Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT

CAMPAK PADA BALITA DI ACEH BARAT

Dosen Pengampu :

Yarmaliza ., SKM., M.Si

DI SUSUN OLEH : Kelompok 2

Indah Adharsyah

Shazia Putri Hazima

Diah Anisah Syahfitri

Rahmatun Wahyu

Muliani

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allat SWT atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan proposal tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang
telah di tentukan.
Dengan ini penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dengan baik
tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis proposal serta yang terlibat dalam penyusunan laporan ini.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. drh. Darmawi, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar;
2. Fitrah Reynaldi, SKM.,M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar;
3. Yarmaliza SKM, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Metode Penelitian
4. Terima kasih juga kepada seluruh pihak yang telah ikut serta memberikan bantuan
dan dorongan dalam proses penyelesaian proposal ini.
Akhir kata, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan
laporan ini terdapat banyak kesalahan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis, dan pada umumnya bagi para pembaca.

Meulaboh, 19 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DARTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................ 3
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................................... 3
1.3.2Tujuan Khusus .................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ........................................................................................................................ 4
1.4.1Bagi Masyarakat .................................................................................................. 4
1.4.2 Bagi mahasiswa .................................................................................................. 4
1.4.3Bagi pemerintah .................................................................................................. 4
1.4.4 Bagi institusi ...................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
2.1 Penyakit Campak ........................................................................................................ 5
2.2 Epidemiologi Penyakit Campak .................................................................................. 5
2.2.1 Epidemiologi Penyakit Campak ......................................................................... 5
2.2.2 Etiologi Dan Penularan ....................................................................................... 6
2.2.3 Gejala Klinis ....................................................................................................... 6
2.2.4 Tanda Dan Gejala Penyakit Campak .................................................................. 7
2.2.5 Pengobatan,Pencegahan, Dan Pemberantasan Campak .................................... 8
2.2.6 Vaksinasi Dan Imunisasi .................................................................................... 9
2.3 Faktor Resiko Kejadian Penyakit Campak .................................................................. 9
2.3.1 Tingkat Pengetahuan Ibu ................................................................................... 9
2.3.2 Status Imunisasi .................................................................................................. 10
2.3.3 Umur Pemberian Imunisasi ............................................................................... 11
2.4 Kerangka Teori ............................................................................................................ 11
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................. 13
3.1 Jenis Penelitian.............................................................................................................. 13
3.2 Populasi Dan Sampel ................................................................................................... 13
3.3 Waktu Dan Lokasi Penelitian ....................................................................................... 13
3.4.Prosedur Penelitian ...................................................................................................... 13
3.5 Teknikpengumpulandata .............................................................................................. 14
BAB IV KESIMPULAN .................................................................................................. 15
4.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 15
4.2 Saran ............................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campak (morbili atau measles) adalah salah satu penyakit menular yang sering
terjadi di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari golongan Paramyxovirus.
Gejala yang sering terjadi meliputi demam, batuk, hidung berair, mata merah atau
berair, dan ruam kulit (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Penularan dapat terjadi
melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet (percikan ludah) penderita
campak saat batuk, meludah, atau bersin dan terhirup oleh individu lain.

Menurut WHO Campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan


berbentuk mukolo papular selama tiga hari atau lebih yang disertai panas 38
derajat celsius atau lebih. Penderita campak awalnya mengalami tanda dan gejala
berupa demam, nyeri tenggorokan, hidung meler (coryza), batuk, (Cough), bercak.
dunia. WHO (2019) melaporkan bahwa banyaknya kasus campak di Indonesia
menempati urutan ketujuh di dunia. Upaya pencegahan penyakit campak dapat
dilakukan melalui program vaksinasi measles rubella (MR) yang diberikan pada
bayi usia 9 bulan (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2008-
2019). dunia.

Campak sangat berpotensi menimbulkan wabah, sebelum imunisasi campak


di pergunakan secara luas di dunia hampir setiap anak dapat terinfeksi campak.
Indonesia adalah negara keempat terbesar penduduknya di dunia yang memiliki
angka kesakitan campak sekitar 1 juta per tahun dengan 30.000 kematian. Hal ini
menyebabkan Indonesia termasuk dalam salah satu dari 47 negara prioritas yang
diidentifikasi oleh WHO dan UNICEF untuk melaksanakan akselerasi dalam
rangka mencapai eliminasi campak.

Prevalensi campak tertinggi pada anak balita (3,4%) dan masih cukup tinggi
ditemukan pada usia di bawah 5 tahun (Huvaid, Yulianita dan Mairoza,
2019).Pada tahun 2019 kasus campak melonjak mencapai jumlah kasus tertinggi
yang dilaporkan dalam 23 tahun. Kematian akibat campak global naik hampir 50
persen sejak 2016, merenggut sekitar 207.500 nyawa pada 2019 saja (WHO,
2020). Dengan adanya vaksinasi campak mengakibatkan penurunan 73%

1
kematian akibat campak antara tahun 2000 dan 2018 di seluruh dunia. Meskipun
vaksinasi telah secara drastis mengurangi kematian akibat campak global di
seluruh dunia, Campak masih umum di banyak negara berkembang, terutama di
beberapa bagian Afrika dan Asia.

Pada tahun 2018 dilaporkan lebih dari 140.000 orang meninggal karena
campak terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun, meskipun vaksin sudah
tersedia secara aman dan efektif (World Health Organization, 2019). Penyakit
campak di Indonesia menjadi masalah kesehatan yang harus ditangani karena
kasusnya masih tinggi dan masih terdapat kejadian luar biasa (KLB). Penyebaran
kasus suspek campak hampir terdapat di seluruh provinsi. Kasus suspek campak
terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah (1.562 kasus), DKI Jakarta (1.374
kasus), dan Aceh (972 kasus). Proporsi kasus campak terbesar pada umur 1-4
tahun (29,3%), sedangkan terendah pada umur 10-14 tahun (11,6%) (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Menurut (Profil Kesehatan Aceh, 2020). Provinsi Aceh memilik jumlah kasus
suspek campak pada tahun 2020 sebanyak 270 kasus, terjadi penurunan kasus
campak dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 2.986 kasus. Cakupan imunisasi
campak/MR pada bayi di Aceh tahun 2020 sebesar 40% menurun dari tahun
sebelumnya yang mencapai 53%. Penurunan ini akan dapat meningkatkan risiko
kembalinya penyakit campak. Penyebaran kasus suspek campak terdapat hampir
di seluruh wilayah Aceh.. Suspek campak terbanyak terdapat di Kabupaten Pidie
(470 kasus), di ikuti Aceh Besar (414 kasus), Bireuen (370 kasus), dan Kota
Banda Aceh (327 kasus)

Menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan imunisasi


merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya penyakit menular yang
merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu
upaya menurunkan angka kematian pada anak serta pencegahan penularan
terhadap beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu
tuberkolosis, difteri, pertusis, campak polio, tetanus serta hepatitis B.

2
Mengutip dari situs Ikatan Dokter Indonesia tidak ada batasan usia untuk
imunisasi campak, namun imunisasi campak diberikan pada waktu-waktu terbaik.
Imunisasi campak pertama dianjurkan untuk diberikan kepada anak ketika mulai
berusia 9 bulan dan sebelum masuk sekolah. Kemudian untuk penunjangnya,
vaksin campak kedua diberikan pada anak berusia 18 bulan. Namun, vaksin
campak kedua tidak perlu diberikan apabila seorang anak sudah mendapatkan
vaksin MMR (mumps, measles, rubella). Apabila anak berumur 12 bulan belum
mendapatkan vaksin campak, anak dapat diberikan vaksin MMR. Adapun batas
usia imunisasi campak lanjutan atau imunsasi campak tambahan adalah umur 5-6
tahun melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

Beberapa resiko penyakit akan timbul akibat anak tidak mendapatkan


imunisasi, diantaranya seperti anak akan berisiko terkena penyakit-penyakit
seperti Hepatitis B, TBC, Polio, DPT (Difteri,Pertusis,Tetanus) dan Campak,
parahnya lagi penyakit tersebut bisa menyebabkan kematian pada anak. Sistem
kekebalan tubuh pada anak yang tidak mendapatimunisasi tidak sekuat anak yang
diberi imunisasi. (Hellosehat,2017).

Adapun Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya campak


terdapat tiga variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian campak pada
balita yaitu pengetahuan ibu, status imunisasai, dan umur pemberian imunisasi.
Ibu berpengetahuan kurang balitanya berisiko 5,7 kali lebih besar terkena campak
dibandingkan ibu berpengetahuan baik . Balita tidak diimunisasi campak berisiko
3,7 kali lebih besar terkena campak dibandingkan balita yang diimunisasi campak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan urian latar belakang di atas, maka adapun rumusan masalah di atas,
yaitu apasajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit campak
pada balita di aceh barat

1.3 Tujuan

1.3.1 tujuan umum

3
Untuk mengetahui apasajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
penyakit campak pada balita di aceh barat

1.3.2 tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian penyakit


campak pada balita di aceh barat
b. Untuk mengetahui hubungan status imunisasi dengan kejadian penyakit
campak pada balita di aceh barat
c. Untuk mengetahui hubungan umur pemberian imunisasi dengan kejadian
penyakit campak pada balita di aceh barat

1.4 manfaat

1.4.1 Bagi Masyarakat

1. Masyarakat mengetahui informasi tentang faktor-faktor kejadian campak


2. Masyarakat mengetahui informasi penyakit campak
3. Masyarakat mengetahui informasi tentang imunisasi campak
4.
1.4.2 Bagi Mahasiswa

1. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih aplikatif dalam


bidang kesehatan masyarakat
2. Mendapatkan dan menambah pengalaman serta wawasan secara aktif dan
interaktif di desa.
3. Meningkatkan pengetahuan serta melatih kemampuan dalam berinteraksi
dengan masyarakat secara langsung.

1.4.3 Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan


masukan atau evaluasi terkait faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di
wilayah kerja puskesmas sehingga dapat meningkatkan program kerja atau
penyuluhan mengenai penanggulangan masalah tersebut.

1.4.4 Bagi Institusi Kampus

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan


menambah ilmu pengetahuan terkait faktor yang mempengaruhi kejadian
ISPA khususnya di wilayah kerja puskesmas.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Campak

Campak merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh virus dan sangat


menular. Pada tahun 1963 belum adanya vaksinasi yang meluas sehingga
epidemi terjadi setiap 2-3 tahun dan menyebabkan 2,6 juta kematian setiap
tahun.Pada tahun 2018 dilaporkan lebih dari 140.000 orang meninggal karena
campak terutamaanak-anak di bawah usia 5 tahun, meskipun vaksin sudah
tersedia secara aman dan efektif (World Health Organization, 2019)
Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh
infeksi virus campak. Sebelum pengenalan dan meluasnya penggunaan vaksin
campak terdapat 2 juta kasus kematian etiap tahunnya (Moss, 2017). Setelah
vaksin campak menyebar luas, jumlah kasus campak turun menjadi kurang
dari 150 kasus per tahun dari 2001 hingga 2010(Keller et al., 2019)

2.2 Epidemiologi penyakit Campak

2.2. 1 Epidemiologi penyakit campak

Sebelum adanya pengenalan vaksin campak pada tahun 1963, kasus campak
rata-rata mencapai 549.000 kasus campak dan 495 kematian setiap tahun. Hampir
seluruh orang Amerika terkena campak dan diperkirakan terdapat 3-4 juta kasus
campak setiap tahunnya. Setelah pelaksanaan program vaksin campak dosis satu,
terjadi penurunan yang signifikan dalam kasus campak di Amerika Serikat selama
tahun 1980-an. Pada akhir 1980-an, wabah campak masih terjadi pada anak-anak
usia sekolah yang telah menerima dosis satu vaksin campak. Sehingga pada tahun
1989, dosis kedua vaksinasi campak mulai direkomendasikan. Selama 1989-1991,
kasus campak dilaporkan lebih dari 55.000 kasus dan 123 kematian. Epidemiologi
ditandai oleh kasus pada usia pra-sekolah anak-anak kurang mampu yang tidak
vaksin dosis satu tepat waktu. Peningkatan pemberian vaksin dosis satu dan dosis
dua secara tepat waktu pada anak usia sekolah menyebabkan penurunan kasus
campak (Paul A et al., 2019).

5
2.2.2 Etiologi dan penularan.

1. Etiologi
Virus campak merupakan spesies virus RNA berantai tunggal negatif,
berselubung, tidak bersegmen, termasuk dalam genus Morbillivirus di famili
Paramyxoviridae. Memiliki genom sekitar 16.000 nukleotida yang mengkodekan
enam protein struktural, nukleoprotein, fosfoprotein, hemaglutinin, matriks, fusi,
dan dua protein non-struktural V dan C yang dikodekan dalam fosfoprotein gen.
Protein hemaglutinin merupakan salah satu dari dua glikoprotein trans
membran pada permukaan virion dan berikatan dengan reseptor seluler seperti
limfosit, monosit, makrofag, sel dendritik, dan nectin-4. Kekebalan tubuh
disebabkan oleh penetralan antibodi IgG terhadap protein haemaglutinin yang
menghalangi pengikatan ke sel inang Reseptor. Protein fusi, virus kedua
glikoprotein yang terpapar permukaan virus. Protein fusi bertugas untuk fusi
amplop virus dengan sel inang membran, ribonukleoprotein virus masuk ke dalam
sitoplasma (Moss, 2017).

2. Penularan (Patofisiologi)
Virus campak menular melalui droplet atau partikel aerosol pada mulanya
menginfeksi limfosit, sel dendritik, dan makrofag alveolar di saluran pernapasan.
Selama masa inkubasi, virus bereplikasi dan menyebar. Mulanya menyebar ke
jaringan limfoid kemudian disebarluaskan ke seluruh aliran darah oleh limfosit
yang terinfeksi. Sel dendritik yang terinfeksi dan limfosit mentransfer virus
campak ke sel epitel saluran pernapasan menggunakan reseptor nectin-4.
Permukaan epitel yang rusak memungkinkan transmisi menuju inang yang rentan.
Masa infeksi campak meluas beberapa hari sebelum maupun setelah dimulainya
ruam. RNA virus campak dapat terdeteksi 3 bulan setelah onset ruam. RNA virus
campak tetap terdeteksi di limfoid jaringan meskipun sudah tidak terdeteksi dalam
darah (Moss, 2017).

2.2.3 Gejala Klinis


Masa penularan campak yaitu 4 hari sebelum ruam sampai 4 hari setelah
munculnya ruam. Pada hari 1-3 pertama sakit merupakan fase prodromal.

6
Sedangkan masa inkubasi selama 7-18 hari (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018). Gejala pada campak diawali dengan demam tinggi, pilek, batuk,
kehilangan nafsu makan, dan konjungtivitis (Balu & Mostow, 2019). Muncul
bintik koplik atau papula putih pada dasar eritematosa pada mukosa bukal dalam
beberapa hari. Pada keadaan ini, infeksi sangat menular. Setelah beberapa hari
enantem memudar, suhu meningkat, dan munculnya eksantema morbiliform
eritematosa yang khas dimulai dari belakang telinga (Drutz, 2016). Gejala pada
tubuh berbentuk makulopapular selama 3-7 hari menjalar keseluruh tubuh
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Dalam kasus campak yang
lebih parah dapat menyebabkan infeksi telinga, diare, pneumonia, atau ensefalitis.
Kasus campak pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, kematian saat lahir,
prematur, dan bayi yang baru lahir dengan campak (Balu & Mostow, 2019)

2.2.4Tanda dan gejala penyakit campak

Infeksi campak bisa berlangsung selama beberapa minggu, mulai 7-14 hari
saat seseorang terpapar virus. Namun, masa Inkubasi terjadi pada 7-18 hari.
Gejala awal campak muncul ketika 1-3 hari pertama sakit. Sementara masa
penularan penyakit campak terjadi saat 4 hari sebelum ruam hingga 4 hari setelah
timbulnya ruam.

Adapun gejala campak antara lain:


• Demam dengan suhu lebih dari 38 derajat C. Umumnya, demam
berlangsung 3 hari atau lebih.
• Disertai salah satu atau lebih gejala, meliputi batuk, pilek, mata
merah, maupun mata berair.
• Muncul bercak kemerahan (rash) yang dapat dimulai dari
belakang telinga.
• Makulopapular atau ruam kulit yang tampak sebagai area kulit
yang tampak sedikit menonjol dengan warna yang berbeda dari
kulit normal. Biasanya ruam ini muncul selama 3 hari atau lebih
yang pada kisaran 4-7 hari menjalar keseluruh tubuh.

7
• Koplik's spot atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi
bagian dalam.

2.2.5 Pengobatan,Pencegahan, Dan Pemberantasan Campak


1. Pengobatan
Penatalaksanaan pasien campak terdiri dari terapi suportif untuk
memperbaiki atau mencegah dehidrasi dan defisiensi nutrisi, penyediaan vitamin
A, pengenalan dan pengobatan infeksi bakteri sekunder (Moss, 2017). Vitamin A
harus diberikan pada kasus akut. Vitamin A dosis oral harus diberikan segera
setelah diagnosis dan diulang keesokan harinya,
• 50.000 IU pada bayi < 6 bulan
• 100.000 IU untuk bayi usia 6-11 bulan
• 200.000 IU untuk anak 12 bulan
Jika anak memiliki tanda-tanda oftalmik klinis defisiensi vitamin A
seperti: bintik bitot, berikan dosis ketiga dalam waktu 4-6 minggu kemudian.
Kasus berat campak, seperti pneumonia berat, dehidrasi atau kejang, memerlukan
perawatan khusus (antibiotik, rehidrasi, antikonvulsan). Kasus campak yang tidak
dirawat di rumah sakit harus diisolasi di rumah sampai empat hari setelah onset
ruam (World Health Organization, 2018).
2. Pencegahan
Campak dapat dicegah dengan vaksin campakgondong-rubella (MMR).
Beberapa orang khawatir bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan autisme.
Namun, para ilmuwan di seluruh dunia tidak menemukan hubungan antara vaksin
MMR dan autism (Balu & Mostow, 2019). Vaksinasi campak 97% efektif dalam
mencegah penyakit. Dianjurkan dua kali dalam pemberian; dosis pertama pada
usia 12-15 bulan, dan dosis kedua pada usia 4-6 tahun usia. Pada orang yang
belum pernah vaksin, dalam waktu 72 jam setelah terpapar virus harus divaksin
untuk mencegah infeksi (Drutz, 2016). Wanita hamil, bayi, dan mereka yang
memiliki sistem kekebalan yang lemah harus menerima suntikan antibodi
(imunoglobulin) dalam waktu 6 hari setelah 1615 terpapar virus agar terhindar
dari infeksi dan komplikasi (Balu & Mostow, 2019

8
3. Tahapan Pemberantasan Campak
Penanggulangan campak terdiri dari tiga tahapan, yaitu reduksi, eliminasi,
dan eradikasi. Tahap reduksi adalah upaya meningkatkan cakupan imunisasi rutin
dan imunisasi pada kesempatan kedua dengan pemberian imunisasi tambahan
pada daerah dengan kasus campak yang tinggi. Tahap eliminasi memiliki cakupan
imunisasi >95%, kasus campak sangat jarang terjadi, daerah-daerah dengan
cakupan imunisasi rendah sangat kecil jumlahnya, dan KLB hampir tidak pernah
terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan
diberikan imunisasi. Tahap eradikasi ketika cakupan imunisasi sangat tinggi dan
merata serta kasus campak sudah tidak ditemukan lagi diseluruh dunia (World
Health Organization, 2012).

2.2.6 Vaksinasi dan imunisasi


Vaksin campak terdiri dari vaksin hidup dengan strain virus yang melemah
sehingga terbentuk antibodi yang protektif saat terkena virus campak. Efek
samping dari vaksin adalah rasa sakit, demam, ruam ringan, dan nyeri sendi atau
kekakuan (Drutz, 2016).
Sesuai dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan
Kementerian Kesehatan, anak berusia 9 bulan bisa menerima imunisasi campak /
MR. Sebaik nya di lakukan imunisasi ulangan pada usia 18 bulan (vaksin MR),
dan pada usia 5 – 6 tahun atau 6 – 7 tahun saat BIAS. Imunisasi campak pada
anak di atas 1 tahun dapat di berikan imunisasi kombinasi berupa vaksin MMR
(measles, mumps, rubella). apabila MMR sudah di berikan tidak perlu lagi
melakukan lagi imunisasi campak (MR) pada usia 18 bulan.

2.3 Faktor Resiko Kejadian Penyakit Campak


2.3.1 Tingkat Pengetahuan Ibu
Pengetahuan adalah isi dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui
panca indera manusia yaki indera penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan
rasa. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2000).

9
Seseorang dikatakan mempunyai pengetahuan yang tinggi apabila
didukung oleh banyaknya sumber informasi yang didapatkan. Semakin banyak
informasi yang didapatkan akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan
sumber informasi haruslah akurat. Hal ini sesuai dengan kategori yang
diungkapkan oleh Notoatmodjo yaitu kemungkinan analisis dan sintesis yang
merupakan bagian dari domain kognitif pengetahuan, sehingga semakin baik
kemampuan analisis dan kemampuan sintesis maka tingkat pengetahuan semakin
baik (Notoatmodjo, 2003).
Oleh karena itu Penyakit campak bukanlah penyakit yang dapat
disembuhkan begitu saja tanpa penanggulangan lebih lanjut. Tingkat pemahaman
seseorang terhadap penyakit campak ini harus cukup, setidaknya seorang ibu
harus mengetahui bagaimana gejala awal dari penyakit campak, cara mencegah
agar tidak terserang penyakit campak dan tindakan awal yang harus dilakukan
ketika balita telah terserang penyakit campak. Tingkat pengetahuan yang baik,
membuat para ibu tergerak untuk mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya dalam
bentuk perilaku yaitu dengan mewaspadai penyait campak, memperhatikan
lingkungan bermain anak hingga menjaga daya tahan tubuh anak sehingga tidak
rentan dengan penyakit.

2.3.2 Status Imunisasi


Status Imunisasi merupakan suatu usaha untuk memberikan kekebalan
pada bayi dan anak dengan cara memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah penyakit tertentu. Salah satu program imunisasi
yaitu program imunisasi campak di Indonesia yang dimulai pada tahun 2007,
kemudian pada taun 2007 berhasil dicapai status imunisai dasar lengkap atau
universal child imunization (UCI) secara nasional. Berdasarkan data epidemiologi
di Indonesia didapatkan adanya akumulasi anak balita yang tidak mendapatkan
imunisasi dan anak-anak yang tidak mendapatkan kekebalan setelah pemberian
satu dosis vaksin campak karena efikasi vaksin campak sehingga dapat terjadi
KLB pada kelompok ini.
Imunisasi campak yang didapatkan pada usia 9 bulan adalah cara paling
efektif untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak. Vaksin campak

10
berasal dari virus hidup yang dilemahkan. Pemberian vaksin dengan intrakutan
atau intra muskular dengan dosis 0,5 cc. pemberian imunisasi campak satu kali
akan memberikan kekebalan selama 14tahun, sedangkan untuk mengendalikan
penyakit diperlukan cakupan imunisasi paling sedikit 80% per wilayah secara
merata selama bertahun-tahun (Irianto, 2014).
Penelitian lainnya yang sejalan dilakukan oleh Giasrawan menjelaskan
bahwa status imunisasi yang tidak lengkap pada anak berisiko 16 kali
mempengaruhi terjadinya kasus campak. (Giarsawan, Asmara, & Yulianti, 2014).

2.3.3 Umur Pemberian Imunisasi


Menurut anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), salah satu vaksinasi
yang dapat mencegah penykit campak adalah imunisasi campak rubella yang
diberikan pada anak usia 9 bulan sampai 15 tahun. Pemberian imunisasi campak
rubella dilakukan tiga kali atau tiga dosis. Jika bayi mulai diberi vaksin di usia 9
bulan, dosis kedua vaksin diberikan saat usia 18 bulan, sedangkan dosis ketiga
saat anak berusia 7 tahun.
Imunisasi yang diberikan pada usia 9 bulan dapat meingkatkan imunitas
tubuh. Anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak beresiko lebih besar
menderita campak dibandingkan anak yang mendapatkan imunisasi bahkan dapat
menimbulkan wabah.

2.4 Kerangka Teori


Berdasarkan kerangka teori yang merupakan dari hasil penelirian
didapatkan variable yang didug mempunyai hubungan kuat dengn kajadian
campak yang dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini.

11
Variabel Independen
Umur Pemberian
Imunisasi
Variabel Dependen

Kejadian campak
Status Imunisasi

Tingkat Pengetahuan Ibu

12
BAB III
METODE PENEITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitiankuantitatif dengan desain studi control.
Desain studi control merupakan penenlitian epidemiologis analitik observasional
yang menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu
dengan faktor-faktor risiko tertentu dan berpengaruh terhadap kejadian yang
diteliti dengan cara wawancara, observasi atau pengumpulan data secara sekaligus
pada suatu saat.

3.2 Populasi dan Sampel


1. Populasi
Adapun populasi yang ada dalam penelitian ini adalah seluruh mayarakat
wilayah kerja puskesmas meurebo kabupaten aceh barat. Adapun sampel dalam
penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita berjumlah sekitar 30 orang.

3.3 Waktu dan lokasi penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada hari sabtu-minggu tanggal 5-6 November
2022, adapun lokasi penelitian ini dilakukan diperumahan budha , Kecamatan
Meureubo, Kabupaten Aceh barat.

3.4.Prosedur Penelitian
1.Tahap persiapan
a. Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian
b. Melakukan survey pendahuluan
c. Menyusun jadwal penelitian
2.Tahap Pelaksanaan
a.Mengunjungi lokasi penelitian yaitu Perumahan Budha Suci
b.Melakukan wawancara kepada responden
c.Menganalisis hasil penelitian
d.Menarik kesimpulan
e.Menyusun laporan penelitian

13
3.5 TeknikPengumpulandata
1.Wawancara
Dalam penelitian ini proses pengumpulan data nya melalui teknik
wawancara kepada masyarakat yang tinggal diperumahan budha suci ini terkhusus
bagi ibu yang mempunyai balita. Kemudian juga dilanjutkan dengan wawancara
kepada kepala desa budha suci mengenai apa-apa saja langkah-langkah yang
dilakukan kepala desa beserta warga masyarakat dalam menanggulangi atau
setidaknya mengurangi dampak debu da lingkungan kotor yang ada diperumahan
budha suci tersebut. Adapun alasan kami mengunakan teknik wawancara dalam
pengambilan data adalah karena waktunya lebih cepat dan juga lebih jelas dalam
perolehan informasi.
2. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperkuat data dan informasi yang
didapatkan dari wawancara yang dilakukan di perumahan budha suci ,Kecamatan
meureubo.

14
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh
infeksi virus campak yang ditularkan melalui perantara droplet. Virus campak
termasuk dalam genus Morbillivirus di famili Paramyxoviridae. Gejala pada
campak diawali dengan demam tinggi, pilek, batuk, kehilangan nafsu makan, dan
konjungtivitis. Tatalaksana umumnya suportif dan pemberian vitamin A sesuai
usia penderita. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi MMR.

4.2 Saran
➢ Meningkatkan cakupan imunisasi di masyarakat dan mendeteksi secara
dini dan cepat adanya penyakit campak di masyarakat sehingga tidak
terjadi KLB
➢ Program pencegahan penyakit campak lebih difokuskan pada kelompok 0-
4 tahun dan 5-9 tahun.
➢ Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk membuktikan hubungan antara
cakupan imunisasi campak dengan insidens campak

15
DAFTAR PUSTAKA

Aceh, D.K. (2019) ‘Profil Kesehatan Aceh 2019’, Dinas Kesehatan Aceh, 53(9),
pp. 1689–1699.

Aghata Fisca Fatya Prasasti (2021) ‘Pelaksanaan Desentralisasi Program


Pengendalian Campak di Indonesia Implementation the Decentralization
of Measles Control Program in Indonesia’, pp. 1–9.

Arianto, M. et al. (2018) ‘Beberapa Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Balita
di Kabupaten Sarolangun’, Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas,
3(1), p. 41. Available at: https://doi.org/10.14710/jekk.v3i1.3127.

Batubara, A.R. and Oktaviani, W. (2018) ‘Faktor Risiko yang Memengaruhi


Kejadian Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Makmur Kabupaten
Aceh Utara’, Journal of Healthcare Technology and Medicine, 4(2), p.
225. Available at: https://doi.org/10.33143/jhtm.v4i2.212.

Falawati, W.F. (2020) ‘Hubungan Status Imunisasi Dan Peran Petugas Imunisasi
Dengan Kejadian Campak Di Kabupaten Muna’, Midwifery Journal:
Jurnal Kebidanan UM. Mataram, 5(1), p. 60. Available at:
https://doi.org/10.31764/mj.v5i1.1067.

Farhan, A. (2020) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadiancampak’,


Jurnal Bagus, 02(01), pp. 402–406.

Keluarga, M. (2022) Campak pada Anak, Waspadai Gejala dan Penularannya,


mitrakeluarga.com. Available at:
https://www.mitrakeluarga.com/artikel/artikel-kesehatan/campak.

Kemenkes RI (2018) ‘Situasi Campak dan Rubella di Indonesia 2018


Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Jl. HR Rasuna Said
Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta Selatan’, Kemenkes Campak [Preprint].

Kemkes RI (2022) 2 Tahun Cakupan Imunisasi Rendah, Pemerintah Gelar Bulan


Imunisasi Anak Nasional, kemkes.go.id. Available at:
https://www.kemkes.go.id/article/view/22062800003/2-tahun-cakupan-
imunisasi-rendah-pemerintah-gelar-bulan-imunisasi-anak-nasional.html.

Kristianto, W., Retno, D. and Saputra, S. (2021) ‘Model Susceptible Vaccinated


Infected Recovered : formulasi dan penerapan model pada penyebaran
penyakit campak di indonesia’, 12(2), pp. 271–278.

Nur Afifah, M. (2022) Apa itu Imunisasi Campak Rubella, Manfaat, untuk Usia
Berapa, Efeknya?, KOMPAS.com. Available at:
https://health.kompas.com/read/2022/09/22/090100068/apa-itu-imunisasi-
campak-rubella-manfaat-untuk-usia-berapa-efeknya-?page=all.

Nurseptiana, E., Suroyo, R.B. and ... (2021) ‘Perspektif Agama (Islam) Dan
Kesehatan Tentang Penggunaan Imunisasi Campak Di Puskesmas

16
Simpang Kanan Kecamatan Simpang …’, Journal of …, 7(1), pp. 451–
465. Available at:
http://jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/view/1478.

Satiti, E., Widyaningsih, P. and Setiyowati, R. (2022) ‘Model Susceptible


Vaccinated Infected Treatment Recovered Dengan Pengaruh Sanitasi Pada
Penyebaran Penyakit Menular (Kasus Campak Di Indonesia)’, Jurnal
Ilmiah Pendidikan Matematika, 10(1), pp. 45–56.

Savita, R. and Vira, E. (2021) ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Terhadap Status Imunisasi Pada Balita Pasien Campak’, Citra Delima :
Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung, 5(1), pp. 53–57.
Available at: https://doi.org/10.33862/citradelima.v5i1.236.

Wulan, M. and Listiarini, U.D. (2018) ‘Pengaruh Faktor Predisposisi dan


Dukungan Suami terhadap Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat’, Jurnal
Bidan Komunitas, 1(1), p. 11. Available at:
https://doi.org/10.33085/jbk.v1i1.3910.

17

Anda mungkin juga menyukai