Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Definisi Masalah Keperawatan
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000).

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK
(toileting) (Fitria, 2012).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan, keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis, penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun, klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidak pedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial, kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungan.Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
C. Proses Terjadinya Masalah
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK
(toileting) (Fitria, 2012).
Pasien gangguan jiwa akan mengalami kurangnya perawatan diri yang terjadi
akaibat perubahan proses pikir sehingga aktivitas perawatan diri menurun.Personal
hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang
untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Afnuhazi,
2015).
D. Tanda & Gejala
Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien yang
mengalami defisit perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidak mampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, meringankan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam melakukan atau mengambil
potongan pakaian, menaggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.

3. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,


mempersiapkan makanan, menagani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, mengambil
makanan dari wadah lalu memasukannya ke mukut, melengkapi
makanan mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat,
mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan
aman.

4. BAB/BAK (toiletting)

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam


mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toletting, membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram tiolet kamar kecil.

1. Penyebab
Penyebab Defisit Perawatan Diri adalah isolasi sosial. (Keliat, 2006). Isolasi
sosial adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain :
a. Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul
b. Menghindar dari orang lain
c. Komunikasi kurang / tidak ada
d. Tidak ada kontak mata
e. Tidak melakukan aktifitas sehari-hari
f. Berdiam diri dikamar
g. Mobilitas kurang
2. Akibat
Akibat dari deficit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan
(Keliat, 2006), gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam-
macam. Bisa terjadinya infeksi kulit (scabies, panu, kurap) dan juga gangguan lain
seperti grastitis kronis (karena kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit
orofecal (karena hygiene BAB atau BAK sembarangan) dan lain-lain.
E. Pohon Masalah
Gangguan pemeliharaan kesehatan

Defisit perawatan diri Core Problem

Isolasi sosial
F. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit perawatan diri
2. Isolasi sosial
G. Perencanaan Keperawatan
1. Tindakan keperawatan untuk pasien kurang perawatan diri.
Tujuan :
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan bab/bak secara mandiri
2. Tindakan keperawatan untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri
saudara dapat melakukan tahapan tindakan yang meliputi :
a. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
b. Menyiapkan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
3. Membantu pasien berdandan / berhias
Untuk pasien laki-laki membantu meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita, membantu meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
4. Mengajarkan klien melakukan bab/bak secara mandiri
a. Menjelaskan tempat bab.bak yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah bab/bak
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat bab dan bab
STRATEGI PELAKSANAAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien terlihat kotor, rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, bau, kuku
panjang dan hitam. Pakaian kotor, tidak bercukur, bab/bak disembarang tepat.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
c. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
d. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat.
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi kebutuhan kebersihan diri
c. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
d. Jelaskan peralatan yang digunakan untuk menjaga kebersihan
e. Masukkan kedalam jadwal kegiatan
H. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, ibu. Perkenalkan nama saya Perawat D, Saya mahasiswa dari
STIK Muhammadiyah Pontianak. Saya biasa dipanggil D. Saya perawat yang
menjaga ibu pagi ini. Nama ibu siapa? Biasa dipanggil siapa.”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Ibu pagi ini sudah mandi? Sudah berganti
baju? Menurut ibu, apa ibu cukup bersih sekarang?”.
c. Kontrak
“Ibu, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang pentingnya kebersihan ibu.
Mau dimana kita berbincang-bincang/ bagaimana kalau diruang tamu? Mau
berapa lama, ibu? Bagaimana kalau 15 menit?”.
2. Fase kerja
“Menurut ibu, berapa kali sebaiknya ibu mandi sehari? Kenapa ibu perlu mandi 2
kali? Kalau ibu mandi, ibu menggunakan sabun tidak? Ya betul, selain wangi, sabun
juga membersihkan badan kita dari kotoran dan membunuh kuman yang ada ditubuh
ibu.”
“Kalau habis mandi, ibu perlu memakai baju tidak? Betul. Pinter sekali ibu. Habis
mandi, kita perlu mengganti dan memakai baju yang bersih supaya badan kita tetap
sehat. Ibu tahu bagaimana cara mandi? Coba ceritakan. Hebat. Sekarang coba
ceritakan bagaimana cara menggosok gigi. Betul.”
“Nah sekarang coba ibu praktekan bagaimana cara mandi dan gosok gigi, ya. Jangan
lupa siapkan baju ganti, sikat, pasta gigi, sabun, dan juga handuknya ya.”
“Sekarang coba ibu mandi. Saya tunggu disini.”
3. Fase Terminasi
a. Validasi
“Wah.. kelihatan segar sekali ibu sekarang. Bagaimana perasaan ibu setelah
mandi? Coba ceritakan lagi bagaimana tadi ibu mandi dan gosok gigi.”
b. Rencana Tidak Lanjut
“Nah, sekarang kita masukkan dijadwal ya bu. Sehari ibu harus mandi dua kali,
pagi jam 6 dan sore jam 4, ya bu.”
c. Kontrak
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang lagi besok. Kita berbincang-bincang
bagaimana cara-cara berhias. Mau dimana kita berbincang-bincang? Mau jam
berapa ibu? Mau berapa menit? Baiklah, besok jam 10 kita ketemu lagi ya bu.
Ibu sekarang bisa menonton tv.
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Definisi Masalah Keperawatan
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (Depkes RI, 2000).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011).

I. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan
yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara
lain yaitu :
1. Faktor predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:


a. Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan
tingkah lakucuriga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.

b. Faktor sosial budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
c. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia. Klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat kelainan
pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
volume otak serta perubahan struktur limbic
2. Faktor presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor


internal maupun eksternal meliputi:
a. Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan
seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
b. Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain (Damaiyanti,
2012).
J. Proses Terjadinya Masalah
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011).
Adapun kerusakan interaksi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan .klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang di manifestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman
(Balitbang, 2007 dalam Direja 2011).
K. Tanda & Gejala
1. Gejala subjektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Klien merasa bosan
d. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
e. Klien merasa tidak berguna
2. Gejala objektif
a. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan
b. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
c. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
d. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
e. Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
f. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
g. Ekspresi wajah tidak berseri
h. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
i. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
j. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
L. Pohon Masalah
M. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah

N. Perencanaan Keperawatan
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi

Tujuan Khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :

1. Bina hubungan saling oercyaa dengan menggunakan prinsip komunikasi


teraupetik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatakan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tenatang keuntungan berhubungan dengan orang lain
STRATEGI PELAKSANAAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
3. Tujuan
a. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga
tidak terjadi halusinasi
b. Tujuan Khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi kebutuhan kepercayaan diri
c. Jelaskan pentingnya berinteraksi dengan yang lain
d. Jelaskan bagaimana cara agar tidak menarik diri dari sosial
e. Masukkan kedalam jadwal kegiatan
O. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, ibu. Perkenalkan nama saya Perawat D, Saya mahasiswa dari
STIK Muhammadiyah Pontianak. Saya biasa dipanggil D. Saya perawat yang
menjaga ibu pagi ini. Nama ibu siapa? Biasa dipanggil siapa.”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah mulai berbicara dengan
orang lain? Menurut ibu, apakah ibu sudah cukup bisa mengutarakan isi hati
ibu? ”.
c. Kontrak
“Ibu, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang pentingnya bersosialisasi
ibu. Mau dimana kita berbincang-bincang/ bagaimana kalau diruang tamu? Mau
berapa lama, ibu? Bagaimana kalau 15 menit?”.
2. Fase Kerja
a. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
4) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
3) beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi klien (subjektif)
“Bagaimana perasaan pasien setelah berkenalan dengan
Saya?”. ”Coba pasien ceritakan, apa yang membuat pasien menarik
diri”. ”Apakah pasien dapat mengetahui penyebab menarik diri
se?”. ”Bagaimana perasaan pasien ketika muncul perasaan menarik
dirik?”.
2) Evaluasi Perawat (objektif setelah reinforcement)
” Setelah kita ngobrol tadi, cobak pasien simpulkan
pambicaraan kita tadi?”
” Coba sebutkan cara untuk menghindari menarik diri itu
agar tidak muncul lagi.”
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Definisi Masalah Keperawatan
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra.
Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa yang seseorang mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
perabaan dan penciuman. Seseorang merasakan stimulus yeng sebetulnya tidak ada.
(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015)
P. Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1. Faktor Predisposisi
Klien dengan gangguan halusinasi mengalami abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif. Adanya lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik dan beberapa zat kimia
di otak yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP). Secara Psikologis keluarga, pengasuh dan
lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien. Klien mengalami stress dan kecemasan,serta hubungan
interpersonalnya terganggu. Kondisi sosial budaya mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
Q. Proses Terjadinya Masalah
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra.
Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa yang seseorang mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
perabaan dan penciuman. Seseorang merasakan stimulus yeng sebetulnya tidak ada.
(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015)
Halusinasi dalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang lagi berbicara (Kusumawati & Hartono, 2010)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi PALSU berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan dan penciuman. Pasien merupakan setimulus yang sebenarnya
tidak ada . pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat
bayangan orang atau suatu yang menentukan padahal tidak ada bayangan tersebut.
Membaui bau-bauan padahal tidak sedang makan apapu. Merasakan sensasi rabaan
padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit. (Nurjanah, 2008)

R. Tanda & Gejala


Menurut (Yosep, 2011) yaitu:
1. Halusinasi pendengaran
a. Data subyektif :
1) Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
2) Mendengar suara atau bunyi
3) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
4) Mendengar seseorang yang sudah meninggal
5) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau yang
membahayakan
b. Data obyektif :
1) Mengarahkan telinga pada sumber suara
2) Bicara atau tertawa sendiri
3) Marah marah tanpa sebab
4) Menutup telinga mulut komat kamit
5) Ada gerakan tangan
2. Halusinasi penglihatan
a. Data subyektif :
1) Melihat orang yang sudah meninggal
2) Melihat makhluk tertentu
3) Melihat bayangan
4) Melihat sesuatu yang menakutkan
5) Melihat cahaya yang sanat terang
b. Data obyektif :
1) Tatapan mata pada tempat tertentu
2) Menunjuk kearah tertentu
3) Ketakutan pada objek yang dilihat
3. Halusinasi penciuman
a. Data subyektif :
1) Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, fase, bau masakan,
dan parfum yang menyengat
2) Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu
b. Data obyektif :
1) Ekspresi wajah seperti sedang mencium
2) Adanya gerakan cuping hidung
3) Mengarahkan hidung pada tempat tertentu
4. Halusinasi peraba
a. Data subyektif :
1) Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya
2) Merasakan ada sesuatu di tubuhnya
3) Merasakan ada sesuatu di bawah kulit
4) Merasakan sangat panas, atau dingin
5) Merasakan tersengat aliran litrik
b. Data obyektif :
1) Mengusap dan menggaruk kulit
2) Meraba permukaan kulit
3) Menggerak gerakan badanya
4) Memegangi terus area tertentu
5. Halusinasi pengecap
a. Data subyektif :
1) Merasakan seperti sedang makan sesuatu
2) Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya
b. Data obyektif :
1) Seperti mengecap sesuatu
2) Mulutnya seperti mengunyah
3) Meludah atau muntah
6. Halusinasi Chenesthetic dan kinestetik
a. Data subyektif :
1) Klien mengatakan tubuh nya tidak ada fungsinya
2) Merasakan tidak ada denyut jantung perasaan tubuhnya melayang
laying
b. Data obyektif :
1) Klien menatap dan melihati tubuhnya sendiri
2) Klien memegangi tubuhnya sendiri
S. Pohon Masalah

T. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (dengar)
U. Perencanaan Keperawatan
Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan khusus:
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasi.
TUK 4 : Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
TUK 5: Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
STRATEGI PELAKSANAAN

HALUSINASI

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien : Klien mengatakan mendengar sesuatu . Klien merasa takut
pada suara itu dan bersikap seperti mendengar sesuatu. Kemudian klien
berlari kesana kemari. Seteleh itu klien mengalami disorientasi, konsentrasi
rendah dan pikiran cepat berubah-ubah.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (dengar)
3. Tujuan
Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan khusus:
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasi.
TUK 4 : Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
TUK 5: Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
4. Tindakkan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi kebutuhan diri pasien akan tindakkan yang akan dilakukan
c. Jelaskan pentingnya berinteraksi dengan yang lain
d. Jelaskan bagaimana cara agar tidak berhalusinasi dengan cara
mengorol dengan orang lain
e. Masukkan kedalam jadwal kegiatan
V. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, ibu. Perkenalkan nama saya Perawat D, Saya mahasiswa dari
STIK Muhammadiyah Pontianak. Saya biasa dipanggil D. Saya perawat yang
menjaga ibu pagi ini. Nama ibu siapa? Biasa dipanggil siapa.”
b. Validasi
“ Bagaimana perasaan ibu saat ini” Bagaimana tidurnya semalam, Bu?. Ada
keluhan tidak? Apakah Ibu masih mendengar sesuatu yang orang lain tidak
mendengar?”
c. Kontrak
“Ibu, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang pentingnya
bersosialisasi ibu. Mau dimana kita berbincang-bincang/ bagaimana kalau
diruang tamu? Mau berapa lama, ibu? Bagaimana kalau 15 menit?”.
2. Fase Kerja
” Coba ceritakan suara-suara apa yang sering didengar?” ”Suara yang
seperti apa yang didengar?” ”Kapan saja suara itu terdengar? ” ”Berapa kali
suara itu terdengar?” Pada saat sedang melakukan apa suara itu muncul?”
“Bagaimana perasaan ketika suara-suara itu muncul? ”Bagaimana kalau kita
belajar cara-cara mencegah suara-suara yang muncul?” “Bagaimana kalau
Bapak mengisi jadwal kagiatan harian cara menghardik?”
3. Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi klien (subjektif)
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berkenalan dengan
Saya?”. ”Coba Bapak ceritakan, suara apa yang sering didengar!”.
”Apakah Bapak dapat mengetahui suara seperti apa yang
didengar?”. ”Kapan dan berapa kali suara itu terdengar?”. ”Pada
saat Bapak sedang melakukan apa suara itu terdengar?”.
”Bagaimana perasaan Bapak ketika suara itu muncul?”. ”Apakah
Bapak sudah bisa cara menghardik?”. ”Apakah Bapak sudah
mengisi jadwal harian cara menghardik?”
2) Evaluasi Perawat (objektif setelah reinforcement)
” Setelah kita ngobrol tadi, cobak bapak simpulkan
pambicaraan kita tadi?”
” Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak
muncul lagi.”
3) Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil)
" Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan bapak coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau
jam berapa saja latihannya?” (Masukkan kegiatan latihan
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien)
4) Kontral yang akan datang (topik,waktu dan tempat)
”Ibu bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara
berbicara dengan orang lain saat suara-suara itu muncul? Kira-kira
waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 9:30 WIB, bisa?
Kira-kira tempat yang enak ngobrol besok dimana ya, apa masih
disini atau cari tempat yang nyaman? Sampai jumpa besok. ”
LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Definisi Masalah Keperawatan
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham. Waham
atau delusi adalah ide yang salah dan bertentangan atau berlawanan dengan semua
kenyataan dan tidak ada kaitannya dengan latar belakang budaya (Keliat, 2009).

Waham curiga adalah keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha


merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan (Kelliat, 2009).

W. Etiologi
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak
Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :

1. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan menilai


dan menilik terganggu.
2. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan
berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan
gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
3. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
4. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek,
ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
5. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.

X. Proses Terjadinya Masalah


Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal
dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja, 2011).

Waham curiga adalah keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha


merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan (Kelliat, 2009).

Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus internal


dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu keyakinan
individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas. Keyakinan individu
tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang budayanya, serta tidak
dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang
kali (Kusumawati, 2010).

Y. Tanda & Gejala


Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :

1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)


Cara berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk, dan pengorganisasian
bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi.
3. Fungsi emosi
Afek tumpul kurang respons emosional, afek datar, afek tidak sesuai, reaksi
berlebihan, ambivalen
4. Fungsi motorik.
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik gerakan yang
diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
5. Fungsi sosial kesepian.
Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah.
6. Dalam tatanan keperawatan jiwa respons neurobiologis yang sering muncul adalah
gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi.

Tanda dan Gejala Menurut Direja, (2011) yaitu :

Tanda dan gejala pada klien dengan Waham Adalah : Terbiasa menolak makan,
tidak ada perhatian pada perawatan diri, Ekspresi wajah sedih dan ketakutan, gerakan
tidak terkontrol, mudah tersinggung, isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan
bukan kenyataan, menghindar dari orang lain, mendominasi pembicaraan, berbicara
kasar, menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.
Z. Pohon Masalah

AA. Diagnosa Keperawatan


Gangguan proses pikir : waham

BB. Perencanaan Keperawatan


1. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
2. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
3. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
4. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
STRATEGI PELAKSANAAN

WAHAM

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANANAK
2020
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Klien tampak tidak mempercayai orang lain,
curiga, bermusuhan. Takut, kadang panik. Tidak tepat menilai lingkungan /
realitas. Ekspresi tegang, mudah tersinggung
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham

3. Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar

4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya, Sebelum memulai mengkaji pasien dengan
waham, saudara harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya
b. Mengucapkan salam terapeutik
c. Berjabat tangan
d. Menjelaskan tujuan interaksi
e. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
CC. Strategi Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, ibu. Perkenalkan nama saya Perawat D, Saya mahasiswa dari
STIK Muhammadiyah Pontianak. Saya biasa dipanggil D. Saya perawat yang
menjaga ibu pagi ini. Nama ibu siapa? Biasa dipanggil siapa.”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini” Bagaimana tidurnya semalam, Bu?. Ada
keluhan tidak? Apakah Ibu masih terus berfikir sesuatu yang orang lain tidak
menganggy ibu?”
c. Kontrak
“Ibu, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang yang ibu alami saat ini ya
bu. Mau dimana kita berbincang-bincang/ bagaimana kalau diruang tamu? Mau
berapa lama, ibu? Bagaimana kalau 15 menit?”.
2. Fase Kerja
“Saya mengerti Bu merasa bahwa ibu adalah seorang…., tapi yang Ibu rasakan
tidak dirasakan oleh orang lain”

“Tampaknya Ibu elisah sekali, bisa ibu ceritakan apa yang ibu rasakan?”

“O... jadi ibu merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri ibu sendiri?”

“Siapa menurut Ibu yang sering mengatur-atur diri Ibu?”

“Jadi Bapak yang terlalu mengatur-ngatur Ibu, juga kakak dan adik Bapak yang
lain?”

“Kalau Ibu sendiri inginnya seperti apa?”

“O... bagus Ibu sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”

“Coba kita bersama-sama tuliskan rencana dan jadwal tersebut”

“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya Ibu ingin ada kegiatan diluar rumah karena
bosan kalau di rumah terus ya”

3. Terminasi
“Oya Ibu, karena sudak 15 menit, apakah Ibu mau kita berbincang-bincang lagi
atau sampai disini saja?”

“Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-bincang dengan saya?”

“Apa saja yang sudah kita bicarakan Bu”

“Bagaimana kalau saya kembali lagi 2 jam lagi”

“Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang mengenai hobi Ibu?”

“Jadi Ibu, hari ini kita sudah berbincang tentang perasaan yang Ibu rasakan, Ibu
ingin seperti apa dan jadwal yang sudah kita buat”

“Kalau begitu saya pamit dulu Bu, Selamat Pagi”


LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Definisi Masalah Keperawatan
Mencederai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
DD. Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :

1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.


2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi dan faktor prespitasi bunuh
diri antara lain :

1. Faktor Predisposisi
Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
a. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
b. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif
d. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif
diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.

EE. Proses Terjadinya Masalah


Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Mencederai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup aktivitas bunuh diri. Niatnya
adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku
destruktif diri tak langsung termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada
kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi (Stuart &
Sundeen, 2006).

FF.Tanda & Gejala


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak
membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh
diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak
berguna, alam perasaan depresi, agitasi dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB,
berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapun petunjuk
psikiatrik anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, alkoholisme dan
penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja, dimensia dini/
status kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah,
bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru
dialami, faktor-faktor kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan
negatif, keputusasaan, harga diri rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial.

GG. Pohon Masalah

HH. Diagnosa Keperawatan


Resiko Bunuh Diri

II. Perencanaan Keperawatan


1. Masalah Keperawatan
Ancaman atau percobaan bunuh diri
2. Intervensi pada pasien
a. Tujuan keperawatan: Pasien tetap aman dan selamat.
b. Tindakan keperawatan: Melindungi pasien dengan cara:
1) Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke tempat
yang aman
2) Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet, gelas, dan
tali pinggang)
3) Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika pasien
mendapatkan obatnya.
4) Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
STRATEGI PELAKSANAAN

RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANK

2020
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun non verbal
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
4. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
5) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing
cara penyelesaian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik
JJ. Strategi Keperawatan
Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
a. Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya perawat D, biasa di pangil D, saya mahasiswa STIK
Muhammadiyah Pontianak yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi
– 2 siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”

b. Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A paling
merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan kepercayaan diri?
Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?
Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering
mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri?
Ingin bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri? Apa
sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan
tidak ada benda – benda yang membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A,
saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung minta
bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang
besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat, keluarga atau
teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”
c. Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.” (jangan
meninggalkan pasien).
LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Definisi Masalah Keperawatan
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam
Depkes,2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sunden, 1997).

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus,
tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan – perasaan tertentu yang biasanya
disebut dengan perasaan marah (Dermawan dan Rusdi, 2013).

KK. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
Neurologi faktor, beragam komponen dari sistem syaraf mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan
mempengahuri sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulus
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
1) Genetik faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif.
2) Cyrcardian Rhytm, memegang peranan pada individu. Menurut penelitian
pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortsiol terutama
pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pekerjaan sekitar jam 09.00 dan jam 13.00. pada jam tertentu
orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
3) Biochemistry faktor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak
(epinephrine, norephinephrine, asetikolin dan serotonin) sangat berperan
dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh.
4) Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal,
sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
di temukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindakan
kekerasan.
b. Faktor Psikologis
1) Teori psikonalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase
oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yanag cukup cenderung mengembangkan
sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai konpensansi
ketidakpuasannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah.
2) Imitation, modeling and information processing theory, menurut teori ini
perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolerir
kekerasan.
3) Learning theory, menurut teori ini perilaku kekerasan merupakan hasil
belajar dari individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati
bagaimana respon ibu saat marah.
c. Faktor Sosial Budaya
1. Latar Belakang Budaya
a) Budaya permissive : Kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
2. Agama dan Kenyakinan
b) Keluarga yang tidak solid antara nilai keyakinan dan praktek, serta
tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
c) Kenyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang marah
dalam kehidupan. Misal Yakin bahwa penyakit merupakan hukuman
dari Tuhan.
3. Keikutsertaan dalam Politik
a) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
b) Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan politik
4. Pengalaman sosial
a) Sering mengalami kritikan yang mengarah pada penghinaan.
b) Kehilangan sesuatu yang dicintai ( orang atau pekerjaan ).
c) Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
d) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
e) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal.
5. Peran sosial
a) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
b) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
c) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
d) Praduga negatif.
6. Adanya budaya atau norma yang menerima suatu ekspresi marah
2. Faktor Presipitasi
Yosep (2011) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku keerasan
seringkali berkaitan dengan :
1. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

LL. Proses Terjadinya Masalah


Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus,
tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan – perasaan tertentu yang biasanya
disebut dengan perasaan marah (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal, di arahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Dermawan dan Rusdi,
2013).

Suatu keadaan di mana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan


klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang – barang (Fitria, 2010).

MM. Tanda & Gejala


Fitria (2010) mengungkapkan fakta tanda dan gejala risiko perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :

1. Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,


wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata – kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar dan ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/oranglain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : mendominasi cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral dan kreativitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan sosial.
NN. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan persepsi
Perilaku kekerasan
sendori : Halusinasi

Inefektif proses terapi Gangguan konsep diri : Isolasi sosial


Harga diri rendah

Koping keuarga tidak Berduka disfungsional


efektif

OO. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
PP.Perencanaan Keperawatan
Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang
Tujuan Khusus :Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
STRATEGI PELAKSANAAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Proses Keperawatan

1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marah-marah
dan memecahkan piring dan gelas.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. TUK :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab marah
QQ. Strategi Keperawatan

1. Orientasi
a. Salam terapeutik

“Selamat pagi, ibu. Perkenalkan nama saya Perawat D, Saya mahasiswa dari
STIK Muhammadiyah Pontianak. Saya biasa dipanggil D. Saya perawat yang
menjaga ibu pagi ini. Nama ibu siapa? Biasa dipanggil siapa.”

b. Evaluasi/ validasi
Ada apa di rumah sampai dibawa kemari?
c. Kontrak
1) Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang
menyebabkan D marah
2) Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di kamar
perawat?
3) Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit
2. Kerja
a. Apa yang membuat D membanting piring dan gelas?
b. Apakah ada yang membuat D kesal?
c. Apakah sebelumnya D pernah marah?
d. Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
e. Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab D marah-marah.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap?
b. Evaluasi Obyektif
Coba sebutkan 3 penyebab D marah. Bagus sekali.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Lila ingat lagi, penyebab D marah
yang belum kita bicarakan.
d. Kontrak
Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Lila pada saat marah dan cara marah
yang biasa D lakukan.
Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita disini?
Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti.
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMUKEPERAWATAN

SEKOALH TIGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMDIYAH

PONIANAK

2020
A. Definisi Masalah Keperawatan
Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan dan keyakinan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain. Harga diri terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan
realitas dunia (Stuart,2006).
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi diri negatif terhadap diri sendiri, penurunan harga
diri rendah ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun (Keliat dkk, 2011).

RR. Etiologi

Penyebab terjadi harga diri rendah adalah :

1. Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas


keberhasilannya.
2. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak
diberi kesempatan dan tidak diterima.
3. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau pergaulan
4. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuannya.
SS. Proses Terjadinya Masalah

Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian
diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak
berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif
terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012)

Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan dan keyakinan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain. Harga diri terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan
realitas dunia (Stuart,2006)
TT. Tanda & Gejala

Tanda gejala harga diri rendah menurut (Carpenito 2003) antara lain yaitu
perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit, rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat, gangguan hubungan
sosial, seperti menarik diri, tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri,
percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan, mencederai diri. Akibat harga diri yang
rendah disertai harapan yang suram, ingin mengakhiri kehidupan. Tidak ada kontak mata,
sering menunduk, tidak atau jarang melakuakan kegiatan sehari-hari, kurang
memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, berkurang selera makan, bicara
lambat dengan nada lemah.
UU. Pohon Masalah

VV. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah


2. Isolasi sosial : Menarik diri
3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
WW. Perencanaan Keperawatan

Tujuan Umum :Pasien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap


Tujuan Khusus : Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
STRATEGI PELAKSANAAN

HARGA DIRI RENDAH

Disusun Oleh :

Dwita Cahyani SR18212010

S1 B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOALH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien :
a. Klien mengatakan perasaaan yang tidak berharga atau tidak berarti
berkepanjangan yang ditimbulkan dari berubahnya evaluasi diri
b. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri
c. Klien merasa takut pada suara itu dan bersikap seperti mendengar sesuatu
2. Diagnosa :
a. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
b. Isolasi sosial : Menarik diri
c. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
3. Tujuan :
a. Tujuan Umum :Pasien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
b. Tujuan Khusus : Pasien dapat membina hubungan saling percaya
XX. Strategi Keperawatan

1. Orientasi
a. Salam terapeutik

“Selamat pagi, ibu. Perkenalkan nama saya Perawat D, Saya mahasiswa dari
STIK Muhammadiyah Pontianak. Saya biasa dipanggil D. Saya perawat yang
menjaga ibu pagi ini. Nama ibu siapa? Biasa dipanggil siapa.”

b. Evaluasi / validasi

“Menanyakan kabar hari ini?”Menanyakan apakah masih ada pikiran


yang negatif?”

c. Kontrak
“Menjelaskan tujuan kegiatan?”, “Menjelaskan aturan main :klien harus
menuliskan pikiran negatifnya dibuku.” Tempat : Mau dimana kita
bercakap-cakap? Bagaimana kalau di kamar perawat? Waktu : Mau berapa
lama? Bagaimana kalau 10 menit
2. Kerja
“ Klien menuliskan pikiran negatifnya atau situasi emosi dibuku atau
dikertas 3 kolom dan nanti di diskusikan.” dengan terapis masalah apa yang
membuat dirinya menjadi berfikir negatif terhadap dirinya dan mengubahnya
menjadi positif dengan respon yang lebih rasional.”

3. Terminasi
a. Evaluasi :
1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti terapi kognitif
2) Memberi pujian setelah kegiatan tersebut
b. Rencana tindak lanjut
1) Menganjurkan pada klien jika ada
2) masalah untuk mendiskusikan dengan perawat
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyampaikan kegiatan berikut, yaitu mampu bercakap - cakap dengan
anggota kelompok, menanyakan kehidupan pribadinya.
2) Menyepakati waktu dan tempat

Anda mungkin juga menyukai