PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian, klasifikasi, penyebab, tanda gejala hipospadia.
2. Memahami bagaiamana perjalanan penyakit pada hipospadia.
3. Memahami penatalaksanaan pasien dengan hipospadia.
4. Mengetahui asuhan keperawatan hipospadia pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak
di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Hipospadia
2
terjadi pada 1 sampai 3 per 1000 kelahiran dan merupakan anomaly penis
yang paling sering (Muttaqin, 2014).
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi
ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya
kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada
muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati
tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu
istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer, 2007)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada
penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi,
kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat
ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau
dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan
vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat
ereksi. (Muslihatum, 2010)
Hipospadia adalah kelainan congenital yang dijumpai pada bayi laki laki.
Pada hipospadia, muara meatus uretra terletak pada permukaan ventral penis
yang normal. Secara embriologis , hipospadia disebabkan karena kegagalan
penutupan yang sempurna pada bagian ventral lekuk uretra. Diferensiasi
uretra pada penis bergantung pada androgen dihidritestosteron (DHT). Oleh
karena itu hipospadia dapat disebabkan oleh defisiensi produksi testosterone
(T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat, atau defisiensi local pada
pengenalan androgen. Terdapat predisposisi genetic non-mendelian pada
hipospadia. Jika salah satu saudara kandung mengalami hipospadia, risiko
kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12 %. Jika bapak dan anak
laki-lakinya terkena, maka risiko untuk anak laki laki berikutnya adalah 25%
(Heffner, 2008)
3
2.2 Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus :
1. Tipe Sederhana/Tipe Anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus teletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan scrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah
atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umunya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan scrotum
bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
Beriku gambar klasifikasi hipospadia
(Muttaqin, 2014)
4
2.3 Etiologi
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor
genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor
yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a) Endokrin
Mengakibatkan Penurunan androgen atau ketidakseimbangan untuk
menggunakan androgen dapat mengakibatkan hipospadia. Dalam sebuah
laporan tahun 1997 oleh Aaronson dkk, 66% dari anak laki laki dengan
hipospadia ringan dan 40 % dengan hipospadia berat ditemukan memiliki
cacat dalam biosintesis testosterone testis. Mutasi alfa reductase enzim-5 ,
yang mengubah testosterone (T) menjadi dihidrotestosteron (DHT) ,
secara signifikantelah dihubungkan dengan kondisi hipospadia. Sebuah
laporan tahun 1999 oleh silver dkk, ditemukan hamper 10% dari anak laki
laki dengan hipospadia terisolasi memiliki setidaknya satu alel terpengaruh
dengan alpha reductase mutasi -5 (Muttaqin, 2014)
b) Genetika
Sebuah kecenderungan genetic telah disarankan oleh oeningkatan 8 kali
lipat dalam kejadian hipospadia antara kembar monozigot disbanding
dengan tunggal. Kecenderungan keluarga telah dicatat dengan hipospadia .
prevalensi hipospadia pada anak laki- laki nenek moyang dengan
5
hipospadia telah dilaporkan sebesar 8%, dan 14% dari saudara dengan
hipospadia juga berpengaruh (Muttaqin, 2014)
c) Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi (Suriadi,
2001)
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia
karena involusi yang premature dari sel interstisial testis.Faktor eksogen
antara lain pajanan prenatal terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin,
rubella, atau diabetes gestasional (Mansjoer, 2000).
Hipospadias sering disertai kelainan penyerta yang bioasanya terjadi
bersamaan pada penderita hipospadia. Kelainan yang sering menyertai
hipospadia adalah :
1. Undescensus testikulorum ( tidak turunnya testis ke skrotum )
2. Hidrokel
3. Mikrophalus / mikropenis
2.4 Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2014) Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan
yang diperkirakan terjadi pada masa embrio selama pengembangan uretra dari
kehamilan 8-20 minggu . Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat
2 lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di
tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer,
memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap
bersatu membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6,
terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital
tubercle. Di bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian
lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold.
Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk
glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki,
bila wanita akan menjadi klitoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka
genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk.
6
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membran urogenitalia akan
ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk
sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus
urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.
Menurut Suriadi (2001) hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya
perkembangan uretra dalam utero. Paling umum pada hypospadia adalah
lubang uretra bermuara pada tempat frenum, sedangkan frenumnya tidak
terbentuk, tempat normalnya meatus urinaris ditandai pada glan penis sebagai
celah buntu. Hipospadia ini lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan
ckrotum, ini dapat berkaitan dengan cordae congenital.
WOC TERLAMPIR
7
6. Korde, perlekatan yang menyebabkan pelengkungan penis kearah ventral,
paling terlihat jelas saat ereksi. Keadaan ini berkaitan dengan bentuk
kelainan yang lebih berat (Lissauer, 2006).
2.6 Pengobatan medis
Kasus-kasus hipospadia ringan, di mana meatus terletak ke arah ujung
glans, mungkin tidak memerlukan operasi perbaikan dan hanya dapat
ditangani dengan observasi. Tujuan mengobati hipospadia adalah untuk
membuat penis yang lurus dengan memperbaiki setiap lengkungan
(orthoplasty), untuk membuat uretra dengan meatus tersebut pada ujung penis
(urethroplasty), untuk membentuk kembali kelenjar ke dalam konfigurasi
berbentuk kerucut lebih alami (glansplasty ), untuk mencapai cakupan kulit
kosmetik diterima penis, dan untuk menciptakan skrotum terlihat normal.
Penis yang dihasilkan harus sesuai untuk melakukan hubungan seksual di
masa depan, harus memungkinkan pasien untuk membatalkan sambil berdiri,
dan harus menyajikan penampilan kosmetik diterima.
a. Waktu operasi
1. Sebelum tahun 1980, perbaikan hipospadia dilakukan pada anak-anak
lebih dari 3 tahun karena ukuran yang lebih besar dari lingga dan
prosedur yang secara teknis lebih mudah, namun operasi kelamin pada
usia ini (kesadaran genital terjadi pada sekitar usia 18 bulan) dapat
berhubungan dengan morbiditas psikologis yang signifikan, termasuk
perilaku abnormal, rasa bersalah, dan kebingungan identitas gender.
2. Saat ini, kebanyakan dokter mencoba untuk memperbaiki hipospadia
ketika anak berusia 4-18 bulan, tren ke arah intervensi sebelumnya. Ini
telah dikaitkan dengan hasil yang emosional dan psikologis yang bisa
diintervensi.
3. Satu manfaat dalam penyembuhan luka dengan perbaikan sebelumnya
juga telah dirasakan dan mungkin memiliki dasar dalam produksi
sitokin proinflamasi mencatat penurunan pada usia lebih muda.
4. Akhir perbaikan hipospadia, pada periode pubertas dan pascapubertas,
terkait dengan komplikasi, terutama fistula urethrocutaneous, dalam
hampir setengah dari pasien. Laporan terbaru menunjukkan tingkat
8
yang lebih tinggi komplikasi dalam 5 tahun dari pasien dalam 1 tahun
pasien, menunjukkan bahwa perbaikan sebelumnya umumnya lebih
baik
9
mencangkok uretra. Jaringan ini cocok untuk tujuan ini karena
ketersediaan, karakteristik yang mendukung keberhasilan cangkok, dan
ketahanan terhadap lingkungan yang lembab. Stent uretra biasanya
digunakan untuk drainase kandung kemih sementara penyembuhan terjadi
pada semua tapi yang paling distal hipospadia perbaikan.
c. Langkah perbaikan Glans
1. Flaps umumnya dikerahkan untuk menutupi perbaikan uretra distal,
sehingga komponen ventral berbeda untuk garis tengah dan
menciptakan konfigurasi yang lebih berbentuk kerucut. Kulit punggung
kelebihan dimobilisasi untuk aspek ventral kekurangan dari penis untuk
cakupan kulit akhir.
2. Perbaikan transposisi penoscrotal sering dilakukan sebagai prosedur
dipentaskan karena sayatan yang diperlukan dapat mengganggu gagang
bunga vaskular untuk flaps kulit yang digunakan dalam urethroplasty
primer. Perbaikan transposisi penoscrotal biasanya ditunda minimal 6
bulan untuk memungkinkan pembentukan memadai pasokan jaminan
darah.
3. Perbaikan hipospadia umumnya direncanakan sebagai prosedur satu
tahap, tetapi chordee berlebihan (terutama jika transeksi dari pelat
uretra diperlukan), ketersediaan kulit miskin, dan ukuran phallic kecil
mungkin lebih baik didekati dengan cara bertahap. Chordee tersebut
diperbaiki dan kulit digerakkan ke ventral batang penis selama tahap
pertama, dan urethroplasty dan glansplasty diperbaiki setelah tahap
pertama telah sembuh sepenuhnya.
4. Terapi hormonal adjuvant: Meskipun ada terapi medis untuk koreksi
hipospadia diketahui, terapi hormonal telah digunakan sebagai
pengobatan ajuvan untuk bayi dengan ukuran phallic yang sangat kecil.
Pengobatan dengan suntikan testosteron presurgical atau krim, serta
suntikan HCG, telah digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan
penis, dan beberapa telah melaporkan perbaikan dalam chordee dengan
mengurangi tingkat keparahan dari hipospadia. Fakta bahwa sebelum
pubertas androgen terapi dapat membatasi pertumbuhan kelamin
10
normal pada pubertas adalah kekhawatiran tetapi belum dikonfirmasi
secara klinis.
d. Persiapan Operasi
Evaluasi preoperatif yang diperlukan termasuk ultrasonografi (untuk
meyakinkan sistem urinari atas normal) dan standar prosedur pemeriksaan
darah dan urin lengkap. Sebelum dilakukan operasi pasien diberikan
antibiotik profilaksis. Sebelum dioperasi dilakukan uretroskopi untuk
memastikan tidak ada anomali urinary tract seperti veromontanum, valve
uretra atau striktur uretra. Jahitan traksi diletakkan di dorsal glans sehingga
tekanan yang konstan ditempatkan pada penis sehingga mengurangi
perdarahan.
e. Penatalaksanaan
Cangkok kulit pertama pada uretroplasti ditemukan oleh Nove-
Joserand. Teknik ini terdiri dalam penggunaan split-thickness graft untuk
mengisi saluran di penis untuk membangun uretra. Teknik ini
membutuhkan stenting selama berbulan-bulan karena kontraktur melekat
pada graft split-thickness. Multiple stenosis berganda dan striktur dapat
terjadi dengan teknik ini, dan sudah ditinggalkan. Teknik ini kemudian
dipopulerkan oleh McIndoe, yang merekomendasikan stent yang dibiarkan
di tempat selama 6 sampai 12 bulan untuk mengatasi kecenderungan untuk
kontraktur. Teknik ini memiliki banyak komplikasi dan tidak digunakan
untuk kasus-kasus rutin.
Thiersche dan Duplay memberikan hasil yang memuaskan untuk
perbaikan hipospadia pertama yang berhasil yang diikuti oleh orang lain.
Meskipun JP Mettauer dari Virginia melaporkan perbaikan pertama yang
berhasil hipospadia dan pembebasan dari jaringan menyebabkan
chordae. Ia tidak memiliki penggunaan kateter untuk diversi urin dan
tekniknya tidak diikuti oleh orang lain. Thiersche dan Duplay melakukan
perbaikan dua tahap di mana mereka pertama reseksi jaringan yang
menyebabkan chordae dan meluruskan penis. kulit penis ditutup, dan
kemudian urethra dibangun dengan membuat insisi longitudinal bawah
11
permukaan ventral saluran penis ke uretra, merusak kulit flaps lateral dan
menutupi salurannya. Kekurangan dari operasi ini adalah tidak adekuat
memperpanjang uretra ke ujung dari glans penis.
Suatu teknik untuk perbaikan hipospadia diperkenalkan oleh Cecil
selama pertengahan tahun 1940, yang dianggap sebagai fakta bahwa kulit
penis yang cukup sulit untuk didapatkan dalam kasus-kasus. Oleh karena
itu setelah cordae dirilis dan meluruskan penis, pada tahap kedua (6 bulan
kemudian) uretra itu dibuat dari kulit saluran ventral penis dengan
membuat sayatan memanjang paralel. Sayatan kemudian dibuat di
skrotum, dan penis itu dijahit ke dasar skrotum, penjahitan kulit skrotum
untuk tutupi penis lateral. Penis ditinggalkan di posisi ini selama 6 sampai
8 minggu selama uretra yang baru terbentuk dijahit. Pada tahap ketiga
skrotum dibebaskan dari penis, meninggalkan vaskularisasi dari kulit
skrotum pada permukaan ventral penis untuk menutup neurouretra.
Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi
baik bentuk penis yang bengkok karena pengaruh adanya chordae maupun
letak osteum uretra eksterna. Sehingga dua hal pokok dalam repair
hipospadia yaitu :
1. Chordectomi, melepaskan chordae sehingga penis bisa lurus kedepan
saat ereksi.
2. Urethroplasty, membuat osteum uretra eksterna diujung glans penis
sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan
Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu
operasi yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda
disebut dua tahap. Hal yang harus diperhatikan dalam operasi hipospadia
yaitu usia, tipe hipospadia, besarnya penis dan ada tidaknya cordae.Pada
semua teknik operasi tersebut tahap pertama adalah dilakukannya eksisi
chordae. Penutupan luka operasi dilakukan dengan menggunakan
prepusium bagian dorsal dari kulit penis. Tahap pertama ini dilakukan pada
usia 1,5 tahun-2 tahun bila ukuran penis sesuai untuk usianya. Setelah
eksisi cordae maka penis akan menjadi lurus, tapi meatus masih pada
12
tempat yang abnormal. Pada tahap kedua dilakukan uretroplasti yang
dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama.
13
g. Teknik Hipospadia bagian Proksimal
Bila flap granular tidak bisa mencapai uretra yang ada, maka suatu
graft kulit dapat dipakai untuk memperpanjang uretra. Selanjutnya uretra
normal dikalibrasi untuk menentukan ukurannya (biasanya 12 french anak
umur 2 tahun). Segmen kulit yang sesuai diambil dari ujung distal
prepusium. Graft selanjutnya dijahit dengan permukaan kasar menghadap
keluar, diatas kateter pipa atau tube ini dibuat dimana pada ujung
proksimalnya harus sesuai dengan celah meatus uretra yang lama dan flap
granular dengan jahitan tak terputus benang kromic gut 6 0. Sayap lateral
dari jaringan granular selanjutnya dimobilisasi kearah distal untuk
menutup saluran uretra dan untuk membentuk glans kembali diatas uretra
yang baru yang akan bertemu pada ujung glans.
14
1. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini mengenai
genitalia eksterna anak adalah penting sehingga sirkumsisi dapat
menjadi pilhan jika kulit prepusium menutup ujung penis terlalu
banyak.
2. Beri kesempatan orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
tentang masalah yang dialami anak.
3. Persiapkan orang tua dan anak untuk menjalani prosedur bedah yang
diinginkan. Perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk
memperbaiki kemampuan anak berdiri selama berkemih, untuk
memperbaiki bentuk penis, dan untuk memelihara keadekuatan
seksual. Hal ini biasanya dilakukan antara usia 6 dan 12 tahun dengan
satu atau dua tahap perbaikan.
4. Jelaskan hasil bedah kosmetik yang diharapkan; damping orang tua
mulai pre hingga post operasi.
5. Pantau asupan dan haluaran cairan dan pola urine, anjurkan banyak
minum, pertahankan kepatenan, dan awasi tindakan pencegahan
infeksi jika anak dikateterisasi.
6. Persiapkan orang tua dan anak untuk pengalihan urine, jika perlu,
sementara meatus baru dibuat.
7. Ajarkan orang tua bagaimana merawat kateter menetap, jika perlu.
8. Perawatan luka dengan cairan Nacl 0,9 % dengan campuran garamicin
80 mg, dan betadine 10 %, serta perawatan kateter dan infus dengan
cairan Nacl 0,9 % betadine 10 %.
b) Penatalaksanaan Medis
15
tahap pertama yaitu chordectomy tujuannya adalah untuk mengembalikan
bentuk normal penis yang tadinya bengkok menjadi lurus dengan cara
memotong uretra plat distal dan meluruskan penis sehingga meatus tertarik
lebih proksimal. Sedangkan pada tahap ke dua dilakukan Urethroplasty
dimana dalam tahap ini pasien akan dibuatkan saluran kencing sehingga
lubang kencing berada pada tempat yang seharusnya, yaitu di ujung penis.
Tindakan ini dilakukan dengan mengambul kulit kulub yang dibuang saat
khitan, sedangkan jika psien sudah dikhitan sehingga tidak mempunyai
kulit kulub maka kulit penis atau kantong buah pelir dapat dipakai sebagai
penggantinya. Penutupan kulit bagian ventral dilakukan dengan
memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis mengelilingi bagian
ventral. Operasi uretropati dilakukan enam bulan setelah operasi. Berikut
gambar penatalaksanaan medis hipospadia.
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA
b. Identitas orang tua yang terdiri dari nama ayah dan ibu, usia,
pendidikan, pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine, miksi
dalam posisi duduk
b. Riwayat penyakit sekarag
Pancaran urin pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar
dan mengalir melalui batang penis. Anak duduk saat BAK
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal
Selama kehamilan ibu tidak pernah menderita sakit selama hamil
b. Intranatal
Waktu lahir klien tidak mengalami gangguan. Bayi lahir cukup 9
bulan dengan proses normal
c. Postnatal
Anak diasuh oleh kedua orang tua, diberikan ASI dan susu formula
sebagai tambahan. Terbuka uretra pada saat lahir, posisi ventral atau
dorsal.
17
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Penyakit masa lalu : Tidak ada
b. Penyakit dirawat di RS : Tidak ada
c. Riwayat penggunaan obat-obatan : Tidak ada
d. Riwayat tindakan medis (Ex.operasi) : Tidak ada
e. Riwayat alergi : Tidak ada
f. Riwayat kecelakaan : Tidak ada
g. Riwayat imunisasi : Imunisasi BCG, hepatitis
B, polio, DPT 4,
campak
4. Riwayat kesehatan keluarga
Orang tua yaitu ayah juga menderita penyakit yang sama pada dengan
anak
5. Riwayat social
a Yang mengasuh : Kedua orang tua klien
b Hubungan dengan anggota keluarga : Ibu dan ayah klien
c Pembawaan secara umum : baik
d Lingkungan rumah
Biasanya faktor lingkungan juga menjadi penyebab hipospodia yaitu
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan
mutasi
6. Kebutuhan dasar
a. Cairan & nutrisi : baik
b. Eliminasi : pancaran urin saat BAK tidak lurus dan
menyebar
c. Personal hygiene : baik
d. Aktivitas/ Bermain : baik
7. Keadaan kesehatan saat ini
a. Diagnose medis : Hipospadia
b. Tindakan operasi : Pembedahan
c. Status nutrisi : baik
d. Status cairan : baik
18
e. Obat- obatan : Tidak ada
f. Px radiologi : Rontgen dan USG system kemih kelamin
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Composmetis
b. Vital sign
Tensi : 80-100/60 mmHg
Nadi: 80-90 x/mnt
RR : 20-30 x/menit
Suhu: 37 oC
c. Status generalis
1. Kepala
- Kepala : Mesochepal, tidak ada lesi dan benjolan, rambut
rapi, bersih.
- Mata : Simetris, konjungtiva tak anemis, sklera tidak
ikterik, tidak ada kotoran mata, tidak ada edema
- Hidung : Simetris, tak ada kotoran di dalam lubang hidung,
tidak ada polip
- Mulut : Mukosa bibir kering, lidah putih keruh, gigi utuh,
tidak ada pembengkakan gusi, tidak ada stomatitis
- Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada benjolan
- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid ataupun
KGB
2. Dada
- Thorax
Keteranga
Paru-paru
n Jantung
Simetris, pergerakan Ictus Cordis tidak
Inspeksi
dinding dada simetris tampak
Fokal fremitus sama, Ictus Cordis di ICS 5
Palpasi
tidak ada nyeri tekan
Sonor di semua lapang Pekak di semua lapang
paru jantung, tidak ada
Perkusi
pembesaran pada
jantung
Vesikuler, tidak ada S1 S2 tunggal, tidak ada
Auskultasi
suara nafas tambahan suara tambahan
19
- Abdomen
Keterangan Hasil
Inspeksi Tidak ada lesi, simetris
Auskultasi Bising usus 15 x/ menit
Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
Palpasi
turgor kembali cepat, terdapat distensi abdomen
Tympani pada daerah gaster, pekak pada batas hepar dan
Perkusi
limfe
- Extremitas
Akral hangat (+) di keempat extrimitas.
Oedem (-) dikeempat extrimitas.
- Region genital Didaptkan pancaran urine pada saat BAK tidak
lurus, biasanya ke bawah, menyebar, dan mengalir melalui batang
penis sehingga anak-anak akan jongkok saat BAK. Pada hipospadia
grandular/koronal, anak dapat BAK dalam posisi berdiri dengan
mengangkat penis ke atas. Pada hipospadia peniscrotal/perineal
anak berkemih dengan jongkok. Penis akan melengkung ke bawah
pada saat ereksi.
20
Diagnosa:
1. Pre Operasi
a. Perubahan elimiminasi berhubungan dengan haluan urin yang tidak
normal
b. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan post operasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry luka pasca
bedah, insersi kateter
21
pasca bedah, normal nyaman dan bersih terutama
insersi kateter b. Irama nafas teratur setelah digunakan pasien
c. Suhu dalam batas b. Gunakan alat-alat yang baru
normal dan berbeda setiap akan
d. Integritas kulit melakukan tindakan
baik keperawatan ke pasien
e. Integritas mokosa c. Batasi jumlah pengunjung
baik sesuai kondisi pasien
f. Leukosit dalam d. Ajari klien untuk mencuci
batas normal tangan sebagai gaya hidup
sehat pribadi
e. Instruksikan klien untuk
mencuci tangan yang benar
sesuai dengan yang telah
diajarkan
f. Instruksikan kepada
pengunjung untuk selalu
mencuci tanagn sebelum dan
sesudah memasuki ruangan
pasien
g. Terapkan kewaspadaan
universal
h. Gunakan selalu handscoon
sebagai salah satu ketentuan
kewaspadaan universal
Proteksi Infeksi
Aktivitas:
a. Monitor tanda-tanda dan
gejala sistemik dan local dari
infeksi.
b. Monitor daerah yang mudah
terinfeksi.
c. Monitor jumlah granulosit,
WBC, dan perbedaan nilai.
d. Ikuti kewaspadaan
neutropenic.
e. Batasi pengunjung.
f. Inspeksi kulit dan membran
mukosa yang memerah, panas,
atau kering.
g. Inspeksi kondisi dari luka
22
operasi
h. Tingkatkan intake nutrisi yang
cukup.
i. Anjurkan intake cairan.
j. Anjurkan istirahat.
k. Instruksi pasien untuk
mendapatkan antibiotik sesuai
resep.
l. Ajari pasien dan keluarga
tentang tanda dan gejala dari
infeksi dan kapan mereka
dapat melaporkan untuk
mendapatkan perawatan
kesehatan.
m. Ajari pasien dan anggota
keluarga bagaimana
menghindari infeksi.
3 Nyeri akut b.d Tingkatan Nyeri Manajemen Nyeri
kerusakan Indikator: Aktivitas:
jaringan post a. Melaporkan nyeri a. Lakukan penilaian nyeri
operasi berkurang secara komprehensif dimulai
b. Frekuensi nyeri
dari lokasi, karakteristik,
berkurang
c. Panjangnya periode durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri berkurang intensitas dan penyebab.
d. Ekspresi nyeri lisan
b. Kaji ketidaknyamanan secara
berkurang
e. Keringat berkurang nonverbal, terutama untuk
pasien yang tidak bisa
mengkomunikasikannya
secara efektif
c. Pastikan pasien mendapatkan
perawatan dengan analgesic
d. Pertimbangkan tipe dan
sumber nyeri ketika memilih
metoda mengurangi nyeri
e. Mendorong pasien dalam
memonitor nyerinya sendiri
f. Ajari untuk menggunakan
23
tehnik non-farmakologi
g. Kolaborasikan dengan pasien
dan tenaga kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan metoda
dalam mengatasi nyeri secara
non-farmakologi.
h. Menyediakan analgesic yang
dibutuhkan dalam mengatasi
nyeri
5 Kecemasan b.d Tingkat Kecemasan Pengurangan Kecemasan
akan dilakukan Indikator: Aktivitas:
tindakan a. Gelisah berkurang a. Jelaskan seluruh prosedur,
operasi b. Stress berkurang termasuk hal yang akan
c. Keringat berkurang dirasakan selama prosedur
d. Panik berkurang b. Tetap bersama pasien untuk
e. Ekspersi cemas mengurangi kecemasan dan
verbal berkurang meningkatkan rasa aman
f. Kelelahan berkurang c. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien
d. Jauhkan peralatan dari pasien
e. Ciptakan suasana yang
mendukung rasa percaya
pasien
f. Identifikasi perubahan rasa
cemas
g. Bantu pasien melakukan
teknik relaksasi
Teknik Penenangan
Aktivitas:
a. Berbicara dengan lembut
b. Pertahankan kontak mata
c. Duduk dan berbicara pada
pasien
d. Bantu pasien untuk bernafas
dalam dan lambat
24
e. Kurangi stimulus yang
menciptakan kecemasan
f. Yakinkan pasien akan
keselamatan dirinya
g. Gunakan teknik distraksi
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak di
sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Hipospadia terjadi pada
25
1 sampai 3 per 1000 kelahiran dan merupakan anomaly penis yang paling sering
(Muttaqin,2011). Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan
dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal.
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus :
a. Tipe Sederhana/Tipe Anterior
b. Tipe penil/Tipe Middle
c. Tipe Posterior
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah
yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini di sebabkan oleh adanya
chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang
letaknya abnormal ke glans penis.
Komplikasi potensial meliputi:
a. Infeksi dan obstruksi uretra. (Speer, 2007)
b. Infertilitas, resiko hernia inguinal, gangguan psikososial (Suriadi, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Heffner, L.J. & Schust, D.J., 2008. At A Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga.
Emil A. Tanagho, MD. 2008. Smiths General Urology edisi 17. LANGE medical
book
Lissauer,Tom. 2006. At a Glance Neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
26
Mansjoer, Arif dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Penerbit Fitramaya
Muttaqin dan Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Schneuer. et. al. 2015. Prevalance, Repairs and Complication of Hypospadias: an
Australian Population-Based Study. Journal Articel of Medical Sciences
Pediatric. London: BMJ Publishing Group Ltd
Son, et. al. 2015. The Use of Dermal Graft ini Severe Chordee Hypospadia
Repair: Experience from Vietnam. Article Journal of Pediatric Surgery Int
Vol. 31. University of Medicine and Pharmacy: Vietnam.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC
Suriadi dan Yuliani, Rita. (2001). Askep Pada Anak, edisi 1. Jakarta: Fajar
Interpretama
27