Anda di halaman 1dari 2

Tes vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu gigi masih
bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes
kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.
(1) Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk
menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).
(a) Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida, salju
karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
 Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton roll maupun rubber
dam.
 Mengeringkan gigi yang akan dites.
 Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan
menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
 Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
 Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam yang singkat
maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien tidak
merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon
positif palsu apabila aplikasi tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva
(Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada
gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).
(b) Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan
menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat touch and heat dan
instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk, 1995). Gutta perca
merupakan bahan yang paling sering digunakan dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa. Kemudian gutta perca dipanaskan di
atas bunsen. Selanjutnya gutta perca diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak
ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang tajam dan
singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau
tidak merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
(2) Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Alat yang
digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak
merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa sakit dan tidak
vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).
(3) Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes kavitas.
Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar.
Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi sudah
nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan Torabinejad,
2008).

(4) Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan listrik, untuk
stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris ini
dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan
menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan
lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta
gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak
boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat
pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi
dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena
stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga
tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak
atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis (Grossman,
dkk, 1995).

DAPUS
Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek, edisi kesebelas, EGC,
Jakarta.

Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai