Anda di halaman 1dari 55

GAMBARAN PSIKOLOGIS MAHASISWA STIK MUHAMMADIYAH

PONTIANAK DALAM PEMBELAJARAN DARING SELAMA PANDEMI


COVID-19
Dosen Pengampu : Dr. Lidia Hastuti, APP.,M.Kes.

DISUSUN OLEH :
ALMADIAN AURA TITANIA
NIM. SR18212052

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat, menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul
“Peranan Penggunaan SAFIRE pada Pemeriksaan MSCT Abdomen”
Proposal ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan
Sarjana Terapan di Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Radiologi Pencitraan
Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang
tahun 2021. Pada Kesempatan in penulis ingin berterimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Marsum BE, S.Pd, MHP, Direktur Poltekkes Kemenkes Semarang
2. Ibu Fatimah SST., M.Kes, Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Poltekkes Kementerian Kesehatan Semarang.
3. Ibu Dartini, SKM M.Kes., Ketua Program Studi Sarjana Terapan Teknologi
Radiologi Pencitraan Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes
Kementerian Kesehatan Semarang.
4. Ibu Dwi Rochmayanti S. ST, M. Eng selaku Pembimbing 1 dalam penulisan
proposal skripsi
5. Bapak Ardi Susilo Wibowo ST., M.Si selaku Pembimbing 2 dalam penulisan
proposal skripsi
6. Bapak dan ibu dosen pengajar serta staf Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Poltekkes Kementerian Kesehatan Semarang.
7. Ibu, bapak dan keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan, semangat dan
doa dengan tulus.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga proposal
skripsi ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan pembaca.

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN........................................................iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI...........................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii

DAFTAR TABEL.................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................4

C. Tujuan...............................................................................................................4

D. Manfaat.............................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

A. Anatomi Abdomen............................................................................................6

B. Multi Slice Computed Tomography (MSCT Scan)........................................10

C. Kualitas Gambar.............................................................................................16

D. Dosis Radiasi...................................................................................................19

E. Konsep Rekontruksi Algoritma......................................................................21

F. Rekonstruksi Filtered Back Projection...........................................................23

G. SAFIRE (Sinogram-Affirmed Iterative Reconstruction).................................24

H. Teknik Pemeriksaan MSCT Abdomen...........................................................27

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................31

A. Desain Penelitian.............................................................................................31
B. Sumber Data....................................................................................................31

C. Kata Kunci dan Strategi Pencarian.................................................................31

D. Kriteria Seleksi Penelitian...............................................................................32

E. Sintesis Penelitian...........................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada awal tahun 2020, wabah virus Covid-19 mengguncang dunia. Virus ini
menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi semua orang di semua Negara dan
wilayah di dunia. COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) adalah penyebutan untuk
infeksi virus corona dan pertama kali terdeteksi pada akhir desember 2019 di Wuhan,
China . Virus ini dapat menyebar dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir
semua negara, termasuk Negara Indonesia, dan hanya terjadi dalam waktu yang
singkat. Hal tersebut menyebabkan beberapa negara yang terjangkit virus ini
mengambil kebijakan sebagai upaya untuk mencegah dan mengehentikan penularan
infeksi virus corona, salah satunya adalah dengan memberlakukan lockdown. Di
Indonesia sendiri, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah
diterapkan untuk menekan penyebaran virus ini (WHO,2020).

Data yang didapatkan pada tanggal 30 April 2020, telah terkonfirmasi bahwa
Covid-19 terjadi pada 3.096.686 orang dengan kasus baru 72.955 di seluruh wilayah
dunia, dan angka kematian sekitar 9.859, sehingga sebanyak 223.198 orang
merupakan total jumlah kematian karena Covid-19. Jika dibandingkan dengan data 28
April 2020 angka tersebut jauh lebih meningkat, dimana jumlah penderita Covid-19
sebanyak 2.957.350 orang dengan total jumlah kematian 207.961 orang (WHO,
2020). Penularan Covid-19 ditandai dengan adanya gejala demam, sakit tenggorokan,
batuk, sesak nafas, dan ada beberapa individu yang positif terkena Covid-19 tanpa
gejala (Kemenkes RI, 2020). Penatalaksanaan Covid-19 saat ini bersifat dukungan,
dan penyebab utama terjadinya mortalitas adalah gagalnya pernafasan (Mehta,
McAuley, Brown, Sanchez, Tattersall, & Manson, 2020).
Berdasarkan hal tersebut, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
( Kemdikbud) mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor
36962/MPK.A/HK/2020 menyatakan agar seluruh kegiatan belajar mengajar baik di
sekolah maupun kampus perguruan tinggi menggunakan metoda daring atau online
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perkembangan dan penyebaran
Coronavirus disease (Covid-19). Pembelajaran daring adalah kegiatan pembelajaran
seperti menyampaikan materi tetapi dengan memanfaatkan jaringan internet, sebagai
metode berinteraksi dalam pembelajaran (Mustofa dkk., 2019).

Pembelajaran online dapat dilakukan melalui komputer, laptop atau


smartphone yang terkoneksi dengan jaringan internet. Dengan adanya fasilitas
tersebut dosen dan mahasiswa dapat menggunakan beberapa platform seperti
Whatspp, Telegram, Zoom, Meet, dan Google classroom untuk belajar secara
bersamaan (Fitriah, 2020). Awalnya pembelajaran online mendapat respon positif
dari beberapa mahasiswa, namun seiring berjalannya proses pembelajaran,
mahasiswa mengalami beberapa kesulitan. Kesulitan tersebut antara lain, kurangnya
sinyal yang mendukung, kurangnya paket internet bagi sebagian mahasiswa,
gangguan saat belajar dirumah, mahasiswa menjadi kurang focus pada pembelajaran
tanpa adanya interaksi langsung dengan dosen atau mahasiswa lain, kesulitan dalam
memahami materi yang disampaikan, dan kurangnya kemampuan dosen dalam
mempersiapkan bahan pembelajaran (Gunadha & Rahmayunita, 2020; Utami et al.,
2020). Selain itu, kendala lain yang terjadi dalam pembelajaran online adalah
banyaknya tugas yang diberikan tetapi dengan batas pengumpulan waktu yang
singkat (Kompas, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Agus menyebutkan bahwa dosen memberikan


tugas lebih daripada pembelajaran di kelas, menurut hasil penelitiannya 47%
responden sepakat bahwa dosen banyak memberikan tugas (Watnaya et al., 2020).
Beban belajar/tugas belajar online yang berlebihan, dan waktu yang singkat untuk
mengerjakan dapat mengakibatkan stres pada peserta didik (Ph et al., 2020)
(Angraini, 2018). Ciri- ciri stress adalah adanya gejala fisik, emosional, intelektual
dan interpersonal. Kesulitan tidur, mudah lelah, sering merasa lelah, otot tegang ,
bahkan diare merupakan gejala fisik dari stres (Nurmaliyah, 2014).

Sumber stres akademik meliputi : situasi yang monoton, kebisingan, tugas yang
berlebihan, harapan yang mengada-ngada, ketidakjelasan, kurangnya kontrol, situasi
bahaya dan kritis, tidak dihargai, diabaikan, kesempatan yang hilang, peraturan yang
menyebabkan kebingungan, permasalahan kebutuhan, dan batas akhir waktu tugas
perkuliahan (Davidson, 2001 dalam Purwati, S. 2012).

Tingkat stres sedang hingga berat dapat menghambat pembelajaran.


Peningkatan tekanan belajar akan menurunkan kemampuan belajar yang sehingga
mempengaruhi indeks prestasi mahasiswa (Goff, A., M., 2011). Penelitian Agus
menjelaskan bahwa dengan menerapkan sistem pembelajaran online, dapat
mengakibatkan mahasiswa mengalami gangguan mental, stress, dan tidak dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan benar (Watnaya et al., 2020).
Penelitian lain juga menjelaskan bahwa pandemi covid-19 menimbulkan masalah
psikologis pada mahasiswa, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 0,9%
mahasiswaa mengalami kecemasan berat, 2,7% kecemasan sedang dan 21,3%
kecemasan ringan (Cao et al., 2020).

Dalam kasus dimana sumber kecemasan yang sebenarnya tidak dapat


ditentukan. Kecemasan dapat berupa perasaan khawatir, sedih, perasaan tidak enak,
tidak pasti atau perasaan sangat takut karena adanya ancaman atau rasa terancam
(Nasir, Abdul., Abdul Muhith, 2011). Kecemasan dapat mempengaruhi hasil belajar
mahasiswa, karena kecemasan dapat menyebabkan kebingungan dan gangguan
persepsi. Gangguan ini dapat mengganggu pembelajaran dengan mengurangi tingkat
konsentrasi, menurunkan proses daya ingat, dan mengganggu kemampuan untuk
menghubungkan sesuatu dengan hal yang lain (Kaplan dan Saddock, 2005). Hasil
penelitian Cao, Fang, Hou, Han, Xu, Dong, & Zheng, (2020) pada 7.143 mahasiswa
menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengalami ansietas berat sebesar 0,9% ,
mahasiswa dengan kecemasan sedang sebesar 2,7%, dan mahasiswa yang mengalami
kecemasan ringan sebesar 21,3%.

Masalah yang dialami mahasiswa, dapat mengakibatkan masalah yang lebih


serius jika tidak segera ditangani seperti terjadinya depresi. Depresi dapat
menyebabkan turunnya gairah, semangat, aktivitas dan produktivitas kerja ,
menurunkan tingkat konsentrasi dan daya pikir. Tanda klinis psikomotor tersebut bisa
mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa yang sedang aktif dalam proses
pembelajaran (Setyonegoro, 1991). Dari hasil penelitian Maia, Berta Rodrigues,
Paulo César (2020) menunjukkan adanya perbedaan kondisi psikologis pada
mahasiswa pada saat periode pandemic dan pada saat masa-masa normal. Dari hasil
evaluasi psikologis mahasiswa selama periode pandemi menunjukkan tingginya
tingkat kecemasan, stress, dan depresi dibandingkan dengan kondisi psikologis
mahasiswa pada masa normal. Dapat disimpulkan bahwa efek psikologis negative
terjadi pada mahasiswa di masa pandemic.

Dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang


bertujuan untuk mengetahui bagaimana Gambaran Psikologis Mahasiswa dalam
pembelajaran pada masa Pandemic Covid-19. Penelitian ini penting dilakukan karena
gangguan psikologis seperti depresi, stress, dan kecemasan akademik dapat
menganggu aktivitas belajar mahasiswa dan akan mempengaruhi hasil belajar
mahasiswa, sehingga sebagai pencegahan untuk terjadinya hal tersebut dapat
dilakukan dengan menemukan informasi atau solusi terkait tindak lanjut dari
pembelajaran daring

B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran psikologis mahasiswa dalam proses pembelajaran selama masa
pandemic Covid-19
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran psikologis mahasiswa dalam pembelajaran
selama masa pandemic Covid-19

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat digunakan
untuk mengembangkan dan memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan,
menambah wawasan peneliti, dan memberikan wacana baru bagi peneliti tentang
Gambaran psikologis Mahasiswa dalam proses pembelajaran selama Pandemi
COVID-19.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti selanjutnya
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai tambahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti dalam
bidang psikologi secara klinis mengenai Gambaran Psikologis Mahasiswa dalam
proses pembelajaran selama Pandemi COVID-19.

b. Bagi Tenaga pengajar


Bermanfaat bagi tenaga pengajar agar lebih mengetahui gambaran umum
tentang gambaran psikologi pada mahasiswa dalam proses pembelajaran selama masa
pandemic COVID-19 dan dapat menindaklanjuti dengan cara mengevaluasi keadaan
psikologis pada mahasiswa/i secara berkala.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Psikologis

1. Definisi
Psikologis berasal bahasa Yunani terdiri dari kata Psyche atau
psikis yang artinya jiwa dan logos yang berarti ilmu, jadi secara harfiah,
psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang ilmu-ilmu
kejiwaan. Namun karena jiwa itu abstrak dan tidak dapat dikaji secara
empiris, maka kajiannya bergeser pada gejala-gejala jiwa atau tingkah
laku manusia, oleh karena itu yang dikaji adalah gejala jiwa atau tingkah
laku (Sandra, 2012).

Menurut Walgito psikologis adalah ilmu tentang perilaku atau


aktivitas-aktivitas individu. Perilaku atau aktivitas - aktivitas tersebut
dalam pengertian luas yaitu perilaku yang tampak atau perilaku yang tidak
tampak, demikian juga dengan aktivitas-aktivitas tersebut di samping
aktivitas motorik juga termasuk aktivitas emosional. (Hakim, 2013).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa psikologis


adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku atau tingkah laku manusia.

2. Jenis- jenis gangguan psikologis

a. Kecemasan (Anxiety)

1) Pengertian
Kecemasan dalam bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari
bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang
berarti mencekik. Gangguan cemas adalah gangguan alam perasaan
(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran
yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam
menilai realitas (Reality Testing Ability/ RTA masih baik), kepribadian
masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of
personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas
normal (Hawari, 2006). Kecemasan juga merupakan respon terhadap
situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang
terjadi yang disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru,
serta dalam menemukan identitas diri dan hidup (Kaplan & Sadock,
2014).

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai


ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak
menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010:104).
Definisi yang paling menekankan mengenai kecemasan dipaparkan
juga oleh Jeffrey S. Nevid, dkk (2005: 163) “kecemasan adalah suatu
keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis,
perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi”. Senada dengan pendapat
sebelumnya, Gail W. Stuart (2006: 144) memaparkan “ansietas/
kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya”.

Dari berbagai pengertian kecemasana (anxiety) yang telah


dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan
gelisah karena keadaan yang mengancam seseorang yang disertai rasa
tidak nyaman dan khawatir akan sesuatu yang tidak jelas sehingga
menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya untuk mengatasi suatu
masalah.

2) Klasifikasi
Klasifikasi Tingkat Kecemasan Empat tingkat kecemasan
berdasarkan Videbeck (2011) menunjukkan masing-masing perubahan
secara psikologis dan fisiologis yang dijabarkan sebagai berikut:

a) Mild Anxiety (Kecemasan Ringan)


Kecemasan yang terjadi akibat kejadian dalam sehari-hari
dimana seseorang akan merasa waspada dan stimulasi
sensorik akan meningkat. Seseorang menjadi lebih peka
dalam melihat, mendengar, dan merasakan. Kecemasan
ringan sering memotivasi orang untuk melakukan
perubahan atau melakukan kegiatan untuk mencapai
tujuan. Manifestasi klinis yang muncul adalah iritabel,
peningkatan motivasi, efektif pemecahan masalah dan
peningkatan kemampuan belajar. Secara fisik muncul
kegelisahan, kesulitan tidur, dan hipersensitif terhadap
keributan.
b) Moderate Anxiety (Kecemasan Sedang)
Pada tingkat ini seseorang akan lebih fokus terhadap
urusan yang akan dilakukan termasuk mempersempit
pandangan perseptual sehingga apa yang dilihat,
didengar, dan dirasakan menjadi lebih sempit. Jadi lebih
fokus terhadap sumber kecemasan yang dihadapi namun
masih bisa melakukan hal lain. Manifestasi klinis yang
muncul adalah denyut jantung, pernapasan, ketegangan
otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi,
kemampuan konsentrasi menurun, mulut kering, sakit
kepala, dan sering buang air kecil.
c) Severe Anxiety (Kecemasan Berat)
Ditandai dengan pengurangan signifikan terhadap
pandangan konseptual dimana seseorang akan menjadi
fokus pada sumber kecemasan yang dirasakan dan tidak
berpikir lagi tentang hal lain. Manifestasi klinis yang
muncul adalah merasa ketakutan, berteriak, perilaku
ritualistik, sakit kepala berat, mual, muntah, diare,
gemetar, kaku, pucat, takikardi, dan nyeri dada. Semua
perilaku yang muncul bertujuan untuk mengurangi
kecemasan.
d) Panik
Panik ditandai dengan bidang persepsi semakin sempit
dan tidak bisa memproses rangsangan lingkungan
sehingga mengalami kehilangan kendali terhadap dirinya
yang mungkin tidak mampu berpikir rasional.
Manifestasi klinis yang muncul tidak dapat ditentukan
batas waktunya namun dapat berlangsung selama 5-30
menit dengan gejala susah bernapas, dilatasi pupil,
palpitasi, pucat, pembicaraan inkoheren, berteriak,
menjerit, bahkan mengalami halusinasi dan delusi serta
keinginan bunuh diri.

3) Tanda dan Gejala


Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena
adanya ancaman terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong
normal kadang kala mengalami kecemasan yang menampak, sehingga
dapat disaksikan pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik
maupun mental. Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang
mengalami gangguan mental. Lebih jelas lagi bagi individu yang
mengidap penyakit mental yang parah. Gejala-gejala yang bersifat fisik
diantaranya adalah : jari tangan dingin, detak jantung makin cepat,
berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur tidak
nyenyak, dada sesak.Gejala yang bersifat mental adalah : ketakutan
merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak
tenteram, ingin lari dari kenyataan (Siti Sundari, 2004:62).

Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya


perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas
dantidak menyenangkan. Gejala-gejala kecemasan yang muncul dapat
berbeda pada masing-masing orang. Kaplan, Sadock, & Grebb (Fitri
Fauziah & Julianti Widury, 2007:74) menyebutkan bahwa takut dan
cemas merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya
suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat ancaman yang jelas atau
nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak menimbulkan konflik bagi
individu. Sedangkan kecemasan muncul jika bahaya berasal dari dalam
diri, tidak jelas, atau menyebabkan konflik bagi individu.

Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam


kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata
atau keadaan yang benar-benar ada. Kholil Lur Rochman, (2010:103)
mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain :

a) Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap


kejadian menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut
merupakan bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak
jelas.
b) Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka
marah dan sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak,
sangat irritable, akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.
c) Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion
of persecution (delusi yang dikejar-kejar).
d) Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat
lelah, banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.
e) Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan
tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.

Nevid Jeffrey S, Spencer A, & Greene Beverly (2005:164)


mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala,
diantaranya yaitu :

a) Gejala fisik dari kecemasan yaitu : kegelisahan, anggota tubuh


bergetar, banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak
kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah atau
tersinggung.
b) Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : berperilaku menghindar,
terguncang, melekat dan dependen
c) Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : khawatir tentang sesuatu,
perasaan terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi
dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan
segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi
masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit
berkonsentrasi.

4) Faktor-faktor Penyebab Kecemasan


Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan
sebagian besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang.
Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya
serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003:11) ada beberapa
faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :

a) Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi
cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal
ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak
menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun
dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman
terhadap lingkungannya.

b) Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu


menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam
hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah
atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.

c) Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan


dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat
dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan
sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-
kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan
ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010:167) mengemukakan


beberapa penyebab dari kecemasan yaitu :

a) Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang


mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa
takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran
b) Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan
hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.
Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan
mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
c) Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa
bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan
tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai
dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan
kepribadian penderitanya. Kecemasan hadir karena adanya suatu
emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir karena
lingkungan yang menyertainya, baiklingkungan keluarga,
sekolah, maupun penyebabnya.

Dalam (Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan bahwa faktor


faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah :
a) Faktor fisik
Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu
sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.
b) Trauma atau konflik
Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada
kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman
emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu
akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.
c) Lingkungan awal yang tidak baik.
Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat
mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut
kurang baik maka akan menghalangi pembentukan
kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.

5) Kecemasan pada Mahasiswa


Secara umum, mahasiswa sangat rentan untuk mengalami
gangguan mental. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh National
Alliance on Mental Illnes (NAMI) bahwa 73 persen mahasiswa pernah
mengalami gangguan mental dari total 765 responden mahasiswa dari
seluruh dunia (NAMI, 2012). Gangguan kecemasan adalah salah satu
masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi universitas-
universitas Amerika. Di Amerika Serikat, 40 juta remaja menderita
gangguan kecemasan (gangguan kecemasan), dan 75% di antaranya
menderita gangguan kecemasan pada usia 22 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa beban mahasiswa yang terlalu berat akan menimbulkan kecemasan
yang diikuti dengan penyakit lainnya (ADAA, 2011). Tingkat kecemasan
dibedakan berdasarkan lamanya waktu belajar, kecemasannya juga
berbeda-beda. Subjek pada tahun pertama penelitian memiliki rasa
kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek lainnya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Coleman bahwa derajat kecemasan bergantung pada
pengalamannya, yang mempengaruhi cara individu menilai kondisi yang
menyebabkan kecemasan. Mahasiswa dengan masa studi yang lebih lama
lebih tahan terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya, karena memiliki
banyak pengalaman-pengalaman untuk menghadapi masalah dalam
perkuliahan dibandingkan dengan mahasiswa masa studi tahun pertama
(Zulkarnain dan Noviadi, 2009).

b. Stress

1) Pengertian
Stress adalah suatu reaksi terhadap setiap tuntutan yang
melibatkan fisik dan psikis sehingga menyebabkan ketegangan dan
mengganggu stabilitas kehidupan sehari - hari (Priyoto, 2014). Stres
merupakan respon tubuh terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga
dapat menjadi sistem pertahanan diri yang dapat melindungi dirinya
sendiri (Nasir & Munith 2011). Stres adalah suatu keadaan atau
keadaan fisik yang terganggu akibat stres psikis, biasanya stres
berkaitan dengan penyakit jiwa. Namun hal tersebut lebih disebabkan
oleh masalah psikologis seseorang yang berujung pada penyakit fisik
yang dapat disebabkan oleh kelemahan dan daya tahan tubuh yang
rendah dalam kondisi stres (Mumpuni, Y, & Wulandari, A, 2010).

Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh interaksi


antara individu dengan lingkungannya, stres ini menyebabkan orang
mempersepsikan jarak antara kebutuhan, dan jarak antar kebutuhan
bersumber dari sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang. Stres
juga dianggap sebagai tekanan dari luar, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan (Legiran, Azis dan Bellinawati, 2015).

2) Penyebab Stres
Kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor
(Umar, 2005). Stressor adalah suatu peristiwa, situasi individu, atau
objek yang dapat menimbulkan stres dan reaksi terhadap stres. Ada
beberapa bentuk stressor antara lain stressor psikologis (misalnya,
krisis, 11 frustasi, konflik dan tekanan) dan stressor bio ekologis
(misalnya, suara/bising yang menggangu, polusi udara, suhu terlalu
panas/dingin, ketidakcukupan gizi) (Dermawan, 2008). Stres
akademik merupakan salah satu penyebab terjadinya stres pada
mahasiswa semester akhir. Penyebab stress akademik merupakan hal
yang normal terjadi karena merupakan bagian perkembangan diri
seperti menyesuaikan diri dengan tatanan sosial baru, mendapatkan
peran dan tanggungjawab baru sebagai mahasiswa, mempunyai beban
belajar dan konsep-konsep pendidikan yang berbeda dengan masa
sekolah sebelumnya, kegiatan/beban akademik, masalah keuangan,
kurangnya kemampuan mengelola waktu, harapan terhadap
pencapaian akademik, perubahan gaya hidup dan perkembangan
konsep diri. Beban akademik yang dimaksud adalah pekerjaan rumah
(penugasan) yang sangat banyak, atau tidak jelas, hubungan dengan
staf akademik dan tekanan waktu untuk menyelesaikan tugas atau
pendidikan (Rakhmawati, Farida & Nurhalimah, 2014). Stresor adalah
stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan (Ardhiyanti,
Pitriani & Darmayanti, 2014). Penyebab stres yang terjadi pada
mahasiswa tingkat akhir selama menjalani perkuliahan adalah tuntutan
akademik, penilaian sosial, manajemen waktu serta persepsi individu
terhadap waktu penyelesaian tugas, dedline tugas perkuliahan dngan
waktu yang ditentukan, kondisi perbedaan bahasa yang digunakan, dan
biaya perkuliahan (Kausar, 2010).

3) Tingkat Stres
Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu
karena tekanan yang didapat secara mental maupun fisik. Tingkat stres
yaitu hasil penilaian derajat stres yang dialami individu. Tingkat stres
dapat digolongkan menjadi stres normal, stres ringan, stres sedang dan
stres berat (Mardiana & Zelfino, 2014).

a) Stres Normal
Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian
alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi: kelelahan setelah
mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan detak jantung
berdetak lebih keras ketika melakukan bimbingan skipsi maupun
ketika akan melakukan persentasi. Stres normal alamiah dan menjadi
penting, karena setiap mahasiswa pasti pernah mengalami stres
bahkan, sejak dalam kandungan (Purwati, 2012).

b) Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur,
umumnya dirasakan oleh setiap mahasiswa misalnya: lupa,
kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik atau revisi skripsi yang
menumpuk. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit
atau beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan bahaya
(Rachmadi, 2014).

c) Stres Sedang
Stres sedang berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai
beberapa hari. Misalnya masalah perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan dengan teman atau pacar (Potter & Perry, 2010). Fase ini
ditandai dengan kewaspadaan, fokus pada indera penglihatan dan
pendengaran, peningkatan ketegangan dalam batas toleransi, dan tidak
mampu mengatasi situasi yang dapat mempengaruhi dirinya (Suzanne
& Brenda, 2008).

d) Stres Berat
Situasi Stres yang terjadi beberapa minggu sampai tahun. Semakin
sering dan lama situasi stress, semakin tinggi resiko kesehatan yang
ditimbulkan (Mardiana & Zelfino, 2014). Stres berat seperti
perselisihan dengan dosen atau teman secara terus-menerus, kesulitan
finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang.
Makin sering dan lama situasi stres, makin tinggi risiko stres yang
ditimbulkan. Stressor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain merasa
tidak dapat merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk
melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan
di masa depan, sedih dan tertekan, putus asa, kehilangan minat akan
segala hal, merasa tidak berharga sebagai seorang manusia, berpikir
bahwa hidup tidak bermanfaat. Semakin meningkat stres yang dialami
mahasiswa tingkat akhir secara bertahap maka akan menurunkan
energi dan respon adaptif (Purwati, 2012).
4) Jenis Stres
a) Distress
Distress (stres negatif) yaitu stres individu yang tidak mampu
mengatasi keadaan emosinya sehingga akan mudah tersearah distress.
Distress memiliki arti rusak dan merugikan. Ciri-ciri individu yang
mengalami distress adalah mudah marah, sulit berkonsentrasi, cepat
tersinggung, bingung, pelupa, pemurung, penurunan akademik dan
kesulitan mengambil keputusan (Rachmadi, 2014). Terjadinya gangguan
penyesuaian (distress) dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan psikis
dan fisik (psikosomatik) sehingga seseorang tidak lagi mampu
menjalankan fungsinya secara optimal secara psikis dan fisik. Gangguan
tersebut dapat berupa gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan
pola makan dan gangguan emosi. Jika kondisi ini terjadi pada mahasiswa
tentu akan menghambat proses pendidikannya. Selain itu, secara timbal
balik, proses pendidikan juga merupakan salah satu penyebab stres
(stressor) bagi mahasiswa tingkat akhir karena proses pendidikan
merupakan stresor yang lebih bagi individu. Jika mahasiswa tingkat akhir
mengalami distress akan terjadi hubungan timbal-balik yang terus akan
mepengaruhi proses belajarnya (Hardisman & Pertiwi, 2014).

b) Eustress
Eustress (stres positif) yaitu stres baik atau stres yang tidak
mengganggu individu dan memberikan perasaan senang dan bersemangat.
Eustress adalah respon terhadap stres yang bersifat positif, sehat dan
konstruktif (membangun) (Rachmadi, 2014). Eustress merupakan energi
motivasi, seperi kesenangan, pengharapan, dan gerakan yang bertujuan.
Eustress dikatakan juga sebagai stres yang membangun kesehatan namun,
ide srtres yang sehat bersifat kontroversial karena sulit untuk dikatakan
apakah individu telah diuntungkan karena stres atau beradaptasi dengan
penyangkalan stres (Potter & Perry, 2010).
5) Faktor- factor yang menyebabkan stress
Wahjono, Senot Imam (2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan stres antara lain :
a) Faktor Lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi perancangan struktur
organisasi, ketidakpastian juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan
para karyawan dalam sebuah organisasi. Bentuk_bentuk ketidakpastian
lingkungan ini antara lain ketidakpastian ekonomi berpengaruh
terhadap seberapa besar pendapatan yang diterima oleh karyawan
maupun reward yang diterima karyawan, ketidakpastian politik
berpengaruh terhadap keadaan dan kelancaran organisasi yang
dijalankan, ketidakpastian teknologi berpengaruh terhadap kemajuan
suatu organisasi dalam penggunaan teknologinya, dan ketidakpastian
keamanan berpengaruh terhadap posisi dan peran organisasinya.
b) Faktor Organisasi
Beberapa faktor organisasi yang menjadi potensi sumber stres antara
lain:
i.Tuntutan tugas dalam hal desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan
tata letak kerja fisik.
ii.Tuntutan peran yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan
pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan
dalam sebuah organisasi termasuk beban kerja yang diterima seorang
individu.
iii. Tuntutan antar-pribadi, yang merupakan tekanan yang diciptakan oleh
karyawan lain seperti kurangnya dukungan sosial dan buruknya
hubungan antar pribadi para karyawan.
iv. Struktur organisasi yang menentukan tingkat diferensiase dalam
organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan di mana keputusan di
ambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi individu
dalam pengambilan keputusan merupakan potensi sumber stres.
v.Kepemimpinan organisasi yang terkait dengan gaya kepemimpinan
atau manajerial dan eksekutif senior organisasi. Gaya kepemimpinan
tertentu dapat menciptakan budaya yang menjadi potensi sumber stres.

c. Faktor Individu
Faktor individu menyangkut dengan faktor-faktor dalam kehidupan
pribadi individu. Faktor tersebut antara lain persoalan keluarga,
masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik kepribadian bawaan.
Menurut Robbins (2006) Setiap individu memiliki tingkat stres yang
berbeda meskipun diasumsikan berada dalam faktor-faktor pendorong
stres yang sama. Perbedaan individu dapat menentukan tingkat stress
yang ada. Secara teoritis faktor perbedaan individu ini dapat
dimasukkan sebagai variable intervening. Ada lima yang dapat
menjadi variabel atau indikator yang dapat digunakan dalam mengukur
kemampuan individu dalam menghadapi stres yaitu pengalaman kerja
merupakan pengalaman seorang individu dalam suatu pekerjaan dan
pendidikan yang ditekuninya, dukungan sosial merupakan dukungan
atau dorongan dari dalam diri sendiri maupun orang lain untuk
menghadapi masalah-masalah yang dialaminya termasuk bagaimana
motivasi dari dalam diri individu maupun dari luar individu, ruang
(locus) kendali merupakan cara bagi seorang individu mengendalikan
diri untuk menghadapi masalah yang ada, keefektifan dan tingkat
kepribadian orang dalam menyingkapi permusuhan dan kemarahan.

6) Dampak Stres
Stres pada dosis yang kecil dapat berdampak positif bagi individu. Hal
ini dapat memotivasi dan memberikan semangat untuk menghadapi
tantangan. Sedangkan stres pada level yang tinggi dapat menyebabkan
depresi, penyakit kardiovaskuler, penurunan respon imun, dan kanker
(Jenita DT Donsu, 2017).

Menurut Priyono (2014) dampak stres dibedakan dalam tiga kategori,


yaitu :
a) Dampak fisiologik
i.Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu system
tertentu
Muscle myopathy : otot tertentu mengencang/melemah, Tekanan darah
naik : kerusakan jantung dan arteri, Sistem pencernaan : mag, diare.
ii.Gangguan system reproduksi
Amenorrhea : tertahannya menstruasi, Kegagalan ovulasi ada wanita,
impoten pada pria, kurang produksi semen pada pria, Kehilangan
gairah sex.
iii.Gangguan lainnya, seperti pening (migrane), tegang otot, rasa bosan,
dll.

b) Dampak psikologik
i.Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merpakan tanda pertama dan
punya peran sentral bagi terjadinya burn-out.
ii.Kewalahan/keletihan emosi.
iii.Pencapaian pribadi menurun, sehingga berakibat menurunnya rasa
kompeten dan rasa sukses.

c) Dampak perilaku
i.Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun dan sering
terjadi tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat.
ii.Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan
mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.
iii.Stres yang berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif
mengikuti kegiatan pembelajaran.

7) Stress pada mahasiswa


Penelitian yang dilakukan oleh Harahap dkk pada jurnal “Analisis
Tingkat Stres Akademik Pada Mahasiswa Selama Pembelajaran Jarak Jauh
Dimasa Covid-19” menunjukkan berdasarkan analisis data, diperoleh hasil
bahwa secara ratarata mahasiswa mengalami stres dalam kategori sedang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif. Sampel
berjumlah 300 mahasiswa. Data dianalisis menggunakan rumus deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan Skala berjenis Likert yang telah
diuji validitas dan reliabilitasnya (Harahap dkk, 2020) Penelitian yang
dilakukan oleh Livana dkk pada jurnal “Tugas Pembelajaran” Penyebab Stres
Mahasiswa Selama Pandemi Covid-19” menunjukkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa “Tugas pembelajaran” merupakan faktor utama
penyebab stres mahasiswa selama pandemi Covid-19. Penelitian ini adalah
gabungan kualitatif dengan desain fenomenologi dan kuantitatif dengan
desain deskriptif analitik. Penelitian ini melibatkan 1.129 mahasiswa dari
beberapa provinsi di Indonesia. Data diambail menggunakan kuesioner berupa
pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pengumpulan data menggunakan
teknik total sampling. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode
Colaizzi dan distribusi frekuensi. Hasil analisis menunjukkan beberapa tema
dan hasil distribusinya yaitu “”Tugas pembelajaran”” (70,29%), “”Bosan
dirumah aja” (57,8%), “:Proses pembelajaran daring/online yang mulai
membosankan” (55,8%), “”Tidak dapat bertemu dengan orang-orang yang
disayangi”” (40,2%), "Tidak dapat mengikuti pembelajaran online karena
keterbatasan sinyal”” (37,4%), “”Tidak dapat melaksanakan hobi seperti
biasanya” (35,8%), “Tidak dapat mengaplikasikan pembelajaran praktek
laboratorium karena ketidaktersediaan alat“ (Livana dkk, 2020) .
Penelitian yang dilakukan oleh Citra dkk pada jurnal “Pengaruh Stres
Akademik Terhadap Academic Help Seeking Pada Mahasiswa Psikologi
Unlam Dengan Indeks Prestasi Kumulatif Rendah” menunjukkan Berdasarkan
hasil penelitian tersebut maka dapat ditarik kesimpulanbahwa semakin tinggi
stres akademik, maka akan semakin rendah academic help seeking.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Stres Akademik terhadap
Academic Help Seeking pada Mahasiswa Psikologi UNLAM dengan indeks
prestasi kumulatif rendah, ditemukan hasil bahwa ada pengaruh negatif stres
akademik terhadap academic help seeking pada mahasiswa Psikologi
UNLAM dengan indeks prestasi kumulatif rendah. Pengaruh stres akademik
terhadap academic help seeking bernilai kontribusi 29,7%. Sehingga, dapat
diartikan bahwa semakin tinggi stres akademik maka semakin rendah
academic help seeking yang dialami mahasiswa Psikologi UNLAM dengan
indeks prestasi kumulatif rendah. Sedangkan sisanya sebesar 70,3% mungkin
dipengaruhi oleh faktorfaktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian,
seperti kecemasan, achievement goal orientation, efikasi diri, dan motivasi.

Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan, peneliti mengajukan


beberapa saran yakni bagi program studi diharapkan agar dapat mengevaluasi
sistem pengajaran serta kebijakan metode belajar yang tak hanya untuk
meningkatkan IPK mahasiswa, namun juga mendorong mahasiswa untuk
menemukan kembali minat serta kepercayaan dirinya dalam belajar sebab hal
tersebut dapat mengurangi tingkat stres akademik pada mahasiswa yang
memiliki IPK rendah serta membantu meningkatkan academic help seeking
pada mahasiswa tersebut. Bagi mahasiswa, diharapkan bagi mereka yang
mampu untuk memberikan bantuan akademik agar membantu temannya yang
mengalami stres akademik untuk mendapatkan minat belajar serta
kepercayaan dirinya serta menciptakan lingkungan belajar yang baik sehingga
memungkinkan mereka untuk melakukan academic help seeking yang positif.
Selanjutnya, diharapkan juga bagi mahasiswa memiliki IPK rendah agar
menemukan kembali minat, kepercayaan diri, dan tujuan akademiknya agar
mampu meregulasi diri dalam mengatasi stres akademik sehingga dapat
terdorong untuk melakukan academic help seeking yang positif. Kemudian
untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah faktor dari variabel
lain dan menggali kembali apakah terdapat faktor yang memberikan pengaruh
terhadap academic help seeking dengan alat ukur yang menggunakan lebih
banyak referensi agar didapatkan hasil yang lebih baik.

c. Depresi

1) Pengertian
Depresi merupakan keadaan dimana terjadinya penurunan
mood seseorang secara signifikan dan adanya kehilangan minat
terhadap aktivitas yang awalnya dianggap menyenangkan (Bilsker
dkk, 2004). WHO (2012) mendefinisikan depresi sebagai gangguan
neuropsikiatri yang umum terjadi dengan karakteristik berupa
gangguan mood, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi,
perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, dan penurunan
konsentrasi.

Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai


komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus
asa disertai komponen biologis atau somatik misalnya anoreksia,
konstipasi dan keringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila
terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu yang
singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjut
maka depresi tersebut dianggap abnormal (Atkinson, 2010).

Kaplan dkk. (2010) menyebutkan depresi sebagai suatu masa


terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan
sedih dan gejala penyertanya berupa perubahan pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa
dan tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri. Gangguan mood
tersebut dapat dilihat dari hilangnya perasaan kendali dan pengalaman
subjektif adanya penderitaan berat. Sementara itu, mood merupakan
keadaan emosional internal seseorang, namun bukan afek, yang
merupakan ekspresi dari isi emosional saat itu.

2) Gejala Depresi
Depresi merupakan sindrom heterogen dimana terdapat
berbagai faktor dan penyakit yang dapat mendasarinya, sehingga
depresi tidak bisa dilihat sebagai sebuah penyakit tunggal. Beberapa
subtipe depresi dibuat berdasarkan gejalanya, dimana gejala utama
depresi yaitu penurunan mood serta perasaan kesedihan yang patologis
(Fernandes, 2010). Secara garis besar gejala depresi terbagi dalam
empat gangguan atau keluhan utama :
a) Keluhan somatik berupa insomnia (gangguan tidur) dan keluhan
lain yang meliputi seluruh organ tubuh, seperti mulut kering,
nyeri ulu hati, nyeri kepala, serta jantung berdebar.
b) Keluhan psikis berupa perasaan bersalah dan putus asa,
kegelisahan, sering khawatir akan masa depan, serta adanya
keinginan untuk bunuh diri.
c) Gangguan psikomotor berupa hilangnya minat terhadap hal yang
digemari sebelumnya serta dapat disertai dengan penurunan
produktivitas kerja.
d) Keluhan lain yangberupa gejala paranoid (ketakutan yang
berlebihan), kecurigaan, dan waham biasanya terdapat pada
depresi berat.
3) Etiologi
Etiologi dari depresi dapat dibagi menjadi beberapa faktor yang
mempengaruhi sehingga seseorang dapat dikategorikan sebagai
depresi, faktor – faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a) Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada
amin biogenik, seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid),
HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil
glikol), di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal pada pasien
gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi
depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat
mencetuskan depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin
pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada
pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti
respirin dan penyakit dengan konsentrasi dopamin menurun
seperti Parkinson. Kedua penyakit tersebut disertai gejala depresi.
Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin,
amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan,
2010). Adanya disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus
merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input
neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada
pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin.
Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang
mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang
mengaktivasi aksis Hypothalamic- Pituitary-Adrenal (HPA) dapat
6 menimbulkan perubahan pada amin 4 biogenik sentral. Aksis
neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid,
dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang
paling banyak diteliti. Hipersekresi Cortisol Releasing Hormone
(CRH) merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental
pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat
adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limbik
atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan
neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi
CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan
marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang
merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya
diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN,
yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH. (Kaplan, 2010).

b) Faktor genetic
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko
di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang
menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali
dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar
11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot
(Kaplan, 2010).

c) Faktor psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi
adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor
psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi peristiwa
kehidupan dan stresor lingkungan, kepribadian, psikodinamika,
kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan dukungan sosial
(Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres,
lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari
episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa
kehidupan memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain
menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan
terbatas dalam onset depresi. Stresor lingkungan yang paling
berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stresor psikososial yang
bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stresor
kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama,
kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat
menimbulkan depresi. Dari faktor kepribadian, beberapa ciri
kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti
kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan kepribadian
antisosial dan paranoid mempunyai resiko yang rendah (Kaplan,
2010)

4) Tingkatan Depresi
Menurut (Maslin, 1997 dalam Lilik Ma’rifatul, 2011) ,
tingkatan depresi ada tiga berdasarkan gejala-gejalanya yaitu:

a) Depresi Ringan
Gejalanya: Kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya
energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas, konsentrasi dan perhatian yang kurang, harga diri dan
kepercayaan diri yang kurang, Lamanya gejala tersebut
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, hanya sedikit
kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.

b) Depresi sedang
Gejalanya: Kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya
energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas, konsentrasi dan perhatian yang kurang, harga diri dan
kepercayaan diri yang kurang, gagasan tentang rasa bersalah
dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan
pesimistis, Lamanya kejala tersebut berlangsung minimum
sekitar 2 minggu, mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan
kegiatan sosial pekerjaan dan urusan rumah tangga

c) Depresi berat
Gejalanya: Mood depresif, Kehilangan minat dan kegembiraan,
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas, Konsentrasi dan perhatian yang
kurang, Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, Perbuatan
yang membahayakan dirinya atau bunuh diri, Tidur terganggu,
Disertai waham, dan halusinasi, Lamanya gejala tersebut
berlangsung selama 2 minggu.

5) Depresi pada mahasiswa


Wabah COVID-19 menjadi sumber stres dengan pengaruh yang besar,
baik untuk individu maupun kelompok sosial. Individu dapat mengalami
masalah masalah psikologis yang berbeda-beda, terutama jika seseorang
mengalami langsung terpapar COVID-19. Penelitian Hasanah, Ludiana,
Immawati, & Livana (2020) menunjukkan bahwa mayoritas masalah
psikologis yang dialami mahasiswa dalam proses pembelajaran daring yaitu
kecemasan, namun stres dan depresi juga terjadi pada mahasiswa selama
pandemic COVID-19. Penelitian Livana, Mubin, dan Basthomi (2020)
Menunjukkan bahwa penyebab stres mahasiswa selama pandemic COVID-19
adalah tugas pembelajaran. Tugas pembelajaran menjadi hal wajar dalam
dunia pendidikan khususnya mahasiswa, namun hal ini menimbulkan masalah
psikologis. Salah satu masalah psikologis yang dapat dialami yaitu depresi.
Depresi adalah gangguan yang sering terjadi di pusat konseling perguruan
tinggi. Berbagai peristiwa stres terkait dengan gejala depresi terutama
disebabkan tantangan baru dan stres dari kehidupan akademik, keluarga dan
domain sosial, hal tersebut meningkatkan depresi di kalangan mahasiswa.
Depresi merupakan penyakit mental serius yang biasanya ditandai oleh
perasaan sedih atau cemas. Sebagian besar mahasiswa terkadang merasa sedih
atau cemas, tetapi emosi ini biasanya berlalu dengan cepat dalam beberapa
hari. Depresi yang tidak diobati dapat mengganggu aktivitas seharihari
(Kamble, 2018).

Sebagai reaksi terhadap depresi yang dialami, beberapa mahasiswa


merasa tertekan. Mahasiswa mungkin menangis sepanjang waktu, melewatkan
kelas, atau mengisolasi diri mereka tanpa menyadari bahwa mereka tertekan.
Depresi dapat mempengaruhi prestasi akademis. Para siswa menghadapi
begitu banyak beban akademik, seperti menjawab pertanyaan di kelas,
pemahaman materi, persaingan dengan teman sekelas, memenuhi harapan
guru dan orang tua yang menyebabkan stres akademik (Kamble, 2018). Studi
sebelumnya melaporkan bahwa depresi di kalangan mahasiswa terjadi di
seluruh dunia (Eller, Aluoja, Vasar, & Veldi, 2006); (Ibrahim, Kelly, &
Glazebrook, 2012); (Mahmoud, Staten, Hall, & Lennie, 2012) dan prevalensi
tampaknya meningkat (Reavley & Jorm, 2010). Studi ini menunjukkan bahwa
prevalensi depresi di kalangan mahasiswa adalah 33% (CI95%: 32 – 34).
Steptoe et al. menunjukkan bahwa negara Asia memiliki gejala depresi tingkat
tertinggi . Penelitian lain menunjukkan terdapat 43% mahasiswa melaporkan
gejala depresi yang dapat mengganggu studi, gejala depresi ini memberikan
pengaruh negatif pada mahasiswa dan berpengaruh pada kinerja akademis dan
juga menyebabkan pikiran negatif (Hoban, 2009). Para siswa yang dievaluasi
selama periode pandemi menunjukkan tingkat kecemasan, depresi, dan stres
yang jauh lebih tinggi, dibandingkan dengan para siswa pada masa-masa
normal. Hasil menunjukkan bahwa pandemi memiliki efek psikologis negatif
pada siswa (Maia & Dias, 2020).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 5 mahasiswa Akper


Dharma Wacana selama pandemic covid-19 menunjukkan bahwa mahasiswa
mengalami penurunan minat dan semangat, mudah lelah, sedih, murung,
gangguan pola tidur dan konsentrasi menurun. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat depresi mahasiswa selama pandemi covid-19.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Hasanah dkk., 2020)


menunjukkan sebanyak 21,1 % mahasiswa mengalami depresi ringan, 17%
mahasiswa mengalami depresi sedang dan 3,4% mengalami depresi berat.
Depresi merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan penurunan
produktivitas dalam studi atau bekerja, kognitif, psikomotor, hilangnya
inisiatif, dan apatis (Nagaraja, Reddy, Ravishankar, Jagadisha &
Muninarayana, 2015). Depresi di kalangan mahasiswa sangat lazim dan luas
menyebar di seluruh negeri (E.IldarAbadi, et al., 2002; S.Abedini, et al.,2007;
M. Frotani, 2005). Mahasiswa adalah kelompok khusus individu yang
bertahan dalam periode transisi kritis di mana mereka berada dalam masa
peralihan dari masa remaja sampai dewasa dan dapat menjadi salah satu
momen yang paling menyebabkan stres dalam kehidupan seseorang. Remaja
mencoba untuk menyesuaikan diri, mempertahankan nilai yang baik,
merencanakan untuk masa depan, dan jauh dari rumah sering menyebabkan
kecemasan bagi banyak siswa (Buchanan, 2012).

Depresi, terutama pada masa dewasa awal, dapat menyebabkan efek


besar dalam keberhasilan akademik, hubungan masa depan, pekerjaan, dan
mungkin menyebabkan penyalahgunaan alkohol dan zat (Eisenberg, Gollust,
Golberstein & Hefner, 2007). Depresi ditandai dengan adanya perasaan sedih,
suasana hati kosong, disertai dengan perubahan somatik dan kognitif yang
secara signifikan mempengaruhi kapasitas individu untuk berfungsi dengan
baik (American Psychiatric Association, 2013). Depresi memiliki efek nyata
pada kebiasaan makan, pola tidur dan cara orang berpikir. Dengan demikian,
depresi dapat menyebabkan gangguan kegiatan kehidupan sehari-hari
(Aghakani, Nia, Eghtedar, Rahbar, Jasemi & Zadeh, 2011). Sebagai reaksi
terhadap stres ini, beberapa siswa merasa tertekan. Mereka mungkin menangis
sepanjang waktu, melewatkan kelas, atau mengisolasi diri mereka tanpa
menyadari bahwa mereka tertekan. Lebih dari dua pertiga remaja tidak
berbicara tentang masalahnya atau mencari bantuan untuk masalah kesehatan
mental (J. M. Castaldelli-Maia, S. S. Martins, D. Bhugra et al., 2012).

Banyak kasus depresi yang tidak teridentifikasi. Hal ini dikarenakan


tidak dilakukannya pengukuran terkait depresi kepada para mahasiswa.
Menurut Fleming (dalam Paul, 2011), konsekuensi dari tidak
teridentifikasinya mahasiswa yang mengalami depresi sangat fatal. Tidak
menutup kemungkinan bahwa mahasiswa tersebut keluar dari universitas,
menggunakan obatobatan terlarang, menjadi pecandu alkohol, bahkan bunuh
diri . Screening gejala depresi sangat diperlukan untuk mahasiswa sehingga
penurunan nilai akademis mahasiswa diharapkan dapat diantisipasi lebih awal.

B. Pembelajaran Daring
1. Pengertian

Pembelajaran online pertama kali dikenal dengan perkembangan


e-learning (e-learning) yang diperkenalkan oleh University of Illinois
melalui sistem pembelajaran berbasis komputer (Hardiayanto).
Pembelajaran online merupakan sistem yang dapat membantu siswa
belajar lebih luas dengan berbagai cara. Melalui fasilitas yang disediakan
oleh sistem, siswa dapat belajar kapanpun dan dimanapun tanpa dibatasi
oleh jarak, ruang dan waktu. Bahan pembelajaran yang dipelajari tidak
hanya beragam dalam bahasa, tetapi juga dalam bentuk visual, audio dan
gerak. (Cepi Riyana, 2018: 15)

Pembelajaran daring adalah pembelajaran yang menggunakan


jaringan internet dengan aksesibilitas, konektivitas, fleksibilitas, dan
kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al., (2004) menunjukkan bahwa
penggunaan internet dan teknologi multimedia mampu merombak cara
penyampaian pengetahuan dan dapat menjadi alternatif pembelajaran
yang dilaksanakan dalam kelas tradisional. Pembelajaran daring adalah
pembelajaran yang mampu mempertemukan mahasiswa dan dosen untuk
melaksanakan interaksi pembelajaran dengan bantuan internet (Kuntarto,
E. ,(2017). Pada tatanan pelaksanaanya pembelajaran daring memerlukan
dukungan perangkat- perangkat mobile seperti smarphone atau telepon
android, laptop, komputer, tablet, dan iphone yang dapat dipergunakan
untuk mengakses informasi kapan saja dan dimana saja (Gikas & Grant,
2013). Perguruan tinggi pada masa WFH perlu melaksanakan penguatan
pembelajaran secara daring (Darmalaksana, 2020). Pembelajaran secara
daring telah menjadi tuntutan dunia pendidikan sejak beberapa tahun
terakhir (He, Xu, & Kruck, 2014). Pembelajaran daring dibutuhkan dalam
pembelajaran di era revolusi industri 4.0 (Pangondian, R. A., Santosa, P.
I., & Nugroho, E., 2019).

Penggunaan teknologi mobile mempunyai sumbangan besar


dalam lembaga pendidikan, termasuk di dalamnya adalah pencapaian
tujuan pembelajaran jarak jauh (Korucu & Alkan, 2011). Berbagai media
juga dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran secara
daring. Misalnya kelas-kelas virtual menggunakan layanan Google
Classroom, Edmodo, dan Schoology (Enriquez, 2014; Sicat, 2015;
Iftakhar, 2016), dan applikasi pesan instan seperti WhatsApp (So, 2016).
Pembelajaran secara daring bahkan dapat dilakukan melalui media social
seperti Facebook dan Instagram (Kumar &Nanda, 2018).

Sementara itu menurut Permendikbud No. 109/2013 pendidikan


jarak jauh adalah proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak
jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi. Dengan adanya
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa perubahan dan
kemajuan diberbagai sektor terutama pada bidang pendidikan. Peranan
dari teknologi informasi dan komunikasi pada bidang pendidikan sangat
penting dan mampu memberikan kemudahan kepada guru dan siswa
dalam proses pembelajaran. Pembelajaran daring ini dapat
diselenggarakan dengan cara masif dan dengan peserta didik yang tidak
terbatas. Selain itu penggunaan pembelajaran daring dapat diakses
kapanpun dan dimana pun sehingga tidak adanya batasan waktu dalam
penggunaan materi pembelajaran.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


daring atau e-learning merupakan suatu pembelajaran yang
memanfaatkan teknologi dengan menggunakan internet dimana dalam
proses pembelajarannya tidak dilakukan dengan face to face tetapi
menggunakan media elektronik yang mampu memudahkan siswa untuk
belajar kapanpun dan dimanapun.

2. Karakteristik/ciri-ciri Pembelajaran Daring/ E-Learning.


Tung dalam Mustofa, Chodzirin, & Sayekti (2019, hlm. 154)
menyebutkan karakteristik dalam pembelajaran daring antara lain:
a. Materi ajar disajikan dalam bentuk teks, grafik dan berbagai elemen
multimedia,
b. Komunikasi dilakukan secara serentak dan tak serentak seperti
video conferencing, chats rooms, atau discussion forums,
c. Digunakan untuk belajar pada waktu dan tempat maya,
d. Dapat digunakan berbagai elemen belajar berbasis CD-ROM untuk
meningkatkan komunikasi belajar,
e. Materi ajar relatif mudah diperbaharui,
f. Meningkatkan interaksi antara mahasiswa dan fasilitator,
g. Memungkinkan bentuk komunikasi belajar formal dan informal,
h. Dapat menggunakan ragam sumber belajar yang luas di internet

Pembelajaran daring harus dilakukan sesuai dengan tata cara


pembelajaran jarak jauh. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (PERMENDIKBUD) nomor 109 tahun 2013 ciri-ciri dari
pembelajaran daring adalah:
a. Pendidikan jarak jauh adalah proses belajar mengajar yang
dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai mendia
komunikasi.
b. Proses pembelajaran dilakukan secara elektronik (e-learning),
dimana memanfaatkan paket informasi berbasis teknologi
informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran yang
dapat diakses oleh peserta didik kapan saja dan dimana saja.
c. Sumber belajar adalah bahan ajar dan berbagai informasi
dikembangkan dan dikemas dalam bentuk yang berbasis
teknologi informasi dan komunikasi serta digunakan dalam
proses pembelajaran.
d. Pendidikan jarak jauh memiliki karakteristik bersifat terbuka,
belajar, mandiri, belajar tuntas, menggunakan teknlogi informasi
dan komunikasi, menggunakan teknologi pendidikan lainnya,
dan berbentuk pembelajaran terpadu perguruan tinggi.
e. Pendidikan jarak jauh bersifat terbuka yang artinya pembelajaran
yang diselenggarakan secara fleksibel dalam hal penyampaian,
pemilihan dan program studi dan waktu penyelesaian program,
jalur dan jenis pendidikan tanpa batas usia, tahun ijazah, latar
belakang bidang studi, masa registrasi, tempat dan cara belajar,
serta masa evaluasi hasil belajar.

3. Manfaat Pembelajaran Daring/ E-Learning.


Bilfaqih dan Qomarudin (2105, hlm. 4) menjelaskan beberapa
manfaat dari pembelajaran daring sebagai beikut :
a. Meningkatkan mutu pendidikan dan pelatihan dengan
memanfaatkan multimedia secara efektif dalam pembelajaran.
b. Meningkatkan keterjangkauan pendidikan dan pelatihan yang
bermutu melalui penyelenggaraan pembelajaran dalam jaringan.
c. Menekan biaya penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang
bermutu melalui pemanfaatan sumber daya bersama.

Selain itu Manfaat pembelajaran daring menurut Bates dan Wulf


dalam Mustofa, Chodzirin, & Sayekti (2019, hlm. 154) terdiri atas 4
hal, yaitu:
a. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik
dengan guru atau instruktur (enhance interactivity),
b. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan
kapan saja (time and place flexibility),
c. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to
reach a global audience),
d. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi
pembelajaran (easy updating of content as well as archivable
capabilities)
C. Covid-19

Kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya pertama kali


dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada Desember 2019. Penyakit ini
berkembang sangat pesat dan telah menyebar ke berbagai provinsi lain di
Cina, bahkan menyebar hingga ke Thailand dan Korea Selatan dalam kurun
waktu kurang dari satu bulan. Pada 11 Februari 2020, World Health
Organization (WHO) mengumumkan nama penyakit ini sebagai Virus
CoronaDisease (Covid-19) yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, yang
sebelumnya disebut 2019-nCoV, dan dinyatakan sebagai pandemik pada
tanggal 12 Maret 2020 (Susilo dkk., 2020).

Berdasarkan laporan WHO, pada tanggal 30 Agustus 2020, terdapat


24.854.140 kasus konfirmasi Covid-19 di seluruh dunia dengan 838.924
kematian (CFR 3,4%). Wilayah Amerika memiliki kasus terkonfirmasi
terbanyak, yaitu 13.138.912 kasus. Selanjutnya wilayah Eropa dengan
4.205.708 kasus, wilayah Asia Tenggara dengan 4.073.148 kasus, wilayah
Mediterania Timur dengan 1.903.547 kasus, wilayah Afrika dengan 1.044.513
kasus, dan wilayah Pasifik Barat dengan 487.571 kasus (World Health
Organization, 2020). Kasus konfirmasi Covid-19 di Indonesia masih terus
bertambah. Berdasarkan laporan Kemenkes RI, pada tanggal 30 Agustus 2020
tercatat 172.053 kasus konfirmasi dengan angka kematian 7343 (CFR 4,3%).
DKI Jakarta memiliki kasus terkonfirmasi kumulatif terbanyak, yaitu 39.037
kasus. Daerah dengan kasus kumulatif tersedikit yaitu Nusa Tenggara Timur
dengan 177 kasus (Kemenkes RI, 2020).

Virus Corona merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 60-140


nm (Meng dkk., 2020; Zhu dkk., 2020). Xu dkk. (2020) melakukan penelitian
untuk mengetahui agen penyebab terjadinya wabah di Wuhan dengan
memanfaatkan rangkaian genom 2019-nCoV, yang berhasil diisolasi dari
pasien yang terinfeksi di Wuhan. Rangkaian genom 2019-nCoV kemudian
dibandingkan dengan SARS-CoV dan MERS-CoV. Hasilnya, beberapa
rangkaian genom 2019-nCoV yang diteliti nyaris identik satu sama lain dan
2019-nCoV berbagi rangkaian genom yang lebih homolog dengan SARS-
CoV dibanding dengan MERS-CoV. Penelitian lebih lanjut oleh Xu dkk.
(2020) dilakukan untuk mengetahui asal dari 2019-nCoV dan hubungan
genetiknya dengan virus Corona lain dengan menggunakan analisis
filogenetik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 2019-nCoV termasuk
dalam genus betacoronavirus (Xu dkk., 2020).

Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan


laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius.
Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan
Angiotensin Converting Enzyme 2 ACE2), seperti paru-paru, jantung, sistem
renal dan traktus gastrointestinal (Gennaro dkk., 2020). Periode inkubasi
untuk COVID- 19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar leukosit dan
limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum
merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran darah,
terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan pasien mulai
merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi
pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya
limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase Ini tidak teratasi, dapat terjadi
Acute Respiratory Distress Syndrome(ARSD), sepsis, dan komplikasi lain.
Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun),
komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
hipertensi, dan obesitas (Gennaro dkk., 2020; Susilo dkk., 2020).

Covid-19 menjadi perhatian penting pada bidang medis, bukan hanya


karena penyebarannya yang cepat dan berpotensi menyebabkan kolaps sistem
kesehatan, tetapi juga karena beragamnya manifestasi klinis pada pasien
(Vollono dkk., 2020). Spektrum klinis Covid-19 beragam, mulai dari
asimptomatik, gejala sangat ringan, hingga kondisi klinis yang
dikarakteristikkan dengan kegagalan respirasi akut yang mengharuskan
penggunaan ventilasi mekanik dan support di Intensive Care Unit (ICU).
Ditemukan beberapa kesamaan manifestasi klinis antara infeksi SARS-CoV-2
dan infeksi betacoronavirus sebelumnya, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV.
Beberapa kesamaan tersebut diantaranya demam, batuk kering, gambaran
opasifikasi ground-glass pada foto toraks (Gennaro dkk., 2020; Huang dkk.,
2020).

Gejala klinis umum yang terjadi pada pasien Covid-19, diantaranya


yaitu demam, batuk kering, dispnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala
(Lapostolle dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Huang dkk. (2020), gejala klinis yang paling sering
terjadi pada pasien Covid-19 yaitu demam (98%), batuk (76%), dan myalgia
atau kelemahan (44%). Gejala lain yang terdapat pada pasien, namun tidak
begitu sering ditemukan yaitu produksi sputum (28%), sakit kepala 8%, batuk
darah 5%, dan diare 3%. Sebanyak 55% dari pasien yang diteliti mengalami
dispnea. Gejala klinis yang melibatkan saluran pencernaan juga dilaporkan
oleh Kumar dkk. (2020). Sakit abdominal merupakan indikator keparahan
pasien dengan infeksi COVID-19. Sebanyak 2,7% pasien mengalami sakit
abdominal, 7,8% pasien mengalami diare, 5,6% pasien mengalami mual
dan/atau muntah.

2. Keaslian Penelitian
Untuk menentukan keaslian penelitian peneliti dan berdasarkan pengetahuan
peneliti sebagai penulis penelitian dengan judul " Gambaran Psikologis
Mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak dalam Proses Pembelajaran
Daring selama Pandemi Covid-19 ", peneliti yakin tidak ada penelitian yang
memiliki judul yang sama dengan penelitian saya, tapi mungkin ada penelitian
serupa dengan penelitian yg ditulis oleh peneliti, seperti:
D. Keaslian Penelitian

No Nama & Judul Metode Hasil Perbedaan


Tahun Penelitian
1. Uswatun Gambaran Penelitian Masalah psikologis Lokasi
Hasanah, Psikologis dengan yang paling banyak Penelitian,
dkk. (2020) Mahasiswa pendekatan dialami oleh waktu
Dalam Proses deskriptif mahasisa karena penelitian,
pembelajaran
Pembelajaran analitik variable
daring yaitu
Selama penelitian
kecemasan. Penting
Pandemi untuk terus
Covid-19 mengeksplorasi
implikasi pandemi
pada kesehatan
mental mahasiswa,
sehingga
dampaknya dapat
dicegah, atau
setidaknya
dikurangi.
Dharapkan
dilakukan
screening terhadap
kesehatan mental
mahasiswa secara
berkala untuk
mengidentifikasi
mahasiswa yang
mengalami
masalah psikologis.
2. Riazul Tingkat Stres Penelitian Hasil penelitian Lokasi
Jannah Mahasiswa dengan dapat Penelitian,
(2021) Mengikuti Literatur disimpulkan waktu
Pembelajaran Review bahwa penelitian,
Daring pada pembelajaran variable
Masa Pandemi daring yang penelitian
Covid-19 diikuti oleh
mahasiswa cukup
memicu stress
pada mahasiswa,
seperti hasil
penelitian yang
sudah dilakukan
oleh beberapa
peneliti yang
sudah dijabarkan
secara
rinci. Stres yang
dialami oleh
mahasiswa
disebabkan oleh
faktor eksternal
seperti
kurang efektif
saat penyampaian
materi, dang
lingkungan
rumah yang tidak
kondusif
untuk melakukan
proses
pembelajaran
seperti berisik dll.
3. Funsu Pengaruh Penelitian ini Pembelajaran Lokasi
Andiarna & merupakan jenis daring selama Penelitian,
Pembelajaran penelitian
Estri pandemi covid-19 waktu
Kusumawati Daring observasional memberikan penelitian,
analitik dengan
( 2020) pengaruh terhadap variable
terhadap Stres pendekatan cross stres akademik penelitian
sectional mahasiswa. Stres
Akademik
akade-mik terjadi
Mahasiswa karena perubahan
Selama proses
pembelajaran
Pandemi tatap muka ke
Covid-19 pembelajaran
secara daring
secara cepat
dimana maha-
siswa berperan
penting dalam
kemajuan
akademiknya
sendiri.
Kemandirian dan
ketrampilan
mahasiswa selama
proses
pembelajaran
daring menjadi
tolak ukur
keberhasilan
akademik
mahasiswa.
4. Niken Bayu Sistematik Pembelajaran Lokasi
Argaheni Review: Sistematik daring memiliki Penelitian,
(2020) Dampak review beberapa dampak waktu
Perkuliahan menggunakan terhadap penelitian,
Daring Saat database: mahasiswa yaitu variable
Pandemi Google Scholar pembelajaran penelitian
Covid daring masih
Terhadap membingungkan
Mahasiswa mahasiswa;
Indonesia mahasiswa
menjadi pasif,
kurang kreatif dan
produktif,;
penumpukan
informasi/ konsep
pada mahasiswa
kurang
bermanfaat;
mahasiswa
mengalami stress;
serta peningkatan
kemampuan
literasi bahasa
mahasiswa. Hal ini
dapat menjadi
evaluasi agar
pembelajaran
daring dapat
diupayakan
diterima dengan
baik oleh
mahasiswa tanpa
mengurangi
esensi pendidikan
itu sendiri.
5. Hairani Stress Metode Tingkat stress Lokasi
Lubis, dkk. Akademik penelitian yang paling Penelitian,
(2020) Mahasiswa menggunakan banyak dialami waktu
Dalam pendekatan mahasiswa pada penelitian,
Melaksanakan kuantitatif kategori stress variable
Kuliah Daring sedang. Kondisi ini penelitian
Selama Masa membuktikan
Pandemi bahwa mahasiswa
Covid mengalami
tekanan akademik
selama
melaksanakan
kuliah daring di
masa pandemic
covid 19.
Mahasiwi berusia
20 tahun
ditemukan paling
banyak
mengalami stres
akademik.
6. Erika Untari Pengaruh Rancangan Kesimpulannya Lokasi
Dewi (2020) Kecemasan penelitian ini adalah dari dana Penelitian,
Saat menggunakan pulsa yang kurang waktu
Pembelajaran deskriptif cukup responden penelitian,
Daring Masa kolerasi yaitu akan berpikir variable
Pandemi penelitian yang apakah dengan penelitian
Covid-19 bertujuan untuk dana pulsa yang
terhadap mengungkapka kurang cukup
Prestasi n hubungan responden dapat
Belajar koleratif antar menjalankan
Mahasiswa variabel perkuliahan
STIKES dengan baik
William sehingga
Surabaya kecemasan
mahasiswa yang
paling banyak
adalah tingkat
sedang. Prestasi
mahasiswa selama
masa
pembelajaran
daring disebabkan
karena pandemic
Covid 19 paling
banyak pada
Indeks prestasi
3,00 – 3,49
sebanyak 52% dan
hal ini disebabkan
karena mahasiswa
masih pada
tingkat kecemasan
ringan yang paling
banyak yakni 78,9
%. Hal ini sesuai
hasil uji statistic
yaitu Dari hasil uji
statistic spearman
didapatkan nilai p
= 0,04 dengan
tingkat
kemaknaan p <
0,05 yang berarti
HO ditolak atau
ada hubungan
secara signifikan
antara hubungan
kecemasan
dengan prestasi
mahasiswa di
Stikes William
Booth Surabaya
7. Agus Tingkat Metode Depresi yang Lokasi
Santoso, dkk. Depresi penelitian yang dialami Penelitian,
(2020) Mahasiswa digunakan mahasiswa waktu
Keperawatan dalam selama masa penelitian,
di Tengah penelitian ini pandemi covid-19 variable
Wabah adalah metode berada penelitian
COVID-19 penelitian pada beberapa
kuantitatif tingkat berkaitan
dengan dengan
pendekatan akademik,
cross-sectional finansial dan
waktu yang
mempengaruhi
kesehatan fisik
maupun
mental.
Mahasiswa
disarankan untuk
tetap
menjalankan
aktivitas harian
meski
dirumah,
mengikuti
layanan konseling
online dan
melakukan
latihan rileksasi
yang disediakan
di kampus. Hal
ini dapat
meningkatkan
kesehatan mental
mahasiswa
selama pandemi
COVID-19.

E. Kerangka teori

Pembelajaran Daring Mahasiswammm


Mahasiswa Kecemasan

Stress

Depresi

F. Hipotesis
Dari uraian di atas dan berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan
dapat ditarik pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Bagaimana Gambaran
Psikologis Mahasiswa dalam Proses Pembelajaran Selama Pandemi Covid-19
terhadap Mahasiswa STIK Muhammadiyah tahun Akademik 2018/2019”.
BAB III

A. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan Latar belakang dan tujuan penelitian “ Gambaran Psikologis
Mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak dalam proses pembelajaran
daring selama pandemic Covid-19” maka kerangka konsep yang pneliti
gunakan sebagai berikut :

Gambaran Tingkat Psikologis


Mahasiswa meliputi
Kecemasan, Stress dan
Depresi

B. Desain penelitian
Penelitian dengan pendekatan deskriptif analitik dengan dengan teknik total
sampling. Adapun pengertian dari metode deskriptif analitis menurut
(Sugiono: 2009; 29) adalah suatu metode yang berfungsi untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui
data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan
analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Dengan kata
lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan
perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian
dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk
diambil kesimpulannya. Data dikumpulkan menggunakan kesioner terkait
karakteristik responden dan tingkat ansietas, stres dan depresi menggunakan
instrument DASS-21. Data hasil penelitian dianalisis secara univariat yang
disajikan secara distribusi frekuensi. Penulis menggunakan metode deskriptif
analisis karena dirasa cocok untuk mengetahui fenomena yang saat ini sedang
berlangsung.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau obyek


yang merupakan sifat-sifat umum/ Arikunto (2010 : 173) menjelaskan bahwa
“ populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Sedangkan menurut
Sugiyono (2010 : 80) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.” Maka dari penjelasan para ahli tersebut, penulis menetapkan
populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa S1 STIK Muhammadiyah
Pontianak

2. Sampel

Penarikan atau pembuatan sampel dari populasi untuk mewakili


populasi disebabkan untuk mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu
yang berlaku bagi populasi. Menurut Arikunto (2013:174) mengatakan
bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel
digunakan sebagai pertimbangan untuk fokus pada sebagian populasi, sampel
dalam penelitian merupakan langkah awal dalam keberhasilan penelitian
karena pemilihan sampel yang dilakukan dengan tidak benar akan
memberikan penelitian yang tidak benar.

D. Definisi Operasional
E. Teknik dan instrument pengumpulan data

1. Teknik penarikan Sampel

Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan teknik total


sampling. Menurut Sugiyono (2014:124) mengatakan bahwa total
sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Sampel ini digunakan jika jumlah populasi
relatif kecil yaitu tidak lebih dari 30 orang, total sampling disebut juga
sensus, di mana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Maka
dari uraian diatas teknik penarikan sampel yang digunakan sebanyak 30
orang Mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak

2. Instrumen Penelitian
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik kuesioner
(angket) , Kuesioner (Angket) Menurut Bungin (2011:133) mengatakan
bahwa kuesioner merupakan serangkain atau daftar pertanyaan yang disusun
secara sistematis, kemudian diisi oleh responden untuk diteliti oleh peneliti.
Untuk memudahkan peneliti untuk memperoleh jawaban yang diberikan oleh
reponden, maka peneliti menggunakan kuisioner DASS ( Depression Anxiety
Stress Scale). Depression Anxiety and Stress Scale adalah kuesioner untuk
menilai depresi, rasa cemas dan stress. Kuesioner ini bukan sebagai alat bantu
diagnosis namun sebagai alat untuk menentuka tingkat keparahan kondisi
stress. Depression Anxiety and Stress Scaletelah diterjemahkan kedalam
beberapa bahasa dan digunakan secara luas dalam praktik sehari-hari maupun
dalam ruang lingkup penelitian ( Musa R., dkk, 2007). Kuesioner ini mudah
diaplikasikan pada populasi dan tidak membutuhkan pelatihan khusus dalam
penggunaannya. Depression Anxiety and Stress Scalememiliki dua versi
yaitu DASS-42 dan DASS-21. DASS-12 merupakan versi pendek dari
DASS-42. (Musa R., dkk, 2007). DASS-21 terdiri dari dua puluh satu
pernyataan yang terdiri dari masing-masing tujuh pernyataan untuk menilai
depresi, rasa cemas dan menilai stress.(Lovibond SH. & Lovibond PF., 1995)
Setiap pertanyaan diberikan skor 0 hingga 3, kemudian skor pada masing-
masing kategori dijumlahkan dan dilakukan interpertasi normal, ringan,
sedang, berat dan sangat berat. Interpretasi hasil penjumlahan skor pada
DASS-21 ditampilakan pada table 1

Tabel 1. Interpretasi hasil DASS-21

F. Rencana analisis data


Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data
dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam
analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis
responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan. Teknik analisis data dalam penelitian
kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat dua macam statistik yang
digunakan untuk analisis data dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif dan
statistik inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan non
parametris(Ibid :147) . Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan jenis analisis statistik inferensial parametrik untuk menguji
hipotesis serta melakukan penarikan kesimpulan. Teknik-teknik yang
digunakan antara lain :
1. Uji Validitas dan Reliabilitas.
Uji validitas adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang
valid dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Uji
validitas bertujuan untuk menguji apakah tiap item atau instrumen (bisa
pertanyaan maupun pernyataan) benar-benar mampu mengungkap faktor
yang akan diukur atau konsistensi internal tiap item alat ukur dalam
mengukur suatu faktor. Sedangkan reliabilitas adalah kemampuan kuesioner
memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Dalam uji reliabilitas, skala
yang digunakan menggunakan skala Alpha Cronbach dengan ukuran sebagai
berikut : (Agus Eko Sujianto, 2009)

a) Nilai Alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20 berarti kurang reliabel.


b) Nilai Alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40 berarti sedikit reliabel.
c) Nilai Alpha Cronbach 0,41 s.d. 0,60 berarti cukup reliabel.
d) Nilai Alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80 berarti reliabel.
e) Nilai Alpha Cronbach 0,81 s.d. 1,00 berarti sangat reliable.
Sedangkan validitas dapat diukur dengan cara bila korelasi (corrected item
total) setiap faktor postif dan besarnya 0,3 keatas maka faktor tersebut
merupakan construct yang kuat

G. Etika penelitian
Menurut Hidayat (2014), etika penelitian diperlukan untuk menghindari
terjadinya tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian, maka
dilakukan prinsip-prinsip sebagai berikut (Hidayat, 2014) :

1. Lembar Persetujuan (Informed consent)


Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan,
tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh responden, dan
resiko yang mungkin terjadi. Pernyataan dalam lembar persetujuan jelas dan
mudah dipahami sehingga responden tahu bagaimana penelitian ini
dijalankan. Untuk responden yang bersedia maka mengisi dan
menandatangani lembar persetujuan secara sukarela.

2. Anonimitas
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden,
tetapi lembar tersebut hanya diberi kode.

3.Confidentiality ( Kerahasiaan ) Confidentiality yaitu tidak akan


menginformasikan data dan hasil penelitian berdasarkan data individual,
namun data dilaporkan berdasarkan kelompok.

4. Sukarela
Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara
langsung maupun tidak langsung dari peneliti kepada calon responden atau
sampel yang akan diteliti.

Anda mungkin juga menyukai