dengan kemungkinan
sebesar 55-77%. Kejadian ini umumnya berhubungan dengan hipospadia distal dan
medial. Sekitar 90% hipospadia karena faktor genetik tidak berhubungan dengan
sindrom (non-syndromic / isolated hypospadias) dan bersifat idiopatik. Selain itu
terdapat pula hipospadia yang berhubungan dengan sindrom, antara lain Smith-Lemli-
Opitz syndrome, WAGR syndrome (Wilms tumor, aniridia, genital anomalies, mental
retardation), G syndrome (Opitz G/BBB syndrome), Wolf-Hirschhorn syndrome, 13q
deletion syndrome, Hand-foot-uterus syndrome.[3,6,9]
Faktor Hormonal
Gangguan pada metabolisme atau fungsi androgen berhubungan dengan terjadinya
hipospadia. Sekitar 50% anak dengan hipospadia berat memiliki satu atau lebih defek
pada enzim yang dibutuhkan dalam biosintesis testosteron. Mutasi 5-alpha reductase,
enzim yang berfungsi dalam konversi testosteron menjadi bentuk yang lebih poten
(dihydrotestosterone/DHT), ditemukan pada sekitar 10% anak dengan isolated
hypospadias. Defisiensi reseptor androgen, secara kuantitatif atau pun kualitatif, juga
dapat menyebabkan hipospadia.[7,12]
Faktor Lingkungan
Usia ibu saat hamil di atas 35 tahun, primiparitas, penggunaan kontrasepsi oral pasca
konsepsi, subfertilitas paternal, bayi laki-laki yang lahir dengan program kehamilan
fertilisasi in vitro (in-vitro fertilization/IVF) dan injeksi sperma intrasitoplasmik
(intracytoplasmic sperm injection/ICSI), bayi dengan berat badan lahir rendah serta
kurangnya konsumsi daging dan ikan adalah faktor lingkungan yang dikaitkan
dengan hipospadia.[12-14

DIAGNOSIS
Diagnosis hipospadia ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik bayi baru
lahir. Anamnesis biasanya terdapat keluhan gangguan aliran urin dan bentuk anatomi
penis yang tidak normal. Pada pemeriksaan fisik terdapat trias klinis yaitu muara
meatus eksterna terletak pada ventral penis, penis menekuk ke arah ventral
(chordee/korde), dan preputium yang berlebihan di bagian dorsal penis (preputial
hood). Hipospadia dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomisnya menjadi
distal, medial, dan proksimal. Hipospadia proksimal biasanya disertai dengan
malformasi genitourinaria lain yang harus dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
evaluasi lebih lanjut.[10,22]
Anamnesis
Anamnesis pada hipospadia harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk riwayat
keluarga dengan hipospadia, riwayat penyakit dan komorbid sebelumnya, bahkan
riwayat program kehamilan berupa metode fertilisasi in vitro (IVF) sering dikaitkan
dengan hipospadia.[7]
Keluhan pada hipospadia dapat berupa pancaran urin tidak berasal dari ujung penis,
aliran urin tidak normal, kesulitan buang air kecil pada posisi berdiri, preputium berada
pada bagian atas penis dan mungkin tidak terdapat pada permukaan bawah, penis tidak
lurus atau melengkung, kesulitan dalam melakukan hubungan seksual.[18,19]

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik hipospadia dilakukan pada bayi baru lahir.[14,16] Terdapat trias
klinis pada pemeriksaan fisik hipospadia yaitu muara meatus eksterna terletak pada
ventral penis, penis menekuk ke arah ventral (chordee/korde), dan preputium yang
berlebihan di bagian dorsal penis (preputial hood).[5,8]
Muara Meatus Eksterna Terletak di Ventral Penis

Inspeksi mencari lokasi muara meatus eksterna dilakukan pada glans, shaft, skrotum
dan perineum. Meatus biasanya paten dan ukuran dapat sebesar lubang jarum (pinhole-
sized).Jelaskan lokasi secara spesifik, bisa terletak di distal / anterior penis (granular,
koronal, subkoronal), di medial penis (distal, midshaft, proksimal), atau di proksimal /
posterior penis (penoskrotal, skrotal, perineal). Jika terdapat keraguan terhadap posisi
meatus, pemeriksaan dapat dilakukan pada saat berkemih. Pada beberapa kasus, posisi
meatus hanya dapat ditentukan pada saat pembedahan, setelah koreksi kurvatura
penis.[8,12]
Chordee / korde

Kurvatura penis ke arah ventral dapat dilihat secara langsung atau lebih jelas pada saat
ereksi. Korde ini disebabkan oleh defisiensi struktur normal pada bagian ventral.
Terkadang penis dapat terlihat lebih melengkung dibanding yang sebenarnya
akibat preputial hood.[12]
Preputial Hood

Dorsal hood pada preputium dan granular groove dapat terlihat secara jelas, akan tetapi
preputium bagian ventral harus diperhatikan dengan seksama. Meskipun jarang, dapat
ditemukan preputium yang lengkap, dan hipospadia baru diketahui pada
saat sirkumsisi. Jika kondisi ini terjadi, setelah dilakukan prosedur dorsal slit, tindakan
sirkumsisi harus dihentikan dan pasien harus dirujuk pada ahli urologi.[7]
Granular Hipospadia. Sumber: Openi, 2015
Pemeriksaan Skrotum

Pemeriksaan pada regio skrotum juga harus dilakukan karena dapat ditemukan
skrotum bifida atau transposisi penoskrotal. Selain itu, dua kelainan kongenital yang
biasanya muncul bersamaan dengan hipospadia, testis undesenden dan hernia inguinal,
dapat diketahui melalui palpasi pada skrotum.[8,12]

Kelainan kongenital lain yang dapat ditemukan pada kasus hipospadia adalah
pembesaran utrikulus prostat (sisa dari sinus urogenital dan duktus mullerian yang
biasanya mengalami regresi pada pria) dan mikropenis (ukuran penis kurang dari 2,5
SD rata-rata berdasarkan usia). [12,15]

Klasifikasi Hipospadia
Hipospadia dibagi berdasarkan lokasi anatomi muara meatus eksterna:

 Distal/Anterior: glanular, koronal, dan subkoronal.

 Medial/Middle/intermediate: penis distal, midshaft, dan penis proksimal.


 Proksimal/Posterior: penoskrotal, skrotal, dan perineal [4,8]
Klasifikasi Hipospadia berdasarkan Lokasi Meatus Uretra. Sumber: Openi, 2014.
Klasifikasi terkait derajat keparahan juga dapat dilakukan dengan menilai panjang
penis, glans, lempeng uretra, dan kurvatura penis, yaitu:

 Hipospadia ringan (mild hypospadia): isolated hypospadia tipe granular atau penile tidak
berhubungan dengan korde, mikropenis, atau anomali skrotum.
 Hipospadia berat (severe hypospadia): penoskrotal, perineal berhubungan dengan korde
dan anomali skrotal. [14]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding hipospadia antara lain kurvatura penis kongenital, disorder of sex
development (DSD), transposisi penoskrotal, dan epispadia.
Kurvatura Penis Kongenital

Pada kurvatura penis kongenital ditemukan korde tanpa hipospadia. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perkembangan preputial asimetris dengan meatus glanular normal. [9]

Transposisi Penoskrotal

Transposisi penoskrotal adalah kondisi dimana penis terletak pada atau di bawah
skrotum. Bentuk yang lebih ringan adalah skrotum bifida, yaitu dua bagian skrotum
menyatu di atas penis. Transposisi penoskrotal merupakan anomali heterogen, dan
perlu dilakukan pemeriksaan lanjut untuk menyingkirkan kelainan lain terutama pada
sistem urinaria, sistem gastrointestinal, tungkai atas, regio kraniofasial dan sistem saraf
pusat.[20]
Disorder of Sex Development (DSD)
Jenis paling umum dari DSD adalah mixed gonadal
dysgenesis dan ovotesticular DSD. Isolated hypospadia tidak dipertimbangkan sebagai
DSD, akan tetapi kombinasi hipospadia (terutama hipospadia proksimal) dan testis
undesenden dapat menjadi indikator terjadinya underlying DSD sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pemeriksaan USG prenatal, hipospadia
dan ambiguous genitalia sangat sulit dibedakan.[9,21]
Epispadia

Epispadia merupakan kondisi dimana muara meatus eksterna berada pada bagian
dorsal penis dan terdapat kurvatura penis ke arah atas. Epispadia sering disertai
ekstrofi kandung kemih dan kelainan kongenital berat lainnya.[5]

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada hipospadia dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
anomali kongenital lainnya. Pemeriksaan penunjang biasanya tidak diindikasikan
pada isolated hypospadia tipe distal atau medial, sedangkan pada hipospadia proksimal
harus dilakukan skrining anomali pada traktus urinarius dan organ genitalia interna.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti ultrasonografi, retrograde
urethrography, serta pemeriksaan urethroscopy saat pembedahan. Beberapa
pemeriksaan laboratorium juga diperlukan bila dicurigai terjadi Disorder of Sex
Development (DSD). [22]
Pemeriksaan Ultrasonografi / USG

Pemeriksaan USG harus dilakukan pada hipospadia proksimal yang disertai anomali
pada traktus urinarius dan organ genitalia interna lainnya. Sisa duktus Mullerian (kista
utrikulus atau dilatasi utrikulus) ditemukan pada 11-14% dari keseluruhan hipospadia
dan lebih dari 50% pada hipospadia tipe perineal. Sebagian besar sisa duktus Mullerian
dapat dilihat dengan ultrasonografi.[6]

Diagnosis Dini saat Prenatal :

Diagnosis prenatal pada hipospadia dapat dilakukan dengan menggunakan


ultrasonografi. Pada hasil pemeriksaan USG akan ditemukkan penis kecil, blunted
bulbous tip (ujung penis tampak tumpul akibat dorsal hood pada preputium), dan dua
garis echogenic paralel pada bagian atas merepresentasikan lipatan lateral preputium,
disebut “tulip sign” yang terjadi akibat angulasi penis ke arah ventral yang terletak
antara lipatan skrotum. Kelainan pada aliran urin juga dapat dideteksi dengan USG pada
saat fetus berkemih. Meskipun hipospadia telah diidentifikasi saat USG antenatal,
diagnosis umumnya baru ditegakkan pada pemeriksaan bayi baru lahir.[7,21]
Pemeriksaan Urethroscopy
Sisa duktus Mullerian yang tidak terdeteksi dengan USG dapat menyebabkan obstruksi
uretra atau infeksi saluran kemih setelah perbaikan hipospadia. Pemeriksaan endoskopi
ke dalam uretra pada saat pembedahan dapat mengeksklusi anomali uretra yang tidak
terdeteksi dengan USG.[6]

Pemeriksaan Retrograde Urethrography

Keluhan nyeri berkemih, hematuria, epididimitis dan infeksi saluran kemih akibat
utrikulus prostat yang tidak diketahui sebabnya juga dapat ditelusuri
dengan retrograde urethrography pada kasus hipospadia proksimal.[7]
Pemeriksaan Laboratorium

Hipospadia yang terjadi bersamaan dengan testis undesenden baik unilateral maupun
bilateral harus diwaspadai sebagai DSD, terutama pada kasus hipospadia proksimal.
Untuk itu diperlukan rujukan ke ahli endokrin untuk evaluasi genetik dan hormon
secara menyeluruh.[6]

Pemeriksaan kariotipe perlu dilakukan pada sekitar 17-29 % hipospadia proksimal


yang berhubungan dengan testis undesenden unilateral/bilateral, atau ambiguous
genitalia. Berbagai tes yang dilakukan meliputi 17-hydroxyprogesterone,
testosteron, luteinizing hormone, follicle stimulating hormone, dan sex hormone-binding
globulin, human chorionic gonadotropin stimulation test, molecular genetic analysis pada
gen reseptor androgen dan gen 5α-reduktase. Pasien hipospadia disertai mikropenis,
membutuhkan evaluasi terhadap kelenjar hipofisis diikuti trial testosterone therapy.
[4,22,23]

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipospadia adalah melalui tindakan pembedahan. Pasien yang
didiagnosa dengan hipospadia harus segera dirujuk untuk evaluasi lanjutan pada
minggu pertama kehidupannya. Tindakan pembedahan pada hipospadia bertujuan
untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan pancaran urin, alasan kosmetik
dan kelak untuk memperbaiki fungsi seksual. Pemberian androgen preoperatif untuk
memperbesar penis sehingga dapat memudahkan tindakan pembedahan masih bersifat
kontroversi. [5,7,10]

Pembedahan
Pembedahan dapat mulai dikerjakan saat anak berusia 6-18 bulan, diharapkan
pembedahan selesai sebelum usia sekolah. Pembedahan pada hipospadia yang
terlambat pada usia pubertas atau postpubertas, berhubungan dengan stress psikologis
dan masalah perilaku. Beberapa penelitian melaporkan tingkat komplikasi meningkat
pada orang dewasa, hampir 50% pasien postpubertas mengalami komplikasi fistula
urethrocutaneous. [7,23]

Indikasi pembedahan pada hipospadia antara lain meatus yang terletak lebih proksimal
(ektopik) sehingga menyebabkan defleksi atau pancaran urin ke arah ventral, meatal
stenosis, kurvatura penis anterior, cleft glans, rotated penis dengan abnormal cutaneous
raphe, preputial hood, transposisi penoskrotal, split skrotum.[14]
Pembedahan hipospadia bertujuan untuk mencapai kondisi sebagai berikut:

 Perbaikan uretra sehingga letak meatus eksterna lebih alami di apeks glans penis

 Hilangnya korde sehingga penis lurus (straight penis)


 Bentuk glans penis menjadi kerucut yang natural

 Rekonstruksi preputium sehingga mudah ditarik

 Skrotum yang tampak normal

 Hasil kosmetik secara objektif dapat diterima dan dipikirkan untuk hubungan seksual di
masa depan [7,23]

Tahapan-tahapan rekonstruksi hipospadia diawali dengan penis degloving, koreksi


kurvatura penis (ortoplasti), rekonstruksi uretra (uretroplasti), vaskularisasi pada
uretroplasti, rekonstruksi glans (glansplasti), dan terakhir sebagai kosmetik. Untuk
mencapai hasil yang memuaskan diperlukan kaca pembesar dan benang jahit khusus,
pengetahuan mengenai berbagai bedah plastik (rotational skin flaps, free tissue
transfer), penggunaan dermatom, perawatan luka dan terapi pasca bedah. Berbagai
metode rekonstruksi telah diperkenalkan mulai dari metode satu tahap hingga dua
tahap. Pilihan metode tergantung dari pengalaman operator.[8,15,23]
Metode pembedahan hipospadia distal antara lain Tubularized Incised Urethral
Plate (TIP), meatal based-flap (Mathieu), tubularization (Thiersch Duplay), Meatal
Advancement And Glanuloplasty (MAGPI), King, Snodgrass. Prosedur pembedahan
hipospadia midshaft dapat berupa TIP, onlay island flap, Thiersch Duplay,
Mathieu.[4,14,24]
Prosedur pembedahan hipospadia proksimal dibagi berdasarkan ada atau tidaknya
korde. Hipospadia proksimal tanpa korde atau hipospadia proksimal disertai korde
dengan tetap mempertahankan lempeng uretra dapat menggunakan prosedur Onlay
atau TIP, sedangkan hipospadia proksimal yang disertai korde dan tidak
mempertahankan lempeng uretra prosedur yang dapat dilakukan berupa Tube-onlay,
inlay-onlay, two-stage repair, Koyanagi repair.[14,15]
Drainase urin secara transuretral menggunakan stent, dapat pula dengan suprapubic-
tube. Drainase boleh tidak dilakukan pada hipospadia distal, meski banyak ahli tetap
menggunakannya. Belum ada konsensus seragam mengenai jenis dressing luka dan
pemberian antibiotik profilaksis.[14,24].
Terapi Androgen Preoperatif
Pemberian androgen preoperatif dalam bentuk testosteron sistemik, testosteron
topikal, dihydrotestosterone (DHT) and human chorionic gonadotropin (hCG) untuk
memperbesar penis sehingga dapat memudahkan tindakan pembedahan masih bersifat
kontroversi. Belum ada guideline yang merekomendasikan penggunaan androgen dan
derivat lainnya. Sebuah studi menyatakan testosteron parenteral preoperatif
mengurangi tingkat komplikasi (dari 13,18% menjadi 5,45). Namun studi lain
melaporkan peningkatan komplikasi pasca bedah (termasuk fistula dan dehiscence).
Testosteron juga memiliki dampak negatif terhadap penyembuhan luka dan
meningkatkan risiko perdarahan intraoperatif. Meski begitu, dalam praktiknya
testosteron masih digunakan oleh 78% urologis. Penggunaan testosteron harus
dihentikan 1-2 bulan sebelum pembedahan untuk menghindari risiko intra maupun
postoperatif.[7,15,23]
Follow-up
Follow-up setelah tindakan pembedahan hipospadia meliputi pemeriksaan sebagai
berikut:
 Tes fluximetri termasuk penghitungan volume miksi, maximum flow, medium flow, dan
waktu miksi.
 Evaluasi tekanan detrusorial dan aspek morfologi dan urodinamik dari uretra yang baru
direkonstruksi menggunakan uretrogram dan endoskopi.

 Pemeriksaan flow rate pada 3 minggu pasca bedah. Pasien yang menunjukkan laju
aliran normal dapat diperiksa setelah 3 bulan dan 12 bulan pasca bedah, sedangkan
pasien yang menunjukkan stenosis ringan diindikasikan untuk dilatasi uretra dan
pemeriksaan ulang setelah 3 minggu.
 Pada follow-up bulan ketiga dilakukan penilaian tentang kurvatura persisten atau
masalah lainnya.
 Mayoritas komplikasi operasi perbaikan hipospadia (fistula, glans dehiscence, striktur
uretra dan divertikulum) didiagnosis setelah satu tahun pasca bedah (50-81 %).
 Follow-up jangka panjang setidaknya dilakukan hingga masa pubertas untuk
menyingkirkan hypertrophic urethral scarring atau inflamasi kronik yang tidak
terdeteksi [25]
Beberapa kuesioner juga telah dikembangkan untuk menilai hipospadia
diantaranya Hypospadia Objective Scoring System (HOSE), Pediatric Penile Perception
Score (PPPS), Pediatric Quality Of Life Inventory (PedsQI), dan Hypospadia Objective
Penile Evaluation Score (HOPE). Akan tetapi pada saat ini belum terdapat kuesioner
untuk menilai fungsi psikoseksual pasca bedah hipospadia.[6]
PROGNOSIS
Prognosis hipospadia ditentukan oleh tipe, derajat keparahan, dan hal-hal terkait
prosedur pembedahan yang dipilih. Studi jangka panjang tentang hasil operasi
hipospadia saat ini terbatas. Komplikasi bisa disebabkan hipospadia dan juga karena
tindakan pembedahannya. Angka komplikasi sekitar 10% pada hipospadia distal dan
25% pada hipospadia proksimal dengan metode one-stage repair. Angka ini menjadi
lebih besar ada two-stage repair, yaitu 68%.[4,10,14]
Komplikasi
Komplikasi hipospadia dalam jangka waktu pendek hingga menengah adalah sekitar 4-
7%. Komplikasi akan meningkat seiring waktu dan derajat keparahan hipospadia.
Kondisi yang dapat terjadi diantaranya fistula uretrokutaneus, striktur uretra, meatal
stenosis, gangguan pancaran urin, disfungsi berkemih, divertikulum uretra, korde
rekuren, disfungsi seksual, gangguan kosmetik, dan kegagalan yang membutuhkan
rekonstruksi atau pembedahan ulang.[4]
Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan pembedahan. Komplikasi awal yang dapat
muncul akibat tindakan pembedahan meliputi perdarahan, hematoma, infeksi luka
operasi, wound dehiscence, nekrosis kulit, infeksi saluran kemih dan retensi urin.
Komplikasi lanjutan meliputi fistula uretrokutaneus, meatal stenosis, korde rekuren
atau persisten, striktur uretra, balanitis xerotica obliterans, urethrocele, divertikulum
uretra. Komplikasi akibat prosedur pembedahan dapat diminimalisasi melalui
pemilihan teknik yang sesuai, penanganan jaringan secara hati-hati, menggunakan
perbesaran optik, penggunaan stent, dan material yang halus dan dapat diserap.[22]
Prognosis
Prognosis hipospadia tergantung pada tipe, derajat keparahan, dan hal-hal terkait
prosedur pembedahan. Pembedahan hipospadia distal menunjukkan hasil yang
baik, insiden tindakan pembedahan ulang rendah dan komplikasi sekitar 5-10%.
Hipospadia proksimal dengan kurvatura penis berat menunjukkan angka komplikasi
yang lebih tinggi dan bervariasi sebesar 15-56%. Angka komplikasi pada prosedur TIP
(Tubularized Incised Urethral Plate) dibandingkan dengan Onlay pada hipospadia berat
berturut-turut 24% dan 27%. Angka komplikasi pada single-stage Koyanagi dan
modifikasi Hayashi mencapai 61%. Two-stage flap repair memiliki angka komplikasi
hingga 68%, dan membutuhkan pembedahan ulang pada 28% kasus.[14,23]
Dengan semakin modern teknik operasi dan bahan urethral substitutes, maka hasil
secara kosmetik dan tingkat komplikasi fistula urethrocutaneous secara umum semakin
membaik. Tetapi studi jangka panjang tentang hasil operasi hipospadia saat ini terbatas.
Terdapat studi yang menunjukkan bahwa meskipun mengalami penurunan kepuasan
dengan penampilan genital mereka, pada pasien yang pernah mengalami operasi
koreksi hipospadia tetap merasa puas dengan kehidupan seks mereka.[10]

Anda mungkin juga menyukai