Anda di halaman 1dari 8

SANITASI KARANTINA

Disusun oleh :

Insani Tupahil Satindo ( 181210665 )

DOSEN PEMBIMBING

Aidil Onasis, SKM, M.kes

POLTEKKES KEMENKES PADANG

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

2018/2019
1. IHR (International Health Regulations)

IHR 1969
 hanya menjamin tidak terjadinya penularan penyakit cholera, pes, dan yellow fever
 Yang terlibat terutama karantina di pintu masuk (pelabuhan laut dan bandara udara
internasional

IHR 2005
 Penyakit yang bisa menyebabkan Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC) / Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan Dunia.
Penyakit yang dimaksud ialah penyakit menular yang sudah ada, baru dan yang
muncul kembali serta penyakit yang tidak menular (contoh : bahan radio-nuklir dan
bahan kimia)
 Lintas sektor terkait mulai tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas
sampai masyarakat

Tugas National IHR:

1. Bekerjasama dengan WHO mengkaji risiko KLB dan PHEIC.

2. Melakukan diseminasi informasi kepada lintas sektoral.

3. Memberi kewenangan sepenuhnya kepada petugas yang ditunjuk pada jalur


kedatangan.

4. Bertindak sebagai koordinator dalam menganalisis kejadian dan risiko KLB.

5. Berkoordinasi secara intens dengan Bakornas Penanggulangan Bencana.

6. Memberikan saran kepada Menteri Kesehatan dan Departemen terkait dalam


melaksanakan notifikasi kepada WHO.

7. Memberikan saran kepada Menteri Kesehatan dan Departemen terkait dalam


melaksanakan rekomendasi dari WHO dan memberlakukan rekomendasi sebagai
aplikasi rutin atau periodik.

8. Mengkaji sistem surveilans dan kapasitas dalam merespons serta mengidentifikasi


kebutuhan pengembangan, termasuk kebutuhan pelatihan di tingkat nasional.

9. Bekerjasama dengan WHO untuk menyiapkan dukungan program intervensi dalam


pencegahan atau penanggulangan KLB dan PHEIC lainnya.
10. Melaporkan perkembangan melalui kajian, perencanaan, dan pelaksanaan
IHR(2005).

11. Bekerjasama dengan WHO dalam menyiapkan pesan umum.

12. Bekerjasama dan melakukan pertukaran informasi antar negara atau regional.

Kaitan IHR 2005 dengan UU Nomor 1 dan 2 Tahun 1962

Pada UU No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 Tahun
1962 tentang Karantina Udara dilaksanakan di pintu masuk negara yaitu di pelabuhan
dan di bandar udara. Saat undang-undang tersebut dibuat masih mengacu kepada
peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR)
1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health Regulations (IHR)
1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada kemampuan sistim
surveilans epidemiologi. Pada Sidang Majelis Kesehatan Sedunia tahun 2005
menyepakati International Health Regulations (IHR) 1969 tersebut menjadi
International Health Regulations (IHR) Revisi 2005 yang mulai diberlakukan pada
tanggal 15 Juni 2007.

Pada dasarnya isi dari kedua undang-undang tersebut hampir sama cakupannya,
yang menjadi pembedanya yaitu hanya tempat pelaksanaan nya, UU nomor 1 mengatur
karantinaan di laut dan UU nomor 2 mengatur karantina di udara.

2. PHEIC dalam IHR(2005)

International Health Regulations (IHR) adalah suatu instrumen internasional


yangsecara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh seluruh negara anggota WHO dengan
tujuan dan ruang lingkup adalah untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan
terjadinya penyebaran penyakit secara internasional, serta melaksanakan public health
response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat, dan menghindarkan hambatan
yangtidak perlu terhadap perjalanan dan perdagangan internasional.
Mengingat terbatasnya ruang lingkup aplikasiInternational Health Regulations
IHR(1969) yang hanya melakukan kontrol terhadap 3 penyakit karantina, yaitu kolera, pes,
dan yellow fever, maka pada Mei 2005 para anggota World Health Organization WHO yang
tergabung dalam World Health Assembly (WHA) melakukan revisi terhadap International
Health Regulations IHR (1969). IHR (1969) ini digantikan dengan IHR (2005) yang
diberlakukan pada 15 Juni 2007.
Pemberlakuan International Health Regulations IHR (2005) ini akan diikuti dengan
pedoman, petunjuk, dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan rutin pada pelabuhan,
bandara, dan lintas batas darat. WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat
dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami Public Health Emergency of International
Concern PHEIC, negara lainnya, dan pengelola transportasi. Rekomendasi keadaan PHEIC
sementara (temporary recommendation) dibuat oleh World Health Organization WHO
secara khusus, dalam waktu terbatas, dan didasarkan pada risiko yang spesifik, sebagai
jawaban dari Public Health Emergency of International ConcernPHEIC.
Setiap negara anggota diwajibkan untuk mengembangkan, memperkuat, dan
mempertahankan kemampuan dasar pada setiap level administrasi, agar dapat mendeteksi,
melaporkan, serta menangani risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Public Health Emergency of International ConcernPHEIC.
Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan
informasi yang cukup untuk mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara
internasional. Beberapa faktor, seperti letak geografi serta, jumlah kasus, waktu, jarak batas
internasional, kecepatan cara penyebarannya, dan faktor-faktor lainnya sangat relevan untuk
dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan
penyakit yang berpotensi dalam penyebaran internasional.
Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan yang
merupakan PHEIC,International Health Regulations IHR(2005) mempersiapkan instrumen
yang mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan
menginformasikan kepada World Health OrganizationWHO setiap kejadian yang
merupakan PHEIC sesuai dengan kriteria sebagai berikut.
1. Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.
2. KLB atau sifat kejadian tidak diketahui.
3. Berpotensi menyebar secara internasional.
4. Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan.
Pemberitahuan suatu kejadian kepada World Health OrganizationWHOsecara tepat
waktu dan transparan, yang dikombinasikan dengan penelitian atas risiko bersama negara
yang mempunyai kepedulian, akan sangat mempertinggi keyakinan bahwa selama KLB
akan mengurangi kecenderungan kerugian unilateral terhadap larangan perjalanan dan
perdagangan internasional. Apabila suatu kejadian dianggap sebagai Public Health
Emergency of International Concern PHEIC, World Health OrganizationWHO akan
membentuk Emergency Commitee yang independen untuk mengkaji dan
menginformasikan perkembangannya dengan memberi saran kepada Direktur Jenderal
World Health Organization WHO.

3. KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan)

Tugas KKP:
1) Melaksanakan pemantauan alat angkut, kontainer, dan isinya yang datang dan
pergi dari daerah terjangkit, serta menjamin bahwa barang-barang diperlakukan
dengan baik dan tidak terkontaminasi dari sumber infeksi.
2) Melaksanakan dekontaminasi serta pengendalian vektor dan reservoar
terhadap alat angkut .
3) Melakukan pengawasan deratisasi, disinfeksi, disinseksi dan dekontaminasi.
4) Menyampaikan saran/rekomendasi kepada operator alat angkut guna
melakukan pemeriksaan lengkap terhadap kendaraannya.
5) Melakukan pengawasan pembuangan sisa-sisa bahan yang terkontaminasi
(seperti air, makanan, dan sisa pembuangan manusia)
6) Melakukan pemeriksaan dan pemantauan terhadap pembuangan sisa-sisa bahan
alat angkut yang dapat menimbulkan pencemaran dan penyakit.
7) Melakukan pengawasan terhadap agen pelaksana perjalanan dan angkutan di
wilayah kedatangan.
8) Melakukan pemeriksaan yang dibutuhkan apabila terjadi hal-hal yang tidak
diharapkan, sesuai dengan kebutuhan (emergency case).
9) Melakukan komunikasi dengan National IHR.
10) Melaksanakan prosedur disinseksi, deratisasi, desinfeksi, dekontaminasi, serta
pemeriksaan sanitasi lainnya dengan tidak menyebabkan atau seminimalnya
kecelakaan, ketidak nyamana dan kerusakan

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, KKP


menyelenggarakan 16 (enam belas) fungsi yang tertuang pada Pasal 3 peraturan menteri
kesehatan republik Indonesia nomor 356/menkes/per/iv/2008 tentang organisasi dan
tata kerja kantor kesehatan pelabuhan :
1. pelaksanaan kekarantinaan

2.pelaksanaan pelayanan kesehatan

3.pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas


darat negara

4.pelaksanaanpengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru,


danpenyakit yang muncul kembali

5.pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia

6.pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang


berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional

7.pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan Kejadian


LuarBiasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra
termasukpenyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk

8.pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara,


pelabuhan,dan lintas batas darat negara

9.pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan


alatkesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi persyaratan
dokumenkesehatan OMKABA impor

10.pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya

11.pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan,


danlintas batas darat negara

12.pelaksanaanjejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara, pelabuhan,


danlintas batas darat negara

13.pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara, pelabuhan,


danlintas batas darat negara

14.pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilans


kesehatan pelabuhan

15.pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas
darat negara

16.pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP


4. Standar Operasional Prosedur Penerbitan SSCC/SSCEC/OME-SSCC/OME-
SSCEC/Sailing Permit

A. Langkah-langkah kegiatan
1. Ship Sanitasion Control Certificate (SSCC) dan Ship Sanitasion Control
Exemption Certificate (SSCEC)
1) Nahkoda membuat surat permohonan kepada KKP melalui agent
2) Ka. KKP selanjutnya mendisposisikan surat tersebut kepada kabid/kasie
pengendalian karantina dan SE (untuk pemeriksaan doc) dan kabid/
kasie PRL (utk pemeriksaan) kemudian hasilnya dilaporkan kembali
kepada ka. KKP
3) Ka. KKP mendisposisikan hasil pemeriksaan tersbut:
 Tingkat resiko rendah terbitnya SSCEC
 Tingkat resiko tinggi tindakan penyehatan
 Menyelesaikan pembayaran PNBP SSCEC/SSCC kepada
petugas KKP
 Petugas KKP meregistrasi SSCEC/SSCC yang akan
dikeluarkan
 Petugas menyrahkan sertifikat kepada agent pelayaran

2. Penerbitan OME-SSCEC/ OME- SSCC apabila:


1) Kapal/ alat angkut yang melakukan permohonan perpanjangan SSCEC
ditemukan tanda-tanda kehidupan vektor/ faktor resiko PHEIC, tetapi KKP
belum mampu melakukan tindakan penyehatan (deratisasi, disinseksi,
disinfeksi, dekontaminasi, dan tindakan penyehatan lainnya).
2) Kapal/ alat angkut transit yang tidak mungkin dibongkar atau posisi kapa
terlalu jauh dari dam (jauh dari pelabuhan) dan kondisi cuaca buruk.
3) Penerbitan OME-SSCEC/ OME-SSCC ditujukan bagi kapalpelabuhan luar
negri.
4) Petugas KKP meregistrasi OME-SSCC/ OME-SSCC yang akan
dikeluarkan
3. Penerbitan sailing permit, apabila:
1) Kapal/ alat angkut tujuan dalam negeri
2) Petugas KKP meregistrasi sailing permit yang akan dikeluarkan yang
dilengkapi dengan; surat pernyataan diatas materai RP. 6000,- dari
laporan kapten kapal, laporan dari biro klasifikasi indonesia, surat
keterangan izin berlayar 1x jalan dari ADPEL/ SAHBANDAR/Ditjen
Hubla.

Algoritma Prosedur Penerbitan SSCC/SSCEC/OME-SSCC/OME-


SSCEC/Sailing Permit
Nahkoda membuat surat
permohonan kepada KKP

Registrasi PNBP SSCEC/SSCC


kepada KKP

Kapal Pelabuhan Tujuan Kapal Pelabuhan Tujuan


Luar Negri Dalam Negri

Penerbitan OME-SSCEC/
Penerbitan sailing permit
OME- SSCC

KKP meregistrasi OME- keterangan izin berlayar 1x


SSCC/ OME-SSCC jalan

Anda mungkin juga menyukai