Anda di halaman 1dari 5

LO 1

Tes vitalitas pulpa

Ada berbagai macam tes untuk mengetahui kevitalan pulpa, yaitu:


1. Tes termal
Tes dingin menggunakan larutan chlor etil yang dibasahkan pada cotton
palate. Respon nyeri tajam dan sebentar akan timbul baik pada pulpa normal, pulpitis
reversible maupun irreversible. Akan tetapi jika responnya cukup intens dan
berkepanjangan, pulpa biasanya telah mengalami peradangan irreversible. Sebaliknya
jika pulpa nekrosis tidak akan memberikan respon.
Tes panas menggunakan gutta percha yang dipanaskan dan diaplikasikan pada
permukaan fasial. Seperti halnya pada tes dingin, nyeri tajam dan sebentar
menandakan pulpa vital atau peradangan reversible. Respon hebat dan tidak cepat
hilang adalah pulpitis irreversible. Jika tidak ada respon menandakan pulpanya
nekrosis.

2. Electric Pulp Testing (EPT)


Hal ini dilakukan dengan cara memberikan rangsang berupa aliran elektrik
pada gigi menggunakan alat yang disebut electric pulp tester. Adanya respon positif
menunjukkan pulpa masih vital, sedangkan respon negatif menunjukka pulpa sudah
tidak vital atau terjadinya nekrosis pulpa. Pada kondisi tertentu, tes ini dapat
mengakibatkan salah diagnosa, misalnya pada kondisi gigi dengan akut alveolar
abses, terjadinya kontak dengan gingival, trauma gigi yang baru, restorasi yang cukup
besar.

3. Tes kavitas
Dilakukan dengan cara menggunakan bur high speed nomer 1 dan 2 yang
disertai dengan pemakaian water coolant. Pasien tidak dianastesi pada pemeriksaan
ini, tujuannya untuk mendapatkan gambaran ada tidaknya rasa sakit pada saat tes.
Rasa nyeri menandakan pulpa vital. Tujuan tes ini terutama menentukan kavitas
preparasi. Jika pada saat tes tidak terasa nyeri, maka kavitas preparasi dilanjutkan
terus sampai ruang pulpa dan melakukan perawatan endodonsi.
4. Tes jarum miller
Tes ini dilakukan jika kavitas sudah perforasi pulpa. Jika kavitas belum
perforasi maka dilakukan tes thermal dingin dan panas terlebih dahulu. Tes ini
dilakuakan dengan memasukkan jarum miller ke dalam kavitas dan diteruskan ke
saluran akar sampai timbul rasa sakit. Bila tidak terasa sakit, lanjutkan sampai panjang
rata-rata gigi menurut Ingle, kemudian hentikan. Bila ujung jarum miller belum
menyampai apikal gigi namun sudah terasa sakit berarti gigi masih vital, namun jika
ujung jarum miller sudah mencapai apikal gigi tidak terasa sakit berarti gigi sudah non
vital.
Diagnostic Wire Photo (DWP)
Setelah orifice didapat, maka digunakan jarum miller atau file berukuran 10-15
ke dalam saluran akar yang diberi tanda stopper menggunakan bahan yang bersifat
radiopaque (tampak warna putih bila dibuat R photo) untuk pengukuran panjang
gigi.Kemudian dilakukan penghitungan panjang gigi dengan rumus:

Panjang kerja adalah panjang dari alat preparasi yang masuk ke dalam saluran
akar gigi. Panjang kerja alat preparasi saluran akar diukur 0,5- 1mm lebih pendek dari
panjang saluran akar sebenarnya, hal ini untuk menghindari rusaknya penyempitan
saluran akar di apikal (apical constriction) atau masuknya alat preparasi ke jaringan
periapikal.

Pemeriksaan Radiografis

a. Periapeks
Lesi periradikuler yang disebabkan oleh pulpa biasanya memiliki empat
karakteristik yaitu (1) hilangnya lamina dura di daerah apeks, (2) radiolusensi tetap
terlihat di apeks bagaimanapun sudut pengambilannya, (3) radiolusensi menyerupai
suatu hanging drop; dan (4) biasanya nekrosisnya pulpa telah jelas. Lesi radiolusen
yang terbentuk sempurna disebabkan oleh hasil dari suatu pulpa yang nekrosis. Suatu
radiolusensi yang cukup besar di daerah periapeks dengan gigi yang pulpanya vital
adalah bukan berasal dari lesi endodonsi melainkan struktur normal atau penyakit
nonendodonsi. Perubahan juga bisa berupa radioopak. Condensing osteitis adalah
reaksi yang jelas terhadap pulpa atau inflamasi periradikuler dan mengakibatkan
peningkatan dalam tulang medulla.

b. Pulpa
Hanya sedikit keadaan patologis khusus yang berkaitan dengan pulpitis
ireversibel terlihat secara radiografis. Suatu pulpa yang terinflamasi dengan aktivitas
dentinoklast dapat memperlihatkan pembesaran ruang pulpa yang berubah abnormal
dan merupakan tanda patologis dari resorpsi interna.kalsifikasi yang menyebar luas
dalam kamar pulpa menunjukkan adanya iritasi dengan derajat rendah yang sudah
berjalan lama (tidak harus suatu pulpitis ireversibel).

Radiografi IntraOral
1. Proyeksi Periapikal
Proyeksi ini akan memperlihatkan gambaran suatu gigi berikut tulang
sekitarnya.

Gambar 1.6 Ronsen Periapikal (memperlihatkan lesi di periapikal )


Ada dua teknik dalam radiografi periapikal, yaitu :
1. Teknik kesejajaran (Paralleling Technique)
2. Teknik Bidang Bagi (Bisecting Angle Technique)
Gambar 1.7. Teknik Parallel dan Bidang Bagi

2. Proyeksi Sayap Gigit (Bitewing)


Proyeksi ini akan memperlihatkan beberapa mahkota gigi dan mahkota gigi-
gigi antagonis krista alveolarnya. Selain itu, teknik ini juga berguna untuk
mendeteksi karies interproksimal dini sebelum terlihat secara klinis,mendeteksi
karies sekunder di bawah tumpatan, untuk evaluasi jaringan periodontal, perubahan
tulang krista alveolaris dibandingkan gigi sebelahnya, dan dapat mendeteksi
kalkulus interproksimal.

3. Proyeksi Oklusal
Teknik ini menunjukkan bagian lengkung gigi relatif luas, di antaranya adalah
palatum, dasar mulut dan sebagian struktur lateral. Berguna pula untuk pasien yang
tidak dapat membuka mulut cukup lebar. Digunakan film ukuran besar (7,7 x 5,8 cm
= 3 x 2,3 inci)
Indikasi :
1. Mencari dengan tepat letak akar, gigi supernumerary, gigi tidak tumbuh dan
impaksi,
2. Mencari benda asing dalam rahang, batu dalam duktus glandula
sublingualis dan submandibularis,
3. Memperlihatkan dan mengevaluasi keutuhan sinus maksilaris bagian
anterior, medial dan lateral,
4. Membantu pemeriksaan pasien dengan kasus trismus,
5. Menyediakan informasi tentang lokasi, sifat, perluasan dan perpindahan
mandibula atau maksila yang fraktur, dan
6. Menentukan perluasan penyakit kearah media dan lateral (misalnya
osteomyelitis, kista dan keganasan) dan untuk mendeteksi penyakit pada
palatum dan dasar mulut.

DAFTAR PUSTAKA
l Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik, terjemahan Sundoro. Jakarta :
Penerbit Universitas Indonesia.
l Grossman LI. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Alih bahasa. Abyono R. Jakarta:
EGC, 1995: 250-251.
l Finn, S. B. 2003. Clinical Pedodontics. 4th edition. Philadelphia : W. B. Saunders
l Walton RE, Torabinejad M. Principles and practice of endodontic. Philadelphia :W.B.
Saunders Company, 2010

Anda mungkin juga menyukai