Disusun oleh:
HILAL SUNU WIDAGDO
40618095
Skenario :
Seorang anak laki-laki usia 5 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ingin
memperbaiki gigi depan dan belakang, gigi belakang pasien terkadang merasa sakit sejak 6
bulan lalu, saat ini kondisinya tidak sakit. Ibu mengeluhkan anaknya gigi depannya tumpang
tindih. Pada pemeriksaan Intra oral didapatkan gigi 74 karies profunda, gigi 51, 52, 62, 63
karies media.
Pertanyaan :
Jawaban :
1. Gigi 74 Pulpitis Ireversible. Dikarenakan pada gigi 74 karies profunda perforasi dan
pernah merasakan sakit sejak 6 bulan lalu, dan serta saat ini kondisinya tidak sakit.
Untuk gigi 51,52,62,63 Deep bite dan Pulpitis Reversible dikarenakan pada
pemeriksaan intra oral kariesnya adalah media.
2. Rencana perawatan :
Gigi 74 dilakukan pulpoltomi atau pulpektomi tergantung kedalaman kariesnya,
setelah itu kemudian dilakukan pembuatan stainless steel crown. Untuk gigi 51, 52,
62, 63 dilakukan pembuatan stainless steel crown dengan sisi labial yang dipotong
dan diganti dengan tambalan yang sewarna dengan gigi seperti Self cured acrylic resin
dengan pertimbangan pasien mengalami deepbite yang mana perlu restorasi yang
kuat untuk gigi anterior
I. TAHAPAN TES VITALITAS
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu
gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu
tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.
Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada
gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).
Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida,
salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton roll
maupun rubber dam
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan
menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
o Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri
tajam yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon
atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa.
Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes dingin terkena gigi
sebelahnya tau mengenai gingiva (Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat
terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan
(metamorfosis kalsium).
Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan
dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat
touch and heat dan instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik (Grossman,
dkk, 1995). Gutta perca merupakan bahan yang paling sering digunakan dokter gigi pada
tes panas. Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa.
Kemudian gutta perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca diaplikasikan
pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga
servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta
perca menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak merasakan apa-apa
menandakan gigi sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Alat
yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit.
Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa
sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).
Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes
kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke
saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan
bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi masih vital
(Walton dan Torabinejad, 2008).
Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan
listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic pulp tester
(EPT). Tes elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi
tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah
dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali
supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat pemacu jantung. Gigi
dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital
jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi
listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga
tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan
lunak atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis
(Grossman, dkk, 1995).
II. KARIES
a. Definisi
Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganismeyang meragikan karbohidrat
(Kidd et al, 2012). Karies membentuk kavitas yang dapat berkembang ke dentin dan
masuk ke dalam ruang pulpa hingga menyebabkan nekrosis dan abses periapikal
(Bjorndal, 2008).
b. Etiologi
Faktor yang berperan dalam terbentuknya karies adalah gigi, plak gigi, diet
makanan, waktu, kadar fluor, saliva, dan sosial demografik. Gigi terdiri dari mineral
kalsium fosfat yang terdemineralisasi saat pH lingkungan rendah (Amerongen et al.,
2006).
c. Penyakit Pulpa
Penyakit pada jaringan pulpa dan periapikal bersifat dinamis dan progresif
karena tanda dan gejalanya yang bervariasi tergantung pada stadium penyakit dan
status pasien. Pemberian perawatan yang tepat untuk penyakit pulpa yaitu dengan
diagnosis lengkap endodontik berdasarkan : tanda dan gejala, pemeriksaan klinis
secara menyeluruh dan pemeriksaan radiograf terperinci (Ali dan Mulay, 2015).
1. Pulpitis Reversibel adalah radang pulpa yang ringan, jika penyebab radang
dihilangkan maka pulpa akan kembali normal. Faktor-faktor yang menyebabkan
pulpitis reversibel adalah erosi servikal, stimulus ringan atau sebentar contohnya
karies insipien, atrisi oklusal, kesalahan dalam prosedur operatif, kuretase
perodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin
terbuka (Walton & Torabinejad, 2008). Gejala-gejala pulpitis reversibel diantaranya
rasa sakit hilang saat stimulus dihilangkan, rasa sakit sulit terlokalisir, radiografik
periradikuler terlihat normal, dan gigi masih normal saat diperkusi,kecuali jika
terdapat trauma pada bagian oklusal (Heasman, 2006)
2. Pulpitis Ireversibel adalah radang pada pulpa yang disebabkan oleh inflamasi
jaringan keras, sehingga sistem pertahanan jaringan pulpa tidak dapat memperbaiki
dan pulpa tidak dapat pulih kembali (Rukmo, 2011). Gejala dari pulpitis ireversibel
diantaranya adalah nyeri spontan yang terus menerus tanpa adanya penyebab dari
luar, nyeri tidak terlokalisir, dan nyeri berkepanjangan jika terdapat stimulus panas
atau dingin (Walton & Torabinejad, 2008).
3. Nekrosis Pulpa adalah keadaan pulpa yang sudah mati, aliran pembuluh darah sudah
tidak ada, dan syaraf pulpa sudah tidak berfungsi kembali. Pulpa yang sepenuhnya
nekrosis, menunjukkan gejala asimtomatik hingga gejala-gejala timbul sebagai hasil
dari perkembangan proses penyakit ke dalam jaringan periradikuler (Cohen dan
Hargreaves, 2011). Secara radiografis, jika pulpa yang nekrosis belum sepenuhnya
terinfeksi, jaringan periapikalnya akan terlihat normal. Secara klinis, pada gigi yang
berakar tunggal biasanya tidak merespon pada tes sensitivitas, namun pada gigi
yang berakar jamak pada tes sensitivitas terkadang masih mendapatkan hasil positif
atau negatif tergantung syaraf yang berdekatan pada permukaan gigi yang diuji
(Harty, 2010).
III. PULPOTOMI
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti
oleh penempatan obat di atas orifise yang akan menstimulasikan perbaikan atau
memumifikasikan sisa jaringan pulpa vital pada akar gigi (Curzon et al.,1996).
Pulpotomi disebut juga pengangkatan sebagian jaringan pulpa. Biasanya jaringan pulpa
di bagian mahkota yang cedera atau mengalami infeksi dibuang untuk mempertahankan
vitalitas jaringan pulpa dalam saluran akar (Bence, 1990, Welbury, 2001). Tujuan
pulpotomi Pulpotomi bertujuan untuk melindungi bagian akar pulpa, menghindari rasa
sakit dan pembengkakan, dan pada akhirnya untuk mempertahankan gigi (Kennedy,
1992).
Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian yaitu :
(1) pulpotomi vital
(2) pulpotomi devital/ mumifikasi (devitalized pulp amputatio)
(3) pulpotomi non vital/ amputasi mortal.
1. Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa
bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian
memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular
tetap vital. Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen
muda. Pulpotomi gigi sulung umunya menggunakan formokresol atau glutaraldehid
(Andlaw dan Rock, 1993; Kennedy, 1992).
2. Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat
dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian
pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik.
Untuk bahan devital gigi sulung dipakai pasta para formaldehid (Tarigan, 1994).
3. Pulpotomi non vital (mortal) adalah amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang
non vital dan memberikan medikamen/ pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap
dalam keadaan aseptik. Tujuan dari pulpotomi non vital adalah untuk
mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer (Andlaw dan Rock,
1993; Kennedy, 1992).
Indikasi perawatan pulpotomi adalah perforasi pulpa karena proses karies atau
proses mekanis pada gigi sulung vital, tidak ada pulpitis radikular, tidak ada rasa sakit
spontan maupun menetap, panjang akar paling sedikit masih dua pertiga dari panjang
keseluruhan, tidak ada tanda-tanda resorpsi internal, tidak ada kehilangan tulang
interradikular, tidak ada fistula, perdarahan setelah amputasi pulpa berwarna pucat dan
mudah dikendalikan (Budiyanti, 2006).
IV. PULPEKTOMI
Pulpektomi merupakan prosedur dimana pulpa vital dieliminasi seluruhnya
karena cedera ireversibel akibat karies maupun trauma mekanik. Prosedur ini efektif
mengeliminasi rasa nyeri dan mencegah infeksi sekunder, sehingga gigi dapat
dipertahankan dalam lengkung rahang (Clinical Affairs Committee, 2014).
Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara : 1) Pulpektomi vital. 2) Pulpektomi
devital. 3) Pulpektomi non vital.
Indikasi:
1. Pulpektomi di indikasikan pada gigi sulung dengan diagnosa pulpitis
irreversibel atau nekrosis pulpa.
2. Mahkota gigi masih dapat direstorasi.
3. Dalam gambaran radiografi terdapat resorpsi akar kurang dari sepertiga apikal
masih diindikasikan untuk perawatan pulpektomi (Ahmed, 2014).
4. Gigi sulung dengan peradangan pulpa yang meluas namun akar dan tulang
alveolar bebas dari resorpsi patologis sehingga jaringan periodontal masih
sehat.
5. Gigi sulung dengan adanya abses periapikal (Welbury, dkk, 2005).
6. Perdarahan yang berlebihan pasca perawatan pulpotomi atau pulpotomi yang
tidak berhasil
7. Kerusakan jaringan periradikular yang minimal sehingga tidak terdapat
kegoyongan gigi (Clinical Affairs Committee, 2014).
Kontraindikasi :
1. Resorpsi patologis akar eksternal yang melibatkan lebih dari sepertiga apikal.
2. Gigi dengan mahkota yang sudah tidak dapat di restorasi.
3. Keterlibatan jaringan periradikular dari gigi sulung yang meluas ke bagian
tooth bud dari gigi permanen.
4. Resorpsi internal yang berlebihan.
5. Pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit jantung bawaan, hepatitis,
atau leukemia (Welbury, 2005).
Ahmed HMA. Pulpectomy procedures in primary molar teeth. European Journal of General
Dentistry. 2014 January-April : 3(1) : Welbury RR, Duggal MS, Hosey MT. Pediatric
dentistry. 3rd ed. New York: Oxford. 2005. 185 p.
Amerongen, J. v., Loveren, C. v., & Kidd, E. A. 2006. Fundamentals of Operative
Dentistry(3rded.). Texas: Quintessence books.
Andlaw, R. J., dan W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition. New York :
Churchill Livingstone.
Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Diterjemahkan dari Handbook of
Clinical
Endodontics oleh E. H. Sundoro. Jakarta : Penerbit UI.
Bjorndal, L. (2008). Indirect Pulp Therapy and Stepwise Excavation. Journal of Endodontics,
34 (7S). 32.
Budiyanti. E. A. 2006. Perawatan Endodontik Pada Anak. EGC. Jakarta
Clinical Affairs Committee, Pulp Therapy Subcommittee. 2014. Guideline on pulp therapy
for
primary and immature permanent teeth. American Academy Of Pediatric Dentistry.
37(15) : 3
Cohen. 2011. Pathways of The Pulp(10thed.). Missouri: MOSBY ELSEVIER.
Curzon, M. E. J., J. F. Roberts., dan D. B. Kennedy. 1996. Kennedy’s Paediatric Operative
Dentistry. 4th edition. London : Wright.
Finn SB. Clinical Pedodontics. 4th ed. Philadelphia: WB. Saunders Company. 1973:354-53
Pinkham JR. Pediatric dentistry: infancy through adolescence. Philadelphia: W.B.
Saunders Company, 1988: 141,196,239,293-4,340-1,455
Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek, edisi
kesebelas, EGC, Jakarta.
Harty. 2010. Endodontics in Clinical Practice(6thed.). London: Churchill Livingstone
ELSEVIER
Heasman, P. 2006. Master Dentistry Restorative Dentistry, Paediatric Dentistry, and
Orthodontics. China: Churchill Livingstone.
Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric Operative
Dentistry oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kidd, EA., Bechal, SJ. 2012. Dasar-dasar karies dan penanggulangannya. Jakarta:EGC
Rukmo, Mandojo. (2011). The Development of Method on Assessment of Periapical Disease
Healing After Endodontic Treatment. Procedding Kongres IKORGI ke IX dan
Seminar
Ilmiah Nasional Recent advances in Conservative Dentistry, 1-15. Surabaya.
S. G. Ali dan S. Mulay , “IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS),”
Pulpitis: A Review, vol. 14, no. 8, pp. 92-97, 2015.
Torabinejad M, Walton RE. Endodontics principles and practice. 4th ed. India: Elsevier,
2008:
259-86
Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta.
Lampiran diskusi online via zoom