Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KASUS

UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA PASIEN


DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER GRADE I
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Pembimbing:
dr. Dewi Martha Indria, M.Kes., IBCLC

Oleh:
Fio Rentia Aprilianza
22204101012

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


KEDOKTERAN KELUARGA
PUSKESMAS TUREN KABUPATEN MALANG
KEPANITERAAN KLINIK MADYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,


Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayat-Nya, sholawat serta salam penyusun junjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam
penyelesaian tugas ini penyusun dapat memilah antara yang baik dan yang buruk. Penyusun
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dr. Dewi Martha Indria, M.Kes.,
IBCLC yang memberikan bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa penyusun
ucapkan terimakasih kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari dalam laporan kasus ini belum sempurna secara keseluruhan oleh
karena itu dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga
dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian laporan kasus
selanjutnya.
Demikian pengantar penyusun, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
semua, Aamiin.
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Malang, 12 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Daftar Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................2
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................3
2.1 Rekam Medis Pasien.................................................................................3
2.2 Identifikasi Keluarga...............................................................................13
2.3 Pengkajian Masalah Kesehatan...............................................................25
BAB III LAPORAN KEGIATAN EDUKASI...................................................28
3.1 Deskripsi Kegiatan..................................................................................28
3.2 Pelaksanaan Kegiatan..............................................................................28
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA........................................................................31
4.1 Definisi....................................................................................................30
4.2 Epidemiologi...........................................................................................30
4.3 Etiologi....................................................................................................30
4.4 Patofisiologi.............................................................................................31
4.5 Penegakan Diagnosa................................................................................35
4.6 Tatalaksana..............................................................................................38
4.7 Komplikasi..............................................................................................41
4.8 Prognosis.................................................................................................41
4.9 Pendekatan Community Oriented...........................................................42
BAB V PENUTUP................................................................................................43
5.1 Kesimpulan..............................................................................................43
5.2 Saran........................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44

ii
LAMPIRAN..........................................................................................................46

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam Dengue (DD) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Sedangkan demam berdarah dengue (DBD) merupakan gejala
demam dengue disertai dengan tanda kebocoran plasma (plasma leakage). DBD merupakan
penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama
Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Inang (host) alami DBD adalah
manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus
Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4 (Kurane, 2007),
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus (WHO, 2003) yang terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia (Lestari, 2007).
Sampai saat ini penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
endemis di Indonesia. Penyakit ini dapat mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di
beberapa daerah endemis yang terjadi hampir setiap tahunnya pada musim penghujan
(Susanti, 2014). World Health Organization (WHO) mencatat sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, Negara Indonesia merupakan Negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah
kematian akibat DBD sebanyak 1.358 orang (Kemenkes, 2011).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling
ringan, demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan demam dengue yang
disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS). Manifestasi klinis ditandai dengan
demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif,
trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan peningkatan hematorit,
leukopenia dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh pada demam
berdarah dengue (WHO, 2003).
Salah satu faktor risiko penularan demam dengue adalah pertumbuhan penduduk
perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana
transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkinkan
terjadinya KLB. Tidak ada terapi spesifik pada demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif adekuat, yang dapat menurunkan angka kematian hingga <1%. Khusus untuk pasien
DBD terapi utama adalah rehidrasi dan menangani perdarahanuntuk menurunkan mortalitas.

1
Hal yang penting dalam dan dengue dan DBD adalah pencegahan penularan virus dengue.

1.2 Daftar Masalah


1. Bagaimanakah pengaplikasian pelayanan holistik dengan prinsip pendekatan kedokteran
keluarga pada kasus dengue haemoragic fever?
2. Bagaimanakah diagnosa klinis dari kasus dengue haemoragic fever?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaplikasian pelayanan holistik dengan prinsip pendekatan kedokteran
keluarga pada kasus dengue haemoragic fever.
2. Mengetahui diagnosa klinis dari kasus dengue haemoragic fever.

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pelaksanaan pelayanan holistik dengan
prinsip pendekatan kedokteran keluarga pada kasus demam berdarah dengue.
2. Mahasiswa dapat belajar dan berlatih dalam penerapan praktik kedokteran keluarga.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Rekam Medis Pasien


2.1.1 Identitas Pasien
A. Identitas Pasien
Nama : An. B
Tgl.lahir / Umur : 23-08-2003/16 Tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak ke :1
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : Tawang rejeni, Turen
Tanggal MRS : 03-12-2023
No RM : 231****
B. Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. M
Usia : 47 th
Alamat : Tawangrejeni
Pekerjaan : Pedagang Sayur di Pasar
Pendidikan Terakhir : SD
Suku : Jawa
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. S
Usia : 47th
Alamat : Tawangrejeni
Pekerjaan : Pedagang Sayur di Pasar
Pendidikan Terakhir : SD
Suku : Jawa
Agama : Islam

2.1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Demam

3
b. Riwayat Penyakit Sekarang
An. B usia 16 tahun 3 bulan datang ke UGD Puskesmas Turen pada tanggal 3
Desember 2023 dengan keluhan demam tinggi dan diantar oleh orang tua pasien. Demam
dirasakan sejak sabtu (02-12-2023) sore setelah pulang sekolah. Demam dirasakan mendadak
dan terasa tinggi saat malam hari. Keluhan demam muncul selang beberapa hari setelah teman
pasien di sekolah mengalami keluhan serupa. Keluhan demam di lingkungan keluarga
disangkal. Pasien juga mengeluhkan badan lemas dan pusing. Pasien sempat berobat ke
mantri dan diberikan obat penurun demam, tetapi tidak demam tetap tinggi sampai hari
minggu pagi.
Selain itu pasien mengeluhkan nyeri perut. Lokasi nyeri perut di seluruh lapang perut.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak masuk puskesmas. Keluhan disertai dengan
penurunan nafsu makan dan minum. Keluhan lain seperti batuk (-), pilek (-), sesak (-), nyeri
sendi (-), BAB hitam (-) mimisan (-) gusi berdarah (-)
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit serupa (-)
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat penyakit saluran nafas (-)
- Riwayat penyakit pencernaan (-)
d. Riwayat Alergi
Disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit serupa (-)
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat penyakit saluran nafas (-)
- Riwayat penyakit pencernaan (-)
f. Riwayat Kebiasaan
Kebersihan: Mandi 2 kali sehari, menggunakan handuk yang berbeda dengan anggota
keluarga lainnya, sprei dan sarung bantal jarang diganti. Menurut ibu pasien An. B sering
menaruh handuk basah setelah mandi di dalam kamar dan sering menumpuk pakaian kotor di
dalam kamar
g. Riwayat Pengobatan
Periksa ke mantri desa dan diberikan obat penurun demam( diminum saat demam)
h. Riwayat Gizi dan Nutrisi
- Kualitas : Nasi, lauk pauk (tempe, tahu, ayam), sayur, minum air putih
secukupnya. Buah jarang.

4
- Kuantitas : ± 3 kali per hari
Makan pagi dan malam menu sama dengan anggota keluarga yang lain, sedangkan bila
makan siang makanan yang dibeli di kantin sekolah seperti bakso, mie ayam.
i. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien termasuk kedalam golongan ekonomi menengah keatas. Ayah pasien bekerja
sebagai pedagang sayur di pasar dan ibu membantu ayah bekerja di pasar. Pasien tinggal
bersama ayah, ibu,dan kakak. Hubungan dengan keluarga baik.

2.1.3 Anamnesis Sistem


1. Kulit : warna kulit kuning langsat, pucat (-), gatal (-)
2. Kepala : rambut hitam, nyeri kepala (-), pusing berputar (-)
3. Mata : pandangan kabur (-)
4. Hidung : mencium bau (+), tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran menurun (-), bedengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : mulut kering (+), sariawan (-), sakit gigi (-), gusi berdarah (-)
7. Tenggorokan : nyeri saat menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : batuk (+), sesak nafas (-)
9. Kardiovaskular : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), diare (-)
11. Genitourinaria : BAK lancar, warna dan jumlah dalam batas normal
12. Neurologik : kejang (-), lumpuh (-), kesemutan (-), rasa tebal (-)
13. Ekstremitas
a. Atas kanan : edem (-), nyeri (-), luka (-), kaku (-), rasa tebal (-)
b. Atas kiri : edem (-), nyeri (-), luka (-), kaku (-), rasa tebal (-)
c. Bawah kanan : edem (-), nyeri (-), luka (-), kaku (-), rasa tebal (-)
d. Bawah kiri : edem (-), nyeri (-), luka (-), kaku (-), rasa tebal (-)

2.1.4 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 GCS : 456
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda Vital
- Tekanan Darah : -
- Nadi : 110x/menit, reguler
- Suhu : 39,5 0 C

5
- RR : 20x/menit
- SpO2 : 99% room air
 Antropometri
- Berat Badan : 50kg
- Tinggi Badan : 160 cm
Status Generalis
 Kepala
Bentuk normosephalic, wajah simetris, tidak ada luka, makula (-),
papula (-), nodul (-)
 Mata
Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-), cowong (-/-), reflek
cahaya (+/+), radang (-/-), eksoftalmus (-/-).
 Hidung
Nafas cuping hidung (-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-)
 Mulut
Bibir pucat (-), lidah kotor (-), tremor (-), gusi
berdarah (-), sariawan (-), mukosa kering (-)
 Telinga
Posisi dan bentuk normal, deformitas (-), nyeri tekan mastoid (-/-),
secret (-/-), pendengaran (tde)
 Tenggorokan
Hiperemi (-), Tonsil membesar (-/-)
 Toraks: bentuk simetris, retraksi supraklavikula (-), retraksi interkostal, retraksi
subkostal (-)
1) Cor:
Inspeksi: tidak terlihat iktus kordis
Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi:
- Batas kiri atas : ICS II para sternal line sinistra
- Batas kanan atas : ICS II para sternal line dekstra
- Batas kiri bawah : ICS V midclavicular line sinistra
- Batas kanan bawah : ICS IV para sternal linea dekstra
Auskultasi: BJ I-II tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
2) Pulmo:
Inspeksi: pengembangan dada simetris, benjolan (-), luka (-)

6
Palpasi: nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus dBN
Perkusi :

Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi:
Sonor Sonor
vesikuler +/+, ronkhi (-), wheezing (-)
 Abdomen
- Inspeksi : bentuk simestris, hiperemi (-), jejas (-), flat (+), massa (-)
- Auskultasi: bising usus (+) normal
- Perkusi: timpani (+)
- Palpasi: soefl, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak teraba.
 Genetalia : tde
 Ekstremitas:
Atas : deformitas (-/-), akral hangat (-/-), ulkus (-/-), edema (-/-) Tes torniquet (+)
Bawah : deformitas (-/-), akral hangat (-/-), ulkus (-/-), edema (-/-)

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah lengkap
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap
Leukosit 2100 3.200 – 10.000/mm3
Eritrosit 4,86 juta 3.80 – 5.00 juta/mm3
Hemoglobin 14,3 12.0 – 16.0 g%
Hematokrit 42.0 35.0 – 45.0 %
Trombosit 102.000 170.000 – 380.000/mm3
Lain
IgG/IgM dengue Non Non Reaktive
Reaktive
NS1 Dengue Reaktif Non Reaktive

2.1.6 Resume
An. B usia 16 tahun 3 bulan datang ke UGD Puskesmas Turen pada tanggal 3
Desember 2023 dengan keluhan demam tinggi dan diantar oleh orang tua pasien. Demam
dirasakan sejak sabtu (02-12-2023) sore setelah pulang sekolah. Demam dirasakan mendadak
dan terasa tinggi saat malam hari. Keluhan demam muncul selang beberapa hari setelah teman

7
pasien di sekolah mengalami keluhan serupa. Keluhan demam di lingkungan keluarga
disangkal. Pasien juga mengeluhkan badan lemas dan pusing. Pasien sempat berobat ke
mantri dan diberikan obat penurun demam, tetapi tidak demam tetap tinggi sampai hari
minggu pagi.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang. Pada pemeriksaan fisik sistemik
didapati nyeri tekan abdomen regio epigastrium dan didapatkan tes torniquet positif. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan trombositopenia, leukopenia dan hasil NS1 dengue
reaktive. Sehingga An. B didiagnosa dengan DHF Grade I

2.1.7 Diagnosa Holistik


1. Aspek Personal
a. Alasan kedatangan:
Demam, badan terasa lemas, nyeri sendi,
b. Kekhawatiran:
Pasien khawatir jika keluhan demam yang dialami tidak membaik akan menganggu
aktifitas sehari-hari seperti sekolah
c. Presepsi:
Pasien memahami bahwa jika demam yang terlalu tinggi akan membahayakan diri
pasien
d. Harapan:
Keluhan yang dialami pasien bisa membaik dan nafsu makan kembali meningkat dan
bisa kembali beraktivitas seperti semula
2. Aspek Klinis
a. Diagnosis: Dengue Haemorrhagic Fever Grade I
3. Diagnosa Faktor Resiko Internal
a. Pengetahuan
Pasien kurang mengetahui terkait penyakit demam berdarah dengue serta
pencegahan penularan infeksi dengue ke keluarga maupun lingkungan sekitar
b. Perilaku
- Kebiasaan menumpuk pakaian kotor dan menggantungkan handuk setelah mandi di
kamar dan rumah dapat meningkatkan resiko nyamuk Aedes aegypti untuk
bersarang dan berkembang biak.
4. Faktor Resiko Eksternal
a. Keluarga

8
Keluarga pasien belum memahami secara penuh terkait penyakit yang dideita
pasien, namun tetap memberi dukungan penuh untuk kesembuhan pasien.
b. Lingkungan
- Jarak rumah pasien ke pelayanan kesehatan (puskesmas Turen) sekitar 8,5 km.
Ketika keluarga ada yang sakit biasanya hanya berobat ke mantri/bidan terdekat.
- Kamar mandi pasien terdapat bak mandi tidak tertutup serta jarang dibersihkan dan
terdapat tandon air jarang dikuras
- Teman sekolah pasien sebelumnya sakit demam tetapi tidak diketahui penyebab
demam
c. Ekonomi
Status ekonomi pasien termasuk kedalam golongan ekonomi menengah keatas.
Ayah dan Ibu pasien bekerja sebagai pedangang sayur di pasar
5. Diagnosis Derajat Fungsional
Derajat fungsional 2. Aktivitas fisik tidak seakktif saat sehat, hanya sebatas duduk dan
berbaring. Badan lemas dan nafsu makan berkurang
2.1.8 Penatalaksanaan Dokter Keluarga
1. Tatalaksana Holistik
a. Aspek personal
Memberikan edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien dapat dicegah dan
disembuhkan. Selain itu keluarga pasien diberikan konseling terkait penyakit pasien
meliputi pengertian, faktor resiko, cara mencegah dan kapan harus ke dokter. Selain
itu juga diberikan konseling perilaku hidup bersih dan sehat serta pencegahan 3Mplus.
Konseling dilakukan pada pasien dan keluarga atau orang terdekat agar dapat
mendapatkan informasi tentang pencegahan penyakit demam berdarah dengue ini.
b. Aspek klinis
Pasien pro MRS dan diberikan obat:
- Rehidarasi NS 1 fl kemudian maintenance 20 tpm
- Injeksi ondancentron 4 mg 3x1 i.v.
- Injeksi omeprazole 40 mg 1x1 i.v.
- Injeksi antrain 1gram 3x1 i.v 2
c. Aspek resiko internal
Edukasi terkait penyakit demam berdarah dengue dan pencegahannya. Edukasi
terutama terkait perilaku hidup bersih dan sehat seperti menjaga lingkungan rumah
bebas dari jentik nyamuk.

9
d. Aspek resiko eksternal
- Memotivasi keluarga pasien agar menerapkan hidup bersih dan sehat supaya
anggota keluarga yang lain tidak terkena demam berdarah dengue dengan cara
mengikuti 3M plus
- Memberikan edukasi ketika keluarga mempunyai keluhan atau gejala demam
maupun keluhan lain sebaiknya langsung dibawa ke puskesmas terdekat.
- Memberikan edukasi ke orang tua untuk koordinasi dengan sekolah terkait penyakit
pasien dan menjaga kebersihan sekolah
- Memberikan edukasi ke sekolah untuk menjaga kebersihan lingkungan dan
menekankan PHBS di Sekolah
2. Tatalaksana Komprehensif
a. Promotif
- Edukasi pasien mengenai demam berdarah dengue
- Edukasi pasien mengenai PHBS dan 3Mplus
b. Preventif
- Memberikan edukasi terkait cara pencegahan berdarah dengue
- Meningkatkan higienitas perseorangan
c. Kuratif
Diagnosis An. B adalah demam berdarah dengue grade I sehingga bisa dilakukan pada
saat anak demam yaitu
a. Mengukur suhu anak
b. Memberikan obat penurun panas, batuk, dan antibiotik
c. Mengkompres hangat (ketiak, lipatan paha, dan kedua lutut bagian dalam)
d. Memberikan cairan yang cukup pada anak
3. Rehabilitatif
a. Edukasi mengenai aturan minum obat yang diberikan saat pulang
b. Edukasi pola hidup sehat untuk menghindari dan mencegah timbulnya sakit berulang
baik untuk pasien maupun keluarga lain
4. Berkesinambungan
Menyarakan pasien kontrol setelah obat rawat jalan habis dan apabila masih
terdapat keluhan pengobatan dapat disesuaikan dengan keluhan.
5. Integratif
Dalam penanganan pasien diperlukan kerjasama yang baik antara dokter , pasien
dan keluarga untuk menangani kondisi pasien.

10
2.1.9 Prognosis
Prognosis tergantung dari aspek higenitas pasien dan tingkat kepatuhan serta upaya
pencegahan dan pengobatan penyakit. Keluarga An. B termasuk keluarga yang peduli
terhadap kondisi pasien. Selain itu demam berdarah dengue ditentukan oleh derajat
penyakitnya cepat tidaknya pemberian penanganan, kondisi nutrisi dan sebagianya.
Keluarga An. B termasuk keluarga yang peduli dengan kesehatan sehingga prognosisnya
adalah
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam: Dubia ad bonam
Ad sanationam: Dubia ad bonam

2.2 Identifikasi Keluarga


2.2.1 Data Demografi Keluarga
Nama kepala keluarga: Tn. M
Nama pasien : An. B
Alamat : Tawangrejeni, Turen
Bentuk keluarga : Nuclear Family
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga An. B yang Tinggal Serumah
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien Ket.
Terakhir PKM
1. Tn. M Kepala L 47 th SD Pedagan - -
Keluarga g Sayur
2. Ny. S Ibu P 47 th SD Pedagang - -
sayur
3. An. N Anak P 18 th SMA Pelajar -

4 An. B Anak L 16 th SMP Pelajar Ya Demam Dengue


Haemorrhagic-
Keterangan: Tabel diatas menampilkan daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

2.2.2 Genogram
a. Bentuk keluarga : Nuclear Family
Nuclear Family adalah kelurga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan anak kandung yang tinggal
salam satu rumah.

11
Gambar 2. Genogram Keluarga An. B
Keterangan

: Laki-Laki

: Perempuan

: An. B (Pasien)
: Tinggal satu rumah
2.2.3 Pola Interaksi Keluarga

Gambar 3. Pola Interaksi Keluarga An. B

Keterangan:

: Berhubungan Baik

Hubungan antara An. B dengan keluarganya cukup baik. Dalam keluarga ini jarang
terjadi konflik atau hubungan buruk antara anggota keluarga.
Kesimpulan : Interaksi antar anggota keluarga adalah baik

2.2.4 Tahapan Keluarga


Perkembangan keluarga adalah proses perubahan dari sistem keluarga yang terjadi
dari waktu ke waktu meliputi perubahan interaksi dan hubungan diantara keluarga dari waktu
ke waktu. Keluarga An. B termasuk dalam tahap kelima yaitu keluarga dengan anak usia

12
remaja. Tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 13 tahun dan berakhir ketika anak
berusia 20 tahun.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat
remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Berkomunikasi secara terbuka antara ortu dengan anak-anak, hindari perdebatan,
kecurigaan dan permusuhan. Masalah kesehatan yang mungkin terjadi pada
keluarga ditahapan ini antara lain:
- Masalah kesehatan fisik keluarga biasanya baik, namun promosi kesehatan
tetap perlu diberikan
- Perhatian pada gaya hidup keluarga yang sehat, seperti penyakit coroner pada
orang tua
- Pada remaja, kecelakaan, penggunaan narkotika, alcohol, mulai menggunkan
rokok sebagai alat pergaulan, kehamilan diluar nikah
- Konseling dan pendidikan tentang sex education menjadi sangat penting

- Terdapat beda persepsi antara orang tua dengan remaja tentang sex education

- Persepsi remaja tentang sex education: uji kehamilaan, AIDS, alat kontrasepsi
dan aborsi
2.2.5 Identifikasi Fungsi Keluarga
a. Fungsi biologis
An. B didiagnosa dengan dengue haemoragic fever yang bukan penyakit herediter
menurun.
b. Fungsi psikologis
Pasien tinggal bersama ibu, ayah, dan kakak kandung. Hubungan pasien dengan keluarga
terjalin baik dan saling memperhatikan satu sama lain dan saling memperhatikan masalah
kesehatan.
c. Fungsi sosial-ekonomi
- Baik pasien maupun anggota keluarganya memiliki hubungan yang baik dengan tetangga,
teman bermain, teman kerja, maupun lingkungan sekitar.
- Ekonomi keluarga ini mempunyai kedudukan sosial tergolong menengah. Penghasilan
keluarga berasal dari ayah dan ibu pasien. Pembayaran listrik, air, makan/minum tidak
ada masalah.

13
- Apabila memiliki masalah kesehatan, saat ini pembiayaan pengobatan pasien maupun
keluarga pasien menggunakan BPJS
d. Fungsi fisiologis
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R SCORE dengan
nilai selalu = 2, kadang = 1, tidak pernah = 0. Skor ini dilakukan pada masing-masing
anggota keluarga kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga
secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-4 = kurang, 5-7 = cukup, 8-10 = baik. APGAR score
meliputi:
1. Adaptasi
Keluarga ini mampu beradaptasi antar anggota keluarga, saling mendukung, saling
menerima, dan memberikan saran satu sama lain serta mengambil keputusan secara
musyawarah.
2. Partnership
Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling mengisi antar anggota
keluarga dalam setiap masalah yang dialami keluarga tersebut.
3. Growth
Keluarga ini juga saling memberikan dukungan dan motivasi untuk melakukan hal-hal
baru yang bermanfaat untuk anggota keluarga tersebut.
4. Affection
Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga ini sudah terjalin dengan
cukup baik.
5. Resolve
Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup baik dan selalu memanfaatkan
waktu bersama sebaik-baiknya dengan anggota keluarga lainnya saat semua anggota
keluarga dapat berkumpul.
Tabel 2. APGAR Score Tn. M
APGAR Terhadap Keluarga Sering/Selalu Kadang- Jarang/Tidak
kadang
A Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila

saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga


saya membahas dan membagi √
masalah dengan saya

14
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan √
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga


saya mengekspresikan kasih √
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan,
perhatian dll

R Saya puas dengan cara


keluarga saya dan saya √
membagi waktu bersama-sama
Skor 9

Tabel 3. APGAR Score Ny. S


APGAR Terhadap Keluarga Sering/Selalu Kadang-kadang Jarang/Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila √
saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga
saya membahas dan membagi √
masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan √
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi √
saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga √
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Skor 10

Keterangan
0 : jarang/tidak sama sekali 1 : kadang-kadang

15
2 : sering/selalu
Kategori penilaian (total skor)
 Kurang = < 5
 Cukup = 6-7
 Baik = 8 – 10
APGAR score keluarga An. B = (9 + 10) : 2 = 9,5
Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga An. B dalam kategori baik. Menandakan bahwa
komunikasi, pemecahan masalah bersama, dan rasa saling peduli antar anggota keluarga An.
B baik.
e. Fungsi Patologis
Fungsi patologis keluarga dapat diukur dengan menggunakan SCREEM score dengan
rincian sebagai berikut:

Tabel 4. SCREEM Score Keluarga An. B


SUMBER PATHOLOGY
Keluarga merupakan keluarga yang aktif berinteraksi sosial dengan lingkungan
sekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga ini tidak memiliki kedudukan sosial
Social tertentu di dalam masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa.
.

Keluarga berasal dari suku jawa, sehari-hari berbicara menggunakan bahasa jawa dan
Cultural budaya jawa yang cukup erat.
Pemahaman terhadap ajaran agama baik, demikian juga ketaatanya dalam beribadah.
Religius Penerapan ajaran juga baik dan menjalankan sholat 5 waktu.

Ekonomi keluarga ini tergolong cukup, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi.
Economic Pendapatan berasal dari hasil kerja sebagai pedagang sayur di pasar.

Latar belakang pendidikan dan pengetahuan keluarga masih kurang. Hal ini dicerminkan
oleh pendidikasn terakhir orangtua SD sehingga ketika mengetahui ada permasalahan
Education terkait penyaikit pasien orangtua masih belum paham mengenai penyakit yang diderita
pasien

Memilik akses pelayanan kesehatan yang baik. Pasien memiliki BPJS dan ketika
mengalami masalah kesehatan dalam keluarga langsung menuju ke sarana kesehatan
Medical untuk memeriksakan keluarga yang sakit.

f. Fungsi hubungan antar manusia


Dapat dilihat pada subbab Pola Interaksi Keluarga
g. Fungsi keturunan
Dapat dilihat pada subbab Genogram Keluarga
h. Fungsi perilaku
1. Pengetahuan

16
- Pengetahuan pasien dan keluarga masih kurang terhadap perilaku hidup bersih sehat dan
pencegahan demam berdarah dengue.
- Pasien dan anggota keluarga memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit demam
berdarah dengue. Keluarga kurang paham mengenai penyebab, faktor resiko, gejala, cara
penularan serta komplikasinya
2. Sikap
Keluarga peduli terhadap penyakit pasien. Sehingga ketika keluhan dirasa mengganggu,
pasien segera dibawa berobat ke puskesmas dengan BPJS yang dimiliki setelah diobati oleh
mantri tidak kunjung membaik.
3. Tindakan
Pergi ke mantri, ketika demam tidak turun, pasien dibawa ke puskesmas untuk melakukan
pemeriksaan terkait dengan keluhannya serta berharap mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
i. Fungsi non perilaku
1. Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga cukup.
2. Keluarga sudah menjadi anggota BPJS, sehingga pasien dapat berobat apabila keluhan
sudah dirasakan mengganggu aktivitas dengan biaya ditanggung BPJS.
3. Keluarga pasien masih sangat peduli dengan kondisi kesehatan sehingga pengobatan
pasien datang ke layanan kesehatan.
4. Jarak antara rumah dengan pelayanan kesehatan puskesmas cukup dekat sekitar 8,5 km
dengan estimasi waktu 15 menit. Jarak ke apotek terdekat sekitar 1 km dengan estimasi
waktu 3 menit dan dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor
5. Rumah yang dihuni keluarga ini cukup bersih, namun ruangan di kamar masih terdapat
pakaian yang bertumpuk dan kamar mandi tandon air jarang dibersihkan.

Gambar 4. Faktor Perilaku dan Non Perilaku


j. Fungsi indoor

17
Komponen Rumah
1. Ukuran rumah
Ukuran rumah An. B adalah 12 m x 20 m = 240 m2. Terdiri dari 1 lantai dan memiliki 3
kamar tidur, 1 ruang tamu yang luas, 1 ruang keluarga, 2 kamar mandi gabung dengan wc, 1
dapur, 1 kandang ayam, 1 garasi rumah. Menurut Badan Standar Nasional Indonesia (2004),
standar rumah sehat adalah ketika tiap 1 orang dalam rumah memiliki ruang gerak minimal 9
m2. Dengan demikian, luas rumah keluarga An. B tergolong memenuhi standar karena
berukuran 240 m2 dan diisi 4 orang anggota keluarga.
2. Langit-langit
Langit-langit rumah terpasang plafon sehingga mencegah pertebaran debu dari atap dan
mudah dibersihkan sehingga tidak mengotori didalam rumah.
3. Lantai
Lantai rumah terbuat dari keramik dan semen. Berdasarkan persyaratan rumah sehat dari
Kemenkes, lantai rumah An. B sudah memenuhi syarat rumah sehat yaitu tidak berdebu pada
saat musim kemarau dan tidak becek pada musim hujan (kedap air), serta mudah dibersihkan.
4. Dinding
Dinding rumah dalam bentuk tembok, di cat, dan kedap air sehinnga termasuk kriteria rumah
sehat.
5. Ventilasi
Ventilasi di seluruh bagian rumah termasuk cukup sehingga sirkulasi udara yang mudah
keluar-masuk dan ruangan tidak mudah lembab.
6. Lubang asap dapur
Ruang dapur tidak dilengkapi sarana pembuangan asap. Namun, terdapat sela-sela dibawah
genteng yang bisa untuk jalan keluar asap.
7. Pencahayaan
Pencahayaan alam termasuk cukup karena sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah
melalui sisi depan rumah, ruang tengah dan dapur. Pencahayaan buatan sudah cukup karena
terdapat lampu di setiap ruangan yang tidak redup namun tidak menyilaukan.
8. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara sudah cukup bagus karena setiap ruangan memiliki ventilasi udara.
9. Kepadatan penghuni
Rumah tersebut ditinggali oleh 4 orang. Kepadatan penghuni rumah dapat dikatakan cukup
karena menurut standar Badan Standar Nasional Indonesia (2004) bahwa standar rumah layak
dengan luas 9 m2 perorang sehingga terhitung cukup untuk 4 orang.
Sarana Sanitasi

18
1. Sumber air bersih
Sumber air bersih yang digunakan keluarga An. B adalah Air Sumur
2. Jamban
Posisi jamban gabung dengan bangunan rumah utama (di dalam rumah) dengan kondisi yang
cukup bersih, lantai keramik. Sedangkan septic tank berada di belakang rumah.
3. Pengelolaan sampah dan limbah
Sampah dibakar di belakang halaman belakang rumah

19
Kandang Ayam Kamar mandi 2

Kamar mandi
1

R. Sholat
Kamar
tidur 3

Garasi
R. keluarga
Kamar
tidur 2

R. Tamu
Kamar
tidur 1

Halaman rumah

Gambar 5. Denah Rumah Keluarga An. L


k. Fungsi outdoor
1. Jarak antara rumah dengan jalan raya dan tingkat kebisingan
Posisi rumah An. B masuk ke dalam gang. Jarak dari rumah ke jalan desa sekitar 6 meter
dan jarak dari rumah ke jalan raya besar sekitar 25 meter sehingga keluarga An. B sesekali
mendengar dan merasakan kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan yang lewat.
2. Jarak antara rumah dengan tempat pembuangan sampah umum
Jarak rumah dengan tempat pembuangan sampah umum tidak terlalu jauh, masih dalam
satu RT. Tempat pembuangan sampah tidak terlalu dekat pula sehingga menjadikan keluarga
An.B tidak mudah terkena penyakit akibat vektor penyakit dari sampah, bau sampah, dan
sampah itu sendiri.
3. Jarak antara rumah dengan sungai
Posisi rumah An. L jauh dengan sungai ±500 m. hal ini memberikan efek positif karena
terhindar dari pencemaran lingkungan disekitar sungai seperti diare.

2.2.6 Diagnosis Keluarga

20
a. Bentuk keluarga
Nuclear Family
b. Siklus keluarga
Tahap kelima yaitu keluarga dengan anak usia remaja
c. Disfungsi keluarga
Tidak ditemukan
d. Faktor resiko internal
Pengetahuan yang kurang terkait penyakit serta pencegahan penularan infeksi dengue ke
keluarga maupun lingkungan sekitar. Serta kebiasaan menumpuk pakaian kotor dan
menggantungkan handuk di kamar dan rumah yang dapat meningkatkan resiko nyamuk Aedes
aegypti untuk bersarang dan berkembang biak.
e. Faktor resiko eksternal
Keluarga pasien belum memahami secara penuh terkait penyakit yang dideita pasien,
namun tetap memberi dukungan penuh untuk kesembuhan pasien. Selain itu di lingkungan
rumah pasien juga dipenuhi tumpukan barang seperti pakaian dan perabotan yang tidak
dipakai, terdapat bak tampung air dan bak kamar madni yang tidak tertutup dengan baik serta
jarang dikuras, serta banyak gantungan pakaian atau tumpukan pakaian di dalam rumah yang
tidak disusun rapi.

2.3 Pengkajian Masalah Kesehatan


2.3.1 Identifikasi Potensi Masalah Kesehatan Keluarga dan Pemecahan
Permasalahannya
Pada pasien An.B secara umum potensi masalah keluarga yangterjadi adalah faktor
internal dan faktor eksternal berupa lingkungan. Sehingga pemecahan masalah adalah dengan
penatalaksanaan kedokteran keluarga meliputi penatalaksanaan holistik komprehensif,
berkesinambungan dan intergratif. Penatalaksaan holistik pada An.B disesuaikan dengan
potensi masalah yang ada. Kemudian, dapat diberikan tatalaksana komprehensif yang terdiri
dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penatalaksanaan promotif dengan cara
memberikan edukasi dan KIE mengenai permasalahan kesehatan yang mungkin muncul
dalam keluarga. Beberapa potensi masalah pada An.B dan keluarga yang masih menjadi
kendala bagi pasien dalam menghadapi penyakitnya antara lain sebagai berikut: lain:
1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman pasien dan keluarga terkait penyakit yang
diderita pasien. Pengetahuan tentang infeksi dengue yang meliputi pengertian, gejala,
faktor resiko, cara penularan penyakit dan komplikasinya perlu diperdalam lagi. Selain

21
itu perlu dititikberatkan pengetahuan terkait cara pencegahan penyakit terutama pada
musim penghujan.

Solusi pemecahan masalah:


Memberikan edukasi pada pasien dan keluarga secara lebih lengkap mengenai yang
dialami pasien yaitu infeksi dengue yang meliputi pengertian, gejala, faktor resiko
serta pencegahan penularan penyakit tersebut. Selain itu,diberikan pula penjelasan
mengenai komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit pasien dan
tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi tersebut. Contohnya
seperti pada pasien dengan demam dengue akan memungkin terjadi kekambuhan,
terjadi demam berdarah hingga syok yang mengancam nyawa, sehingga pasien selalu
disarankan untuk selalu menjaga kondisi dan segera ke tempat pelayanan kesehatan
apabila ada gejala yang mengarahkan ke demam berdarah dengue
2. Pada halaman sekitar rumah pasien banyak terdapat hewan peliharaan seperti ayam
dan juga terdapat kandang ayam di halaman belakang. Serta banyak terdapat
perabotan rumah tangga yang menumpuk serta pakaian yang ditaruh sembarang di
dalam rumah. Selain itu pada bak mandi dan tandon air tidak ditutup serta tidak pernah
dibersihkan. Kondisi rumah pasien sangat berpotensi untuk tempat berkembang biak
nyamuk. Selain itu, sampah biasa dibuang saja di belakang rumah dan terkadang
dibakar.

Solusi pemecahan masalah:


Edukasi pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan rumahnya
seperti pengaturan sirkulasi ruangan sangat penting mengingat minimnya ventilasi di
rumah pasien, terlebih lagi pasien tinggal di lingkungan yang pada penduduk.
Menyarankan juga untuk selalu membersihkan tempat penampungan air di rumah pasien
setiap 1 minggu sekali untuk menghindari tumbuhnya jentik nyamuk serta menggunakan
obat nyamuk. Selain itu, menyarankan pasien untuk segera memisahkan pakaian kering
dan pakaian kotor atau basah pada tempat mashing-masing.Edukasi untuk tidak menumpuk
pakaian dan handuk kotor di kamar Pengaturan barang-barang yang sekiranya tidak
diperlukan baiknya disimpan diwadah yang tertutup agar rapi dan tidak menjadi tempat
bersarang nyamuk.
Beberapa kondisi pada rumah pasien turut berperan dalam mempengaruhi
pertumbuhan vektor dengue, sehingga disini perlu dilakukan pengendalian terhadap vektor
tersebut. Secara teori, cara pengendalian yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah

22
dengan memberantas nyamuk penularnya, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk
membasmi sampai saat ini belum ada.
Pada dasarnya pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan beberapa cara, pertama
yaitu dengan pengendalian lingkungan. Langkahnya terdiri dari pengendalian terhadap
nyamuk dewasa dan pradewasa.
Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini adalah mengusahakan agar kondisi
lingkungan tidak/kurang disenangi oleh nyamuk sehingga umur nyamuk berkurang dan
tidak mempunyai kesempatan untuk menularkan penyakit atau mengusahakan agar kontak
nyamuk dan manusia berkurang. Pada pasien usaha untuk mengendalikan nyamuk dewasa
dapat dilakukan adalah dengan cara:
- Menambah pencahayaan ruangan dalam rumah, lubang ventilasi, mengurangi tanaman
perdu,
- Tidak membiasakan menggantungkan pakaian dan handuk di kamar
- Menggunakan lotion anti nyamuk terutama saat siang hari atau memakai baju lengan
panjang saat beraktivitas
Kedua, adalah pengendalian terhadap nyamuk pradewasa. Pengelolaan lingkungan
tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi nyamuk meletakkan telurnya atau
menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk. Cara yang dapat dianjurkan/dilakukan
adalah dengan melakukan prosedur “3Mplus” yaitu
 Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tatakan
kulkas, tatakan pot kembang dan tempat air minum ayam
 Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak kontrol, lubang
pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan.
 Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air
seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan (bekas
botol/gelas akua, plastik kresek,dll)
Plus Menghindari gigitan nyamuk, yaitu:
 Menggunakan kelambu ketika tidur.
 Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, misalnya obat nyamuk; bakar,
semprot, oles/diusap ke kulit, dll
 Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar
 Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai
 Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak
 Menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik) di tempat-tempat yang sulit dikuras
misalnya di talang air atau di daerah sulit air

23
 Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak penampung air, misalnya ikan cupang,
ikan nila, dll
 Menanam tumbuhan pengusir nyamuk misalnya, Zodia, Lavender, Rosemerry, dll

24
2.3.2 Mapping Penyelesaian Masalah Menggunakan Konsep Mandala Of Health

27
BAB III
LAPORAN KEGIATAN EDUKASI

1.1 Deskripsi Kegiatan


1. Tujuan
Edukasi diberikan pada pasien dan keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman
tentang penyakit dengue haemoragic fever dan pengelolaan yang dapat dilakukan dalam
pencegahan terinfestasi kembali.
2. Sasaran
An. B dan keluarga
3. Bentuk Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
Menyiapkan materi yaitu tentang penyakit dengue haemoragic fever meliputi meliputi apakah
itu dengue haemoragic fever, bagaimana cara penularan, gejala umumnya, dan cara
pencegahan dengue haemoragic fever
b. Tahap Pelaksanaan
Penyampaian materi edukasi disampaikan langsung secara lisan dan visual melalui poster dan
leaflet kepada An. B dan keluarga.
c. Tahap Evaluasi
Saat pemberian materi penyuluhan maupun saat berdiskusi, An. B dan keluarga antusias
menanyakan mengenai penyakit An. B dan cara mencegahnya karena tidak ingin penyakit
tersebut menjadi lebih parah dan mengganggu aktivitas apalagi menyebar ke keluarga lain...
Setelah ditanya kembali terkait materi penyuluhan, baik An. B maupun keluarganya dapat
menjawab dengan tepat dan benar..
1.2 Pelaksanaan Kegiatan
Tempat: Rumah An. B
Tanggal: 14 Desember 2023
Waktu: 16.00
Bentuk Kegiatan: Perkenalan, melengkapi data, dilanjutkan dengan penyuluhan tentang
dengue haemoragic fever

28
29
30
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Epidemiologi
Epidemiologi demam dengue atau dengue fever (DF) menjadi beban kesehatan dunia,
karena penyebaran penyakit virus dengan vektor nyamuk Aedes sp ini terjadi paling cepat di
dunia. Penyakit ini umumnya lebih sering ditemukan pada wilayah tropis dan subtropis.
Beberapa bagian negara, seperti Amerika Selatan, Afrika, Timur Tengah, dan Asia,
merupakan beberapa area endemis dengue. Deteksi demam dengue yang cepat dapat
menurunkan tingkat fatalitas menuju demam dengue berat sampai di bawah 1% (WHO,
2021).
Secara global, insidensi demam dengue semakin meningkat setiap tahunnya. Sebanyak
390 juta kasus infeksi virus dengue yang dilaporkan setiap tahunnya di seluruh dunia. Sekitar
96 juta kasus demam dengue memiliki gejala yang signifikan. Kasus dengue pada dua dekade
terakhir juga dilaporkan meningkat sebesar 8 kali lipat. Keadaan epidemi dengue umumnya
terjadi pada benua Amerika, Asia, Afrika, dan Australia. Serotipe virus dengue yang
menyebabkan demam dengue selalu berubah setiap kejadian luar biasa (WHO, 2021).
Sehingga dianjurkan pemberivaksin dengue pada individu yang akan atau tinggal di daerah
endemis (Schaefer dkk., 2021).
Di Indonesia sendiri insidensi DF meningkat secara signifikan dalam lima dekade
terakhir. Insidensi demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) di
Indonesia per Juli 2020 dilaporkan sebesar 71.633 kasus. Jumlah kasus terbanyak adalah di
Jawa Barat diikuti dengan Bali dan Jawa Timur, yaitu 10.722, 8.930, dan 5.948 kasus. Pada
tahun 2018 dan 2019, insidensi DBD berjumlah 65.602 dan 138.127 kasus. Dibandingkan
dengan tahun 2018, kasus DBD meningkat secara signifikan.Seluruh serotipe virus dengue
ditemukan di Indonesia (Kemenkes, 2020). Namun, DENV-3 (46,8%) dan DENV-1 (26,1%)
ditemukan paling banyak tersebar di Indonesia. Berbeda pada daerah Surabaya, dimana DENV-
2 merupakan serotipe paling banyak ditemukan (Kemenkes, 2019).

Sekitar 960‒4.032 kasus kematian akibat DHF di dunia dilaporkan pada periode tahun
2000‒ 2015. Mortalitas demam dengue yang tidak diobati adalah sekitar 10‒20%. Namun
apabila diobati, mortalitas dapat menurun sampai <1%. Case fatality rate (CFR) demam
dengue ditemukan semakin menurun setiap tahunnya. CFR DHF di Indonesia menurun dari
tahun 2018 ke 2019, yaitu 0,71% menjadi 0,67%. Pada tahun 2018, dilaporkan 919 kasus

31
kematian akibat DHF di Indonesia (Harapan, dkk., 2019).

4.2 Etiologi
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk. Virus
dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4 (Guzman dkk., 2016). Infeksi dari salah satu serotipe menimbulkan
antibodi terhadap virus yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk untuk serotipe
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain.
Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe yang
berbeda selama hidupnya. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Kemenkes,2017). Ciri-ciri nyamuk
penyebab demam berdarah (Aedes aegypti) adalah sebagai berikut:
 Badan kecil, warna hitam dengan bitnik-bintik putih
 Hidup di dalam dan di sekitar rumah
 Menggigit/menghisap darah pada siang hari
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan di dalam kamar
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam
dan di sekitar rumah bukan di got/comberan
 Di dalam rumah termasuk bak mandi, tampayan, vas
bunga, tempat minum burung dan lainnya.

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue
akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk
tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah,
sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang
diisapnya tidak membeku (Mansjoer, 2000). Bersama dengan air liur inilah virus dengue
tersebut ditularkan kepada orang lain. Beberapa pasien demam dengue terus berkembang
menjadi demam berdarah dengue (DBD) yang berat. Biasanya demam mulai mereda pada 3-7
hari setelah onset gejala. Pada pasien juga bisa didapatkan tanda peringatan (warning sign)
yaitu sakit perut, muntah terus-menerus, perubahan suhu (demam hipotermia),
perdarahan, atau perubahan status mental (mudah marah,bingung). Menurut WHO kriteria
demam berdarah dengue ialah demam yang berlangsung 2-7 hari, terdapat manifestasi
32
perdarahan, trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3), dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah (WHO, 2011).
4.3 Faktor Risiko

Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang
cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan
terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB
(Wilder dan Gubler, 2008). Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan
orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat,
pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain pihak, DBD juga
bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang biasa bepergian (Knowlton
dkk., 2009). Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah,
keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan serta
mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan jentik tidak menjadi faktor
resiko (Roose, 2008).
Selain itu menurut WHO (2011) ada faktor risiko yang meningkatkan terjadinya
demam berdarah dengue yaitu :
 Perubahan demografi dan kemasyarakatan: Perubahan demografi dan
kemasyarakatan yang tidak terencana dan urbanisasi yang tidak terkendali telah
memberikan hambatan besar pada fasilitas umum, khususnya pasokan air dan
pembuangan limbah padat, sehingga meningkatkan potensi
perkembangbiakannya spesies vektor.
 Pasokan air: Distribusi air tidak mencukupi dan tidak memadai.
 Pengelolaan limbah padat: Pengumpulan dan pengelolaan limbah yang tidak
memadai.
 Infrastruktur pengendalian nyamuk: Kurangnya infrastruktur pengendalian
nyamuk.
 Konsumerisme: Konsumerisme dan pengenalan produk plastik dan kertas yang
tidak dapat terbiodegradasi seperti cangkir, ban bekas, dll. yang memfasilitasi
peningkatan perkembangbiakan dan penyebaran penyakit secara pasif ke
daerah baru (misalnya melalui perpindahan telur inkubasi karena perdagangan
barang bekas ban).

33
4.4 Patofisiologi
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang
hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan
menghisap darah.9 Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju
organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum
tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag
mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke
dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen
struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.7 Infeksi
ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada
cross protective terhadap serotipe virus lainnya.
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu
netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC)
dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody
yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non
netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi
yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih
kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody
dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila
seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses
kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya,
maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk
pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru
yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang
infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi
IL-1, IL6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF);
akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue.7 TNF alpha akan
menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai
saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang
terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan
bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock

34
hipolemik) dan perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi
virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non
neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi
virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan
memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF
alpha juga PAF.36-37 Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap
jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut,
tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan
menimbulkan penyakit yang berat.7 Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam
serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.38 Selain kedua
teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori
virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN
2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi
berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang
berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas sistem
komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48- 72%
penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat
menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi
aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang menyatakan
bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti
interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin
bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas
kapiler.39 Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa
hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi
virus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolic.(Chandra, 2010)

35
4.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis untuk demmm berdarah dengue (DBD) dapat
bervariasi diantaranya yaitu:
 Demam tinggi, timbul mendadak, kontinu, dan bifasik
 Berlangsung antara 2-7 hari
 Muka kemerahan (facial flushing), anoreksi, myalgia dan atralgia
 Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen menyebar
 Kadang disertai sakit tenggorok
 Faring dan konjunctiva kemerahan
 Dapat disertai kejang demam
Pasien yang terinfeksi dengue apabila terdapoat demam <7 hari, ruam, manifestasi
perdarahan (rumple leed +), nyeri kepala dan retroorbital, myalgia, athralgia, leukopenia
(<4000µl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya (warning sign) yaitu pada fase
febris klinis tidak ada perbaikan, tidak mau miimum, muntah terus-menerus, nyeri perut
hebat, letargi dan/gelisah, perubahan perilaku, perdarahan (mimisa, muntah dan BAB hitam,
menstruasi berlebih, urin berwarna hiyam/hemoglobinuria atau hematuria, pening pucat,
akral dingin), diuresis berkurang dalam 4-6jam. Warning signs tersebut digunakan untuk
menilai syok pada penderita penyakit demam berdarah dengue (Hapsari, 2014). Tanda atau
gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu suhu badan lebih
dari 380C, badan terasa lemah dan lesu, gelisah, ujung tangan dan kaki dingin berkeringat,
nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula disertai perdarahan seperti mimisan dan buang air
36
besar bercampur darah serta turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm (Depkes Ri,
2012). Menurut WHO (2012) demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase demam,
fase kritis dan fase penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan mengalami demam
tinggi secara mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai dengan wajah kemerahan,
eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit di seluruh tubuh, fotofobia
dan sakit kepala serta gejala umum seperti anoreksia, mual dan muntah. Tanda bahaya
(warning sign) penyakit dengue meliputi nyeri perut, muntah berkepanjangan, letargi,
pembesaran hepar >2 cm, perdarahan mukosa, trombositopeni dan penumpukan cairan di
rongga tubuh karena terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler (WHO,
2012). Pada waktu transisi yaitu dari fase demam menjadi tidak demam, pasien yang tidak
diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut menjadi fase kritis.
Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan peningkatan permeabilitas mungkin
menunjukan tanda bahaya yaitu yang terbanyak adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis
terjadi penurunan suhu menjadi 37.5-38°C atau kurang pada hari ke 3-8 dari penyakit.
Progresivitas leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet mendahului kebocoran
plasma. Peningkatan hematokrit merupakan tanda awal terjadinya perubahan pada tekanan
darah dan denyut nadi. Terapi cairan digunakan untuk mengatasi plasma leakage. Efusi
pleura dan asites secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan intravena (WHO, 2012).
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama 24- 48 jam fase
kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi selama 48-72 jam. Fase ini
ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu makan kembali normal, gejala
gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil (WHO, 2012).
4.6 Penatalaksaan
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan ke
dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C. (Kemenkes, 2011). Pasien yang termasuk Grup A
dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani
perawatan di rumah sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi
dengue. Prinsip terapi bersifat simptomatis dan suportif.
a. Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan mampu
mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine minimal
sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus
dilakukan. Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah
untuk pasien Grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan

37
cairan oral yang cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien beserta keluarganya
harus diberikan KIE tentang warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar
secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul warning signs selama
perawatan di rumah.
b. Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien dengan
kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi penyerta
khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan
indikasi sosial seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus
dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan secara
oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat dimulai dengan
memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s Lactate dengan kecepatan tetes
maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan cairan
keluar), produksi urine, dan warning signs.

Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut:
 Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL)
5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi
kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2- 4 jam,
dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai
respons klinis.
 Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit.
Jika hematokrit stabil atau hanya meningkat sedikit,
lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam
selama 2-4 jam.
 Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat
nilai HCT, tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam
 Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan
evaluasi kecepatan tetes infuse. Kurangi kecepatan tetes
secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang
diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan
cairan yang adekuat dan nilai hematokrit di bawah nilai
baseline.

38
 Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam
sampai pasien melewati fase kritis), produksi urine,
hematokrit (sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan,
kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ
lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai
indikasi).
c. Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma leakage)
berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan distres
nafas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi
terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif
(hypotensive shock) (Kemenkes, 2011).

Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:


 Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10
ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien,
jika terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara
gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3
ml/kg/jam selama 2-
4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik pasien.
Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
 Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit
setelah bolus cairan pertama. Jika nilai hematorit
meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan
kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1
jam. Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi
kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
dan lanjutkan pengurangan kecepatan tetes secara
gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
 Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan
adanya perdarahan dan memerlukan transfusi darah
(PRC atau whole blood).
Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:

39
 Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20
ml/kg/jam sebagai bolus diberikan dalam 15 menit.
 Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau
koloid 10 ml/kg/jam selama 1 jam, kemudian turunkan
kecepatan tetes secara gradual.
 Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak
stabil, evaluasi nilai hematokrit sebelum bolus cairan.
Jika hematokrit rendah (50%), lanjutkan infus koloid 10-
20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1 jam,
kemudian kurangi menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi
kecepatan tetes.
 Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar
atau 10-20 ml/kg/jam whole blood segar.
Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :
 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 15
 Nafsu makan membaik
 Secara klinis tampak perbaikan
 Hematokrit stabil
 Tiga hari setelah syok teratasi
 Jumlah trombosit > 50.000/µl
 Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis) (Kurane, 2007).

Non Farmakologi

Tatalaksana Non farmakologi yang dapat dilakukan antara lain:

 Pakaian mengurangi risiko gigitan nyamuk jika bahan kainnya cukup tebal atau
longgar.

 Lengan panjang dan celana panjang dengan stoking dapat melindungi lengan dan
kaki, yang merupakan tempat yang disukai untuk gigitan nyamuk. Anak-anak
sekolah harus mematuhi praktik-praktik ini bila memungkinkan.

 Produk insektisida rumah tangga, seperti obat nyamuk bakar dan aerosol, banyak
40
digunakan untu perlindungan pribadi terhadap nyamuk. Alas alat penguap listrik dan
alat penguap cair lebih baru tambahan, dan dipasarkan di hampir semua wilayah
perkotaan.
4.7 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu :

A. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Sebagai contoh (Kemenkes, 2011):

1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lain-
lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat
minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang- kurangnya seminggu sekali

2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain
agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu.

3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya.

4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen.

5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
disitu.

6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk
ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk.
Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah
sebagai berikut: Untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk
menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10
gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka (Tedy, 2005):
 Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu

41
membunuh jentik Aedes aegypti
 Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat
bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut
 Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang
benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air
tersebut diminum

B. Biologi

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
adu/ikan cupang), dan bakteri

C. Kimia

Cara pengendalian ini antara lain dengan: - Pengasapan/fogging (dengan


menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu. - Memberikan bubuk abate (temephos) pada
tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan
kondisi setempat.

42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
An. B usia 16 tahun 3 bulan datang ke UGD Puskesmas Turen pada tanggal 3 Desember
2023 dengan keluhan demam tinggi dan diantar oleh orang tua pasien. Demam dirasakan
sejak sabtu (02-12-2023) sore setelah pulang sekolah. Demam dirasakan mendadak dan terasa
tinggi saat malam hari. Keluhan demam muncul selang beberapa hari setelah teman pasien di
sekolah mengalami keluhan serupa. Keluhan demam di lingkungan keluarga disangkal.
Pasien juga mengeluhkan badan lemas dan pusing. Pasien sempat berobat ke mantri dan
diberikan obat penurun demam, tetapi tidak demam tetap tinggi sampai hari minggu pagi.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang. Pada pemeriksaan fisik sistemik
didapati nyeri tekan abdomen regio epigastrium dan didapatkan tes tornoquet positif. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan trombositopenia dan hasil NS1 dengue reaktive. Sehingga
An. B didiagnosa dengan DHF Dengue haemoragic fever merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes aegypti. Pada
pasien An.B didapatkan faktor internal maupun eksternal berupa kurangnya pengetahuan
terkait penyakit dan pencegahannya, kebiasaan menumpuk pakaian kototr dan handuk di
dalam rumah, serta jarang menguras bak maupun tandon kamar mandi
Melakukan pendekatan berbasis kedokteran keluarga guna meningkatkan PHBS
penderita dan keluarga penderita demam berdarah dengue Edukasi dapat dilakukan melalui
diskusi interaktif terhadap pasien dan anggota keluarga lainnya dengan menggunakan bahasa
yang mudah dipahami dan sesuai tingkat pemahaman pasien, sehingga terbentuk persepsi
yang selaras.

5.2 Saran
. Sebagai dokter umum, sebaiknya memiliki pemahaman yang baik mengenai dengue
haemoragic fever agar mampu melakukan diagnosis dan memberikan tatalaksana awal dengan
baik untuk mengurangi angka mortalitas dengue haemoragic fever

43
DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2009. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. U.S. Department of Health and
HumanService Centers for Disease Control and
Prevention.(http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF
%20Information%20fo r%20Health%20Care%20Practitioners_2009.pdf)
Depkes RI. Gerakan Indonesia Cinta Sehat Pembangunan Kesehatan dengan Upaya
Promotive- Preventive dengan Tidak Mengabaikan Kuratif dan Rehabilitatif.
Jakarta. 2012.
Guzman MG, Gubler DJ, Izquierdo A, Martinez E, Halstead SB. Dengue infection. Nat
Rev Dis Prim. 2016;2:1–26.
Hapsari, MMDEAH. Tatalaksana Infeksi Dengue. Divisi Infeksi & Penyakit Tropis
Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr KariAdi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang 2014.
Harapan H, Michie A, Mudatsir M, Sasmono RT, Imrie A. Epidemiology of dengue
hemorrhagic fever in Indonesia: Analysis of five decades data from the National
Disease Surveillance. BMC Res Notes. 2019;12(1):4–9
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2018. 2019.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2019. 2020.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010.
Available from :
http://www.depkes.go.id/downloads/profil_kesehatan_indonesia_ 2010.pdf
Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue Fever
Threat Spreading in the Americas. New York: Natural Resources Defense
Council Issue Paper; 2009
Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on Immunopathogenesis.
Comparative Immunology, Microbiology & Infectious Disease. 2007; Vol
30:329-40.
Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Indonesia. Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No. 3: hal . 12-29.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

44
Roose A. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008
Schaefer TJ, Panda PK, Wolford RW. Dengue Fever. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430732/
Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG ELISA and non-
structural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for differentiation of
primary and secondary dengue virus infections. Clin Diagn Lab Immunol
2006;10:622-30.
Sudaryono. Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Berdasarkan Jenis
Imunoglobulin pada Penderita Demam Berdarah Dengue. Perpustakaan:
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Susanti, Y. Management Function Enquiry Dengue Fever Dengue Epidemiology In
Health City Semarang. Medical Faculty of the University of Dian Nuswantoro.
Semarang; 2014.
WHO. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever. WHO Regional Publication SEARO. 2011. 159–168.
WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. Revised and expanded edition. 2011.
WHO. Dengue and Severe Dengue. 2021. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/dengue-and-severe-dengue.
WHO. Handbook for clinical management of dengue. WHO Library Cataloguing in
Publication Data; 2012. p. 39.
WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Departemen Kesehatan RI; 2003.
Wilder-Smith A, Gubler D. Geographic Expansion of Dengue: the Impact of
International Travel. Med Clin NAm. 2008; Vol. 92: p. 1377-90.
Arya Chandra, 2010. Dengue Hemorrhagic Fever: Epidemiology, Pathogenesis, and Its
Transmission Risk Factors

45
LAMPIRAN

46
47
48
49
50
51

Anda mungkin juga menyukai