Anda di halaman 1dari 4

1.

Prosedur Diagnosis
a. Pemeriksaan Subjektif : meliputi anamnesa
1) Medical Story : riwayat kesehatan medis yang mempengaruhi perawatan yang
akan dilakukan
2) Dental Story : reaksi gigi dan kerusakan jaringan sekitar gigi akibat trauma
yang timbul
3) Waktu terjadi trauma
4) Bagaimana terjadi trauma
5) Kapan terjadi trauma
6) Dimana kejadian trauma (Birgitta, 2018).
b. Pemeriksaan Objektif
 Ektraoral
Dapat ditemukan asimetri wajah berupa bengkak di bibir, hematoma, abrasi
dan laserasi (Mulya,2016).
 Intraoral

a. Perkusi

Perkusi  dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak


keras dengan menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan
ditingkatkan. Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering
dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan
ini mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan penegakan
diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan
mengubah arah pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-
oklusal ke permukaan bukal atau horisontal-bukolingual mahkota
(Mulya,2016).

b. Probing

Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal


dengan menggunakan alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan
memasukan probe ke dalam attached gingiva, kemudian mengukur
kedalaman poket periodontal dari gigi pasien yang sakit (Mulya,2016).

c. Tes mobilitas – depresibilitas

Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus


pengikat di sekeliling gigi, mengetahui apakah gigi terikat kuat atau
longgar pada alveolusnya. Tes mobilitas dilakukan dengan menggerakkan
gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau tangkai
dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi periodonsium,
makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya. Hasil tes
mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. Derajat
pertama sebagai gerakan gigi yang nyata dalam soketnya, derajat kedua
apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm bahkan bisa bergerak dengan
sentuhan lidah dan mobilitas derajat ketiga apabila gerakan lebih besar
dari 1 mm atau bergerak ke segala arah. Sedangkan, tes depresibilitas
dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah vertikal dalam soketnya
menggunakan jari atau instrument.

d. Tes vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk


mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes
vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes
jarum miller dan tes elektris.

o Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas
dan dingin pada gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap
perubahan termal.
o Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan,
yaitu etil klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant
(-50oC).
o Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara
melubangi gigi. Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi
atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit
dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa sakit dan
tidak vital jika tidak ada sakit
o Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi
akibat karies atau tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara
memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar. Apabila tidak
dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa
gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi
masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
o Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas
gigi dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya
menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris ini dilakukan
dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh
dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi
tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi
yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini
dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes
ini tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan
orang yang menggunakan alat pemacu jantung. Gigi dikatakan vital
apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital
jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi,
karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau
logam. Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa
faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau
restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan
baterai habis (Mulya,2016).
c. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan radiologi
-X-ray : Skull, Water’s
-Panoramic
-CT- scan
-MRI (Mulya,2016).

Dapus

Birgitta, G. dkk. 2018. Penatalaksanaan Fraktur Dentoalveolar. Majalah Kedokteran FK UKI.


Vol XXVI No.2

Mulya. 2016. Knowle Level Againts Dental Students Handling Dentoalveolar Trauma At
RSGM Syiah Kuala University . Cakradonya Dent J. 8(2) : 98-104.

Anda mungkin juga menyukai