Anda di halaman 1dari 10

a.

Radiogram periapikal

Pemriksaan radiologi periapikal dapat digunakan sebagai penunjang rontgen untuk

abses periodontal. Radiografi periapikal merupakan jenis radiografi intraoral yang

bertujuan melihat keseluruhan makhota dan akar gigi (crown and root), tulang alveolar

dan jaringan sekitarnya. Radiografi periapikal memiliki beberapa kegunaan yaitu

untuk mendeteksi infeksi atau inflamasi periapikal, penilaian status periodontal,

trauma yang melibatkan gigi dan tulang alveolar, gigi yang tidak erupsi, keadaan dan

letak gigi yang tidak erupsi, penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi, perawatan

endodontik, penilaian sebelum dilakukan tindakan operasi dan penilaian pasca operasi

apikal, mengevaluasi kista radikular secara lebih akurat dan lesi lain pada tulang

alveolar serta evaluasi pasca pemasangan implant.

b. Radiogram bitewing

Radiografi bitewing (interproksimal) digunakan untuk mengevaluasi puncak

tulang interproksimal selama pemeriksaan periodontal dan rencana perawatan.

Pada teknik bitewing, film ditempatkan sejajar dengan permukaan mahkota gigi

maksila dan mandibula. Kemudian pasien disuruh menggigit bitewing tab atau

bitewing film holder dan sinar-x diarahkan diantara kontak dari gigi dengan sudut

vertikal +5º sampai +10º. Film dapat diposisikan secara horizontal atau vertikal

tergantung pada daerah yang akan dilakukan pengambilan radiografi. Pengambilan

secara vertikal biasa digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang sedangkan

pengambilan secara horizontal biasa digunakan untuk melihat mahkota, puncak

alveolar, kavitas dan keberhasilan dari hasil perawatan.

c. Radografi orthopantomogram

Radiografi panoramik atau orthopanthography / OPG memberi gambaran umum

dari struktur fasial yang meliputi lengkung gigi-geligi maksila, mandibula, dan
struktur pendukung lainnya, serta berguna untuk mendeteksi pola kehilangan

tulang secara umum. Kelebihan foto panoramik antara lain:

● Memberikan gambaran yang luas mengenai struktur tulang fasial dan gigi-geligi.

● Dosis radiasi terhadap pasien relatif rendah.

● Pasien relatif nyaman saat menjalani pemeriksaan.

● Dapat digunakan untuk pasien yang tidak dapat membuka mulut.

● Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan rontgen relatif pendek (3-4 menit).

Kekurangan foto panoramik antara lain:

● Gambaran yang dihasilkan tidak mampu menampilkan detain anatomi seperti

pada radiograf intraoral.

● Sering terjadi distorsi geometris.

 Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi

untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).

 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida, salju

karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara

sebagai berikut.

o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton

roll maupun rubber da

o Mengeringkan gigi yang akan dites.

o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan

menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.

o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.

o Mencatat respon pasien.

 Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan
dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas,

alat touch and heat dan instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik

(Grossman, dkk, 1995). Gutta perca merupakan bahan yang paling sering digunakan

dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan

di periksa. Kemudian gutta perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca

diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak ada respon maka oleskan

pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi

stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak

merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).

 Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi.

Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa

sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital

jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).

 Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes

kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke

saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang

menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan

gigi masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).

 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan

listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya

menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris ini dilakukan dengan cara gigi

yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada

bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat

ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini

dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh

dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat
pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan

gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi

restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam.

Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor antara lain,

kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau restorasi., akar gigi yang

belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis (Grossman, dkk, 1995)

Menurut The International Workshop for Classification of Periodontal Disease and Conditions

(The American Academy of Periodontology pada tahun 1999) menetapkan abses periodontal

menjadi 3 kriteria yaitu:

1. Abses gingiva

Abses gingiva merupakan infeksi local purulent yang terletak pada margin gingiva

atau papilla interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari

berbagai faktor termasuk infeksi plak, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran

klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan terdapat pembengkakan yang

sering berfluktuasi

Gambar 2.3 Abses Gingiva

2. Abses periodontal

Abses periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan periodontitis yang

tidak dirawat dan berhubungan dengan poket poket periodontal yang sedang dan
dalam, biasanya terletak diluar daerah mukogingiva. Gambaran klinis abses

periodontal antara lain pembengkakan gingiva disertai rasa sakit, adanya eksudat

purulent dan gingiva terlihat mengkilat dan licin, gigi menjadi sensitive apabila

dilakukan perkusi, meningkatnya kedalaman probing serta dapat terjadi kehilangan

perlekatan periodontal. Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari

poket periodontal yang telah ada sebelumnya terutama terkait dengan penyingkiran

kalkulus yang tidak adekuat dan pasien menjalani perawatan bedah periodontal setelah

pemberian antibiotic dan pemeliharaan preventif dan akibat penyakit yang rekuren

.
Gambar 2.4 Abses Periodontal

3. Abses perikoronal

Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak operculum yang

menutupi sebagian erupsi gigi. Abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari

plak mikroba dan impaksi makanan atau trauma. Biasanya terjadi pada gigi molar dua

dan tiga. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah terlokalisir, bengkak, lesi

yang sakit jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya eksudat purulent, trismus,

limfadenopati, demam dan malaise.


Gambar 2.5 Abses pericoronal

a. Diagnosa banding :

1. Abses gingival Ciri-ciri yang membedakan abses gingiva dari abses periodontal

adalah:

- Lokalisasi ke gingiva

- Tidak ada periodontal pocketing

2. Periapical abscess Periapikal abses dapat dibedakan dengan ciri-ciri berikut:

- Terletak di atas apeks akar

- Gigi non-vital, restorasi berat atau tambalan besar

- Karies besar dengan keterlibatan pulpa.

- Riwayat kepekaan terhadap makanan panas dan dingin

- Tidak ada tanda/gejala penyakit periodontal.

- Radiolusensi periapikal pada radiografi intraoral.

3. Lesi perio-endo Lesi Perio-endo biasanya menunjukkan:

- Penyakit periodontal parah yang mungkin melibatkan furkasi ii. Kehilangan tulang

yang parah di dekat apeks, menyebabkan infeksi pulpa iii. Gigi non-vital yang sehat

atau restorasi minimal LESI ENDO-PERIO Lesi endo-perio dapat dibedakan dengan:

i. Infeksi pulpa menyebar melalui saluran lateral ke dalam poket perodon tal. ii. Gigi

biasanya non-vital, dengan radiolusensi periapikaliii. SINDROM GIGI KERETAK


KANTONG DALAM YANG TERLOKALISSindrom Gigi Retak dapat dibedakan

berdasarkan: i. Riwayat nyeri saat pengunyahan ii. Garis retakan terlihat di mahkota.

aku aku aku. Gigi vital iv. Nyeri saat lepas setelah menggigit gulungan kapas, cakram

karet atau gigi serit v. Nyeri tidak berkurang setelah perawatan endodontik

FRAKTUR AKAR Fraktur akar dapat dibedakan dengan adanya i. Mahkota yang

dipugar dengan beratii. Gigi non vital dengan mobilitas iii. Tiang mahkota dengan

tiang berulir iv. Kemungkinan garis fraktur dan radiolusensi halo di sekitar akar yang

terlihat pada radiografi periapikal v. Kantong dalam yang terlokalisir, biasanya hanya

satu tempat vi. Mungkin perlu eksplorasi flap terbuka untuk memastikan diagnosis

4. Periapical abcess

Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh

jaringan tulang yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau

periodontal. Sebagian besar kasus abses periapikal biasanya diawali

oleh invasi dari bakteri yang ada pada karies (Grossman 1995).

Gejala dari abses periapikal berupa sakit saat mengunyah, sensitive saat

di perkusi maupun di palpasi dan terdapat fistula di gingiva.

5. Kista lateral periapikal

Kista didefinisikan sebagai rongga patologis yang berbatas/dilapisi

sel epitel dan mengandung fluidatau semifluid. kista odontogenik

adalah rongga yang berisi cairan patologis yang dilapisi oleh

epitel odontogenik. Kista odontogenik yang paling sering terjadi

adalah kista radikuler dan kista dentigerous. Kista radikuler adalah

suatu jenis kista odontogenik dimana inflamasinya berasal atau

didahului dengan adanya granuloma periapikal kronis dan ditemukan

sel malassez di membran periodontal. Kista dentigerous adalah kista


yang membungkus mahkota gigi yang tidak erupsi dan melekat ke

servikal gigi.

Kista radikuler ini menyebabkan terjadinya

pembengkakan pada rahang dan berjalan lambat. Pembengkakan

inilah yang paling sering dikeluhkan oleh penderita.Pembesaran

awal pada kista ini biasanya terjadi pada tulang keras, terjadi

peningkatan ukuran, lapisan pelindung tulang menjadi tipis

sehingga terjadi resorpsi tulang secara progresif dan

pembengkakan ini akan tampak kenyal atau seperti pecahan kulit

telur. Ketika tulang terkikis, akan timbul fluktuasi. Pada region

maksila akan muncul pembesaran di daerah bukal atau palatal

sedangkan pada mandibular, di daerah bukal atau lingual dan

sangat jarang di daerah lingual.

Rasa sakit dan infeksi merupakan gejala klinis lainnya yang

dapat muncul pada kasus kista radikuler. Kista radikuler tidak akan

menimbulkan rasa sakit kecuali terinfeksi. Kista radikuler sering

dihubungkan dengan gigi nonvital dan terjadi disklorisasi. Ketika

kista terbentuk, kavitas kista akan terisi dengan cairan berwarna

cokelat, terkadang juga berwarna keemasan di bawah sinar lampu 11

6. Fraktur akar vertical

Fraktur vertikal akar merupakan komplikasi pada gigi yang telah

dilakukan perawatan endodontik. Garis fraktur ini meluas sepanjang

akar gigi pada arah vertikal menuju apeks. Fraktur vertikal akar

memberikan kesulitan pada waktu melakukan diagnosis. 


Gambaran klinis dari fraktur ini yaitu sakit yang tumpul, bengkak,

fistula, poket periodontal yang dalam dan terlokalisir. Gambaran

radiografik menunjukkan pelebaran ligamen periodontal dan kerusakan

tulang. Faktor-faktor predeposisi yang melemahkan struktur akar antara

lain pelebaran saluran akar yang berlebihan, tekanan mekanik dari

jarum-jarum endodontik dan pasak. Prognosis fraktur vertikal akar

buruk. Perawatan fraktur ini pada banyak kasus dianjurkan untuk

dilakukan ekstraksi 12.

7. Abcess endo-periodontal

Lesi endo-perio ditandai dengan adanya keterlibatan penyakit pulpa dan

periodontal pada gigi yang sama. Lesi periodontal dan pulpa sulit

dibedakan secara akurat. Bila lesi berawal dari infeksi pulpa dan

dirawat secara ekstensif dengan perawatan periodontal, lesi ini tidak

akan sembuh. Sebaliknya, melakukan perawatan endodontik pada gigi

vital yang mengalami kerusakan periodontal hanya akan menyebabkan

persistensi infeksi.

Pasien yang menderita fase akut dari infeksi pulpa akan mengalami

gejala yang biasanya tidak ada pada infeksi periodontal kronis. Selama

tahap inisial pulpitis, pasien mungkin mengeluhkan nyeri dan

sensitivitas yang diperparah oleh adanya stimuli tertentu, seperti

perubahan suhu, tekanan, dan/atau saat menggigit.

Bila gejala berasal dari pulpitis reversibel, gejala akan hilang dengan

sendirinya karena adanya berbagai mekanisme seperti penutupan

tubulus dentin, hilangnya toksin dan iritan mikrobial, dan pembentukan

dentin reparatif. Inflamasi persisten mengarah ke pulpitis ireversibel


simtomatik, yang biasanya dihubungkan dengan nyeri tajam dan

spontan. Penegakan diagnosis infeksi pulpa primer harus didasarkan

pada berbagai temuan objektif, seperti respon pasien terhadap perkusi,

palpasi, probing periodontal, dan tes vitalitas ditambah dengan evaluasi

menyeluruh seluruh gejala subjektif pasien 13.

Anda mungkin juga menyukai