PEMBIMBING:
dr. Ridho Adriansyah, Sp.PD
dr. Santhy Payung
DISUSUN OLEH:
dr. Anggi Cantika
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Demam Berdarah Dengue” tepat pada waktunya. Pelaksanaan dan
penulisan laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Dokter Internsip Kemenkes RI tahun 2019 – 2020.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
pembimbing, dr. Ridho Adriansyah, Sp.PD yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penulis juga
berterima kasih kepada seluruh jajaran RSUD Pademangan yang telah mengizinkan
penulis untuk melakukan program dokter internsip di rumah sakit tersebut. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan segala pihak lain yang
turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
baik dalam isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan selanjutnya. Semoga
dapat bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 32
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebagian pasien demam berdarah Dengue yang tidak diobati secara tepat dapat
berkembang menjadi Dengue Shock Syndrome yang dapat menyebabkan kematian.
Ini terjadi karena peningkatan volume darah karena penurunan permeabilitas
pembuluh darah. Hampir 35% pasien Demam Berdarah Dengue tidak ditangani
dengan segera di rumah sakit meninggal karena syok hipovolemik.5
1.2. Tujuan
1. Memahami aspek teori dan aplikasi terhadap demam berdarah dengue,
terutama identifikasi dan panatalaksanaan klinis terhadap pasien.
2. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Dokter Internsip
Kemenkes RI tahun 2019 – 2020.
1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah laporan kasus ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman mengenai demam berdarah dengue yang berlandaskan teori sehingga
dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin sesuai kompetensinya pada praktik
klinis.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demam Dengue, merupakan sindrom yang disebabkan oleh beberapa virus
arthropod, dengan karakteristik oleh demam bifasik, myalgia atau arthralgia, ruam,
leukopenia dan lymphadenopathy.5 Setelah periode inkubasi mulai menjadi sakit
dan diikuti tiga fase yaitu fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan.6
2.2. Etiologi
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue
yang termasuk kedalam grup Arthropod-Borne Virus (Arboviruses) yang diketahui
dalam genus flavivirus, family Flaviviridae dan memiliki 4 serotipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4.7 Flavovirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.8
2.3. Epidemiologi
50 tahun yang lalu, dilaporkan insidensi kejadian Demam Dengue meningkat
30 kali dengan perkembangan dan pertumbuhan populasi dari kota ke pedesaan
pada dekade yang lalu. Diestimasikan sedikitnya 50 juta dari 2.5 milyar orang hidup
di daerah endemik terinfeksi virus Dengue setiap tahunnya. Demam Dengue
merupakan kasus tertinggi setelah malaria. Infeksi virus Dengue merupakan
endemik pada beberapa Negara Asia Tenggara , Pasifik Barat, Amerika dan sangat
endemik di Thailand. Demam Dengue paling sering menyerang anak dibawah 15
tahun.5
Wabah Demam Berdarah di daerah perkotaan yang sebarkan oleh nyamuk A.
aegypti sebanyak 70-80% populasi. Sebagian besar terjadi pada anak-anak dan
orang dewasa. Karena nyamuk A.aegypti memiliki jangkauan terbang yang
terbatas, sehingga penyebaran epidemi nyamuk A. aegypti terjadi terutama melalui
manusia viremik dan mengikuti jalur transportasi utama.7,9
4
2.4. Patofisiologi
Patogenesisnya belum dimengerti secara sempurna, penelitian epidemiologi
memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi virus dengue tipe 2, 3, dan
4 sekunder.11 Perbedaan klinis antara Demam Dengue dengan Demam Berdarah
Dengue disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan
pada Demam Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran plasma (plasma
leakage) yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada Demam
Dengue.12 Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh akan beredar dalam sirkulasi
darah dan akan ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting Cell). Viremia akan
terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya
demam. Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T-Helper
dan menarik makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel
T-Helper akan mengaktifasi sel T-Sitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah
dikenali tiga jenis antibodi yaitu antibody netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibody fiksasi komplemen.12
Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan
gejala lainnya. Juga bisa terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia ringan. 12
Demam tinggi (hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang utama pada
penderita infeksi virus Dengue sebagai respon fisiologis terhadap mediator yang
muncul. Sel penjamu yang muncul dan beredar dalam sirkulasi merangsang
terjadinya panas. Faktor panas yang dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang
memicu panas seperti TNF -α, IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokon yang meredam
panas adalah TGF-β, dan IL-10. 12
Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus yang bebas
atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit.
Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun yang terkait dengan sel
ini menyebabkan viremia pada infeksi virus Dengue sukar dibersihkan. Antibodi
yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non netralisasi antibodi yang
dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk
6
ditegakkan lebih dini. Pada infeksi primer antibodi netralisasi mengenali protein E
dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus dengue sehingga
terjadi aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen sehingga sel yang terinfeksi
virus menjadi lisis. Proses ini melenyapkan banyak virus dan penderita sembuh
dengan memiliki kekebalan terhadap serotipe virus yang sama. 12
Apabila penderita terinfeksi kedua kalinya dengan virus Dengue serotipe yang
berbeda, maka virus Dengue tersebut akan berperan sebagai super antigen setelah
difagosit oleh makrofag atau monosit. Makrofag ini akan menampilkan Antigen
Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang
berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen yang bermuatan
peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan
perantaraan T Cell Receptor (TCR) sebagai reaksi terhadap infeksi.Kemudian
limfosit TH-1 akan mengeluarkan substansi imunomodulator yaitu INFγ, IL -2, dan
Colony Stimulating Factor (CSF). IFNγ akan merangsang makrofag untuk
mengeluarkan IL-1 dan TNFα.Interleukin-1 (IL-1) memiliki efek pada sel endotel,
membentuk prostaglandin, dan merangsang ekspresi intercelluler adhasion
molecule 1 (ICAM 1). 12
Colony Stimulating Factor (CSF) akan merangsang neutrofil, oleh pengaruh
ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan beradhesi dengan sel
endotel dan mengeluarkan lisosim yang mambuat dinding endotel lisis dan endothel
terbuka. Neutrofil juga membawa superoksid yang akan mempengaruhi oksigenasi
pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga endotel menjadi nekrosis dan
mengakibatkan terjadi gangguaan vaskuler. Antigen yang bermuatan MHC I akan
diekspresikan di permukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+ yang
bersifat sitolitik sehingga menhancurkan semua sel yang mengandung virus
dan akhirnya disekresikan IFNγ dan TNFα. 12
8
2.5. Patogenesis
Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang organ RES
seperti sel kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatik,
sumsum tulang serta paru- paru. Dalam peredaran darah virus akan difagosit oleh
monosit. Setelah genom virus masuk ke dalam sel maka dengan bantuan organel-
organel sel genom virus akan memulai membentuk komponen-komponen
strukturalnya.setelah berkembang biak di dalam sitoplasma sel maka virus akan
dilepaskan dari sel.
Diagnosis pasti dengan uji serologis pada infeksi virus dengue sulit dilakukan
karena semua flavivirus memiliki epitope pada selubung protein yang
menghasilkan “cross reaction” atau reaksi silang. Infeksi oleh satu serotipe virus
DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak ada
“cross protektif” terhadap serotipe virus yang lain. Virion dari virus DEN
ekstraseluler terdiri dari protein C (capsid), M (membran) dan E (evelope). Virus
instraseluler terdiri dari prot in pre-membran atau pre-M. Glikoprotein E
merupakan epitope penting karena mampu membangkitkan antibody spesifik untuk
proses netralisasi, mempunyai aktivitas hemaglutinin, berperan dalam proses
absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi fisiologis
9
riwayat pernah terinfeksi virus DEN, maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi
“Non Neutralizing Antibodies” sehingga sudah terjadi proses “Enhancing” yang
akan memacu makrofag sehingga mengeluarkan IL-6 dan TNF α juga PAF. Bahan
-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan
sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.
Pada teori kedua (ADE) , terdapat 3 hal yang berkontribusi terhadap terjadinya
DBD dan DSS yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection, serta
limfosit T dan monosit. Teori ini menyatakan bahwa jika terdapat antibodi spesifik
terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit,
tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh tidak dapat
menetralisir penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.12
Jika pasien bertahan pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi cairan kompartemen
ekstravaskular berlangsung dalam 48-72 jam berikut. Kenaikan keadaan umum,
kembalinya nafsu makan, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil
dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa pasien mungkin mengalami ruam.
Beberapa mungkin mengalami pruritus yang umum. Bradikardi dan perubahan
elektrokardiografi biasanya umum terjadi pada tahap ini. Hematokrit stabil atau
12
mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan diserap. Jumlah sel darah putih
biasanya mulai meningkat segera setelah defervescence namun pemulihan jumlah
trombosit biasanya lebih tinggi daripada jumlah sel darah putih.
Gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan asites yang besar akan terjadi
kapan saja jika cairan intravena berlebihan diberikan. Selama fase kritis dan / atau
pemulihan, terapi cairan berlebihan dikaitkan dengan edema paru atau gagal
jantung kongestif. 6
Fase Penyembuhan
Jika pasien bertahan pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi cairan kompartemen
ekstravaskular secara bertahap terjadi dalam 48-72 jam berikut. Keadaan umum
membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal mereda, status
hemodinamik stabil dan terjadi diuresis. Beberapa pasien mungkin mengalami
pruritus umum, bradycardia dan perubahan elektrokardiografi. Hematokrit stabil
atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan reabsorpsi. Jumlah sel darah
putih biasanya mulai meningkat segera setelah defervescence namun pemulihan
jumlah trombosit biasanya lebih tinggi daripada jumlah sel darah putih.6
2.7. Diagnosis
Demam dengue merupakan demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut8 :
• Nyeri kepala
• Nyeri retro-orbital
• Mialgia / artralgia
• Ruam kulit
Pemeriksaan Laboratorium
c. Influenza
Gejala klasik infeksi influenza, yaitu demam, batuk, nyeri tenggorokan, sakit
kepala, lesu dan nyeri otot.
d. Campak
Demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai timbul dari belakang
telinga sampai ke seluruh tubuh. Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi
(>380C), mata merah, dan ruam makulopapular.
e. Chikungunya
2.9. Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan infeksi dengue bersifat simtomatis dan suportif,
yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat
jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini
dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain,
perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Kunci keberhasilan tatalaksana
DBD/SSD terletak pada ketrampilan para petugas medis dan paramedis untuk
dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase
kritis, fase syok) dengan baik.
2.9.1. Tatalaksana Demam Dengue (DD)
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat inap. Pada fase demam
pasien dianjurkan:
1) Tirah baring, selama masih demam.
2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
3) Untuk menurunkan suhu menjadi <39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
4) Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5) Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesens.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini
disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan
DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada
DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa
disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa
16
nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta
mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat
dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa
segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah
suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
2.9.2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD)
Tatalaksana DBD Tanpa Syok
Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan penyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan
gangguan hemostasis. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian
mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of
defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi,
dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan
gangguan hemostasis.
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian,
penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati.
Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus
syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin.
Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah
5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila:
1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam
tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok,
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCI 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena
17
bolus perlahan-lahan.
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9% atau dekstrosa
5% dalam ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital,
diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya
evaluasi 12-24 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht
cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda
vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan
dihentikan setelah 24-48 jam.
Tatalaksana DBD dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti (volume
replacement) adalah pengobatan yang utama, berguna untuk memperbaiki
kekurangan volume plasma. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila
dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir
sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit (≤ 20mmHg) atau
hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar
hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.
Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi ≤20 mm Hg
segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB selama 30 menit, bila
syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam.
Tatalaksana DBD dengan Syok meliputi:
a) Penggantian Volume Plasma Segera
Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara intravena
dalam 30 menit. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan
cairan koloid 10-20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian
koloid 1500ml/hari, dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah
pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap
sedangkan kadar hematokrit turun, maka pikirkan adanya perdarahan internal.
18
Maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar/ komponen sel darah merah.
Apabila nilai hematokrit tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil
(10ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah keadaan
klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan
kadar hematokrit.
2.10. Prognosis
Prognosis demam berdarah dapat dipengaruhi oleh antibodi pasif diperoleh
atau oleh infeksi virus sebelumnya yang merupakan predisposisi perkembangan
demam berdarah Dengue.
Kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, namun dengan
kematian perawatan intensif yang memadai harus terjadi pada <1% kasus.
Kelangsungan hidup berhubungan langsung dengan pengobatan suportif dini
dan intens. Tak jarang, ada sisa kerusakan otak akibat berkepanjangan shock
atau kadang-kadang untuk perdarahan intrakranial.11
19
BAB 3
STATUS PASIEN
Riwayat Penyakit :TB paru tahun 2019, tuntas pengobatan dan sudah
Dahulu dinyatakan sembuh
.
Riwayat Penggunaan : Sudah berobat ke klinik karena keluhan ini
Obat sebelumnya, diberikan parasetamol dan antasida
Toraks
Paru : Inspeksi :Simetris fusiformis, retraksi (-)
Palpasi :Stem fremitus kanan = kiri, kesan
normal
Perkusi :Sonor (+/+)
Auskultasi :Vesikuler (+/+), Ronki (-/-),
Wheezing (-/-)
Jantung : Auskultasi :HR 96 kali/menit, regular, S I/S II (+)
normal, murmur (-), gallop (-)
21
Elektrolit Darah
Hitung Jenis
Basofil 0 0 – 1%
Eosinofil 2 1 – 3%
Neutrofil Batang 0 1 – 3%
Neutrofil Segmen 27 40 – 70%
Limfosit 69 20 – 40%
Monosit 2 2 – 8%
Imunoserologi Widal
Rencana
- Rawat inap
- Pemeriksaan darah lengkap setiap pagi
- Pemeriksaan serologi IgM dan IgG Anti-Dengue
RR: 20 kali/menit
Suhu: 37,9 oC
Toraks
Lab:
Ht: 39 %
S : Demam (-)
O : Sens: Compos mentis (GCS E4M6V5)
TD: 110/60 mmHg
N: 88 kali/menit, regular, t/v cukup
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36,7 oC
Mata: RC (+/+) Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Toraks
Paru: Simetris fusiformis, SF kanan=kiri, Sonor (+/+), Vesikuler (+/+),
Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung: HR 88 kali/menit, regular, S I/II (+) normal, murmur (-)
Abdomen: Soepel, peristaltik (+) Normal.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), ptekie (-/-)
Lab:
Hb: 13,9 gr/dl
Ht: 40 %
Leukosit: 10.010 /µL
Trombosit: 115.000 /mm3
S : Demam (-)
O : Sens: Compos mentis (GCS E4M6V5)
TD: 110/70 mmHg
N: 82 kali/menit, regular, t/v cukup
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36,5 oC
Mata: RC (+/+) Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Toraks
Paru: Simetris fusiformis, SF kanan=kiri, Sonor (+/+), Vesikuler (+/+),
Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung: HR 82 kali/menit, regular, S I/II (+) normal, murmur (-)
Abdomen: Soepel, peristaltik (+) Normal.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), ptekie (-/-)
Lab:
Hb: 14 gr/dl
Ht: 40 %
Leukosit: 8.450 /µL
Trombosit: 153.000 /mm3
BAB 4
ANALISIS KASUS
Teori Kasus
Manifestasi Klinis
Demam dengue merupakan demam Pada pasien didapatkan gejala berupa:
akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 • Demam
atau lebih manifestasi klinis sebagai • Mual, muntah
berikut8 : • Nyeri kepala
• Nyeri kepala • Nyeri otot (lengan dan kaki terasa
• Nyeri retro-orbital ngilu)
• Mialgia / artralgia • Bintik-bintik kemerahan
• Ruam kulit • Petekie
• Mual, muntah
Terdapat manifestasi perdarahan
ditandai dengan:
• Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah
sampai tidak teraba, hipotensi sampai
tidak terukur, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab, capillary refill time
memanjang (>2 detik) dan pasien
tampak gelisah
29
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien didapatkan:
• Trombositopenia • Trombositopenia 140.000
o Peningkatan hematokrit ≥
20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥
20%, setelah mendapat
terapi cairan
o Efusi pleura/perikardial,
asites, hipoproteinemia.
BAB 5
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Seroang laki-laki, usia 39 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan demam bersifat tinggi, kontinu,
disertai dengan menggigil, nyeri ulu hati, nyeri kepala, lengan dan kaki terasa ngilu,
mual, muntah, nafsu makan berkurang, serta terdapat bintik-bintik kemerahan di
seluruh tubuh. Pemeriksaan hematologi menunujukkan trombositopenia. Pasien
didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue, dan dilakukan tatalaksana dengan
terapi DBD tanpa syok yaitu cairan kristaloid dan penanganan simtomatis.
Penanganan menunjukkan perbaikan dan pasien pulang dengan kemudian kontrol
ke poli penyakit dalam.
32
DAFTAR PUSTAKA