adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau
faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyarakat.
tujuan :
adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai
penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir,
pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan
bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
1. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut:
a. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
b. Penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang
Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
2. Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat
terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
3. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat,
berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik
operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan,
ekonomi, sosial, dan budaya.
4. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan dunia internasional.
Karantina
International Health Regulations IHR awalnya ditetapkan pada tahun 1969 dan
berfokus pada pengendalian tiga penyakit yakni pes, kolera dan demam kuning.
Kerjasama itu kemudian ditingkatkan dengan IHR 2005 yang lebih kompleks dan
tidak hanya meliputi penyakit menular yang sudah ada namun mencakup penyakit
baru, penyakit lama yang muncul kembali serta penyakit tidak menular (seperti
penyakit akibat radiasi nuklir atau bahan kimia) yang dinilai bisa menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Menjadi Perhatian Dunia (Public Health
Emergency of International Concern/PHEIC ).
Beberapa penyakit yang termasuk dalam PHEIC adalah SARS, Pandemi Flu Baru
H1N1, kemungkinan munculnya flu baru pandemi dari flu burung ( H5N1 ) yang
menular antar manusia.
PHEIC pertama kali dideklarasikan saat pandemi flu babi (H1N1) pada 2009.
Sejak itu, telah ada empat kali PHEIC yang dideklarasikan, termasuk
saat penyakit polio pada 2014, Ebola pada 2014, wabah Zika 2016, dan
juga wabah Ebola yang masih terjadi pada 2019. Tentu juga ada beberapa
waktu WHO memutuskan sebaliknya dan tidak menyatakan PHEIC, salah
satunya pada 2018 dan 2019 ketika wabah Ebola, yang sekarang masih
melanda, di Republik Demokratik Kongo dan epidemi MERS pada 2013.
Baru-baru ini, WHO menolak deklarasi PHEIC untuk kasus coronavirus baru
pada 23 Januari 2020 karena pada saat itu risiko penyakit tersebut mewabah
ke negara lain selain Cina dianggap rendah.
Implementasi IHR 2005 di Indonesia telah dimulai sejak 15 Juni 2007 secara bertahap.
Saat ini Indonesia masih terus memantapkan penerapan IHR melalui pembangunan
kapasitas untuk surveilans dan respon serta pembangunan kapasitas utama di pintu
masuk wilayah sampai dengan 2012. Dengan berlakunya IHR 2005 maka Indonesia
telah melindungi masyarakat Indonesia sekaligus Internasional dalam melaksanakan
upaya cegah tangkal penyakit dan gangguan kedaruratan kesehatan yang meresahkan
dunia (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC).
Indonesia telah memiliki focal point untuk melakukan komunikasi kepada WHO dan
sektor yang terkait dengan pelaksanaan IHR tentang perkembangan potensi penyakit
menular. Focal point nasional diamanatkan kepada Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes. Implementasi IHR 2005 harus
dilakukan secara lintas sektor untuk optimalisasi kapasitas sumber daya. Sehingga
perlu pembangunan kapasitas dalam pelaksanaan IHR 2005 secara multi sektor,
kapasitas sumber daya tersebut adalah :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat
2. Sistem perawatan kesehatan
3. Pelayanan veteriner / kesehatan hewan
4. Pertanian
5. Pendidikan
6. Komunikasi
7. Transportasi / perhubungan
8. Perdagangan
9. Keamanan / POLRI
10. Militer / TNI
11. Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Beberapa substansi yang diatur dalam RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan adalah:
1. kekarantinaan di pos lintas batas darat negara, pengaturan zona karantina dan
kekarantinaan kesehatan wilayah. Perkembangan saatini, pos lintas batas darat negara
yang cukup intensif seperti di pos lintas batas darat antara Indonesia dengan Malaysia,
Indonesia dengan Papua Nugini, Indonesia dengan Timor Leste berpotensi menjadi
media penyebaran penyakit menular;
3. sumber daya dan kewenangan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai lembaga
penyelenggara karantina kesehatan di pintu masuk/keluar negara. Dengan 304 wilayah
kerja, berdasarkan analisis beban kerja, KKP masih memerlukan kurang lebih 500
tenaga teknis fungsional, seperti dokter, perawat kesehatan masyarakat, epidemiolog
kesehatan, sanitarian, dan entomolog kesehatan;