Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan ekstraoral, dokter gigi sampai pada
diagnosis pendahuluan. Diagnosis ini diikuti dengan pemeriksaan intraoral di dalam rongga
mulut pasien. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi di dalam rongga mulut
pasien. Rongga mulut pasien diperiksa secara visual, dipalpasi, dan jika diperlukan dilakukan tes
perkusi untuk mencapai suatu kesimpulan. Bagian-bagian yang harus diperiksa dalam
pemeriksaan intraoral meliputi jaringan lunak orofasial, gingiva, dan gigi.
1. Jaringan lunak orofasial
Pemeriksaan jaringan lunak orofasial dilakukan secara visual dan palpasi dimulai dari
vestibulum, mukosa, mukosa alveolar lingual dan fasial, palatum, daerah tosil, lidah, dan dasar
mulut. Jika ditemukan adanya abnormalitas dalam warna atau tekstur, lesi atau ulserasi, dan
pembengkakan, maka harus dicatat karena dapat menandakan adanya suatu penyakit/infeksi.
2. Gingiva
Hal-hal yang diperiksa dalam pemeriksaan gingiva adalah warna, bentuk, tingkat
perlekatan, dan kedalaman sulkus gingiva. Adanya variasi dari keadaan normal dapat menjadi
indikasi adanya penyakit sistemik. Sebelum dilakukan prosedur operatif, kesehatan periodontal
harus disembuhkan terlebih dahulu, jika perlu diberi waktu untuk proses penyembuhan dan
regenerasi jaringan.
3. Gigi
Pemeriksaan gigi meliputi:
a. Jumlah, bentuk, dan morfologi
Hal-hal yang dilihat
saat memeriksa
jumlah gigi
yakni
berkontur
atau
kurang
berkontur
berbahaya
untuk
harus
diperbaiki
untuk
mendapatkan
kesehatan
e. Oklusi
Pemeliharaan yang dilakukan saat memeriksa oklusi adalah
menyangkut fungsi dan estetika.
Tes Panas
Temporary Stopping Stick (Gutta Percha Stick)
Langkah-langkah penggunaannya:
Cara
lain
adalah
menggunakan
senyawa
panas,
Tes Dingin
Etil-klorida
Cara ini adalah cara yang paling efektif. Caranya dengan
menyemprotkan etil-klorida pada cotton pellet lalu ditekan 1
atau 2 kali agar cairan tidak berlebihan. Kemudian diletakkan
di permukaan gigi selama beberapa detik hingga muncul
respon sakit. Etil-klorida jangan disemprot langsung ke
permukaan gigi karena merupakan cairan anastetik umum,
mudah terbakar, dan berbahaya.
Klasifikasi berlebih
4) Listrik harus mengalami sirkuit penuh untuk stimulasi saraf pulpa dari
elektroda - tubuh pasien elektroda.
5) Masing-masing gigi dites 2 sampai 3 kali hingga didapat nilai ratarata.
Semakin tebal email, respon yang dirasakan akan semakin lama. Selain
itu, gigi dengan akar lebih dari 1 harus diletakkan elektrodanya di 1 atau lebih
mahkota karena bisa saja 1 area dimana lubang pulpanya nekrosis dan 1 lagi
vital. Untuk gigi yang tertutup restorasi dibuat lubang terlebih dahulu hingga
terlihat dentin lalu dites dentinnya. Tes pulpa elektrik ini dihindari untuk
pasien dengan cardiac pacemaker karena elektrik dari pacemaker dapat
mengganggu.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan respon positif adalah
elektroda yang mengenai gusi, pasien yang hiperaktif, liquefaction necrosis
(ada gas-gas di dalam saluran), dan kesalahan isolasi dan pengeringan gigi.
Sedangkan factor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan respon negative
adalah konsumsi analgesik, narkotika, alcohol, dan transquillizer; kontak
elektroda dan gigi yang tidak sesuai (contohnya malah mengenai restorasi);
trauma; apeks imatur; klasifikasi berlebih; dan partial necrosis (salah deteksi
menjadi full necrosis).
c. Pengukuran suhu permukaan gigi
Tes ini dilakukan untuk evaluasi suplai darah ke gigi. Didasarkan pada
asumsi tidak ada lagi suplai darah pada pulpa yang non-vital sehingga suhu
permukaan giginya menjadi rendah. Ada 2 cara untuk melakukan tes ini yakni:
i.
2. Tes Mobilitas-Depresibilitas
Tes mobilitas digunakan untuk mengevaluasi integritas apparatus pengikat di sekeliling
gigi. Tujuan tes ini adalah untuk menetapkan apakah gigi terikat kuat atau longgar pada
alveolusnya. Tes terdiri dari menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan
menggunakan jari atau tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi
peiodonsium, makin besar gerakannya makin jelek status periodontalnya.
Klasifikasi mobilitas menyatakan derajat pertama (+1) sebagai gerakan gigi yang nyata
dalam soketnya, mobilitas derajat kedua (+2) adalah gerakan gigi dalam jarak 1 mm, dan
mobilitas derajat ketiga (+3) adalah gerakan lebih besar dari 1 mm atau bila gigi dapat ditekan.
Begitu pula dengan tes depresibilitas adalah dengan menggerakkan gigi ke arah vertical
dalam soketnya. Tes ini dapat dilakukan dengan jari atau dengan instrumen. Bila dijumpai
depresibilitas, kemungkinan untuk mempertahankan gigi berkisar antara jelek dan tidak ada
harapan.
3. Tes Perkusi
Rasa sakit saat diperkusi tidak mengindikasikan gigi vital atau nonvital namun lebih
menjadi indikasi adanya inflamasi pada ligament periodontal. Inflamasi ini dapat menjadi bentuk
sekunder dari trauma fisik, premature oklusal, penyakit periodontal, atau pelebaran penyakit pula
ke ruang ligament periodontal. Indikasi ini dating dari nucleus mesensefalik yang menerima
informasi dari reseptor saraf propioreseptif. Dipercayai secara umum bahwa propioreseptor pada
pulpa dental lebih sedikit dibandingkan pada ruang ligament periodontal. Oleh karena itu, pasien
lebih sulit membedakan lokasi sakit pada bagian pulpa dental dibandingkan jika sudah menyebar
ke ruang ligament periodontal.
Sebelum melakukan perkusi, pasien harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai prosedur
tes. Selanjutnya, mengetes gigi kontralateral dan beberapa gigi penyangga sebagai kontrol respon
normal.
Setelah itu barulah dilakukan perkusi dengan mengetuk perlahan permukaan gigi
dengan tekanan rendah menggunakan jari. Jika pasien tidak merasakan apa-apa, perkusi dapat
diulang dengan menggunakan ujung instrument. Perkusi dilakukan di bagian oklusal dulu.
Apabila pasien tidak merasakan sakit maka diperkusi bagian bukal dan lingual. Tes sebaiknya
dilakukan berulang kali agar hasil yang didapat akurat.
4. Tes Anestetik
Tes ini terbatas bagi pasien yang sedang merasa sakit pada waktu dites, bila tes yang
biasanya digunakan gagal untuk memungkinkan seseorang mengidentifikasi gigi. Tujuannya
adalah untuk menganestesi gigi tunggal berturut-turut sampai rasa sakitnya hilang dan terbatas
pada gigi tertentu. Caranya adalah dengan menggunakan injeksi infiltrasi atau intraligamen,
diinjeksi pada gigi yang paling belakang pada daerah yang dicurigai sebagai penyebab rasa sakit.
Bila rasa sakitnya tetap ada setelah gigi dianestesi penuh, lakukan anestesi pada gigi di sebelah
mesialnya, dan lanjutkan melakukan demikian sampai sakitnya hilang. Bila sumber rasa sakit
tidak dapat ditentukan, harus diberikan injeksi alveolar inferior (blok mandibular). Hilangnya
rasa sakit tentu saja menunjukkan keterlibatan gigi mandibular. Tes ini jelas merupakan suatu
usaha terakhir dan mempunyai suatu keuntungan dibandingkan tes kavitas karena selama tes
kavitas dapat terjadi kerusakan iatrogenik.
5. Tes Kavitas
Tes ini memungkinkan seseorang mengetahui vitalitas pulpa dan dilakukan apabila cara
diagnosis lain telah gagal. Tes dilakukan dengan mengebur melalui pertemuan email dentin gigi
tanpa anestesi. Pengeburan dilakukan dengan kecepatan rendah dan tanpa air pendingin. Semen
sedatif kemudian diletakkan di dalam kavitas dan pencarian sumber rasa sakit diteruskan. Bila
tidak dirasakan sakit, preparasi kavitas boleh dilanjutkan hingga mencapai kamar pulpa.
6. Lesi Karies
Tes lesi karies dilakukan untuk mendeteksi sejak dini lesi karies yang baru dimulai dan
proses aktivitas karies sehingga dapat ditentukan tingkat risiko terkena karies. Tes ini juga untuk
mengevaluasi kerentanan individu terkena karies.
a. Lactobacillus Count Test
Tes ini menghitung jumlah Lactobacillus yang terkandung dalam saliva.
Caranya adalah pasien diberi botol steril dan paraffin untuk dikunyah.
Kemudian pasien diinstruksikan untuk mengumpulkan saliva pada pagi hari
selama 3 hari sebelum menyikat gigi dan makan. Saliva yang sudah terkumpul
kemudian diaduk dan dicampur dengan pH rendah dan dipindahkan ke agar
jus tomat. Medium kemudian diinkubasi selama 72 jam dan dihitung jumlah
koloni yang terbentuk. Jika jumlah 1.000 maka normal, 1.000-5.000
menandakan sedikit aktivitas karies, 5.000-10.000 menandakan aktivitas
karies sedang, dan jika > 10.000 menandakan aktivitas karies tinggi.
b. Synder Test
Tujuan tes ini adalah untuk mengetahui aktivitas karies. Caranya adalah
glukosa agar medium dengan bromokresol hijau dicampur dengan 0,2 ml
saliva kemudian diinkubasi pada suhu 37oC. Setelah itu barulah dilihat
perubahan warna yang terjadi.
c.
Salivary
Reductase Test
Tujuan tes ini adalah untuk mengukur aktivitas enzim, reduktase di bakteri
salivarius. Caranya adalah saliva ditambahkan dengan pewarna diozresorcinol
lalu ditunggu selama 15 menit dan dilihat perubahan warnanya.
d. Alban Test
Tes ini lebih murah dan sederhana. Caranya adalah dengan meludah ke
tabung berisi medium dan dilihat perubahan warnanya. Jika perubahan terjadi
secara lambat, maka menandakan aktivitas meningkat. Jika perubahan terjadi
secara cepat, maka menandakan aktivitas buruk