Anda di halaman 1dari 9

1.

5 Diagnosis Karies
1.5.1 Pemeriksaan Ekstra Oral
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan di daerah sekitar mulut bagian luar.
Meliputi bibir, TMJ, kelenjar limfe, hidung, mata, telinga wajah, kepala dan leher.
Pemeriksaan ekstra oral dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang terlihat
secara visual atau terdeteksi secara palpasi, seperti kecacatan, pembengkakan,
benjolan, luka, cedera, memar, fraktur, dislokasi, dan lain sebagainya.

1.5.2 Pemeriksaan Intra Oral

Pemeriksaan intra oral dilakukan dalam mulut pasien untuk mengetahui


kondisi rongga mulut pasien baik jaringan keras maupun lunak. Beberapa
pemeriksaan yang dilakukan pada gigi diantaranya adalah :

 Perkusi

Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam pemeriksaan perkusi adalah : nyeri
terhadap pukulan (tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan nyaring/solid
metalic)

Perkusi dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan
menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain
menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering dilakukan dengan menggunakan
ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan
membingungkan penegakan diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya
kelainan yaitu dengan mengubah arah pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan
vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau horisontal-bukolingual mahkota.

Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi vertikal-oklusal


menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh lesi karies. Gigi yang
memberikan respon nyeri terhadap perkusi horisontal-bukolingual menunjukkan
kelainan di periapikal yang disebabkan oleh kerusakan jaringan periodontal. Gigi
yang dipukul bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama pada regio
sebelahnya. Ketika melakukan tes perkusi dokter juga harus memperhatikan gerakan
pasien saat merasa sakit (Grossman, dkk, 1995).

 Sondasi

Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan


sonde pada area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau
tidak. Nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi menunjukkan ada vitalitas gigi atau
kelainan pada pulpa. Jika gigi tidak memberikan respon terhadap sondasi pada
kavitas yang dalam dengan pulpa terbuka, maka menunjukkan gigi tersebut nonvital
(Tarigan, 1994).

 Probing

Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan


menggunakan alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan memasukan probe ke
dalam attached gingiva, kemudian mengukur kedalaman poket periodontal dari gigi
pasien yang sakit (Grossman, dkk, 1995).

1.5.3 Pemeriksaan Penunjang

 Tes Vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah


suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat
pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.

 Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan
dingin pada gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal
(Grossman, dkk, 1995).
 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil
klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes
dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut.
o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan cotton roll maupun rubber da
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan
dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
o Mencatat respon pasien.
 Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri
tajam yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak
ada respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital
atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi
tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva (Grossman, dkk,
1995). Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada
gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).

 Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan


vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih.
Tes panas dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca
panas, compound panas, alat touch and heat dan instrumen yang dapat
menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk, 1995). Gutta perca
merupakan bahan yang paling sering digunakan dokter gigi pada tes panas.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa.
Kemudian gutta perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca
diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak ada respon maka
oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang tajam dan
singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya
respon negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital
(Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi
gigi. Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga
timbul rasa sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum
miller. Hasil vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit
(Grossman, dkk, 1995).
 Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies
atau tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum
miller hingga ke saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah
negatif yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila
terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi
dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya
menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris ini dilakukan dengan
cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan
menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh
mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah
dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak
tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan
pada orang yang menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat
pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau
hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat
dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati
akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat
karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan
lunak atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan
baterai habis (Grossman, dkk, 1995).
 Pemeriksaan Radiografik.
Pemeriksaan ini menjelaskan berbagai gambaran radiopak dan radiolusen pada
radiografi. Tujuannya mengidentifikasi ada tidaknya penyakit, memberikan informasi
ciri khas radiografik dan perluasan suatu penyakit diferensial diagnosis. Sebelum
melakukan interpretasi radiografik, yang harus dilakukan adalah:
 Periksa dan menyesuaikan data pasien
 Evaluasi mutu dan menentukan apakah radiograf dapat diinterpretasi atau
tidak
 Memposisikan radiograf menghadap operator (dot orientasi menghadap ke
atas)
 Meletakkan radiograf pada “viewer” sesuai region

Interpretasi hasil pemeriksaan radiografis untuk mendeteksi karies:


1. Karies oklusal
Superimposisi email pada cusp bukal-lingual/palatal (email tampak sangat
radiopak)
a. Karies oklusal dini: sulit tampak, sampai mencapai DEJ
b. Karies oklusal sedang: karies sudah meluas ke arah dentin, radiolusensi
berada di bawah email permukaan oklusal gigi, tampak berupa garis
radioluses tipis.
c. Karies oklusal berat: karies sudah meluas ke arah dentin, radiolusensi
besar dan berada di bawah email permukaan oklusal gigi, ke arah kamar
pulpa.

Karies Oklusal
2. Karies proksimal
Karies yang terjadi di permukaan kontak proksimal gigi yang bersebelahan.
Lokasi di bawah titik kontak karies email akan tampak berbentuk puncak segitiga
pada daerah DEJ. Karies yang sudah mencapai DEJ akan menyebar ke arah lateral
berlanjut ke dentin. Tampak radiolusensi segitiga pada dentin. Dasarnya DEJ
mengarah ke kamar pulpa.

a. Karies proksimal dini: meluas kurang dari setengah ketebalan email


b. Karies proksimal sedang: meluas lebih dari setenga ketebalan email
tetapi tidak melewati CEJ
c. Karies proksimal lanjut: meluas sampai dengan atau melewati DEJ
tetapi tidak meluas lebih dari setengah ketebalan dentin ke arah pulpa,
membentuk segitiga kedua dengan dasar DEJ, puncak ke arah pulpa
d. Karies proksimal berat: meluas dari enamel melewati dentin dan
meluas lebih dari setengah ketebalan dentin ke arah pulpa. Kamar
pulpa dapat terlihat terbuka atau tidak. Kalau parah, email pecah oleh
tekanan kunyah, radiolusensi sangat luas.

Karies Proksimal

3. Karies bukal
Karena adanya superimposisi dengan densitas struktur gigi yang masih normal,
karies bukal, lingual/palatal sulit dideteksi secara radiografis.
a. Karies berukuran kecil: tampak berupa radiolusensi oval
b. Karies berukuran besar: radiolusensi elips setengah lingkaran

Karies Bukal
4. Karies akar
Lokasi servikal gigi. Hanya melibatkan akar gigi, tidak melibatkan email. Resensi
gingiva dan kehilangan tulang marginal akan terbuka. Tampak radiolusensi berbentuk
cekungan di bawah CEJ.

Karies Servikal

5. Karies sekunder
Lokasi di sekitar restorasi. Radiolusensi di sekitar/di sepanjang/di bawah
tumpatan. Perluasankaries dapat tertutup restorasi radiopak. Terlihat jelas bila berada
di mesio-gingival, di distogingival, tepi oklusal.
Karies Sekunder

6. Karies rampan
Radiolusensi menyeluruh, terutama di servikal gigi. Radiolusensi tampak
mengelilingi leher gigi.

Karies Rampan

Sumber:

Bakar, A., 2013, Kedokteran Gigi Klinis, edisi 2, Quantum, Yogyakarta.

Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-Year Book,
Philadelphia.
Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam
Praktek, edisi kesebelas, EGC, Jakarta.

Miloro, M, 2004, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, BC


Decker Inc Hamilton London

Tarigan, R., 1994, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Widya Medika, Jakarta.

Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic), EGC, Jakarta.

Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai