Disusun oleh :
DOSEN PEMBIMBING
2018/2019
1. IHR (International Health Regulations)
IHR 1969
hanya menjamin tidak terjadinya penularan penyakit cholera, pes, dan yellow fever
Yang terlibat terutama karantina di pintu masuk (pelabuhan laut dan bandara udara
internasional
IHR 2005
Penyakit yang bisa menyebabkan Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC) / Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan Dunia.
Penyakit yang dimaksud ialah penyakit menular yang sudah ada, baru dan yang
muncul kembali serta penyakit yang tidak menular (contoh : bahan radio-nuklir dan
bahan kimia)
Lintas sektor terkait mulai tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas
sampai masyarakat
12. Bekerjasama dan melakukan pertukaran informasi antar negara atau regional.
Pada UU No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 Tahun
1962 tentang Karantina Udara dilaksanakan di pintu masuk negara yaitu di pelabuhan
dan di bandar udara. Saat undang-undang tersebut dibuat masih mengacu kepada
peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR)
1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health Regulations (IHR)
1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada kemampuan sistim
surveilans epidemiologi. Pada Sidang Majelis Kesehatan Sedunia tahun 2005
menyepakati International Health Regulations (IHR) 1969 tersebut menjadi
International Health Regulations (IHR) Revisi 2005 yang mulai diberlakukan pada
tanggal 15 Juni 2007.
Pada dasarnya isi dari kedua undang-undang tersebut hampir sama cakupannya,
yang menjadi pembedanya yaitu hanya tempat pelaksanaan nya, UU nomor 1 mengatur
karantinaan di laut dan UU nomor 2 mengatur karantina di udara.
Tugas KKP:
1) Melaksanakan pemantauan alat angkut, kontainer, dan isinya yang datang dan
pergi dari daerah terjangkit, serta menjamin bahwa barang-barang diperlakukan
dengan baik dan tidak terkontaminasi dari sumber infeksi.
2) Melaksanakan dekontaminasi serta pengendalian vektor dan reservoar
terhadap alat angkut .
3) Melakukan pengawasan deratisasi, disinfeksi, disinseksi dan dekontaminasi.
4) Menyampaikan saran/rekomendasi kepada operator alat angkut guna
melakukan pemeriksaan lengkap terhadap kendaraannya.
5) Melakukan pengawasan pembuangan sisa-sisa bahan yang terkontaminasi
(seperti air, makanan, dan sisa pembuangan manusia)
6) Melakukan pemeriksaan dan pemantauan terhadap pembuangan sisa-sisa bahan
alat angkut yang dapat menimbulkan pencemaran dan penyakit.
7) Melakukan pengawasan terhadap agen pelaksana perjalanan dan angkutan di
wilayah kedatangan.
8) Melakukan pemeriksaan yang dibutuhkan apabila terjadi hal-hal yang tidak
diharapkan, sesuai dengan kebutuhan (emergency case).
9) Melakukan komunikasi dengan National IHR.
10) Melaksanakan prosedur disinseksi, deratisasi, desinfeksi, dekontaminasi, serta
pemeriksaan sanitasi lainnya dengan tidak menyebabkan atau seminimalnya
kecelakaan, ketidak nyamana dan kerusakan
5.pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia
15.pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas
darat negara
A. Langkah-langkah kegiatan
1. Ship Sanitasion Control Certificate (SSCC) dan Ship Sanitasion Control
Exemption Certificate (SSCEC)
1) Nahkoda membuat surat permohonan kepada KKP melalui agent
2) Ka. KKP selanjutnya mendisposisikan surat tersebut kepada kabid/kasie
pengendalian karantina dan SE (untuk pemeriksaan doc) dan kabid/
kasie PRL (utk pemeriksaan) kemudian hasilnya dilaporkan kembali
kepada ka. KKP
3) Ka. KKP mendisposisikan hasil pemeriksaan tersbut:
Tingkat resiko rendah terbitnya SSCEC
Tingkat resiko tinggi tindakan penyehatan
Menyelesaikan pembayaran PNBP SSCEC/SSCC kepada
petugas KKP
Petugas KKP meregistrasi SSCEC/SSCC yang akan
dikeluarkan
Petugas menyrahkan sertifikat kepada agent pelayaran
Penerbitan OME-SSCEC/
Penerbitan sailing permit
OME- SSCC