Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“DEMAM TIFOID”

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Apt. Adriani Susanty, M. Farm

OLEH:

KELOMPOK 17

Mohammad Arif Arsaf 2301263


Natesyabela tritania 2301264

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2023
DAFTAR ISI

HALAMAN
DAFTAR ISI....................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
2.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
2.1 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
2.1 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................3
2.1 Definisi demam tifoid.......................................................................................................3
2.2 Epidemiologi Demam Tifoid............................................................................................3
2.3 Etiologi demam tifoid.......................................................................................................4
2.4 Patogenesis demam tifoid.................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis Demam Tifoid.....................................................................................7
2.6 Patofisiologi Demam Tifoid..............................................................................................7
2.7 Pencegahan Demam Tifoid...............................................................................................7
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................9
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................9
3.2 Saran..................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................10

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Demam Tifoid” ini

dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah tugas yang diberikan oleh dosen

pengampu mata kuliah Patofisiologi.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam

proses penyusunan makalah ini khususnya kepada dosen Teknologi Farmasi Bahan Alam, yaitu

Ibu Dr. apt. Adriani Susanty, M.Farm. Yang bersedia membimbing dan mengarahkan kami dalam

penyusunan makalah ini.

Kami berharap agar makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Makalah ini

masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi

perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Pekanbaru, Desember 2023

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai
karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3
mingguyang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam
tifoid(termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi
A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya
lebihringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderungmeningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada
daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam
tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier.
Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid fever
atau Entericfever. Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang
disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan
Salmonella typhi.

Penyakit ini masih sering dijumpai di negara berkembang yang terletak di subtropis
dan daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa
disebut tifus merupakan penyakit menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi
infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara
berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah . Demam tifoid termasuk penyakit menular yang
tercantum dalam Undang- undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit
menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah. Demam tifoid dikenal juga dengansebutan typhus
abdominalis, typhoid fever, atau enteric fever. Istilah tifoid ini berasal dari bahasa Yunani
yaitu typhos yang berarti kabut, karena umumnya penderita sering disertai gangguan
kesadaran dari yang ringan sampai yang berat.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Demam Tifoid?
2. Apa epidemiologi dan etiologi dari Demam Tifoid?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Demam Tifoid?
4. Bagaimana patofisiologi dari Demam Tifoid?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahu bagaimana Demam Tifoid dalam penyebarannya kedalam tubuh manusia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi demam tifoid

Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu
Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi,
kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara
berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Algerina, 2008; Darmowandowo, 2006).

Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-


undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga
dapat menimbulkan wabah (Sudoyo A.W., 2010).

Penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang


tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman dan biasanya
keluar bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi secara transplasenta dari
seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya (Soedarno et al,
2008).

Penyakit ini dapat menimbulkan gejala demam yang berlangsung lama,


perasaan lemah, sakit kepala, sakit perut, gangguan buang air besar, serta gangguan
kesadaran yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang berkembang biak di
dalam sel-sel darah putih di berbagai organ tubuh. Demam tifoid dikenal juga dengan
sebutan Typhus abdominalis, Typhoid fever, atau enteric fever. Istilah tifoid ini berasal
dari bahasa Yunani yaitu typhos yang berarti kabut, karena umumnya penderita sering
disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai yang berat (Rampengan, 1993).

2.2 Epidemiologi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh dunia,

secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air

yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah yang mana di

Indonesia dijumpai dalam keadaan endemis (Putra A., 2012). Dari laporan World

Health Organization (WHO) pada tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid per

tahun di dunia dengan jumlah kematian mencapai 600.000 kematian dengan Case

Fatality Rate (CFR = 3,5%). Insidens rate penyakit demam tifoid di daerah endemis
3
berkisar antara 45 per 100.000 penduduk per tahun sampai 1.000 per 100.000 penduduk

per tahun. Tahun 2003 insidens rate demam tifoid di Bangladesh 2.000 per 100.000

penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid di negara Eropa 3 per 100.000

penduduk,di Afrika yaitu 50 per 100.000 penduduk, dan di Asia 274 per

100.000 penduduk (Crump, 2004).

Indisens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk

pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per

tahun 600.000 – 1.500.000 penderita. Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih

tinggi dengan CFR sebesar 10%. Tingginya insidens rate penyakit demam tifoid di

negara berkembang sangat erat kaitannya dengan status ekonomi serta keadaan sanitasi

lingkungan di negara yang bersangkutan (Nainggolan R., 2009).

2.3 Etiologi demam tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella


paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam
air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama
15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu E., 2013).
Salmonella typhi adalah bakteri batang gram negatif yang menyebabkan
demam tifoid. Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di
daerah tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk (Brook, 2001).
Manusia terinfeksi Salmonella typhi secara fekal-oral. Tidak selalu Salmonella typhi
yang masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk menimbulkan
infeksi, Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu faktor penting
yang menghalangi Salmonella typhi mencapai usus halus adalah keasaman lambung.
Bila keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka
hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella typhi (Salyers dan Whitt, 2002).
Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella typhi
akan ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran darah,
menimbulkan bakteremia primer. Selanjutnya, Salmonella typhi akan mengikuti aliran
darah hingga sampai di kandung empedu. Bersama dengan sekresi empedu ke dalam
saluran cerna, Salmonella typhi kembali memasuki saluran cerna dan akan menginfeksi
Peyer’s patches, yaitu jaringan limfoid yang terdapat di ileum, kemudian kembali
4
memasuki peredaran darah, menimbulkan bakteremia sekunder. Pada saat terjadi
bakteremia sekunder, dapat ditemukan gejala-gejala klinis dari demam tifoid (Salyers
dan Whitt, 2002).

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap
formaldehid.

2. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang telah memenuhi kriteria
penilaian.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin (Sudoyo A.W.,
2010).

Gambar 1. Gambar kuman Salmonella typhi secara skematik. (Sumber: Marleni, 2012;
Rustandi, 2010)

2.4 Patogenesis demam tifoid

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia


melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kumanakan menembus sel-sel
epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan
5
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang

sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut (Sudoyo A.W.,
2010).

Gambar 2. Patogenesis masuknya kuman Salmonella typhi. (Sumber: Marleni, 2012;


Rustandi, 2010)
Imunitas humoral pada demam tifoid berperan dalam menegakkan diagnosis
berdasarkan kenaikan titer antibodi terhadap antigen kuman S.typhi. Imunitas seluler
berperan dalam penyembuhan penyakit, berdasarkan sifat kuman yang hidup
intraselluler. Adanya rangsangan antigen kuman akan memicu respon imunitas humoral
melalui sel limfosit B, kemudian berdiderensiasi menjadi sel plasma yang akan
mensintesis immunoglobulin (Ig). Yang terbentuk pertama kali pada infeksi primer
adalah antibodi O (IgM) yang cepat menghilang, kemudian disusul antibodi flagela H
(IgG). IgM akan muncul 48 jam setelah terpapar antigen, namun ada pustaka lain yang
menyatakan bahwa IgM akan muncul pada hari ke 3-4 demam (Marleni, 2012; Rustandi

6
2010).

Gambar 3. Respons antibodi terhadap infeksi Salmonella typhi.(Sumber: Marleni, 2012;


Rustandi, 2010)

7
2.5 Manifestasi Klinis Demam Tifoid

Manifestasi Klinis Demam Tifoid Gejala klinis tifus seringkali atipikal dan
sangat bervariasi dari gejala ringan seperti demam ringan, malaise, dan batuk kering.
Menurut patogenesis penyakit mirip tifus, bentuk klinis yang parah muncul baik berupa
gejala sistemik seperti demam tinggi, gejala septik lainnya, ensefalopati atau komplikasi
gastrointestinal berupa perforasi atau perdarahan usus. Hal ini mempersulit diagnosis
berdasarkan gambaran klinis saja (Darmowandoyo, 2003; Tumbelaka, 2003). Keluhan
demam merupakan gejala klinis utama pada semua penderita tifus. Demam datang tiba-
tiba dan menjadi parah dalam 1-2 hari dengan pola suhu demam yang ditandai dengan
demam yang meningkat secara bertahap setiap hari, memuncak pada akhir minggu
pertama, setelah itu demam mereda. tetap tinggi dan pada minggu keempat demam
perlahan menurun. Selain munculnya gejala demam, sering terjadi keluhan saluran cerna
seperti muntah, mual, diare dan pada kasus lanjut peritonitis akibat konstipasi dan
perforasi usus. Manifestasi gejala psikologis terkadang mendominasi gambaran klinis,
seperti bingung, mengantuk, psikosis atau koma. Gejala nonspesifik lainnya, seperti batuk,
malaise, sakit kepala, menggigil, sering muncul pada tahap awal penyakit (Pastoor, 2007).

2.6 Patofisiologi Demam Tifoid


Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap berbagai rangsangan
yang disebabkan oleh infeksi, cedera atau trauma, seperti letargi, dan konsumsi alkohol,
yang dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase
akut dan lain-lain. Suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogenik
yang diproduksi untuk menghadapi berbagai rangsangan, terutama infeksi. Pirogen adalah
zat penyebab demam, ada dua jenis, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Demam
(pireksia) adalah suhu tubuh di atas normal dan disebabkan oleh peningkatan pusat
pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1. Pengaturan suhu dalam keadaan
sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. Sebuah
penelitian menemukan bahwa terdapat sebanyak 105-106 organisme penyebab gejala
penyakit, meskipun jumlah yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala klinis pada bayi
dan anak mungkin lebih rendah. Semakin tinggi dosis Salmonella Typhi yang dikonsumsi,
semakin banyak orang yang menunjukkan gejala klinis, semakin pendek masa inkubasinya
mengubah sindrom klinis yang terjadi.

2.7 Pencegahan Demam Tifoid

o Vaksinasi Vaksinasi digunakan untuk mencegah penyakit ini, sekarang ada vaksin tifus atau
tifus yang disuntikkan atau diminum dan dapat melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun.

8
o Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air besar dan
sebelum memegang makanan dan minuman, serta memastikan cuci tangan yang benar. Ini
sangat penting bagi mereka yang pekerjaannya melibatkan penanganan makanan dan mereka
yang tugasnya merawat orang sakit dan anakanak.
o Buang kotoran di toilet yang higienis dan tidak bisa dimasuki lalat. Gunakan tisu toilet yang
cukup untuk menghindari kontaminasi pada jari Anda. 8 Jika tidak ada jamban, feses dikubur
di hilir jauh dari sumber air.
o Lindungi sumber air masyarakat dari potensi pencemaran. Air bersih dan klorin yang
didistribusikan ke masyarakat. Menyediakan air yang aman bagi masyarakat dan rumah
tangga.
o Singkirkan lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biaknya dengan sistem
pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik. Lalat juga bisa diberantas dengan
insektisida, dengan menangkap lalat dengan umpan, dengan memasang kain kasa. Toilet
dibangun sedemikian rupa sehingga lalat tidak bisa masuk ke sana. - Ikuti standar kebersihan
saat menyiapkan dan menangani makanan; menyimpan makanan pada suhu yang tepat di
lemari es. Perhatian khusus harus diberikan pada salad dan hidangan lainnya yang disajikan
dingin. Standar kebersihan ini berlaku untuk makanan yang disiapkan di rumah atau disajikan
untuk umum. Jika kita tidak yakin dengan standar kebersihan tempat makan tersebut, pilihlah
makanan panas dan buah-buahan ada baiknya dikupas sendiri.
o Pasteurisasi susu dan produk susu. Pantau secara ketat aspek kebersihan dan kesehatan
lainnya dalam produksi, penyimpanan, dan distribusi produk susu.
o Ikuti prosedur jaminan kualitas yang ketat dari industri makanan dan minuman. Saat
pengalengan makanan, gunakan air yang diklorinasi untuk mendinginkan.

9
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Tifoid adalah salah satu dari 10 penyakit paling umum yang dirawat di rumah
sakit. Saat memasuki saluran pencernaan, S. typhi tidak selalu menyebabkan infeksi
seperti S. Tifoid harus masuk ke usus kecil. Di usus halus, bakteri menyerang mukosa
usus, melalui perlekatan mikroba pada epitel, dan menghancurkan sel microfold,
menyebabkan sel epitel terlepas, menyerang epitel mukosa usus, menyerang lamina
propria, berkolonisasi. Endotoksin adalah pirogen eksogen kuat yang merangsang respon
imun makrofag dan sel lain untuk merangsang sekresi sitokin. Sitokin ini juga
mempengaruhi pusat nafsu makan sehingga terjadi penurunan nafsu makan,
mempengaruhi ambang nyeri dan menyebabkan nyeri pada kepala, persendian, otot dan
saluran pencernaan.

3.2 Saran
Edukasi kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan tangan dan sanitasi
untuk mencegah penularan demam tifoid sejak dini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Algerina . 2008. Demam Tipoid dan Infeksi Lain dari Bakteri Salmonella, 9, pp. 109-212.

Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen A.M. 2001. Jawetz, Melnick and Adelbergs,
Mikrobiologi Kedokteran, Alih Bahasa oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B.,
Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika.
Crump, J. A., Gordon, M. A., & Parry, C. M. (2015). Epidemiology, Clinical Presentation,
Laboratory Diagnosis, Antimicrobial Resistance, and Antimicrobial Management
of Invasive Salmonella Infections. Clinical Microbiology Reviews,28(4),901–937.
https://doi.org/10.1128/CMR.00002-15.
Nainggolan G, 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi 5. Jakarta :
internaPublishing pp. 1094
Rampengan, T. H, 1993, penyakit infeksi tropic pada anak, cetakan I, Jakarta : EGC.
Rustandi D, Melda S. 2010, demam tifoid, Bandung Universitas padjadjaran.
Salyers, A and whit, D. 2002, Bacterial Pathogenesis : A molekuler Approch. 2ndEd,
Washington dc : ASM press
Soedarman, S. S. garna, H. Hadinegoro, S. R. demam tifoid dalam : dokter anak
Indonesia. 2012. Buku ajar infeksi dan pediatric tropis ED 2.
Sudoyo, A. W. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II, Edisi V, Jakarta : balai
penerbit FK UI.

11

Anda mungkin juga menyukai