Anda di halaman 1dari 6

Kekarantinaan Kesehatan

adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau
faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyarakat.
tujuan :

- Melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau factor risiko kesehatan


masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

- Mencegah dan menangkal penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan


masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
- Meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan masyarakat
- Memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas
kesehatan

Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk diselenggarakan di Pelabuhan, Bandar


Udara, dan Pos Lintas Batas Darat Negara.

Kekarantinaan Kesehatan di wilayah diselenggarakan di tempat atau lokasi yang


diduga terjangkit penyakit menular dan/atau terpapar faktor risiko kesehatan
masyarakat yang dapat menimbulkan kkm (karantina wilayah dapat berupa rumah,
area, dan rumah sakit)

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai
penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir,
pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan
bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
1. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut:
a. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
b. Penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang
Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
2. Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat
terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
3. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat,
berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik
operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan,
ekonomi, sosial, dan budaya.
4. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan dunia internasional.

Karantina

adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit


menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan meskipun
belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi,
dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang apapun yang diduga
terkontaminasi dari orang dan/atau Barang yang mengandung penyebab penyakit atau
sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang
dan/atau Barang di sekitarnya.
darat, laut, dan udara.

International Health Regulations IHR awalnya ditetapkan pada tahun 1969 dan
berfokus pada pengendalian tiga penyakit yakni pes, kolera dan demam kuning.
Kerjasama itu kemudian ditingkatkan dengan IHR 2005 yang lebih kompleks dan
tidak hanya meliputi penyakit menular yang sudah ada namun mencakup penyakit
baru, penyakit lama yang muncul kembali serta penyakit tidak menular (seperti
penyakit akibat radiasi nuklir atau bahan kimia) yang dinilai bisa menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Menjadi Perhatian Dunia (Public Health
Emergency of International Concern/PHEIC ).

Beberapa penyakit yang termasuk dalam PHEIC adalah SARS, Pandemi Flu Baru
H1N1, kemungkinan munculnya flu baru pandemi dari flu burung ( H5N1 ) yang
menular antar manusia.

Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Darurat


Kesehatan Global adalah deklarasi resmi dari WHO apabila ada risiko serius
wabah atau epidemi yang mengancam berbagai negara dan diperlukan usaha
bersama antarnegara untuk mengendalikannya. PHEIC, yang diucapkan
sebagaimana kata “fakes” dalam bahasa Inggris, pernah dideklarasikan
beberapa kali sebelumnya dan digunakan untuk membantu mengendalikan
wabah penyakit.

PHEIC pertama kali dideklarasikan saat pandemi flu babi (H1N1) pada 2009.
Sejak itu, telah ada empat kali PHEIC yang dideklarasikan, termasuk
saat penyakit polio pada 2014, Ebola pada 2014, wabah Zika 2016, dan
juga wabah Ebola yang masih terjadi pada 2019. Tentu juga ada beberapa
waktu WHO memutuskan sebaliknya dan tidak menyatakan PHEIC, salah
satunya pada 2018 dan 2019 ketika wabah Ebola, yang sekarang masih
melanda, di Republik Demokratik Kongo dan epidemi MERS pada 2013.

Baru-baru ini, WHO menolak deklarasi PHEIC untuk kasus coronavirus baru
pada 23 Januari 2020 karena pada saat itu risiko penyakit tersebut mewabah
ke negara lain selain Cina dianggap rendah.
Implementasi IHR 2005 di Indonesia telah dimulai sejak 15 Juni 2007 secara bertahap.
Saat ini Indonesia masih terus memantapkan penerapan IHR melalui pembangunan
kapasitas untuk surveilans dan respon serta pembangunan kapasitas utama di pintu
masuk wilayah sampai dengan 2012. Dengan berlakunya IHR 2005 maka Indonesia
telah melindungi masyarakat Indonesia sekaligus Internasional dalam melaksanakan
upaya cegah tangkal penyakit dan gangguan kedaruratan kesehatan yang meresahkan
dunia (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC).
Indonesia telah memiliki focal point untuk melakukan komunikasi kepada WHO dan
sektor yang terkait dengan pelaksanaan IHR tentang perkembangan potensi penyakit
menular. Focal point nasional diamanatkan kepada Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes. Implementasi IHR 2005 harus
dilakukan secara lintas sektor untuk optimalisasi kapasitas sumber daya. Sehingga
perlu pembangunan kapasitas dalam pelaksanaan IHR 2005 secara multi sektor,
kapasitas sumber daya tersebut adalah :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat
2. Sistem perawatan kesehatan
3. Pelayanan veteriner / kesehatan hewan
4. Pertanian
5. Pendidikan
6. Komunikasi
7. Transportasi / perhubungan
8. Perdagangan
9. Keamanan / POLRI
10. Militer / TNI
11. Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

Beberapa substansi yang diatur dalam RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan adalah:
1. kekarantinaan di pos lintas batas darat negara, pengaturan zona karantina dan
kekarantinaan kesehatan wilayah. Perkembangan saatini, pos lintas batas darat negara
yang cukup intensif seperti di pos lintas batas darat antara Indonesia dengan Malaysia,
Indonesia dengan Papua Nugini, Indonesia dengan Timor Leste berpotensi menjadi
media penyebaran penyakit menular;

2. tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah;

3. sumber daya dan kewenangan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai lembaga
penyelenggara karantina kesehatan di pintu masuk/keluar negara. Dengan 304 wilayah
kerja, berdasarkan analisis beban kerja, KKP masih memerlukan kurang lebih 500
tenaga teknis fungsional, seperti dokter, perawat kesehatan masyarakat, epidemiolog
kesehatan, sanitarian, dan entomolog kesehatan;

4. koordinasi dan komunikasi antar instansi dalam pelaksanaan tugas QICP


(quarantine, immigration, custom, port). Sesuai aturan internasional, jajaran
kesehatanlah yang memiliki kewenangan untuk paling awal melakukan pengawasan,
pengamatan, dan pemeriksaan terhadap alat angkut. Namun mengingat KKP hanya
merupakan unit pelaksana teknis yang kewenangannya terbatas dan tugas QICP di
pintu masuk dilaksanakan oleh jajaran kementerian terkait (pusat) maka seringkali
aturan tersebut dilanggar;

5. sanksi terhadap pelaku pelanggaraan kekarantinaan kesehatan; dan

6. penyesuaian terhadap International Health Regulations (IHR) 2005 untuk


meningkatkan kapasitas berupa kemampuan surveilans dan respon cepat serta
tindakan kekarantinaan. IHR 2005 juga mencantumkan ancaman kesehatan yang
bersumber dari kontaminasi nuklir, biologi, kimia (NUBIKA); pengamatan dan
pengawasan terhadap obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan adiktif
(OMKABA). Untuk pengawasan OMKABA banyak negara mempersyaratkan sertifikat
kesehatan dikeluarkan oleh otoritas kesehatan di pintu masuk negara sebagai legalisasi
keluar masuk barang.
Kalo misalnya terjadi pheic --> pencegahanny simulasi PHEIC (video tersedia di
youtube), klo udah aja ya gtu wkwk. Di kp ada bagan.

Anda mungkin juga menyukai