Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEBIDANAN PEMBERIAN VAKSINASI COVID 19

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Stase … ...

Oleh :

Rossa Dwi : 315221001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2023

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Presentasi Jurnal dengan judul:

ASUHAN KEBIDANAN PEMBERIAN VAKSINASI COVID 19

Oleh:

NAMA : Rossa Dwi


NPM : 315221001

Telah dilakukan pembimbingan dan dinyatakan layak untuk dipresentasikan di


hadapan tim penguji.

Tanggal,. 13 Agustus 2023

Mengetahui,

Preseptor Akademik

Ai Ana Rodiana, SST., M.Kes


NIDN : 0420098903

2
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Jurnal dengan judul:

ASUHAN KEBIDANAN PEMBERIAN VAKSINASI COVID 19

Oleh:

NAMA : Rahmanisa
NPM : 320101423

Telah dipresentasikan pada tanggal 18 Agustus 2023 di hadapan tim penguji


Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Sukabumi, 18 Agustus 2023

Mengetahui,

Dosen Penanggung Jawab Stase

Hana Haryani, S.ST., M.Kes


NIDN : 0420098903
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena atas kasih sayang dan kuasa-Nya
penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Pemberian Vaksinasi Covid 19”. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. H. Iwan Permana, SKM., S.Kep., M.Kep., Ph.D Selaku Ketua Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi
2. Shinta Utami, S.ST., M.Keb Selaku Kepala Prodi Sarjana Kebidanan dan
Pendidikan Profesi Bidan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi
3. Ai Ana Rodiana, SST., M.Keb Selaku Dosen Penanggung Jawab Stase
KDPK
4. Hana Haryani, S.ST., M.Kes Selaku Preseptor Akademik Stase KDPK
5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
yang telah memberikan ilmu pengetahuan, arahan dan bimbingan pada
penulis selama mengikuti proses pendidikan.
6. Seluruh teman-teman dalam kelompok Praktek Kebidanan Profesi pada
Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sukabumi yang senantiasa memberi motivasi dan semangat sehingga
presentasi jurnal kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Makalah ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran untuk
perbaikan kedepannya.

Sukabumi, Agustus 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar........................................................................................4
B. Konsep Proses Pendokumentasian Kebidanan....................................14

BAB III PENUTUP


A. Simpulan................................................................................................4
B. Saran....................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidan merupakan salah satu profesi tertua sejak adanya peradaban umat

manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan

menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat

dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat,

membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai

ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Bidan sebagai pekerja profesional

dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan

filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta

kode etik yang dimilikinya.

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular

yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2

(SARS- CoV-2). Menurut Rothan (2020) sumber penularan kasus pertama

COVID-19dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Sejak

kasus pertama muncul di Wuhan, peningkatan kasus COVID-19 terus terjadi di

China setiap harinya, kemudian memuncak pada akhir Januari hingga awal

Februari 2020. Pada awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan

provinsi sekitarnya, kemudian bertambah hingga ke beberapa negara di sekitar

China

Berkaitan dengan penanggulangan wabah penyakit menular, Indonesia

telah memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit

Menular, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penangulangan

Wabah Penyakit
1
Menular, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010

tentang Jenis Penyakit Menular tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan

Upaya Penanggulangannya. Kemudian sebelum penyebaran kasus COVID-19

sampai ke Indonesia, pada tanggal 4 Februari 2020 Menteri Kesehatan RI telah

mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus

(Infeksi 2019-nCoV) sebagai Jenis Penyakit yang Dapat Menimbulkan Wabah

dan Upaya Penanggulangannya.

Sejak kemunculan COVID-19 di Indonesia, pemerintah telah melakukan

berbagai upaya pencegahan dan pengendalian. Dimana salah satu tata laksana

yang digencarkan oleh pemerintah yaitu pelaksanaan vaksinasi sebagai upaya

pencegahan dan penanggulangan COVID-19. Vaksin COVID-19 diharapkan

menjadi penentu dalam mengatasi pandemi ini, dimana di seluruh negara di

dunia juga melakukan upaya yang sama. Vaksinasi adalah suatu tindakan

pemberian vaksin kepada seseorang dimana vaksin itu berisi satu atau lebih

antigen. Tujuannya yaitu apabila individu tersebut terpajan/terpapar dengan

antigen yang sama, maka sistem imunitas yang terbentuk akan menghancurkan

antigen tersebut.

Menurut Ketua Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional atau

Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Dr. dr.

Sri Rezeki Hadinegoro Sp. PD., bahwa vaksin menjadi upaya paling efektif

dalam upaya pencegahan infeksi. Jika sebagian besar masyarakat divaksinasi,

maka kemampuan patogen untuk menyebar menjadi terbatas, sehingga

kelompok yang tidak mendapat imunisasi juga bisa tetap sehat. Jika banyak

masyarakat yang kebal, hal ini akan memutus mata rantai penularan kepada

2
kelompok yang tidak mendapatkan imunisasi seperti bayi kecil dan penderita

imunokompromais.

Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan dalam pelaksanaan

vaksinasi COVID-19 dengan dikeluarkannya Perpres 99 tahun 2020 tentang

Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan

Pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) yang ditandatangani oleh

Presiden Joko Widodo pada tanggal 5 Oktober 2019 di Jakarta. Pada tanggal 3

Desember 2020 juga telah ditandatangani Keputusan Menteri Kesehatan nomor

9860 tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi

COVID-19. Adapaun jenis vaksin yang ditetapkan yaitu vaksin yang diproduksi

oleh PT. Biofarma (Persero), Astra Zeneca, China Pharmaceutical Group

Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac

Biotech Ltd.

Vaksinasi Covid-19 di saat pandemi merupakan upaya “Public Goods”

yang dilakukan Pemerintah sebagai urusan wajib (Obligatory Public Health

Functions). Oleh karena itu seluruh biaya vaksinasi harus ditanggung

sepenuhnya oleh pemerintah. Untuk mempercepat penurunan pandemi

diperlukan cakupan imunisasi sebesar 70% agar ‘herd immunity’ segera tercapai

dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun Vaksinasi Covid-19 harus mencakup

kelompok usia lanjut (>60 tahun) yang merupakan kelompok risiko tinggi

terinfeksi Covid-19 dengan mortalitas yang juga tinggi. elayanan vaksinasi

dilaksanakan melalui fasilitas Kesehatan pemerintah ataupun swasta yang

telahditunjuk dan memenuhi standar dan memperkuat surveilans KIPI.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok tertarik untuk

membuat laporan kegiatan stase KDK dalam pelaksanaan vaksinasi Covid 19

3
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan kebidanan dalam melakukan pemberian imunisasi
Covid-19 pada pasien

C. Tujuan
1. Memahami konsep dasar pemberian suntikan vaksinasi Covid-19
2. Memahami konsep proses pendokumentasian kebidanan (Data
Subjektif, Objektif, Analisa dan Penatalaksanaan)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR


A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah penularan
penyakit dan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan
balita. Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien
dalam mencegah beberapa penyakit berbahaya. Imunisasi merupakan upaya
pencegahan primer yang efektif untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi yang
dapat dicegah dengan imunisasi).
Jadi Imunisasi ialah tindakan yang dengan sengaja memberikan antigen atau
bakteri dari suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun dan menimbulkan
kekebalan, sehingga hanya mengalami gejala ringan apabila terpapar dengan
penyakit tersebut.

B. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak bisa langsung dirasakan atau tidak langsung terlihat.
Manfaat imunisasi yang sebenarnya adalah menurunkan angka kejadian penyakit,
kecacatan maupun kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Imunisasi tidak hanya dapat memberikan perlindungan kepada individu
namun juga dapat memberikan perlindungan kepada populasi Imunisasi adalah
paradigma sehat dalam upaya pencegahan yang paling efektif.
Imunisasi merupakan investasi kesehatan untuk masa depan karena dapat
memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi, dengan adanya imunisasi

5
dapat memberikan perlindunga kepada indivudu dan mencegah seseorang jatuh
sakit dan membutuhkan biaya yang lebih mahal.

C. Manajemen dan Logistik Vaksin Covid 19


1. Penyimpanan Vaksin dalam Tempat Penyimpanan Vaksin
Berdasarkan prosedur/manajemen penyimpanannya, vaksin COVID-19
dibagi menjadi 3 yaitu vaksin COVID-19 dengan suhu penyimpanan 2-8 °C,
vaksin COVID-19 dengan suhu penyimpanan -20 °C (vaksin mRNA, Moderna)
dan vaksin COVID-19 dengan suhu penyimpanan -70 °C (vaksin mRNA,
Pfizer).
Penyimpanan vaksin harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
(SPO) dalam rangka menjamin kualitas vaksin tetap terjaga sampai diterima
oleh sasaran.
a. Penyimpanan Vaksin pada Suhu 2-8 °C
1) Ruang penyimpanan harus terhindar dari paparan sinar matahari
langsung. Penyimpanan vaksin COVID-19 diatur sedemikian rupa
untuk menghindari kesalahan pengambilan, perlu disimpan secara
terpisah dalam rak atau keranjang vaksin yang berbeda agar tidak
tertukar dengan vaksin rutin. Apabila memungkinkan, vaksin
COVID-19 disimpan dalam vaccine refrigerator yang berbeda,
dipisahkan dengan vaksin rutin.
2) Penyimpanan vaksin bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang belum
memiliki vaccine refrigerator standar (buka atas sesuai
PreKualifikasi WHO), masih dapat memanfaatkan lemari es
domestik/ rumah tangga, dimana penataan vaksin dilakukan
berdasarkan penggolongan sensitivitas terhadap suhu dan sesuai
manajemen vaksin yang efektif.
3) Vaksin tidak boleh diletakkan dekat dengan evaporator.

6
Gambar 1. Contoh Penyimpanan di Lemari Es Buka Atas dan Buka
Depan

b. Penyimpanan Vaksin pada Suhu -20 °C


1) Ruang penyimpanan harus terhindar dari paparan sinar matahari langsung.
Penyimpanan vaksin COVID-19 diatur sedemikian rupa untuk menghindari
kesalahan pengambilan, perlu disimpan secara terpisah dalam rak atau
keranjang vaksin yang berbeda agar tidak tertukar dengan vaksin rutin.
Apabila memungkinkan, vaksin COVID-19 disimpan dalam freezer atau
vaccine refrigerator yang berbeda, dipisahkan dengan vaksin rutin.
2) Vaksin dapat bertahan selama 30 hari pada suhu 2-8 °C. Pada vaccine
refrigerator, letakkan vaksin dekat dengan evaporator.
c. Penyimpanan Vaksin pada Suhu -70 °C
1) Penyimpanan jenis vaksin COVID-19 ini membutuhkan sarana Ultra Cold
Chain (UCC). Ruang penyimpanan harus terhindar dari paparan sinar
matahari langsung.
2) Sarana UCC yang dimaksud adalah freezer dengan suhu sangat rendah
(Ultra Low Temperature/ULT) dan alat transportasi vaksin khusus.
3) Alat transportasi vaksin UCC (berupa kontainer pasif) terdiri dari dua yaitu
Arktek menggunakan kotak dingin berupa PCM (PhaseChange Materials)
dan thermoshipper menggunakan dry ice. PCM dan dry ice berfungsi
mempertahankan suhu dingin.

7
4) Pada lokasi yang menjadi pusat penyimpanan UCC (UCC Hub) dibutuhkan
sarana yaitu:
a) Freezer ULT ukuran besar -85 °C (500 sampai dengan 700 liters,
kapasitas muatan sampai dengan 25,000 vial).
b) Freezer ULT ukuran kecil -85 °C sebagai cadangan dan menyimpan
paket PCM pada -85 °
5) Pada lokasi yang menjadi pusat penyimpanan jarak jauh dibutuhkan sarana
yaitu:
a) Freezer UTL -85 ° C kecil (masing-masing 70 liter).
b) Alat transportasi vaksin khusus (Arktek) untuk penyimpanan jangka
pendek (hingga 5 hari) dengan suhu -70 °
6) PCM terdiri dari beberapa jenis yaitu:
a) PCM khusus freezer ULT (-80 ° C) untuk UCC
Isi kemasan dengan cairan PCM dan bekukan sebelumnya pada -
20 ° C. Selesaikan pembekuan pada ULT pada -85 ° C setidaknya selama
24 jam. Digunakan untuk transportasi dan penyimpanan sementara.
b) Cairan CO2/Dry ice (-78°C) untuk UCC
Simpan pada suhu -80 ° C menggunakan freezer ULT atau
kontainer khusus. Digunakan untuk transportasi dan penyimpanan
sementara.
c) Air/es (0°C) untuk cold chain tradisional
Isi packs dengan air dan bekukan pada suhu -1 ° C. Digunakan
untuk menjaga vaksin tetap dingin selama transportasi atau selama sesi
pelayanan.
7) Petugas harus menggunakan APD berupa cryogenic gloves dalam
melakukan penataan dan pengambilan vaksin.

2. Pemantauan Suhu
a. Suhu dalam penyimpanan vaksin harus terjaga sesuai dengan yang
direkomendasikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan suhu
menggunakan alat pemantau suhu.

8
b. Alat pemantau suhu terdiri dari alat pemantau suhu (termometer, termometer
muller, dll), alat pemantau dan perekam suhu terus menerus, dan alat
pemantau dan perekam suhu dengan teknologi Internet of Things (IoT) terus
menerus secara jarak jauh.
c. Mekanisme pemantauan suhu adalah sebagai berikut:
1) Pemantauan suhu sebaiknya dilakukan lebih sering, lebih dari 2 kali
dalam sehari, pastikan suhu tetap 2-8 0C.
2) Catat hasil monitoring suhu pada grafik pemantauan suhu.
3) Apabila menggunakan alat pemantau dan perekam suhu terus menerus
secara jarak jauh yang sudah terhubung dengan aplikasi SMILE, maka
petugas dapat memantau suhu dari jarak jauh melalui aplikasi.
4) Alat transportasi vaksin UCC harus dilengkapi dengan datalogger.

D. Standar Pelayanan Vaksinasi Covid-19


Pelayanan vaksinasi COVID-19 harus menerapkan protokol kesehatan, meliputi
pengaturan ruangan, pengaturan waktu layanan dengan mempertimbangkan jumlah
sasaran maksimal per sesi serta ketersediaan tenaga. Pemerintah Daerah dapat
membentuk tim pengawas pelaksanaan layanan vaksinasi COVID-19 ini agar tetap
berjalan sesuai dengan aturan protokol kesehatan.
1. Ketentuan Ruang Ketentuan ruang pelayanan vaksinasi COVID-19 meliputi:
a. Menggunakan ruang/tempat yang cukup luas dengan sirkulasi udara yang
baik (dapat juga mendirikan tenda di lapangan terbuka);
b. Memastikan ruang/tempat pelayanan vaksinasi bersih dengan
membersihkan sebelum dan sesudah pelayanan dengan cairan disinfektan;
c. Tersedia fasilitas mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau hand
sanitizer;
d. Atur meja pelayanan antar petugas agar menjaga jarak aman 1 – 2 meter.
e. Ruang tempat pelayanan vaksinasi hanya untuk melayani orang sehat,
apabila tidak memungkinkan ruangan terpisah maka harus dilakukan dengan
waktu/jadwal yang terpisah;
f. Sediakan tempat duduk bagi sasaran untuk menunggu sebelum vaksinasi
dan 30 menit sesudah vaksinasi dengan jarak aman antar tempat duduk 1 – 2

9
meter. Atur agar tempat/ruang tunggu sasaran yang sudah dan sebelum
Vaksinasi terpisah. Jika memungkinkan tempat untuk menunggu 30 menit
sesudah vaksinasi di tempat terbuka.
2. Alur Pelayanan Vaksinasi COVID-19 Mekanisme/alur pelayanan baik di
puskesmas, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya maupun pos pelayanan
vaksinasi.
Tabel 1. Mekanisme Pelayanan Vaksinasi COVID-19 per Meja
Meja Pelayanan Keterangan Kegiatan Pelayanan
Meja 1 (petugas 1. Petugas memanggil sasaran
pendaftaran/verifikasi) penerima vaksinasi ke meja 1 sesuai
dengan nomor urutan kedatangan
2. Petugas memastikan sasaran
menunjukkan nomor tiket elektronik
(e-ticket) dan/atau KTP untuk
dilakukan verifikasi sesuai dengan
tanggal pelayanan vaksinasi yang
telah ditentukan.
3. Verifikasi data dilakukan dengan
menggunakan aplikasi Pcare
Vaksinasi (pada
komputer/laptop/HP) atau secara
manual yaitu dengan menggunakan
daftar data sasaran yang diperoleh
melalui aplikasi Pcare Vaksinasi
yang sudah disiapkan sebelum hari
H pelayanan (data sasaran pada
aplikasi Pcare diunduh kemudian
dicetak/print)
Meja 2 (petugas kesehatan) 1. Petugas kesehatan melakukan
anamnesa untuk melihat kondisi
kesehatan dan mengidentifikasi
kondisi penyerta (komorbid) serta

10
melakukan pemeriksaan fisik
sederhana. Pemeriksaan meliputi
suhu tubuh dan tekanan darah.
2. Vaksinasi COVID-19 tidak
diberikan pada sasaran yang
memiliki riwayat konfirmasi
COVID-19, wanita hamil,
menyusui, usia di bawah 18 tahun
dan beberapa kondisi komorbid
yang telah disebutkan dalam format
skrining (Tabel 8).
3. Data skrining tiap sasaran langsung
diinput ke aplikasi Pcare Vaksinasi
oleh petugas menggunakan
komputer/laptop/HP. Bila tidak
memungkinkan untuk menginput
data langsung ke dalam aplikasi
(misalnya akses internet tidak ada
atau sarana tidak tersedia), maka
hasil skrining dicatat di dalam
format skrining (Tabel 8) untuk
kemudian diinput ke dalam aplikasi
setelah tersedia koneksi internet.
4. Berdasarkan data yang dimasukkan
oleh petugas, aplikasi akan
mengeluarkan rekomendasi hasil
skrining berupa: sasaran layak
divaksinasi (lanjut), ditunda atau
tidak diberikan. Jika diputuskan
pelaksanaan vaksinasi harus
ditunda, maka petugas
menyampaikan kepada sasaran

11
bahwa akan ada notifikasi ulang
melalui sms blast atau melalui
aplikasi peduli lindungi untuk
melakukan registrasi ulang dan
menentukan jadwal pengganti
pelaksanaan vaksinasi.
5. Dilanjutkan dengan pengisian
keputusan hasil skrining oleh
Petugas di dalam aplikasi Pcare
Vaksinasi.
a. Ketika pada saat skrining
dideteksi ada penyakit tidak
menular atau dicurigai adanya
infeksi COVID-19 maka pasien
dirujuk ke Poli Umum untuk
mendapat pemeriksaan lebih
lanjut
b. Sasaran yang dinyatakan sehat
diminta untuk melanjutkan ke
Meja 3.
c. Petugas memberikan penjelasan
singkat tentang vaksin yang
akan diberikan, manfaat dan
reaksi simpang (KIPI) yang
mungkin akan terjadi dan upaya
penanganannya.
Meja 3 (vaksinator) 1. Sasaran duduk dalam posisi
yang nyaman
2. Untuk vaksin mutidosis petugas
menuliskan tanggal dan jam
dibukanya vial vaksin dengan
pulpen/spidol di label pada vial

12
vaksin
3. Petugas memberikan vaksinasi
secara intra muskular sesuai
prinsip penyuntikan aman
4. Petugas menuliskan nama
sasaran, NIK, nama vaksin dan
nomor batch vaksin pada sebuah
memo. Memo diberikan kepada
sasaran untuk diserahkan kepada
petugas di Meja 4.
5. Selesai penyuntikan, petugas
meminta dan mengarahkan
sasaran untuk ke Meja 4 dan
menunggu selama 30 menit
Meja 4 (petugas pencatatan) 1. Petugas menerima memo yang
diberikan oleh petugas Meja 3
2. Petugas memasukkan hasil
vaksinasi yaitu jenis vaksin dan
nomor batch vaksin yang diterima
masing-masing sasaran ke dalam
aplikasi Pcare Vaksinasi.
3. Bila tidak memungkinkan untuk
menginput data langsung ke dalam
aplikasi (misalnya akses internet
tidak ada atau sarana tidak
tersedia), maka hasil pelayanan
dicatat di dalam format pencatatan
manual (Tabel 10) yang sudah
disiapkan sebelum hari H pelayanan
untuk kemudian diinput ke dalam
aplikasi setelah tersedia koneksi
internet.

13
4. Petugas memberikan kartu
vaksinasi, manual (Gambar 8)
dan/atau elektronik, serta penanda
kepada sasaran yang telah
mendapat vaksinasi. Petugas dapat
mencetak kartu vaksinasi elektronik
melalui aplikasi Pcare Vaksinasi.
Kartu tersebut ditandatangi dan
diberi stempel lalu diberikan
kepada sasaran sebagai bukti bahwa
sasaran telah diberikan vaksinasi.
5. Petugas mempersilakan penerima
vaksinasi untuk menunggu selama
30 menit di ruang observasi dan
diberikan penyuluhan dan media
KIE tentang pencegahan COVID-
19 melalui 3M dan vaksinasi
COVID-19

2.2 Injeksi Intramuskular (IM)


A. Definisi
Injeksi Intramuskular (IM) Injeksi intramuskuler (IM) adalah pemberian
obat/ cairan dengan cara dimasukkan langsung ke dalam otot (muskulus). Pada
orang dewasa tempat yang paling sering digunakan untuk suntikan
intramuskular adalah seperempat bagian atas luar otot gluteus maximus,
sedangkan pada bayi, tempat penyuntikan dibatasi sebaiknya paling banyak 5
ml bila disuntikkan ke daerah gluteal dan 2 ml di daerah deltoid. Tujuanya
adalah agar absorsi obat dapat lebih cepat.
Injeksi intramuskuler ( IM ) adalah pemberian obat / cairan dengan cara
dimasukkan langsung ke dalam otot (muskulus). Lokasi penyuntikan dapat
dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi

14
berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid), paha
bagian depan (Rectus Femoris), daerah ventro gluteal (M. Gluteus Medius).
B. Tujuan Pemberian IM
1. Pemberian obat dengan intramuscular bertujuan agar absorpsi obat lebih
cepat disbanding dengan pemberian secara subcutan karena lebih banyaknya
suplai darah di otot tubuh .
2. Untuk memasukkan dalam jumlah yang lebih besar obat yang diberikan
melalui subcutan.
3. Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah atau mengurangi iritasi
obat. Namun bidan harus nerhati-hati dalam melakukan injeksi secara
intramuscular karena cara ini dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa
nyeri dan rasa takut pad pasien.
Rute intramuscular (IM) memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat
dari pada rute subcutan (SC), karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di
otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot dalam,
tetapi bila tidak hati-hati, ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh
darah. Perawat menggunakan jarum berukuran lebih panjang dan lebih besar
untuk melewati jaringan SC dan mempenetrasi jaringan otot dalam. Berat badan
mempengaruhi pemilihan ukuran jarum. Sudut insersi untuk injeksi IM ialah
90o (Perry, Potter, 2005).
Bidan harus mengkaji integritas otot sebelum memberikan injeksi. Otot
harus bebas dari nyeri tekan. Injeksi berulang di otot yang sama menyebabkan
timbulnya rasa tidak nyaman yang berat. Dengan meminta klien untuk rileks,
perawat dapat mempalpasi otot untuk menyingkirkan kemungkinan adanya lesi
yang mengeras. Umumnya, otot teraba lunak saat rileks dan padat saat
kontraksi. Bidan dapat meminimalkan rasa tidak nyaman selama injeksi dengan
membantunya mengambil posisi yang dapat mengurangi ketegangan otot
(Sumijatun, 2010).

C. Tempat Injeksi Intramuskular :


a. Otot Vastus Lateralis

15
Otot vastus lateralis yang tebal dan berkembang baik adalah
tempat injeksi yang dipilih untuk dewasa, anak-anak dan bayi. Otot
terletak dibagian lateral anterior paha dan pada orang dewasa
membentang sepanjang satu tangan di atas lutut sampai sepanjang satu
tangan di bawah trokanter femur. Sepertiga tengah otot merupakan
tempat terbaik injeksi. Lebar tempat injeksi membentang dari garis
tengah bagian atas paha sampai ke garis tengah sisi luar paha.
Posisi klien terlentang dengan lutut agak fleksi. Area ini
terletak antar sisi median anterior dan sisi midlateral paha. Otot vastus
lateralis biasanya tebal dan tumbuh secara baik pada orang deawasa
dan anak-anak. Bila melakukan injeksi pada bayi disarankan
menggunakan area ini karena pada area ini tidak terdapat serabut saraf
dan pemubuluh darah besar. Area injeksi disarankan pada 1/3 bagian
yang tengah. Area ini ditentukan dengan cara membagi area antara
trokanter mayor sampai dengan kondila femur lateral menjadi 3
bagian, lalu pilih area tengah untuk lokasi injeksi. Untuk melakukan
injeksi ini pasian dapat diatur miring atau duduk.
1) Pada orang dewasa m. vastus lateralis terletak pada sepertiga
tengah paha bagian luar. Pada bayi atau orang tua, kadang-
kadang kulit diatasnya perlu ditarik atau sedikit dicubit untuk
membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
2) Indikasi : - Bayi dan anak-anak
3) Dosis obat 1 – 4 ml (1 – 3 ml u/ bayi)
4) Langkah:
a) Posisikan os telentang atau duduk.
b) Temukan trochanter terbesar dan kondilus femur lateral.
Area suntik : 1/3 tengah dan aspek antero lateral paha.
c) Volume ideal antara 1 – 5 ml (untuk bayi 1 - 3 ml).

16
b. Otot Ventrogluteal
Otot ventrogluteal meliputi gluteus medius dan minimus.
Posisi klien berbaring miring, telentang, atau telentang dengan lutut
atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi. Area ini juga
disebut area von hoehstetter. Area ini paling banyak dipilih untuk
injeksi muscular karena pada area ini tidak terdapat pembuluh darah
dan saraf besar. Area ini ini jauh dari anus sehingga tidak atau kurang
terkontaminasi.
1) Indikasi : - Orang dewasa dan anak-anak
2) Dosis obat 1 – 3 cc, 20 – 23 gauge, 1 – ½ inch jarum.
3) Langkah :
a) Posisikan os telentang lateral
b) Letakan tangan kanan anda pada pinggul kiri pasien pada
trochanter mayor atau sebaliknya, posisikan jari telunjuk
sehingga menyentuh SIAS (Spina Iliaca Anterior Superior).
Kemudian gerakkan jari tengah anda sejauh mungkin
menjauhi jari telunjuk sepanjang crista iliaca. Maka jari
telunjuk dan jari tengah anda akan membentuk huruf V.
Suntikan jarum ditengah-tengah huruf V, maka jarum akan
menembus M.Gluteus Medius.
c) Volume suntikan ideal antara 1 – 4 ml

17
c. Otot Dorsogluteus
Otot orsogluteus merupakan tempat yang biasa digunakan
untuk injeksi IM. Insersi jarum yang tidak disengaja ke dalam saraf
siatik dapat menyebabkan paralisis permanen atau sebagian pada
tungkai yang bersangkutan. Pembuluh darah utama dan tulang juga
dekat tempat injeksi. Pada klien yang jaringannya kendur, tempat
injeksi sulit ditemukan.
Dalam melakukan injeksi dorsogluteal, perawat harus teliti dan
hati- hati sehingga injeksi tidak mengenai saraf skiatik dan pembuluh
darah. Lokasi ini dapat digunakan pada orang dewasa dan anak-anak
diatas usia 3 tahun, lokasi ini tidak boleh digunakan pada anak
dibawah 3 tahun karena kelompok usia ini otot dorsogluteal belum
berkembang. Salah satu cara menentukan lokasi dorsogluteal adalah
membagi area glutael menjadi kuadran-kuadran. Area glutael tidak
terbatas hanya pada bokong saja tetapi memanjang kearah Kristal
iliaka. Area injeksi dipilih pada kuadran area luar atas.
Perlu diingat :
1) Paling mudah dilakukan, namun angka terjadinya komplikasi
paling tinggi.
2) Hati-hati terhadap nervus sciatus dan arteri glutea superior.
3) Volume suntikan ideal adalah antara 2-4 ml.

18
4) Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut sedikit fleksi.
5) Indikasi : dosis 1 – 3 cc, (≤ 5 cc), 20 – 23 gauge, 1 – ½ inch
jarum, sudut 90⁰
6) KI: anak < 2 tahun atau os berbadan kurus

d. Otot Deltoid
Pada orang dewasa, bayi dan anak, otot deltoid belum
berkembang baik. Saraf radialis, ulnaris dan arteri brakialis terdapat di
dalam lengan atas di sepanjang humerus. Bidan jarang menggunakan
daerah deltoideus, kecuali tempat injeksi lain tidak dapat diakses
karena ada balutan, gips, atau obstruksi lain (Kozier, Barbara & Erb,
Glenora dkk, 2009).
Posisi klien duduk atau berbaring datar dengan lengan bawah
fleksi tetapi rileks menyilangi abdomen atau pangkuan. Area ini dapat
ditemukan pada lengan atas bagian luar. Area ini jarang digunakan
untuk injeksi intramuscular karena mempunyai resiko besar terhadap
bahaya tertusuknya pembuluh darah, mengenai tulang atau serabut
saraf. Cara sederhana untuk menentukan lokasi pada deltoid adalah
meletakkan dua jari secara vertical dibawah akromion dengan jari
yang atas diatas akromion. Lokasi injeksi adalah 3 jari dibawah
akromion.

19
1) Mudah dan dapat dilakukan pada berbagai posisi. Namun,
kekurangannya adalah area penyuntikan kecil, jumlah obat yang
ideal (antara 0,5 – 1 mm).
2) Jarum disuntikan kurang lebih 2,5 cm tepat dibawah tonjolan
akromion.
3) Organ penting yang mungkin terkena adalah arteri brachialis atau
nervus radialis. Hal ini terjadi apabila kita menyuntik terlalu jauh
kebawah.
4) Minta pasien untuk meletakkan tangan di pinggul, dengan
demikian tonus ototnya akan berada pada kondisi yang mudah
disuntik dan dapat mengurangi nyeri.

D. Prosedur melakukan injeksi IM :


1. Alat dan bahan:
a. Sarung tangan 1 pasang
b. Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan
c. Semprit dan Jarum steril 1 (21-23G dan panjang 1 – 1,5 inci untuk
dewasa; 25- 27 G dan panjang 1 inci untuk anak-anak)
d. Bak spuit 1
e. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
f. Perlak dan pengalas
g. Obat sesuai program terapi
h. Bengkok 1
i. Buku injeksi/daftar obat

20
2. Cara Kerja
a. Siapkan peralatan ke dekat pasien
b. Pasang sketsel atau tutup tirai untuk menjaga privasi pasien
c. Cuci tangan
d. Gunakan sarung tangan
e. Kaji adanya alergi
f. Mengidentifikasi pasien dengan prinsip 5 B (Benar obat, dosis,pasien,
cara pemberian dan waktu)
g. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan
h. Letakkan perlak dan pengalas dibawah daerah yang akan di injeksi
i. Posisikan pasien dan bebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian
pasien
j. Mematahkan ampula dengan kikir
k. Memakai handscoon dengan baik
l. Memasukkan obat kedalam spuit sesuai dengan advice dokter dengan
teknik septic dan aseptic
m. Menentukan daerah yang akan disuntik
1) Pada Daerah Lengan Atas (Deltoid)
2) Pada Daerah Dorsogluteal (Gluteus Maximus)
3) Pada Daerah Ventro Gluteal (M. Gluteus Medius)
4) Pada Daerah Paha Bagian Luar (Vastus Lateralis)
5) Pada Daerah Paha Bagian Depan (Rectus Femoris)
n. Memasang pengalas dibawah daerah yang akan disuntik
o. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan
injeksi.
p. Mengangkat kulit sedikit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri
(tangan yang tidak dominant)
q. Tusukkan jarum ke dalam otot dengan jarum dan kulit membentuk sudut
90o
r. Lakukan aspirasi yaitu tarik penghisap sedikit untuk memeriksa apakah
jarum sudah masuk kedalam pembuluh darah yang ditandai dengan darah
masuk ke dalam tabung spuit (saat aspirasi jika ada darah berarti jarum

21
mengenai pembuluh darah, maka cabut segera spuit dan ganti dengan
spuit dan obat yang baru). Jika tidak keluar darah maka masukkan obat
secara perlahan-lahan
s. Tarik jarum keluar setelah obat masuk (pada saat menarik jarum keluar
tekan bekas suntikan dengan kapas alcohol agar darah tidak keluar)
t. Lakukan masase pada tempat bekas suntikan (pada injeksi suntikan KB
maka daerah bekas injeksi tidak boleh dilakukan masase, karena akan
mempercepat reaksi obat, sehingga menurunkan efektifitas obat.
u. Rapikan pasien dan bereskan alat (spuit diisi dengan larutan chlorine
0,5% sebelum dibuang)
v. Lepaskan sarung tangan rendam dalam larutan chlorine
w. Cuci tangan. (Kozier, Barbara & Erb, Glenora dkk, 2009).
Note : Interaksi obat yaitu 10 - 20 menit

E. Indikasi dan Kontraindikasi IM


1. Indikasi:
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau
bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara
oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot
atau saras besar di bawahnya.
2. Kontraindikasi
Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf
besar di bawahnya.

F. Hal- hal yang Perlu Diperhatikan Saat Melakukan IM


Pemberian obat secara injeksi dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
maka kita harus memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Tempat injeksi.
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
4. Kondisi atau penyakit klien.
5. Obat yang tepat dan benar.

22
6. Dosis yang diberikan harus tepat.
7. Pasien yang tepat.
8. Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar.

G. Keuntungan dan Kerugian IM


1. Keuntungan:
a. Tidak diperlukan keahlian khusus
b. Dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak
c. Absorbsi cepat obat larut dalam air
2. Kerugian:
a. Rasa sakit
b. Tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah
c. Bioavibilitas berfariasi.
d. Obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan

H. Golongan Obat yang termasuk IM


Contoh Obat yang sering diinjeksikan dengan cara intramuskular /
IM adalah:
1. Metoclopramide
2. Codein
3. Suntikan KB
4. Vaksin
5. Suspensi Penisilin

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah


penularan penyakit dan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian
pada bayi dan balita. Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat
paling efektif dan efisien dalam mencegah beberapa penyakit berbahaya.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang efektif untuk
mencegah terjadinya penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi). Pelayanan vaksinasi COVID-19 harus menerapkan protokol
kesehatan, meliputi pengaturan ruangan, pengaturan waktu layanan dengan
mempertimbangkan jumlah sasaran maksimal per sesi serta ketersediaan
tenaga. Jadi Imunisasi ialah tindakan yang dengan sengaja memberikan
antigen atau bakteri dari suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun
dan menimbulkan kekebalan, sehingga hanya mengalami gejala ringan
apabila terpapar dengan penyakit tersebut.

3.2 Saran
Diharapkan bidan dapat memberikan vaksinasi dengan tepat sesuai
kebutuhan pasien. Pemerintah dapat mengupayakan keterlibatan masyarakat
untuk melakukan vaksinasi Covid 19 pada fasilitas terdekat serta
memberikan berbagai penyuluhan mengenai pentingnya vaksinasi dalam
mencegah penyakit di Posyandu atau Puskesmas.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Ai Yeyeh, Rukiyah. 2011. Asuhan Kebidanan I. CV. Trans Info Media: Jakarta
2. Abdullah. 2014. Kebutuhan dasar Manusia Untuk Keperawatan.Jakarta: Trans Info
Media.
3. Asmadi. 2009. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Manusia. Jakrta: Salemba
Medika.
4. Ganiswara, S. G. 2003. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : FKUI.
5. Haswita & Sulistyowati, R. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta. TIM
6. Kemenkes RI. 2015. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta : Kemenkes RI.
7. Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Nomor
Hk.02.02/4/ 1 /2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam
Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
8. Kuswanti, Ina .2014. Asuhan Kebidanan. Jogjakarta : Pustaka Pelajar
9. Mardianti, M., & Farida, Y. 2020. Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan
Status Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Desa Rengasdengklok Selatan Kabupaten
Karawang. Jurnal Kebidanan Indonesia, 11(1), 17-29.
10. Mufdlilah., Hidayat. A., Kharimaturrahmah, I. 2012. Konsep
Kebidanan.Yogyakarta: Nuha Medika.
11. Muslihatun, dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
12. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
13. Senewe, M. S., Rompas, S., & Lolong, J. 2017. Analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar di puskesmas
tongkaina kecamatan bunaken kota madya manado. Jurnal Keperawatan, 5(1).
14. Sigalingging, G. 201). Kebutuhan Dasar manusia. Jakarta: EGC.
15. Wagiran. 2015. Keterampilan Dasar.Jakarta: Trans Info Media.
16. Winotopradjoko, M; dkk. 2006. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: ISFI.

25

Anda mungkin juga menyukai