Anda di halaman 1dari 58

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN

PENYAKIT MALARIA DI PUSKESMAS REMU


KOTA SORONG

PROPOSAL

Disusun oleh :

YULINDA SAA
201701037

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SORONG
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT


MALARIA DI PUSKESMAS REMU KOTA SORONG

Diajukan oleh :

YULINDA SAA
201701037

Telah disetujui untuk diseminarkan pada :


Hari/Tanggal : 26 FRebruari 2022
Jam :
Tempat : Kampus STIKES Sorong

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Jenni Lilis S Siagian, SKM., M.Kes. Dr. Sariana Pangaribuan, SKM., M.Kes.
NIDN. 081010800 NIDN. 1202097801

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua

Dr. Sariana Pangaribuan, SKM., M.Kes.


NIDN. 1202097801

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
LEMBARAN PERSETUJUAN ................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6
A. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan Kelambu............................. 6
B. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan Kawat Kasa ........................ 12
C. Tinjauan Umum Tentang Lingkungan Fisik ................................... 19
D. Tinjauan Umum Tentang Kejadian malaria .................................... 21
E. Kerangka Teori ............................................................................... 32
F. Kerangka Konsep .......................................................................... 33
G. Definisi Operasional ....................................................................... 33
H. Hipotesis ......................................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 36
A. Desain Penelitian ............................................................................ 36
B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 36
C. Populasi dan Sampel........................................................................ 36
D. Instrumen Penelitian ....................................................................... 37
E. Cara Penggumpulan Data ................................................................ 37
F. Pengolahan dan Analisa Data .......................................................... 38

iii
G. Etika Penelitian ............................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 53
LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Hidup Malaria ..................................................................... 25

Gambar 2.2. Kerangka Teori ............................................................................. 32

Gambar 2.3. Kerangka Konsep ......................................................................... 33

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Sebagai Responden

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Surat pengambilan data awal

vi
DAFTAR SINGKATAN

Dinkes : Dinas Kesehatan

IQ : Intelegentia Quantion

ITMN : insecticide-treated mosquito net

KBTL : Kelambu Berinsektisida Tahan Lama

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

KLB : Kejadian Luar Biasa

PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

RDT : Rapid Diagnostic Test

RI : Republik Indonesia

SDM : Sumber Daya Manusia

WHO : Word Health Organization

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria merupakan penyakit yang dapat mengancam jiwa penderita,

diakibatkan oleh parasit plasmodium, dan dapat ditularkan nyamuk

Anopheles betina yang terinfeksi dengan cara lewat gigitan. Penyebaran

malaria tergantung pada interaksi antara agent, host, dan lingkungan. Faktor

lingkungan umumnya sangat dominan sebagai penentu kejadian malaria pada

suatu wilayah daerah endemis malaria (Velarina, 2019).

Malaria tersebar ke seluruh belahan dunia dan merupakan masalah

global sehingga World Health Organization (WHO) menetapkan komitmen

global untuk mengontrol dan eliminasi malaria bagi setiap negara. Pada tahun

2020 secara global penderita malaria mencapai 212 juta kasus dan 429.000

diantaranya meninggal dunia sebagian besar terjadi di sub-Sahara Afrika

lebih dari dua pertiga (70 %) kematian akibat malaria terjadi pada usia anak-

anak (Kemenkes RI, 2021).

Berdasarkan capaian endemisitas per provinsi tahun 2020 terdapat 3

provinsi yang telah mencapai 100% eliminasi malaria, antara lain DKI

Jakarta, Jawa Timur, dan Bali). Sementara provinsi dengan wilayahnya yang

belum mencapai eliminasi malaria yakni Maluku, Papua, dan Papua Barat.

Tahun 2020 masih ada 23 kabupaten/kota yang endemis malarianya masih

tinggi, 21 kabupaten/kota endemis sedang, dan 152 kabupaten/kota endemis

rendah. Banyak upaya yang dilakukan dalam mencapai eliminasi malaria,

antara lain dengan advokasi antar kepala daerah baik bupati/walikota dengan

1
2

gubernur. Pencegahan malaria dilakukan dengan membagikan kelambu dan

dilakukan pemantauan penggunaannya (Kemenkes RI, 2021)

Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2018 adalah 1,9 persen

menurun dibanding tahun 2016 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami

peningkatan tajam jumlah penderita malaria. Prevalensi malaria tahun 2019

adalah 6,0 persen. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi

adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%),

Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan

Maluku (3,8% dan 10,7%) (Kemenkes RI, 2021).

Berdasarkan data laporan bulanan malaria yang didapatkan dari Dinas

Kota Sorong, selama bulan Januari-Desember 2021 tercatat terdapat 3.617

penderita malaria dengan pengklasifikasikan 3 golongan umur, yaitu: umur 0-

4 tahun sebanyak 2.426 orang, umur 5-14 tahun sebanyak 1.603 orang, dan

umur > 15 tahun sebanyak 3588 orang (Dinkes Kota Sorong, 2021).

Berdasarkan studi pengambilan data awal di Puskesmas Remu Kota Sorong

pada Januari tahun 2022 jumlah pasien malaria secara keseluruhan yang

datang berkunjung dan yang positif malaria sebanyak 45 orang (Data

Puskesmas, 2021).

Penyebaran dan perkembangbiakan nyamuk Anopheles dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu faktor lingkungan (perubahan lingkungan global/

iklim dan perubahan lingkungan fisik), faktor pengetahuan, faktor sikap dan

faktor perilaku. Perubahan lingkungan global/ iklim terdiri dari temperatur/

suhu dan pola tiupan angin yang mempunyai dampak langsung pada
3

reproduksi vektor, perkembangannya, umur, dan perkembangan parasit dalam

tubuh vektor (Achmadi, 2017).

Faktor-faktor yang dianggap berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah

kerja Puskesmas Remu yaitu faktor lingkungan (tempat perkembangbiakan

nyamuk, dan pemeliharaan ternak besar), dan faktor perilaku adalah pemasangan

kawat kasa nyamuk, pemakaian kelambu. Pemakaian kelambu waktu tidur setiap

malam mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadiaan malaria.

Penggunaan kawat kasa nyamuk mempunyai hubungan yang bermakna dengan

kejadian malaria dan pemakaian repelen mempunyai hubungan yang bermakna

dengan kejadian malaria. Faktor lingkungan meliputi tempat perkem-bangbiakan

nyamuk, dan pemeliharaan ternak besar. Memelihara ternak besar mempunyai

hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria Dari penelitian (Oktofina

Sir,2015) dari 180 responden terdapat 73,9% yang berpendidikan rendah dan

26,1% responden berpendidikan tinggi. Dan sisi pekerjaan, hampir seimbang

antara responden yang bekerja dan tidak. Sebagian besar responden memiliki

penghasilan (90%) dan pengetahuan yang kurang (74,4%). Hampir 80%

responden bersikap negatif dan bertindak kurang baik. Hanya 5% responden yang

menggunakan kelambu dan hanya sekitar 3% yang tidak menderita malaria. Hasil

analisis bivariat menunjukkan bahwa dari hasil analisis bivariat menggunakan uji

fisher's Exact, karakteristik responden yang berhubungan dengan kejadian malaria

(p0,005)..

Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Lubis (2020) dengan judul

Pengaruh Pemakaian Kelambu, Kawat Kasa dan Kondisi Geodemografis


4

Terhadap Kejadian Malaria di Kabupaten Batu Bara. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa Ada pengaruh pemakaian kelambu (OR 2,8) dan kawat

kasa (OR 2,5) terhadap kejadian malaria. Berdasarkan analisis purely spasial

dengan menggunakan software satscan terdapat dua cluster. Cluster 1 terdiri

dari 5 kasus dengan nilai RR = 4,41 dan cluster 2 terdiri dari 8 kasus dengan

nilai RR = 0,51.

Penelitian oleh Rahmadiliyani dan Noralisa (2016) yang menyebutkan

adanya hubungan pemakaian kelambu dengan kejadian malaria di Desa Teluk

Kepayang Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu. Penelitian yang

sama dilakukan oleh Sir dkk di Kecamatan Babola Nusa Tenggara Timur.

Tidak memakai kelambu saat tidur di malam hari maka hal ini akan

meningkatkan kesempatan untuk digigit oleh nyamuk sehingga akan berisiko

tertular malaria. Hal yang berbeda di dapat dari penelitian di Lampung yang

menyatakan pemakaian kelambu tidak berhubungan dengan kejadian malaria,

karena kelambu yang digunakan bukan kelambu berstandar insektisida.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustafa (2018) di Kabupaten

Banyumas dan di Kalimantan Barat. Penggunaan kawat kasa dapat mencegah

nyamuk masuk pada saat malam hari dimana nyamuk Anopheles aktif

menggigit. Penelitian lain menjelaskan pemakaian kawat kasa yang tidak

menyeluruh mengakibatkan nyamuk dapat masuk ke dalam rumah dan

meningkatkan kontak antara nyamuk dan manusia.

Penelitian Lubis (2020), menunjukan bahwa Ada pengaruh pemakaian

kelambu (OR 2,8) dan kawat kasa (OR 2,5) terhadap kejadian malaria.
5

Berdasarkan analisis purely spasial dengan menggunakan software satscan

terdapat dua cluster. Cluster 1 terdiri dari 5 kasus dengan nilai RR = 4,41 dan

cluster 2 terdiri dari 8 kasus dengan nilai RR = 0,51.

Perubahan lingkungan fisik yang memengaruhi banyaknya jumlah

vektor malaria seperti danau, kolam ikan, muara sungai, saluran pembuangan

air, dan lubang bekas galian (Dalimunthe, 2018). Berdasarkan uraian di atas,

maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang ―faktor-faktor

yang memengaruhi kejadian penyakit malaria di Puskesmas Remu Kota

Sorong‖.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka merumuskan masalah

penelitian ini adalah faktor apa saja yang memengaruhi kejadian penyakit

malaria di Puskesmas Remu Kota Sorong?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kejadian malaria di

Puskesmas Remu Kota Sorong.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik penderita malaria di Puskesmas Remu

Kota Sorong.

b. Menganalisis pengaruh penggunaan kawat kasa terhadap kejadian

malaria di Puskesmas Remu Kota Sorong.


6

c. Menganalisis pengaruh perilaku penggunaan kelambu terhadap

kejadian malaria di Puskesmas Remu Kota Sorong.

d. Menganalisis pengaruh lingkungan fisik terhadap kejadian malaria di

Puskesmas Remu Kota Sorong.

D. Manfaaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

mahasiswa jurusan ilmu kesehatan masyarakat dalam memberikan

pelayanan pada masyarakat khususnya tentang penggunaan kasa dan

penggunaan kelambu pada penderita malaria.

2. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan

penelitian berikutnya dengan mengembangkan variabel penelitian yang

lebih luas mengenai penggunaan kasa dan penggunaan kelambu pada

penderita malaria.

3. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi tenaga

kesehatan untuk dapat lebih meningkatkan pencegahan penyakit malaria

dengan menggunakan penggunaan kasa dan penggunaan kelambu.

Berdasarkan penelitian dari Ferlia Susanti (2014), menunjukkan

bahwa variabel independen yang paling banyak jumlahnya baik pada kasus

maupun kontrol adalah tempat perindukan nyamuk disekitar rumah yaitu

sebanyak 167 responden (92,8%), dimana jumlah kelompok kasus


7

sebanyak 88 responden (97,8%) dan kelompok kontrol sebanyak 79

responden (87,8%). Sedangkan, berdasarkan hasil penelitian dari Rian

Anjasmoro (2013), bivariat diketahui bahwa tidak ada hubungan kebiasaan

menggunakan kelambu dengan kejadian malaria (p = 0,479). Penelitian

Dewi (2011) di Desa Pagedongan juga menyatakan tidak ada hubungan

antara kebiasaan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria 12 .

Menurut penelitian Ferlia Susanti (2013), Pemasangan kawat kasa

pada ventilasi rumah responden menunjukkan bahwa dari 90 responden

dari kelompok kasus , sebanyak 81 responden (90%) tidak memasang

kawat kasa pada ventilasi rumahnya, lebih banyak dari pada responden

yang memasang kawat kasa pada rumahnya yaitu hanya 9 responden

(10%). Sedangkan penelitian dari


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan Kelambu

1. Pengertian kelambu

Kelambu merupakan tirai tipis, tembus pandang, dengan jaring-jaring

penahan berbagai serangga yang dapat menggigit atau menggangu orang

yang menggunakannya (Ernawati et al., 2015). Cara kerja insektisida

dalam tubuh serangga berkaitan dengan istilah mode of action dan cara

masuk atau mode of entry. Cara insektisida memberikan pengaruh melalui

titik tangkap (target site) di dalam tubuh serangga disebut dengan mode of

action. Enzim atau protein biasanya merupakan titik tangkap pada

serangga. Satu atau lebih titik tangkap dapat dipengaruhi oleh beberapa

insektisida. Insektisida yang digunakan untuk mengendalikan vektor

memiliki beberapa cara kerja yang dibagi dalam lima kelompok, yaitu: 1)

memengaruhi sistem saraf, 2) menghambat produksi energi, 3)

memengaruhi sistem endokrin, 4) menghambat produksi kutikula dan 5)

menghambat keseimbangan air (Arasy dayati, 2017).

Kelambu berinsektisida tahan lama (KBTL) adalah kelambu yang

sudah diberikan insektisida di pabrik, baik melalui pencampuran pada serat

benang (fiber) atau pelapisan pada serat benang atau pada kelambu yang

sudah jadi dicelupkan bahan celup insektisida yang tahan lama. Saat ini

KBTL yang diproses di pabrik melalui pencampuran insektisida pada serat


9

benang, atau pelapisan insektisida pada serat benang yang sudah mendapat

rekomendasi WHO adalah KBTL mengandung bahan aktif insektisida

deltamethrin 0,055 g/m2, permethrin 1g/m2, atau alfa-sipermetrin 0,2

g/m2 (World Health Organization, 2017). Insektisida deltamethrin,

permethrin, dan alfa-sipermethrin termasuk dalam golongan insektisida

synthetic pyretroid (SP) yang bekerja mengganggu sistem saraf vektor

malaria (Arasy, 2017).

Kemenkes RI telah menyusun tujuan, kebijakan dan strategi untuk

mengeliminasi malaria. Strategi yang telah ditetapkan yaitu distribusi

kelambu berinsektisida secara rutin dan masal, meningkatkan penggunaan

kelambu berinsektisida oleh masyarakat melalui promosi kesehatan dan

meningkatkan distribusi kelambu berinsektisida secara gratis kepada

penduduk di daerah endemis malaria (Kemenkes RI, 2011).

2. Perilaku penggunaan dan perawatan kelambu berinsektisida

Menurut Lawrence Green, masalah kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behavioral factors) dan faktor non perilaku (non-behavioral factors).

Selanjutnya, perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor,

yaitu faktor predisposisi, faktor penguat dan faktor pemungkin. Faktor

predisposisi (predisposing factors) adalah faktor yang mempermudah

terjadinya perilaku penggunaan dan perawatan kelambu, seperti

pengetahuan tentang penyakit malaria dan pengetahuan tentang kelambu.

Faktor yang kedua yaitu faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor
10

yang dapat mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku penggunaan

kelambu, seperti persepsi tentang dukungan kepala keluarga, persepsi

tentang dukungan tokoh masyarakat, dan persepsi tentang dukungan

petugas kesehatan untuk menggunakan dan merawat kelambu dengan baik.

Faktor yang ketiga adalah faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor

yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku penggunaan kelambu,

seperti keterpaparan informasi tentang penyakit malaria dan pemberian

kelambu untuk mencegah malaria (Ora, Widjanarko, 2016).

Terdapat beberapa hal yang dapat menentukan perilaku seseorang

dalam menggunakan dan merawat kelambu, yaitu percaya bahwa mereka

rentan terhadap masalah kesehatan tertentu, menganggap masalah ini

serius, meyakini efektivitas kelambu untuk mencegah malaria, tidak

mahal, dan menerima anjuran untuk menggunakan dan merawat kelambu

dengan baik (Widjanarko, 2016).

Menurut WHO (2017) penggunaan kelambu berinsektisida di

beberapa negara di Afrika dapat menurunkan angka kesakitan malaria

sebesar 50%, angka kelahiran bayi dengan berat badan kurang (23%),

angka keguguran pada kehamilan pertama sampai keempat (33%), dan

angka parasitemia pada plasenta (23%).

3. Cara penggunaan

Menurut Kemenkes RI (2017) penggunaan kelambu berinsektisida

tahan lama harus meperhatikan hal-hal berikut ini agar pemakaiannya

efektif:
11

a. Kelambu berinsektisida yang baru dikeluarkan dari bungkus plastiknya

sebaiknya diangin-anginkan terlebih dahulu di tempat yang teduh dengan

b. cara menggantung kelambu tersebut pada tali selama sehari semalam

sampai baunya hilang.

c. Pemasangan kelambu dilakukan dengan mengikatkan ke empat tali

kelambu pada tiang tempat tidur atau paku di dinding. Saat tidur

menggunakan kelambu, semua ujung bawah kelambu dimasukkan

dibawah kasur sehingga tidak ada nyamuk yang dapat masuk ke dalam

kelambu.

d. Kelambu digunakan setiap malam ketika tidur, tidak hanya ketika ada

nyamuk atau dianggap tidak ada nyamuk.

e. Pada siang hari kelambu diikat atau digulung supaya tidak cepat robek.

f. Setelah 3 tahun kelambu berinsektisida tahan lama akan menjadi tidak

efektif lagi, maka dari itu penggunaan kelambu harus menghubungi

petugas puskesmas atau kader setempat untuk dilakukan pencelupan

ulang.

g. Dilarang merokok atau menyalakan api di dekat kelambu karena mudah

terbakar.

4. Cara perawatan

Perawatan kelambu yang benar dapat memengaruhi efektivitas

kelambu. Efektivitas kelambu dapat menurun seiring dengan lama

pemakaian kelambu dan frekuensi pencucian kelambu (Boewono et al.,

2016). Perilaku perawatan KBTL yang benar sangat penting untuk


12

menjaga kandungan insektisida dalam benang kelambu. Pencucian KBTL

yang tidak benar dapat mengurangi kandungan insektisida pada KBTL

sehingga efektivitasnya dalam mengendalikan vektor nyamuk berkurang

dan dapat mempercepat proses resistensi terhadap insektisida (World

Health Organization dan Global Malaria Programme, 2017).

Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kotabaru khususnya dalam

pencucian KBTL didapatkan hasil bahwa 33,3% rumah tangga melakukan

frekuensi mencucui KBTL sebanyak 1–2 bulan sekali dimana frekuensi

tersebut termasuk sering. Menurut standar WHO (2017), KBTL efektif

membunuh nyamuk sampai pencucian 20 kali. Frekuensi yang sering

dalam mencuci KBTL dapat berpotensi menghilangkan insektisida pada

KBTL karena insektisida yang melekat pada kelambu akan larut bersama

air. Penelitian yang dilakukan oleh Boewono, Widiarti dan Mujiono

(2018) di Desa Tambangan Kota Semarang menunjukkan bahwa setelah

10 kali pencucian, daya bunuh KBTL terhadap Anopheles acconitus yang

mengandung alfa-sipermenthrin 0,2 g/m2, deltamethrin 0,055 g/m2 dan

permethrin 1 g/m2 secara berturut turut yaitu 87,78%, 86,89% dan 58%

sedangkan setelah pencucian 20 kali, daya bunuh KBTL terhadap

Anopheles acconitus yang mengandung alfa-sipermenthrin 0,2 g/m2,

deltamethrin 0,055 g/m2 dan permethrin 1 g/m2 berkurang menjadi

30,50%, 32,56% dan 22,83%.

Hasil penelitian terhadap penjemuran kelambu di Kabupaten

Kotabaru didapatkan 66,67% rumah tangga menjemur KBTL di bawah


13

terik sinar matahari secara langsung, hal ini dapat berpotensi

menghilangkan insektisida lebih cepat. Sebagian insektisida akan menguap

pada suhu tertentu. Idealnya, penjemuran kelambu setelah dicuci

dilakukan di tempat teduh yang tidak terkena sinar matahari secara

langsung (Indriyati, dkk., 2016).

Perawatan kelambu dilakukan sendiri oleh masyarakat yang

menggunakan kelambu. Cara merawat kelambu menurut Kemenkes RI

(2011) adalah sebagai berikut:

a. Kelambu harus diperiksa secara teratur untuk mengetahui ada tidaknya

lubang atau bagian yang robek. Jika ada yang robek kelambu harus

segera dijahit.

b. Masyarakat dapat mencuci kelambu yang sudah kotor karena debu secara

berkala, yaitu setiap 2–3 bulan sekali. Kelambu dicuci menggunakan

deterjen. Tidak boleh dikucek, disikat atau dicuci menggunakan mesin

cuci. Tidak boleh mencuci dengan sabun batangan karena mengandung

kadar soda yang tinggi. Dalam mencuci kelambu ukuran keluarga dengan

luas 19m2, diperlukan air sekitar 1 liter dan deterjen 2 g/liter. Kelambu

dimasukkan ke dalam ember yang berisi larutan deterjen dengan cara

dicelupkan berulang-ulang ke dalam ember sampai kotorannya hilang.

Selanjutnya kelambu dibilas dengan air bersih maksimal 3 kali. Air bekas

cucian kelambu dibuang dilubang galian sedalam 0,5 meter dan jauh dari

sumber mata air supaya aman. Kelambu dikeringkan di tempat yang

teduh, terlindung dari sinar matahari langsung. Dalam mengeringkan


14

kelambu tidak boleh diperas.

B. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan Kawat Kasa

1. Pengertian kawat kasa

Kawat nyamuk merupakan penutup dengan material kawat yang

dipasangkan pada ventilasi atau bukaan, seperti pintu dan jendela sebagai

pencegah nyamuk ataupun serangga lainnya masuk ke dalam rumah

(Waode, 2017).

2. Fungsi kawat nyamuk

Menurut Kemenkes (2018) Fungsi kawat nyamuk adalah sebagai

berikut:

a. Melindungi keluarga dari nyamuk dan serangga yang dapat

menimbulkan berbagai penyakit.

b. Sirkulasi udara di rumah maupun di ruangan tetap segar dan nyaman.

c. Melindungi mesin produksi di pabrik dari debu.

d. Sebagai pengaman rumah / teralis.

e. Memberikan perlindungan terhadap sinar matahari.

f. Cocok untuk pemakaian di rumah, villa, kantor, pabrik, apartmen,

sekolah dan sebagainya.

3. Jenis-jenis kawat nyamuk

Penggunaan kawat nyamuk di rumah bisa dipasangkan di berbagai

tempat, bisa dipasang di jendela, bisa di pintu, atau bisa juga di ventilasi.

Bahan kasa nyamuk yang ada di pasaran juga bermacam-macam jenisnya

(Kemenkes, 2018).
15

a. Kawat nyamuk magnet

Magnetic insect screen atau biasa disebut dengan kawat

nyamuk magnet. Jenis kawat nyamuk yang saat ini banyak ditemui di

masyarakat karena harganya murah dan banyak perusahaan yang

menjual jenis kasa nyamuk ini.

Kawat nyamuk ini sudah dilengkapi dengan magnet pada setiap

sisinya. Jadi cukup mudah untuk menempelkan kasa nyamuk pada

bagian tembok / jendela. Kelebihan dan kekurangan kawat nyamuk

magnet:

1) Pilihan warnanya cukup banyak

2) Pemasangannya mudah

3) Harganya murah

4) Kawa nyamuk gampang dilepas dan dibersihkan, sebab jika lama

tidak dibersihkan akan banyak debu menempel pada

permukaannya.

5) Kekurangannya jika sering dicopot dan dipasang kembali kekuatan

magnet akan berkurang, sehingga sulit menempel dengan kuat.

6) Dalam proses pembersihan harus hati-hati agar tidak sobek sebab

kawat nyamuk ini tidak setebal kawat nyamuk baja.

Jenis bahan yang dipakai untuk kawat nyamuk magnet ini adalah:

1) Miniflex – Miniflex Coating – Parabola Coating

2) Fiber – Parabola Silser


16

Material ini cukup kuat dan karena sudah diwarnai membuat

kawat nyamuk ini tahan terhadap karat. Jika anda ingin memasang

kawat nyamuk pada jendela rumah / lubang ventilasi dengan harga yang

cukup murah kasa nyamuk magnet ini bisa anda coba.

b. Kawat nyamuk baja

Jenis kawat ini sesuai dengan namanya ―kawat nyamuk baja“

logam baja. Logam baja sendiri adalah material buatan yang bukan

hanya berasal dari unsur besi saja melainkan merupakan berbagai

macam paduan lainnya. Material baja banyak dipakai diindustri dan

kontruksi karena baja mempunyai kekuatan, keuletan melebihi material

besi biasa. Kasa nyamuk baja ini mempunyai kerapatan lubang

yang pas dan sangat efektif untuk menghalau nyamuk / serangga

lainnya.

Kelebihan dan kekurangan kawat nyamuk baja:

1) Kuat dan bisa anda gunakan sebagai pengaman rumah.

2) Pilihan warnanya banyak

3) Bahannya tidak lentur, tidak bisa digulung karena berbentuk

lembaran.

4) Untuk merk kawat nyamuk tertentu mempunyai ketebalan yang

cukup tebal sehingga kasa nyamuk tidak dapat digulung seperti kasa

nyamuk parabola / lainnya.

5) Tahan cuaca dan antikarat


17

6) Sayangnya harganya cukup mahal diantara jenis kawat nyamuk yang

lain.

c. Kawat nyamuk stainless

Kawat nyamuk stainless adalah anyaman dari kasa stainless yang

sudah dilapisi antikarat dengan kadar stainless SUS 304. Kawat

nyamuk ini cukup banyak dipakai sebab mempunyai kekekuatan yang

cukup baik dan tahan terhadap cuaca.

Kelebihan dan kekurangan kawat nyamuk Stainless:

1) Tahan karat dan awet

2) Kuat, tidak mudah sobek dan tidak berkerut

3) Mudah dibersihkan

4) Kekurangannya tidak ada pilihan warna selain stainless

5) Harganya cukup mahal

d. Kawat nyamuk nilon

Bahan Nilon adalah salah satu jenis bahan yang berasal dari

produk minyak bumi. Nilon bisa dikombinasi dengan bahan lain, seperti

bahan katun, guna menciptakan bahan kombinasi. Bahan yang dibuat

dengan campuran nilon dan katun mampu menghasilkan suatu bahan

yang kuat, ulet, dan awet.

Kelebihan dan kekurangan kawat nyamuk nilon:

1) Pilihan warnanya cukup banyak

2) Bisa anda gunakan sebagai penutup lubang ventilasi

3) Harga murah
18

4) Bahannya lentur

5) Tidak kuat dan mudah sobek

6) Tidak untuk pemakaian jangka panjang

Kawat nyamuk nilon tidak disarankan untuk dipakai sebagai

penutup pintu, jendela rumah anda sebab bahan lentur dan bisa

mengkerut. Fungsi kasa nyamuk ini bisa sebagai penutup ruangan

tertentu dengan mempertimbangkan biaya yang rendah

e. Kawat Nyamuk Aluminium

Kawat nyamuk Aluminium juga dikenal sebagai kawat nyamuk

parabola, kasa nyamuk parabola beberapa pilihan lubang kerapatan

yang dapat anda pilih. Tapi setiap ukuran lubang kasa nyamuk sudah

disesuaikan dapat menghalau nyamuk secara optimal. Bahan aluminium

juga mempunyai bahan kelebihan sehingga banyak dipakai untuk bahan

industri dan rumah tangga.

Kelebihan dan kekurangan kasa nyamuk parabola:

1) Banyak pilihan warna

2) Harganya cukup murah

3) Tahan cuaca dan antikarat

4) Bahannya lentur jadi bisa digulung.

5) Kawat Nyamuk tidak terlalu tebal

6) Tidak terlalu awet karena bahannya tidak tebal.


19

f. Kawat nyamuk fiberglass

Kasa nyamuk berikutnya terbuat dari bahan fiber, bahan ini cukup

baik untuk mencegah nyamuk atau serangga masuk ke dalam rumah.

Bahan fiber sering dikira sama dengan bahan plastik, akan tetapi

fiberglass mempunyai kekuatan yang lebih baik dibandingkan dengan

plastik.

Kelebihan dan kekurangan kawat nyamuk Fiberglass:

1) Pilihan warnanya cukup banyak

2) Bisa anda gunakan sebagai penutup lubang ventilasi

3) Harga murah

4) Bahannya lentur

5) Tidak kuat dan mudah sobek

6) Tidak untuk pemakaian jangka panjang

4. Cara pemasangan kasa nyamuk

Selain jenis-jenis kawat nyamuk diatas yang perlu anda juga tahu

cara kerja dan pemasangan kawat nyamuk tersebut. Ada beberapa teknis

pemasangan dan masing-masing cara kerjanya / cara bukanya juga

berbeda. Berikut pembahasannya:

a. Kawat nyamuk ditempel dengan magnet

Kasa nyamuk magnet diatas membutuhkan bingkai / kusen / dudukan

sendiri untuk memasang magnetnya. Jenis kawa nyamuk yang bisa

dipakai untuk cara kerja ini adalah


20

1) Kasa Nyamuk Parabola

2) Kasa Nyamuk Nilon

3) Kasa Nyamuk Aluminium

4) Kasa Nyamuk Fiber

Karena kawat nyamuk diatas sedikit lentur jadi mudah untuk

membuka dan menempelkannya kembali. Cara buka kasa nyamuk

magnet ini adalah dengan menarik kawat nyamuk pada bagian sudut

yang sudah ada sedikit lubang untuk dimasukkan jari. Kelebihan kasa

nyamuk model ini adalah mudah dibersihkan karena bisa dicopot.

Kekurangannya magnet lama-lama akan berkurang daya rekatnya.

b. Pintu swing kawat nyamuk

Jenis kedua ini biasa dikenal dengan pintu kasa nyamuk expanda,

pasti anda sudah tidak asing lagi sebab pintu swing kasa nyamuk ini sering

dipasang di depan pintu utama rumah. Kelebihan dari model ini yang pasti

awet karena memakai frame aluminium sendiri, jika kawat nyamuk sobek

atau rusak bisa diganti dengan yang lain. kekurangannya kawat nyamuk

tidak mudah dicopot sehingga pembersihannya juga langsung di pintu

tersebut.

c. Kawat nyamuk model lipat / folding

Kawat nyamuk lipat yaitu kawat nyamuk yang mempunyai frame

aluminium dan kawat nyamuk berada di dalam frame kemudian bisa

dilipat. Lipatan kasa nyamuk ini kecil-kecil jadi bisa disimpan di dalam
21

frame aluminium. Jenis ini sangat praktis dan mudah diaplikasikan di

jendela atau pintu.

d. Pintu Geser Kawat Nyamuk

Jenis berikutnya adalah pintu geser kawat nyamuk, pintu model ini

banyak dipakai karena awet, kuat dan tahan lama. Pintu ini praktis sebab

daun kawat nyamuk mempunyai bingkai aluminium sendiri, jadi jika anda

mau pakai tinggal geser saja. Untuk pintu sliding 2 daun, anda perlu

menambah 1 rell dan 1 daun lagi untuk pasang kawat nyamuk ini.

C. Tinjauan Umum Tentang Lingkungan FIsik

Lingkungan fisik dibedakan antara cuaca dan iklim. Cuaca

didefinisikan sebagai fluktuasi yang besar di atmosfer dari jam ke jam atau

hari ke hari. Sedangkan iklim adalah rata-rata cuaca yang dideskripsikan

sebagai hubungan rata-rata dan kuantitas statistik yang mengukur variasi

selama satu periode waktu tertentu untuk suhu daerah geografis (Casman,

2016). Adapun beberapa variable iklim, antara lain:

1. Suhu udara

Suhu udara sangat memengaruhi panjang pendeknya siklus

sporogani atau masa inkubasi ekstrinsik, makin tinggi suhu (dalam batas

tertentu) akan memperpendek waktu terbentuknya sporogani dengan kata

lain sporogani tidak cukup umur untuk ditularkan kepada host

(Dalimunthe, 2018).

2. Suhu air

Waktu tetas telur Anopheles sangat dipengaruhi oleh suhu air, pada
22

tempat perindukannya, makin tinggi suhu air, akan lebih cepat menetas.

3. Kelembaban udara

Kelembaban memengaruhi kelangsungan hidup nyamuk, kebiasaan

mengigit, istirahat dari nyamuk. Nyamuk umumnya menyukai kelembaban

diatas 60%, kelembaban yang tinggi mempermudah penularan malaria,

sebaliknya kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk

(Dasril, 2016).

4. Hujan

Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk. Nyamuk

Anopheles berkembang biak dalam jumlah besar jika terjadi hujan dengan

diselingi panas. Pengaruh lainnya bisa meningkatkan kandungan uap udara

sehingga kelembaban akan tinggi akibatnya usia nyamuk semakin panjang

(Dalimunthe, 2018).

5. Kecepatan angin

Kecepatan angin salah satu faktor yang ikut menentukan kontak

manusia dengan nyamuk. Ada beberapa pengaruh angin terhadap nyamuk

yaitu jarak terbang, evaporasi cairan dalam tubuh nyamuk, dan suhu udara.

Jarak terbang nyamuk dapat diperpanjang dan diperpendek tegantung

kepada arah angin (Dalimunthe, 2018).

6. Cahaya

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk

berbeda-beda tergantung jenis nyamuknya. Ada nyamuk yang suka

dengan tempat yang teduh dan terang, sedikit cahaya, dan ada yang lebih
23

menyukai tempat terbuka (Dalimunthe, 2018).

7. Ketinggian

Ketinggian merupakan salah satu faktor yang menentukan cakupan

geografis dari penularan malaria. Hal ini berkaitan dengan penurunan suhu

rata-rata. Penularan jarang terjadi pada ketinggian 2.000-2.500 m di atas

permukaan laut (mdpl).

D. Tinjauan Umum Tentang Kejadia Malaria

1. Pengertian Malaria

Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala

yang disebabkan oleh parasit plasmodium (termasuk protozoa) dan

ditularkan oleh nyamuk anopheles betina (Harahap, 2015).

2. Epidemiologi

a. Faktor Host

Secara alami, penduduk disuatu daerah endemis malaria yang

mudah dan ada yang sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya

ringan. Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria

hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dahulu telah diketahui

bahwa wabah penyakit ini sering terjadi didaerah pemukiman baru,

seperti di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena

para pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan

sehingga rentan terinfeksi (Tapan, 2016).

Kerentanan manusia terhadap penyakit malaria berbeda-beda.

Ada manusia yang rentan, yang dapat tertular oleh penyakit malaria,
24

tetapi ada pula yang lebih kebal dan tidak mudah tertular oleh penyakit

malaria.

b. Faktor Agent (Penyebab)

Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh

nyamuk anopheles betina. Spesies anopheles diseluruh dunia terdapat

sekitar 2.000 spesies dan 60 spesies diantaranya diketahui sebagai

penular malaria. Spesies anopheles di Indonesia ada sekitar 80 jenis dan

24 spesies diantaranya telah terbukti penular penyakit malaria.

Nyamuk anopheles hidup di daerah beriklim tropis dan subtropis,

tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini

jarang ditemukan pada daerah ketinggian lebih dari 2.000-2.500 m.

Tempat perindukannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat

dibagi menjadi tiga kawasan yaitu pantai, pedalaman, dan kaki

gunung.Nyamuk anopheles betina biasanya menggigit manusia pada

malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak lebih

dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya (Tapan, 2016).

Nyamuk anopheles biasa meletakkan telurnya diatas permukaan

air satu persatu.Telur dapat bertahan hidup dalam waktu cukup lama

dalam bentuk dorman. Bila air cukup tersedia, telur-telur tersebut

biasanya menetas 2-3 hari setelah diletakkan. Nyamuk anopheles sering

disebut nyamuk malaria karena banyak jenis nyamuk ini yang

menularkan penyakit malaria (Manjoer, 2017).


25

c. Faktor Enviroment (lingkungan)

Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya

malaria di suatu daerah. Keberadaan air payau,genangan air hutan,

persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu

daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria

karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk

malaria (Notoatmodjo, 2016). Hal ini diperburuk dengan adanya

perpindahan penduduk dari daerah endemis ke daerah bebas malaria

dan sebaliknya (Tapan, 2016).

Tidak semua daerah yang dimasuki penderita malaria akan

terjangkit malaria. Jika di daerah tersebut tidak terdapat nyamuk

malaria, penularan penyakit tersebut tidak akan terjadi. Demikian pula

sebaliknya, sekalipun di suatu daerah terdapat nyamuk malaria tetapi

jika di daerah tersebut tidak ada penderita malaria, penularan malaria

tidak akan terjadi. Suatu daerah akan terjangkit penyakit malaria apabila

di daerah itu ada nyamuk malaria yang pernah menggigit penderita

malaria (Prabowo, 2018).

3. Etiologi

Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa plasmodium yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk

anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada beberapa

jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam sampai fajar

(Prabowo, 2017)).
26

Malaria pada manusia disebabkan oleh empat jenis plasmodium, yaitu

plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae,

plasmodium ovale. Jenis malaria yang ditimbulkan oleh empat jenis

plasmodium tersebut menimbulkan malaria yang berbeda pola demam

maupun gejala-gejala klinik yang ditimbulkannya. Plasmodium vivax

menimbulkan malaria vivax, disebut juga malaria tertian benigna (jinak),

sedangkan plasmodium falciparum menimbulkan malaria falciparum atau

malaria tartiana maligna (ganas).Dan plasmodium malariae menimbulkan

malaria malariae, serta plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale

(Soedarto, 2018).

4. Siklus malaria

Plasmodium akan mengalami dua siklus. Siklus aseksual (skizogoni)

terjadi pada tubuh manusia, sedangkan siklus seksual (sporogoni) terjadi

pada nyamuk. Siklus seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan

betina untuk membentuk ookinet dalam perut nyamuk. Ookinet akan

menembus dinding lambung untuk membentuk kista di selaput luar lambung

nyamuk. Waktu yang diperlukan sampai pada proses ini adalah 8-35 hari,

tergantung dari situasi lingkungan dan jenis parasit. Pada tempat inilah kista

akan membentuk ribuan sporozoit yang terlepas dan kemudian tersebar ke

seluruh organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar

inilah sporozoit menjadi matang dan siap ditularkan bila nyamuk menggigit

manusia (Prabowo, 2017)).


27

Menurut Garcia dkk (2016), apabila nyamuk yang terinfeksi

plasmodium dari penderita menggigit manusia yang sehat maka sporozoit

yang terdapat dalam kelenjar ludah nyamuk dimasukkan melalui luka

tusuk. Dalam satu jam bentuk efektif ini terbawa oleh darah menuju hati

kemudian masuk ke sel parenkim hati dan mulai perkembangan siklus

preeritrosit atau ekso-eritrositik primer. Sporozoit akan menjadi bulat atau

lonjong dan mulai membelah dengan cepat. Hasil skizogoni tersebut

adalah merozoit eksoeritrosit dalam jumlah besar.

Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan mengalami gejala sesuai

dengan jumlah sporozoit, kualitas plasmodium, dan daya tahan tubuhnya.

Sporozoit akan memulai stadium eksoeritrositer dengan masuk ke sel hati.

Di hati sporozoit matang menjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan

merozoit jaringan. Merozoit akan memasuki darah dan menginfeksi

eritrosit untuk memulai siklus eritrositer. Merozoit dalam eritrosit akan

mengalami perubahan morfologi yaitu : merozoit menjadi bentuk cincin

selanjutnya trofozoit dan terakhir menjadi merozoit. Proses perubahan ini

memerlukan waktu 2-3 hari. Di antara merozoit-merozoit tersebut akan

ada yang berkembang membentuk gametosit untuk kembali memulai

siklus seksual menjadi mikrogamet (jantan) dan makrogamet (betina).

Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah yang bermanifestasi pada gejala

klinis (Widoyono, 2015).

Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi plasmodium ini

menyebabkan timbulnya gejala demam disertai mengigil dan


28

menyebabkan anemia (Depkes, 2001 dalam Moonti, 2018). Jika ada

nyamuk yang menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit yang

ada pada darah manusia akan terhisap oleh nyamuk. Dengan demikian,

siklus seksual pada nyamuk dimulai, demikian seterusnya penularan

malaria (Prabowo, 2017).

5. Masa Inkubasi dan Cara Penularan

Umumnya gejala dimulai dari hari ke 10 hingga 4 minggu sesudah

infeksi, meskipun ada juga yang jatuh sakit pada hari ke 8 atau hingga 1

tahun kemudian (Tapan, 2016).

Masa inkubasi malaria sekitar 7-30 hari tergantung spesiesnya. P.

falciparum memerlukan waktu 7-14 hari, P. vivax dan P. ovale 8-14 hari,

sedangkan P. malariae memerlukan waktu 7-30 hari (Prabowo, 2017).

Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara : yaitu 1) secara alami melalui

vektor, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan

nyamuk dan 2) secara induksi (incuded), bila stadium aseksual dalam

eritrosit tidak sengaja masuk dalam badan manusia melalui darah, misalnya

dengan transfusi, suntikan, secara kongen (bayi baru lahir mendapat infeksi

dari ibu yang menderita malaria melalui darah plasenta) (Harahap, 2019).

6. Gejala Klinis

a. Anamnesis

Keluhan utama yang sering kali muncul adalah demam lebih dari

dua hari, menggigil, dan berkeringat (sering disebut dengan trias

malaria). Demam pada keempat jenis malaria berbeda sesuai dengan


29

proses skizogoninya. Demam karena P. falciparum dapat terjadi setiap

hari, pada P.vivax atau ovale demamnya berselang satu hari, sedangkan

demam pada P. malariae menyerang berselang dua hari (Prabowo,

2017).

Masa tunas/inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai

beberapa bulan yang kemudian baru muncul tanda dan gejala yang

dikeluhkan oleh penderita seperti demam, menggigil, linu atau nyeri

persendian, kadang sampai muntah, tampak pucat/anemis, hati serta

limpa membesar, air kencing tampak keruh atau pekat karena

mengganggu hemoglobin, terasa geli pada kulit dan mengalami kejang

(Hasibuan, 2016).

Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung

pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status

kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran (Sarumpaet,

2006 dalam Munazir, 2019).

b. Pemeriksaan fisik

Pasien mengalami demam 37,5ᵒ - 40ᵒC, serta anemia yang

dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat. Penderita sering

disertai dengan adanya pembesaran limpa (splenomegali) dan

pembesaran hati (hepatomegali). Bila terjadi serangan berat, gejala

disertai dengan syok yang ditandai dengan menurunnya tekanan darah,

nadi berjalan cepat dan lemah, serta frekuensi napas meningkat

(Prabowo, 2017).
30

6. Diagnosis

Menurut Widoyono (2018) dengan adanya tanda dan gejala yang

dikeluhkan serta tampak oleh tim kesehatan, maka akan segera dilakukan

pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk

memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada

penderita. Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti parasitologi, darah tepi

lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal. Dilakukan punksi lumbal, foto

toraks untuk menyingkirkan/mendukung diagnosis atau komplikasi lain.

7. Pencegahan malaria

Usaha pencegahan penyakit malaria di Indonesia belum mencapai

hasil yang optimal karena beberapa hambatan diantaranya yaitu : tempat

perindukan nyamuk malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang

sangat banyak serta keterbatasan SDM, infrastruktur dan biaya.

Prinsip pencegahan malaria ada dua macam yaitu mencegah infeksi

melalui pencegahan kontak dengan nyamuk dan pencegahan sakit apabila

sudah terlanjur infeksi. Mencegah infeksi dilakukan dengan pemberantasan

vektor misalnya dengan penyemprotan rumah juga dengan perlindungan

perseorangan, misalnya pemakaian kelambu pada saat tidur malam hari.

Pemakaian kasa rumah atau obat nyamuk bakar atau lotion (Sarianto, 2015).

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan

penyakit malaria, diantaranya :


31

1. Berbasis masyarakat

a. Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus selalu

ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan,

diskusi kelompok maupun melalui kampanye masal untuk mengurangi

tempat sarang nyamuk (pemberantasan sarang nyamuk, PSN).

Kegiatan ini meliputi menghilangkan genangan air kotor, diantaranya

dengan mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang

atau wadah yang memungkinkan sebagai tempat air tergenang

(Widoyono, 2019). Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang

cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting

pengenalan gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria,

pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan

(Tapan, 2016).

b. Menemukan dan mengobati penderita sedini mungkin akan sangat

membantu mencegah penularan (Widoyono, 2019). Usaha pengobatan

pencegahan secara berkala, terutama di daerah-daerah endemis

malaria dengan obat dari puskesmas, dari toko-toko obat seperti kina,

chlorokuin dan sebagainya. Dengan obat-obat tradisionil seperti air

dari daun johar, daun kates dan meniran atau obat pahit yang lain

(Werner, dkk, 2016).

c. Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang bionomik

anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit , jarak terbang, dan

resistensi terhadap insektisida (Widoyono, 2019).


32

2. Berbasis pribadi

a. Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain (1) tidak keluar rumah antara

senja dan malam hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya menggunakan

kemeja dan celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih

menyukai warna gelap (Widoyono, 2019). Tindakan menghindari

gigitan nyamuk sangat penting, terutama di daerah dimana angka

penderita malaria sangat tinggi. Penduduk yang tinggal di daerah

pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, tambak

ikan (tempat ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan

untuk memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar

rumah, terutama pada malam hari. Nyamuk malaria biasanya mengigit

pada malam hari (Prabowo, 2017). (2) menggunakan repelan yang

mengandung dimetiltalat atau zat antinyamuk lainnya, (3) membuat

kontruksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang kasa

antinyamuk pada ventilasi pintu dan jendela (Widoyono, 2019).

Mereka yang tinggal di daerah endemis, sebaiknya memasang kawat

kasa di jendela dan ventilasi rumah serta menggunakan kelambu saat

tidur (Prabowo, 2017). (4) menggunakan kelambu yang mengandung

insektisida (insecticide-treated mosquito net, ITN) (Widoyono, 2019).

Upaya penggunaan kelambu juga merupakan salah satu cara untuk

menghindari gigitan nyamuk. Kelambu merupakan alat yang telah

digunakan sejak dahulu. (5) menyemprot kamar dengan obat nyamuk

atau menggunakan obat anti nyamuk bakar. Penyemprotan dengan


33

menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar

rumah dan serta mengoleskan obat anti nyamuk dikulit, serta

penyemprotan dengan insektisida sebaiknya dilaksanakan dua kali

dalam setahun dengan interval waktu enam bulan di daerah endemis

malaria (Harahap 2019).

b. Pengobatan profilaksis bila akan memasuki daerah endemik meliputi:

1) Pada daerah dimana plasmodiumnya masih sensitif terhadap

klorokuin, diberikan klorokuin 300 mg basa atau 500 mg klorokuin

fosfat untuk daerah sampai 4 minggu setelah meninggalkan tempat

tersebut.

2) Pada daerah dengan resistensi klorokuin, pasien memerlukan

pengobatan supresif, yaitu dengan meflokuin 5 mg/kgBB/minggu

atau doksisiklin 100 mg/hari atau sulfadoksin 500 mg/pirimetamin

25 mg, 3 tablet sekali minum.

c. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil meliputi :

1) Klorokuin, bukan kontraindikasi

2) Profilaksis dengan klorokuin 5 mg/kgBB/minggu dan proguanil 3

mg/kgBB/hari untuk daerah yang masih sensitif klorokuin.

3) Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada bulan keempat

kehamilan untuk daerah di mana plasmodiumnya reisten terhadap

klorokuin.

4) Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.


34

d. Kebersihan lingkungan terhadap sarang nyamuk, seperti

membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar rumah, air tergenang,

kandang-kandang ternak dan sebagainya.

E. Kerangka Teori

Lingkungan Fisik Rumah

a. Keadaan langit-langit
rumah yang kurang baik
b. Keadaan dinding Keberadaan Vektor
rumah yang kurang Malaria
baik

Lingkungan Biologi Sekitar Infeksi Parasit/


Rumah Plasmodium pada Host
a. Keberadaan semak-semak di
sekitar rumah
b. Keberadaan kolam
c. Keberadaan selokan yang Kejadian Malaria
kurang representatif

Host
a. Tingkat Pendidikan
b. Status Gizi
c. Riwayat tinggal di daerah
endemis malaria

Agent (Perilaku)

a. Kebiasan berada di luar


rumah pada malam hari
b. Kebiasan penggunaan kelambu
c. Kebiasan penggunaan obat
antinyamuk
d. Penggunaan Kawat Kasa
Gambar. 2.2. Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Saifuddin Azwar (2017); Notoatmodjo (2016);
Tapan (2016)
35

F. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Penggunaan kawat
kasa

Perilaku penggunaan Kejadian malaria


kelambu

Lingkungan fisik

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

G. Definisi Operasional

1. Pengunaan kawat kasa

Penggunaan kawat kasa adalah kebiasaan responden menggunakan

penutup bermaterial kawat pada pintu dan jendela, untuk

mencegah nyamuk atau serangga masuk ke rumah.

1) Kriteria objektif :

a) Menggunakan: apabila responden menggunakan penutup ventilasi

pada bukaan pintu dan jendela dengan baik dan tidak bocor.

b) Tidak menggunakan: apabila responden tidak menggunakan penutup

ventilasi pada bukaan pintu dan jendela atau menggunakan namun

dalam keadaan kurang baik dan bocor.

2) Alat ukur : Kuesioner

3) Skala : Ordinal
36

2. Penggunaan Kelambu

Penggunaan kelambu adalah kebiasaan responden menggunakan

kelambu saat tidur siang dan malam hari.

1) Kriteria objektif :

a) Menggunakan: bila responden menggunakan kelambu saat tidur

siang dan malam hari.

b) Tidak menggunakan : bila responden tidak menggunakan kelambu

kelambu saat tidur siang dan malam hari.

2) Alat ukur : Kuesioner

3) Skala : Ordinal

3. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik adalah kondisi lingkungan rumah seperti gantungan

pakaian, keberadaan genangan air, semk-semak, keberadaan kandang, jarak

rumah dari sungai.

1) Kriteria objektif :

a) Baik : apabila lingkungan rumah responden memenuhi standar

pencegahan malaria.

b) Buruk : apabila lingkungan rumah responden memenuhi standar

pencegahan malaria.

2) Alat ukur : Kuesiner

3) Skala : Ordinal
37

4. Kejadian Malaria

Pernyataan responden pernah menderita malaria berdasarkan diagnosa

petugas kesehatan yang diperiksa darahnya secara mikroskopis malaria.

Data kejadian yang diambil hasil pemeriksaan laboratorium puskesmas pada

Oktober 2021 sampai dengan Maret 2022.

1) Kriteria objektif :

a) Ya : apabila 6 bulan terakhir pernah menderita malaria

b) Tidak : apabila 6 bulan terakhir tidak pernah menderita malaria.

2) Alat ukur : Kuesioner

3) Skala : Ordinal

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis alternatif (Ha)

1. Ada pengaruh penggunaan kawat kasa terhadap kejadian malaria di

Puskesmas Remu Kota Sorong.

2. Ada pengaruh perilaku penggunaan kelambu terhadap kejadian malaria di

Puskesmas Remu Kota Sorong.

3. Ada pengaruh pengaruh lingkungan fisik terhadap kejadian malaria di

Puskesmas Remu Kota Sorong.


38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu memperoleh

gambaran karakteristik penderita hipertensi. Rancangan penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini bersifat cross sectional karena melakukan

pengukuran variabel pada satu waktu (Notoatmojo, 2012)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Remu

Kota Sorong.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah penderita malaria di Puskesmas

Remu pada bulan Januari 2022 sebanyak 45 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah penderita malaria di Puskesmas Remu

sebanyak 45 orang, sampel diambil dengan memperhatikan:

a. Kriteria inklusi :

1) Penderita malaria yang bersedian menjadi responden di Puskesmas

Remu
39

2) Mampu bekerjasama

b. Kriteria ekslusif :

1) Penderita yang bersediamenjadi responden

3. Teknik sampling

Sampel penelitian yang diambil dengan menggunakan teknik total

sampling.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

peneliti dalam kegiatan pengumpulan data secara sistematis (Arikunto, 2016).

Penelitian tentang gambaran pengetahuan sikap dan perilaku penderita

malaria di Puskesmas Remu Kota Sorong.

1. Data identitas responden (nama, jenis kelamin, Pekerjaan)

2. Lembar Observasi penggunaan kawat kasa, penggunaan kelambu dan

lingkungan fisik.

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh

responden tentang pengetahuan dan kepatuhan penggunaan kelambu

terhadap kejadian malaria.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan meduc pasien

penderita diare serta profil di Puskesmas Remu Kota Sorong.


40

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel sesuai

dengan variabel yang hendak diukur. Pengolahan data dilakukan melalui

tahap :

a. Editing

Editing atau pengguntingan data mulai pada saat penelitian yakni

memeriksa semua kuesioner yang telah diisi, mengenai kekurangan cara

pengisian, selanjutnya setelah pelaksanaan penelitian dilaporkan,

dilakukan pengolahan data.

b. Coding

Coding atau pengkodean kuesioner merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk mengisi daftar kode yang disediakan pada kuesioner

sesuai dengan jawaban yang diisi dari laporan, selanjutnya dibuat daftar

variabel sesuai dengan yang ada dalam instrumen penelitian. Apabila

ada variabel yang diperlukan dalam instrumen penelitian maka tidak

lagi dimasukkan di dalam daftar variabel. Selanjutnya untuk

mempermudah pemasukan data maka dibuat formulir coding kemudian

hasil coding siap untuk dimasukkan ke dalam komputer.

c. Tabulating
41

Setelah selesai pembuatan kode, selanjutnya dilakukan

pengolahan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki

untuk memudahkan penganalisisan data.

2. Analisis data

a. Analisis univariat

Analisis yang dilakukan terhadap variabel penelitian untuk

melihat tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap

variabel.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian ini

dilakukan analisis dengan menggunakan chi-square. dengan nilai

signifikan α = 0,05 atau tingkat kepercayaan 95%.

G. Etika Penelitian

Peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atau

pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat

penelitian dalam hal ini Kepala Puskesmas Remu Kota Sorong.

Etika adalah prinsip moral yang memengaruhi tindakan. Dalam berbagi

disiplin ilmu, penelitian yang melibatkan manusia dan hewan, peneliti harus

mempertimbangkan isu etik (Saryono, 2011). Peneliti ini menjunjung tinggi

prinsip etik penelitian yang merupakan standar etika dalam melakukan

penelitian yaitu :

1. Prinsip manfaat
42

Prinsip ini mengharuskan peneliti untuk memperkecil resiko dan

memaksimalkan manfaat untuk kepentingan manusia diharapkan dapat

memberikan manfaat untuk kepentingan manusia secara individu atau

masyarakat secara keseluruhan. Prinsip ini meliputi hak untuk mendpatkan

perlindungan dari penderitaan dan kegelisahan dan hak untuk

mendapatkan perlindungan dari eksploitasi.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia

a. Hak untuk ikut dan tidak untuk menadi informan (right to self

determination). Dalam hal ini keluarga memutuska sendiri apaka

merka mau atau tidak menjadi partisipan.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan.

Peneliti menjelaskan secara rinci tentang penelitian yang akan

dilakukan dan bertanggung jawab ketika melaksanakan penelitian

tersebut.

c. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dan partisipan dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti

memberikan informasi secara lengkap kepada partispan tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan dan partisipan mempunyai hak

untuk bebas menerima menolak menjadi partisipan.

3. Prinsip keadilan

a. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil.


43

Subyek harus diperlakukan secara adil selama keikutsertannya

dalam penelitian tanpa diskriminasi apabila mereka tidak bersedia atau

dropped out sebagai responden.

b. Hak dijaga kerahasiaannya.

Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya anominty (tanpa

nama) dan confidentially (rahasia). Peneliti memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya (Nursalam, 2016).


44

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, 2017. Hubungan penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian


malaria di Kabupaten Halmahera Timur. Jurnal Masyarakat Epidemiologi
Indonesia. 1(3):169-259.

Arasy AA dan Nurwidayati A. 2017. Status resistensi Anopheles barbirostris


terhadap permethrin 0,75% Desa Wawosangula, Kecamatan Puriala,
Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Vektor Penyakit.
11(1):1–4.

Arikunto S, 2016. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Edisi revisi VI.
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Boewono DT, Widyastuti U, Heryanto B dan Mujiono. 2016. Pengendalian vektor


terpadu pengaruhnya terhadap indikator entomologi daerah endemis malaria
Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan. Media Litbang Kesehatan. 22(4):152–
160.

Dalimunthe, 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat


dalam program pencegahan penyakit malaria di Kacamatan Siabu
Kabupaten Mandailing Natal. Tesis, Pascasarjana USU, Medan.

Casman, Elisabeth A, 2016. Malaria potential and malaria risk, Dalam (Casman,
Elisabeth A dan Dowlatabadi, H. The Contextual Determinants of Malaria.
Resourcers for the Future). Washington, DC.

Dasril, 2016. Model pencegahan penyakit malaria melalui Pendekatan


epidemiologi di Kecamatan Sei kepayang Kabupaten Asahan. Tesis,
Pascasarjana USU,Medan.

Dinas Kesehatan Kota Sorong. 2021. Profil Kesehatan Kota Sorong tahun 2021.
Sorong.

Ernawati K, Achmadi UF, Soemardi TP, Thayyib H.2015. Tambak terlantar


sebagai tempat perindukan nyamuk di daerah endemis malaria (penyebab
dan penanganannya. J Iling. 10 (2): 54-63

Harahap, 2015. Dasar Dasar Keperawatan Professional.Widya Medika : Jakarta.


Indriyati, Liestiana J dan Yuana WT. 2017. Kepemilikan, penggunaan, dan
perawatan kelambu berinsektisida tahan lama oleh rumah tangga di daerah
endemis malaria Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.
JHECDs. 1(1): 8–13.

Kasnodihardjo, Manalu HSP. 2017. Persepsi dan pola masyarakat kaitannya


45

dengan masalah malaria di Daerah Sihepeng Kabupaten Tapanuli Selatan


Provinsi Sumatra Utara. Medlitbangkes. 2(18): 69-77

Kementerian Kesehatan RI.2019. Epidemiologi malaria di Indonesia. Jakarta:


Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI; 2019.

Kemenkes RI, 2021. Kasus malaria di Papua barat menurun.


http://www.antaranews.com/berita/473653/kasus-malaria-di-sumbar-turu
Diakses 12 Januari 2022.

Ningsi, Jastal, Maksud M. 2019. Studi pengetahuan, sikap dan perilaku penderita
malaria pada daerah perkebunan coklat di Desa Malino Kecamatan
Marawola Kabupaten Donggala. J Vektorp. 1(3): 15-24

Notoatmodjo S. 2016. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo S. 2014. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nursalam. 2016. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan:


Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Ora AT, Widjanarko B dan Udijono A. 2016. Perilaku ibu rumah tangga dalam
menggunakan kelambu sebagai upaya pencegahan malaria di wilayah kerja
Puskesmas Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat tahun 2014. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia. 10(1): 17–32.

Prabowo A. 2017. Malaria mencegah dan mengatasinya. Jakarta: Berita kuala.

Prianto J, Tjahaya PU, Darwanto. 2018. Atlas parasitilogi kedokteran. Dalam:


Haemosproridia. Jakarta: PT Gramedia Utama. hlm.122-38

Safar R. 2017. Parasitologi kedokteran. Dalam: Kelas sporozoa. Bandung: Yrama


Widya. hlm. 93-128

Sandjaja B. 2018. Parasitologi kedokteran. Dalam: Sporozoa . Jakarta: Prestasi


Pustaka. hlm. 182-224

Setiani NRW. 2019. Gambaran klinis dan tatalaksana pasien rawat inap malaria
falsiparum di RSUP Dokter Kariadi Semarang [skripsi]. Semarang:
Universitas Diponogoro.

Sastroasmoro S. 2019. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung


Seto.
46

Shinta, Sukowati S, Sapardiyah T. 2018. Pengetahuan, sikap dan perilaku


masyarakat terhadap malaria di daerah non endemis di Kabupaten
Purworejo Jawa Tengah. Jek. 2(4): 254-64.

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyuting. 2017. Buku ajar
infeksi dan pediatri tropis. Dalam: Penyakit infeksi parasit. Jakarta: IDAI.
hlm. 400-37

Soedarto. 2018. Malaria. Jakarta: Sagung Seto.

Soedarto. 2016. Protozoologi kedokteran. Dalam: Sporozoa. Bandung: Karya


Putra. hlm. 134-64

Sugiyono. 2016. Metode penelitian administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sukowati S, Sapardiyah S, Lestari EW. 2017. Pengetahuan, sikap dan perilaku


(PSP) masyarakat tentang malaria di Daerah Lombok Timur, Nusa
Tenggara Barat. Jek. 1(2): 171-7

Tapan, 2016. Malaria, Mencegah & Mengatasinya, Jakarta: Puspa Swara.

Trapsilowati W, Pujiyanti A, Negari.2018. Faktor Risiko Perilaku Dan


Lingkungan Dalam Penularan Malaria Di Pulau Sebatik, Kabupaten
Nunukan, Kalimantan Timur. Balaba.(2):99-110.

Wage Nurmaulina.2018. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita


Malaria Falciparum Dengan Derajat Infeksi di Wilayah Kerja Puskesmas
Hanura Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Waode Sri Rahayu Engka.2017.Studi Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam


Upaya Pencegahan Penyakit Malaria Di Puskesmas Rumbia Tengah Tahun
2017.Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

Widoyono. 2019. Penyakit tropis. Dalam: Infeksi parasit. Jakarta: Erlangga. hlm.
155-87

Yudhastuti, R. 2019. Gambaran faktor lingkungan daerah endemis malaria di


Daerah Berbatasan (Kabupaten Tulungagung dengan Kabupaten
Trenggalek). Jurnal Kesehatan Lingkungan. 4(2): 9—20p.

Veralina Sembiring.2019. Analisis Spasial Dan Faktor Risiko Kejadian Malaria


Di Kecamatan Endemis Kabupaten Asahan.Tesis. Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
47
Lampiran 1
48

Lembar Penjelasan Penelitian

Sorong………..2022

Kepada Yth.
Pukesmas Remu Kota Sorong
Di Sorong

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yulinda Saa


NIM : 201701037
Mahasiswa : STIKES Papua
Alamat : Jl. Kesehatan Belakang RSUD Sele Be Solu
Telp :
Melakukan penelitian dengan judul ―Faktor-Faktor Yang Memengaruhi

Kejadian Penyakit Malaria Di Puskesmas Remu Kota Sorong‖.

Penelitian ini dilakukan benar-benar untuk kepentingan pendidikan.


Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian dan pengaruh apapun terhadap
para pasien dan tidak mengganggu aktivitas di Puskesmas

Peneliti,

Yulinda Saa
Lampiran 2 49

Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama (Inisial) :
Jenis Kelamin :
Umur :

Bersedia untuk dijadikan responden dalam penelitian yang berjudul

penelitian ―Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Penyakit Malaria Di

Puskesmas Remu Kota Sorong‖

Prosedur penelitian ini tidak akan memberikan dampak atau risiko apapun

pada saya sebagai informan. Saya telah diberi penjelasan mengenai hal tersebut

diatas dan saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal

belum dimengerti dan telah mendapatkan jawaban yang jelas dan benar serta

kerahasiaan jawaban wawancara yang saya berikan dijamin sepenuhnya oleh

peneliti.

Sorong, …………………...2022

Peneliti Responden

(…………………………..) (……………..…………)
Lampiran 3 50

KUESIONER

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SPIKOLOGI TERHADAP


KEJADIAN BAB LALU CEBOK DI DINDING
DI KOTA ABAL-ABAL

A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama (Inisial) : ..........................................
2. Jenis Kelamin : ( ) Pria ( ) Wanita
3. Usia : ..........................................
4. Pendidikan terakhir : ..........................................
5. Pekerjaan : ..........................................

B. WAKTU BAB

1. Apakah Anda p e r n a h B A B d i t e m p a t ?

a. Ya

b. Tidak

2. Jika iya, di mana tempatn/lokasinya?

a. rumah orang

b. rumah sendiri

c. Sekolah

d. Tempat ibadah
…………………….
e. DLL

C. Reaksi responden

3. Apa yang anda rasakan saat melakukan hal tersebut?

a. nikmat

b. Biasa saja

4. Jika iya, bagaimana anda mengoles pantat/bokong anda?


51

a. di putar

b. naik turun

D. Reaksi pemilik rumah

1. Apakah pemilik rumah marah ?

a. Ya

b. Tidak

2. Bagaimana tindakan anda terhadap pemilik rumah?

a. Lempar tai saya

b. Minta maaf

c. Kabur

Anda mungkin juga menyukai