Anda di halaman 1dari 38

5

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Prosedur Pemeriksaan
3.1.1 Pemeriksaan Subjektif
Pemeriksaan subjektif berkaitan dengan (Bakar, 2012) :
a. Identitas pasien /data demografis misalnya: nama, tempat tanggal lahir, alamat
tinggal, golongan darah dan lain-lain.
b. Keluhan utama
Berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien, dan alasan pasien datang
ke dokter gigi.
c. Present illness
Diperlukan pula mengembangkan akar masalah yang ada dalam keluhan
utama. Yaitu dengan mengidentifikasi keluhan utama. Yaitu kapan rasa sakit,
rasa tidak nyaman itu pertama kali muncul, adakah faktor pemicu dan lain-lain.
d. Riwayat medik
Riwayat medik perlu ditanyakan karena akan berkaitan dengan diagnosis,
treatment, dan prognosis. Beberapa yang penting dimasukkan adalah: gejala
umum, perawatan medis yang pernah dilakukan, alergi makanan dan obat,
penyakit yang pernah diderita sebelumnya dan lain-lain.

3.1.2 Pemeriksaan Objektif
1. Ekstra Oral
Melihat penampakan secara umum dari pasien, pembengkakan di muka
dan leher, pola skeletal, kompetensi bibir, temporomandibular joint, serta
melakukan palpasi limfonodi, TMJ dan otot-otot mastikasi (Bakar, 2012).
2. Intra Oral
a) Inspeksi
Memeriksa obyek baik warna, ukuran bentuk, hubungan anatomis,
keutuhan, ciri-ciri permukaan jaringan, permukaan, karies, abrasi, dan
resesi (Bakar, 2012).
b) Sondasi
6

Menggunakan sonde atau eksplorer. Untuk mengetahui kedalaman
kavitas, dan reaksi pasien, baik rasa sakit yang menetap atau sebentar dan
adanya rasa ngilu (Bakar, 2012).
c) Palpasi
Palpasi biasanya dilakukan dengan cara meraba dengan tekanan
jari tangan yang ringan pada jaringan sekitar(Bakar, 2012).
d) Perkusi
Dilakukan dengan cara mengetukkan jari atau instrumen arah
jaringan. Untuk mengetahui adanya peradangan pada jaringan periodontal
(Bakar, 2012).
e) Test Kegoyangan
Derajat kegoyangan dibagi 4 (Bence, 1990) :
1. goyangan tidak dari 1 mm, dengan jari tangan terasa goyang tetapi
dengan mata tidak terlihat
2. goyangan sekitar 1 mm, terasa goyang dan terlihat mati
3. goyangan lebih dari 1mm, dapat digoyangkan ke arah horizontal
4. dapat digoyang arah horinzontal dan vertikal
Untuk derajat 1 dan 2 masih dapat dilakukan perawatan
endodontik, sedang kan pada derajat 3 dan 4 kontra indikasi untuk
dilakukan perawatan endodontik. Tetapi derajat 3 boleh dirawat kecuali
jika dengan perawatan dapat mengurangi kegoyangan(Bence, 1990).
Test kegoyanngan dapat diperkuat dengan rontgen untuk melihat
adanya resorbsi tulang alveolar. Test kegoyangan mempunyai fungsi untuk
mengetahui derajat kerusakan jaringan periodontal dengan cara gigi
dipegang dengan telunjuk dan ibu jari kemudian digerakkan atau dengan
pinset (Bence, 1990).
f) Dengan jarum miller
Bila terdapat perforasi pada jaringan gigi yang karies dapat
dilakukan dengan menggunakan jarum miller untuk menentukan vitalitas
gigi tersebut. Caranya yaitu jarum miller dimasukkan kedalam saluran
akar hingga timbul reaksi. Untuk ini harus diketahui panjang rata-rata gigi
dengan bantuan rontgen maka dapat diketahui vitalitas gigi (Bence, 1990).
7

g) Test listrik (EPT)
Test listrik (EPT) yaitu untuk mengetahui derajat vitalitas gigi
dengan rangsangan arus listrik. Caranya dengan menggunakan probe
elektrik diletakkan pada permukaan gigi yang kering yang diberi suatu
elektrolik . Cara kerja EPT tergantung pada sirkulasi darah dalam ruang
pulpa dan jangan ada benda asing dalam pulpa (Bence, 1990).
h) Test Termal Panas
Tujuan dari test termal panas ini yaitu untuk memperoleh
rangsangan yang menyebabkan ekspansi pulpa. Respon ringan sampai
sedang dan segera kembali ke keadaan semula menjadi ringan pulpa
normal, respon sedang yang menetap sampai kurang lebih 10 detik
menjadi jaringan pulpa normal, respon berat menjadi jaringan pulpa
abnormal, tidak ada respon menjadi jaringan pulpa normal / abnormal.
Biasax lokasi pemeriksaan pada daerah servikal(Bence, 1990).
i) Test Termal Dingin
Tujuan test termal dingin ini yaitu untuk memperoleh rangsangan
yang menyebabkan kontraksi. Respon ringan / sedang dan cepat kembali
ke keadaan semula menjadi jaringan pulpa normal. Respon sedang yang
menetap (lebih dari 10 detik) menjadi abnori, respon berat dan sakit
menjadi jaringan pulpa abnormal, tidak ada respon menjadi jaringan pulpa
normal / abnormal. Pemeriksaan pada daerah servikal, gigi diblokir /
diisolasi dengan cotton roll / saliva ejektor, bulatan kapas dijepit dengan
pinset dan disemprot chlorethyl kemudian diletakkan pada daerah cervikal
gigi, bila gigi memberikan reaksi menjadi gigi vital, bila gigi tidak
memberikan reaksi menjadi gigi yang non vital (Bence, 1990).
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang perawatan ialah foto Rontgen /Ro.
Sebagaimana kita ketahui bahwasannya pemeriksaan penunjang ini sangat
membantu kita dalam menegakkan diagosa, menentukan rencana perawatan dan
juga mengevaluasi hasil dari perawatan (Gunawan, 1998).
Fungsi dari foto Rontgen ini ialah untuk mengetahui bagaimanakah
kerusakan pada saluran akar. Apakah ada kelainan pada periapikal, dan
8

mengetahui jaringan disekitarnya. Fungsi lain dari Rontgen ialah untuk mengukur
panjang gigi, foto trial dan pengisian, untuk mengetahui Jarum Miller sudah
sampai pada jaringan periodontal, melihat anatomi akar dan jaringan periodontal,
foto control dan juga evaluasi. Gambaran radiologi nampak warna hitam
(Radiolusens) ini merupakan gambaran dari jaringan lunak, dan warna putih
(Radiopaque) ini merupakan jaringan keras yaitu elemen. (Gunawan, 1998).

3.2 Penegakan Diagnosis
a) Pulpitis Reversible
Kondisi inflamasi pulpa ringan hingga sedang karena adanya stimuli /
rangsangan dan pulpa mampu kembali pada keadaan tidak tidak terinfeksi setelah
stimulus ditiadakan. Pulpitis reversible dapat disebabkan oleh trauma oklusi,
termal (preparasi bur, pemolesan tumpatan), bakteri dan kimiawi. Gejala klinisnya
adalah rasa sakit yang tajam sebentar (berlangsung hanya beberapa detik), tidak
spontan dan peka terhadap stimulus. Gejala histopatologis ditemukan adanya
hiperemi (inflamasi sedang) terdapat dentin reparativ, pembuluh darah melebar,
ekstravasasi cairan udema, dan adanya sel inflamasi. Gambaran radiolografis
normal (Bakar, 2012).
b) Pulpitis Irreversible
Kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatis / asimtomatis, rasa
sakit spontan, tajam menusuk selama beberapa menit hingga jam, kadang pasien
tidak dapat tidur (adanya kongesti pembuluh darah saat berbaring). Pada
pemeriksaan histopatologis ditemukan adanya inflamasi kronis dan akut pada
pulpa, leukosit polimorfonuklear, eksudat, dan limfosit. Radiografi mungkin
menunjukkan sedikit penebalan ligament periodontal, kadang kadang erosi
lamina dura (Bakar, 2012).
Kasus dengan prognosis yang meragukan, menyebabkan harus dilakukan
penundaan prosedur restorasi hingga terdapat tanda penyembuhan secara klinis
dan radiografis. Selama menunggu tanda penyembuhan ini, gigi harus dilindungi
oleh restorasi sementara yang adekuat, yaitu restorasi yang dapat mencegah
kebocoran koronal, dapat menahan beban kunyah, dan dapat memenuhi nilai
estetik yang dibutuhkan gigi (Abyono, 1977).
9

Pertimbangan penting lainnya dalam posedur restorasi adalah biological
width. Biological width adalah dimensi dari jaringan lunak yang melekat pada
koronal gigi hingga puncak tulang alveolar. Tepi restorasi ditentukan berdasakan
petimbangan biological width. Terdapat tiga pilihan penempatan tepi restorasi,
yaitu supragingiva, paragingiva, dan subgingiva. Penempatan tepi restorasi pada
supragingiva memberikan dampak yang paling minimal pada periodontal, namun
kurang optimal secara estetik. Penempatan tepi restorasi pada paragingiva
menyebabkan retensi plak yang lebih banyak dibandingkan dengan supragingiva,
namun risiko biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan subgingiva dan
cukup baik secara estetik. Tepi restorasi pada subgingiva menyebabkan risiko
biologis yang tinggi, jika tepi restorasi diletakkan terlalu jauh dibawah jaringan
gingiva, akan mengganggu perlekatan dari gingiva yang dapat menyebabkan
resesi gingiva atau resorbsi tulang alveolar (Abyono, 1977).

3.3 Restorasi Rigid
Restorasi merupakan perawatan untuk mengembalikan strukturanatomi dan
fungsi pada gigi, yang disebabkan karies, fraktur, atrisi, abrasidan erosi. Bahan
restorasi merupakan salah satu bahan yang banyak dipakai dibidang kedokteran
gigi. Bahan restorasi berfungsi untuk memperbaiki dan merestorasi gigi yang
rusak atau mengganti gigi yang hilang, sehingga dapat mengembalikan fungsi
kunyah, fungsi bicara, dan fungsi estetika gigi tersebut. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran gigi telah menemukan teknik dan
bahan untuk merestorasi berbagai kelainan atau kerusakan gigi khususnya yang
berkaitan dengan estetika (Ford, 1993). Restorasi dapat dibagi atas dua bagian
yaitu plastis dan rigid. Restorasi plastis adalah teknik restorasi dimana preparasi
dan pengisian tumpatan dikerjakan pada satu kali kunjungan, tidak memerlukan
fasilitas laboratorium dan murah. Tumpatan plastis cenderung digunakan ketika
struktur gigi cukup banyak untuk mempertahankan integritas dengan bahan
tumpatan. Restorasi rigid merupakan restorasi yang dibuat di laboratorium dental
dengan menggunakan model cetakan gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan
pada gigi. Umumnya restorasi ini membutuhkan kunjungan berulang dan
penempatan tumpatan sementara sehingga lebih mahal untuk pasien. (Ford, 1993).
10

Berlawanan dengan sifat bahan tumpatan plastis yang bisa dimanipulasi
selama melakukan penumpatan, ada sekelompok bahan restorasi yang harus
dibentuk dan diselesaikan dahulu diluar mulut sebelum ditumpatkan ke dalam gigi
atau diatas gigi yang telah dipreparasi. Jika restorasinya cocok dengan kavitas
yang telah dipreparasi didalam gigi disebut restorasi intrakorona, sedangkan jika
cocok menutupi gigi yang telah dipreparasi disebut restorasi ekstrakorona. Sifat
mekanik yang sangat baik dari bahan restorasi kelompok ini telah menyebabkan
meluasnya pemakaian restorasi ekstrakorona. Dalam restorasi intrakorona bahan
tersebut sedikit digunakan karena dengan bahan tumpatan plastis pekerjaan bisa
lebih mudah, lebih cepat, dan jauh lebih murah. Jika pada gigi terdapat kavitas
yang sangat luas, maka lebih baik menambal kavitas dengan bahan restorasi
plastis yang memperoleh restorasi tambahannya misalnya dari pin, lalu membuat
restorasi ekstra korona untuk melindungi tonjolnya yang telah lemah. Cara
demikian lebih baik daripada membuat restorasi rigid intrakorona misanya inlay
emas yang tidak menyediakan perlindungan yang diperlukan dan retensinya jelas
tidak memadai (Ford, 1993). Retensi restorasi rigid diperoleh dari bentuk
geometric preparasinya, dibantu oleh selapis tipis semen perekat yang juga
berfungsi mencegah bocornya tepi tumpatan atau masuknya bakteri (Ford, 1993).
Bertahun-tahun lamanya bahan yang banyak digunakan untuk restorasi rigid
adalah aloi emas tuang dan kaca keramik atau porselen dental. Kedua bahan ini
dalam bentuk modifikasinya dapat juga dikombinasikan sehingga memiliki
estetika yang baik yang disebabkan oleh porselen dental dan mempunyai kekuatan
seperti aloi metalnya, hasilnya adalah restorasi metal keramik atau sering disebut
sebagai mahkota bonded porcelain (Ford, 1993).
Pilihan bahan restorasi rigid antara lain logam tuang, porselen, porselen
fused to metal, resin komposit, dan kombinasi keduanya. Logam merupakan
bahan restorasi rigid dengan kekuatan tensil yang besar, yang membutuhkan
preparasi kavitas yang luas dan bevel sebagai retensi, tetapi memiliki masalah
estetik. Sedangkan porselen merupakan bahan restorasi rigid estetik yang paling
unggul dengan kekuatan kompresif yang tinggi. Porselen mebutuhkan biaya besar
biasanya, dua sampai tiga kali lebih mahal dari restorasi rigid logam atau
komposit plastis selain waktu pembuatan di laboratorium. Teknik restorasi rigid
11

dibagi atas tiga metode yaitu direct, semidirect, dan indirect. Teknik semidirect
intraoral merupakan pembuatan inlay/ onlay, resin komposit satu kali kunjungan,
resin komposit langsung ditumpatkan pada gigi, disinar dari setiap arah dan
kemudian di post-cured sebelum dibonding pada gigi. Teknik semidirect
ekstraoral merupakan pembuatan restorasi rigid satu kali kunjungan yang dibuat
menggunakan die fleksibel dan berfungsi untuk mengoreksi kontak marginal.
Teknik indirect merupakan pembuatan restorasi rigid yang dilakukan dalam
laboratorium dental dengan menggunakan model dari kavitas gigi yang
dipreparasi, membutuhkan tumpatan sementara dan kunjungan berulang.
3.3.1 Inlay
Restorasi Inlay adalah tumpatan rigid yang ditempatkan di kavitas diantara
tonjol gigi/cusp. Inlay disebut juga restorasi intrakorona, yaitu restorasi yang
terdapat di dalam kavitas oklusal. Restorasi ini dibentuk di luar mulut dari bahan
rigid dan kemudian disemen ke dalam gigi yang telah di preparasi tanpa adanya
undercut (Kidd dkk., 2000). Inlay adalah restorasi yang digunakan pada gigi yang
dipreparasi pada bagian Oklusal Distal (OD), Oklusal Mesial (OM) atau Mesio
Oklusal Distal (MOD). Inlay sudah jarang digunakan untuk kavitas sederhana dan
umumnya hanya digunakan untuk gigi-gigi yang berkebutuhan khusus, seperti
gigi yang sudah lemah karena karies cenderung fraktur bila tidak dilindungi atau
bila retensi sulit dibuat.
Inlay serupa dengan onlay, yaitu tambalan yang dibuat di dental lab,
kemudian dicekatkan ke gigi pasien dengan semen kedokteran gigi. Umumnya
gigi yang dibuatkan inlay atau onlay adalah gigi karies dan sudah berlubang besar
atau gigi dengan tambalan yang kondisinya sudah buruk dan harus diganti, yang
bila ditambal secara direct dengan amalgam ataupun resin komposit dkhawatirkan
tambalan tersebut tidak akan bertahan lama karena patah ataupun lepas.




Beberapa restorasi inlay yang sering digunakan adalah (Kidd dkk., 2000):
a. Inlay logam tuang dengan teknik direct
12

b. Inlay dan onlay logam tuang dengan teknik indirect
c. Inlay porselen
3.3.1.1 Bahan yang digunakan
a. Logam tuang
Logam tradisional bagi inlay adalah emas. Emas murni (24 karat, 100
persen atau 1000 fine) jarang sekali digunakan karena merupakan bahan yang
sangat lunak. Logam lain lalu ditambahkan kedalamnya untuk meningkatkan sifat
fisiiknya dan karena itu bahan yang digunakan dalam inlay emas tradisional
adalah suatu aloi emas. Aloi tersebut ada yang terdiri dari 60 persen emas atau
lebih dan ada pula yang hanya mengandung 20 persen emas. Aloi-aloi lain sama
sekali tidak mengandung emas tetapi hanya mengandung kombinasi-kombinasi
logam-logam lain, sehingga sering disebut sebagai logam cor (Kidd dkk., 2000).
b. Porselen
Inlay dan vinir porselen dibuat dengan salah satu dari dua teknik yang
sangat berbeda. Pada teknik pertama,cetakan gigi dicor dalam bahan refraktori
yang dapat dipanaskan sampai suhu tinggi sekali tanpa mengalami kerusaka.
Bubuk porselen dicampur dengan cairan sampai menjadi pasta dan dimasukkan ke
dalam kavitas inlay atau ke dalam permikaan labial model refraktori ini, kemudian
dibakar dalam tungku pembakaran sampai partikel-partikel porselennya menyatu.
Proses diulang beberapa kali hingga restorasi menjadi berbentuk dan berwarna
seperti yang diinginkan. Model refraktori kemudian dibuka,biasanya dengan sand
blastin gatau glass bead blasting (Kidd dkk., 2000).
Teknik kedua adalah mengecor suatu batangan kaca yang layak cor ke dalam
mould dengan lost wax technique. Restorasi kaca ini kemudian dimasukkan ke
dalam tungku pembakaran keramik yang akan mengubah bahan menjadi keramik
yang kemudian diwarnai dan dibakar untuk mengubah penampilannya. Kedua
teknik menghasilkan restorasi keramik (biasanya disebut porselen walaupun
sebetulnya tidak akurat), tetapi bahan-bahan ini agak berbeda sifatnya.


Keuntungan dan kerugian restorasi logam tuang dan porselen yaitu:
a. Kekuatan
13

Pada daerah yang tipis, logam cor lebih kuat daripada
amalgam, komposit, atau semen ionomer kaca dan mempunyai
kesanggupan melawan kekuatan tensil yang lebih besar. Oleh
karena itu, bahan ini merupakan bahan pilihan untuk melindungi
tonjol gigi yang telah melemah, yang dengan ketebalan logam 1,0
mm atau kurang sudah cukup dibandingkan dengan ketebalan
minimal amalgam yang 3mm.
Sifatnya yang kuat walau dalam potongan tipis juga
membuat bahan ini lebih ideal bagi restorasi vinir ekstrakorona
seperti onlay, dan mahkota lengkap atau sebagian. Bergatung pada
aloi logam yang digunakannya, logam cor bersifat agak duktil,
yang memungkinkan tepi restorasi diburnis agar adaptasinya lebih
baik. Untuk itu, preparasi diakhiri dengan bevel atau bahu pada tepi
agar ujung logam nya bisa tipis. Di pihak lain, porselen mempunyai
kekuatan kompresif yang tinggi tetapi rendah dalam kekuatan
tensilnya. Ini berarti bahan ini relative getas dalam potongan tipis,
paling sedikit sampai bahan ini disemenkan pada gigi dan
mendapatkan dukungan dari jaringan gigi. Oleh karena itu restorasi
porselen jangan diberi bevel, dan diperlukan ketebalan minimal
agar restorasi tidak pecah. Bagi porselen konvensional, ketebalan
ini minimal sekitar 1,5mm, tapi bagi vinir porselen yang tidak
terkena tekanan oklusal, 0,5mm atau kurang sudah memadai
(Baum, 1985).
b. Ketahanan Terhadap Abrasi
Walaupun amalgam menyerupai email dalam ketahananya
terhadap abrasi, baik komposit maupun semen ionomer kaca
cenderung aus dengan lebih cepat dari pada email, terutama
dipermukaan oklusal. Logam tuang dan porselen paling sedikit
sama kuatnya dengan email dalam menahan abrasi, dan memang
ada keyakinan bahwa porselen lebih resisten daripada email
sehingga restorasi porselen berantagonis dengan gigi asli, gigi
aslinya itu yang akan aus lebih cepat. Ini akan benar-benar terjadi
14

jiuka pengupaman (glazing) porselen tidak sempurna atau tidak
terkikis. Jika terdapat kavitas abrasi dileher gigi, komposit atau
semen ionomer mungkin sudah cukup menahan abrasi selanjutnya.
Kadang-kadang untuk mengulangi hal ini dipakai inlay porselen
atau inlay logam cor.
c. Penampilan
Emas sering merupakan bahan yang paling disukai untuk
alasan estetika karena lebih menarik daripada amalgam dan tidak
rusak seperti silikat. Selain itu, dilingkungan masyarakat
tertentu,emas di anggap sebagai symbol status jika diletakkan di
depan atau di pinggir mulut. Dengan di perkenalkannya bahan
restorasi sewarna dengan gigi yang lebih andal, mode tersebut
lambat laun menghilang dan kini relative sedikit pasien yang
meminta tambalan emas.
d. Penyemenan
Faktor yang lemah pada setiap restorasi yang di semenkan
adalah penyemenan. Tepi suatu restorasi yang tepat-rapat sekalipun
masih mempunyai celah beberapa micrometer (10-16 mikrometer)
dari dinding kavitas. Kerapatan tepi restorasi dengan demikian
bergantung seluruhnya pada semen.
Secara ringkas, keuntungan dan kekurangan inlay dirangkum di bawah ini:
a. Inlay akan menambah kekuatan gigi lebih besar daripada tumpatan
biasa
b. Inlay lebih kuat dan tahan lama daripada tumpatan biasa.
c. Lebih sederhana dibanding crown karena lebih sedikit jaringan gigi
yang diambil
d. Karena melalui proses laboratorium, inlay lebih mahal dibanding
tambalan biasa.
3.3.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Inlay
A. Indikasi inlay :
1. Baik untuk kavitas yang kecil/ karies proksimal lebar
15

2. Bila diperlukan untuk restorasi klamer dari suatu gigi tiruan (pegangan),
misalnya: inlay bukal atau disto/mesial inlay yang perlu untuk dibuatkan
Rest Seat, untuk gigi tiruan.
3. Kavitas dengan bentuk preparasi > 1,5 jarak central fossa ke puncak cusp
4. Mengembalikan estetik pada restorasi gigi posterior yang mengalami
kerusakan akibat adanya karies sekunder
5. Kerusakan sudah meliputi setengah atau lebih permukaan gigi yang
digunakan untuk menggigit (pada gigi belakang)
6. Untuk menggantikan tambalan lama, terutama bila jaringan gigi yang
tersisa sedikit (pada gigi belakang) (Kidd, 2000).
Dibawah ini diuraikan secara lebih lengkap mengenai indikasi yang paling
sering bagi setiap restorasi:
a) Inlay Logam Tuang Direct
Teknik inlay logam tuang secara direct hanya dapat diterapkan
pada kavitas yang sangat kecil. Dengan demikian, sifat kuatnya suatu
logam tuang tidak termanfaatkan dengan maksimal. Hanya sedikit inlay
logam tuang direct yang dibuat dan ini pun biasanya diindikasikan
bersama-sama dengan beberapa restorasi lain.
b) Inlay Logam Tuang Indirect
Teknik indirect memungkinkan dibuatnya variasi desain preparasi
yang lebih banyak. Tipe yang paling sering dipakai adalah inlay yang juga
melindungi tonjol gigi dengan jalan menutup permukaan oklusal, yang
biasa disebut onlay. Indikasi kedua yang paling sering untuk inlay indirect
adalah sebagai bagian dari suatu jembatan atau piranti lain yang
menggantikan gigi hilang.
c) Inlay Porselen
Inlay atau onlay porselen memiliki keuntungan dalam hal
penampilannya yang lebih alamiah dibandingkan dengan inlay logam
tuang dan lebih tahan abrasi daripada komposit. Oleh karena itu, porselen
cocok untuk permukaan oklusal gigi posterior yang restorasinya luas dan
penampilannya diperlukan. Selain itu, porselen dapat juga dipakai di
permukaan bukal yang terlihat baik di gigi anterior maupun posterior.
16

Porselen tidak sekuat logam tuang tetapi jika sudah berikatan
dengan permukaan email melalui sistem etsa asam tampaknya akan
menguatkan gigi dengan cara yang sama seperti pada restorasi berlapis
komposit atau semen ionomer-resin komposit (Kidd, 2000).
B. Kontraindikasi inlay:
1. Frekuensi karies tinggi
2. OH pasien jelek
3. Permukaan oklusal yang berat
Restorasi keramik dapat patah pada saat kurangnya bagian yang
besar untuk mencukupi tekanan oklusal yang erlebihan. Seperti pasien yang
memilki bruxism atau kebiasaan clenching. Meihat permukaan oklusal dapat
menjadi indikasi apakah gigi pasien bruxism/clenching.
4. Ketidakmampuan untuk memeliharanya
Meskipun beberapa penelitin memberitahukan bahwa dental adhesive dapat
menetralkan berbagai kontraindikasi, adhesive teknik memerlukan real-perfect
moisture control.yang menjamin keberhasilan kliniknya.
5. Preparasi subgingival yang tajam
Walupun ini tidak menjadi kontraindikasi yang absolute preparasi dengan
kedalaman tepi gingival harus dihindari. Tepi akan sulit dan mempengaruhi
cetakan dan akan sulit untuk di selesaikan.
3.3.1.3 Macam-Macam Inlay
A. Bahan Inlay Logam
a. Emas
b. Duro silver
c. Accolite
d. Caves
Indikasi Inlay Logam:
1) Untuk karies yang besar dan dalam, terutama yang meluas sampai
aproksimal.
2) Sebagai penyangga dari bridge.
3) Gigi yang mengalami abrasi yang luas atau karies yang lebar
meskipun dangkal.
17

4) Pada kasus dimana diperlukan:
a) Perlindungan terhadap jaringan periodontal.
b) Kontak yang lebih baik dengan gigi tetangga.
c) Menghindari penimbunan sisa makanan.
Kontra indikasi Inlay Logam:
1) Oral hygine pasien yang buruk.
2) Pasien dengan insiden karies yang tinggi.
3) Pasien muda di bawah usia 10 tahun.
B. Bahan Inlay Non Logam:
a. Porselen
b. Resin komposit
Keuntungan:
a) Warna dapat disesuaikan dengan warna gigi
b) Permukaan licin seperti kaca.
c) Daya kondensasinya rendah dan toleransi jaringan lunak baik.
Kerugian:
a) Ketahanan terhadap benturan rendah.
b) Kurang dapat beradaptasi dengan dinding kavitas.
c) Dalam proses pembuatannya membutuhkan tungku khusus (Baum,
1985)
3.3.1.4 Restorasi Inlay
Pertama-tama gigi pasien yang mengalami karies dibersihkan, atau jika
sudah pernah ditumpat, tumpatan lama dibongkar. Kemudian gigi dipreparasi
untuk kedudukan inlay/onlay, setelah preparasi selesai, gigi pasien dicetak. Hasil
cetakan akan dibawa ke dental laboratorium untuk diproses selanjutnya. Gigi
pasien lalu ditutup dengan tambalan sementara.
Setelah inlay jadi, pasien datang kembali dan tumpatan sementara akan
dibongkar. Kemudian inlay tersebut dipasangkan kepada pasien. Bila kedudukan
baik, maka inlay tersebut akan disemenkan.


18

3.3.2 Onlay
Onlay merupakan rekonstruksi gigi yang lebih luas meliputi satu atau
lebih tonjol gigi/ cusp. Apabila morfologi oklusal telah mengalami perubahan
karena restorasi sebelumnya, karies, atau penggunaan fisik, maka inlay dengan
dua permukaan tidak akan adekuat lagi. Hal ini memerlukan suatu restorasi yang
meliputi seluruh daerah oklusal. Dan dalam keadaan ini, onlay MOD merupakan
jenis restorasi yang tepat. ( Baum, 1997).






3.3.2.1 Indikasi dan Kontra Indikasi Onlay
A. Indikasi
1. Pengganti restorasi amalgam yang rusak.
2. Kalau restorasi dibutuhkan sebagai penghubung tonjol bukal dan lingual.
3. Restorasi karies interproksimal gigi posterior.
4. Restorasi gigi posterior yang menerima tekanan oklusal yang kuat (Baum,
1997).
Indikasi yang popular bagi onlay adalah menggantikan restorasi
amalgam yang rusak. Juga berguna untuk merestorasi lesi karies yang
mengenai kedua permukaan proksimal. Ciri-ciri utama dari restorasi ini
adalah ,memprtahankan sebagian besar jaringan gigi yang berhubungan
dengan gingival dan hal ini merupakan suatu oertimbangan periodontal
yang sangat membantu (Baum, 1997).
B. Kontra Indikasi
1. Pasien muda 7 -8 tahun , dimana ruang pulpa lebih lebar
2. Kerusakan jaringan gigi di bagian cervical sudah terlalu besar dan dalam .
3. Sisa jaringan sehat pada gigi tinggal sedikit, sehingga retensi sulit dan
mudah patah.
4. Pasien dengan OH yang jelek.
19

C. Keuntungan
1. Onlay dapat melindungi gigi dari kerapuhan labih lanjut atau pecahnya
gigi setelah dilakukan perawatan
2. Mempersatukan kembali semua jaringan gigi yang hilang sehingga fungsi
kunyah dapat kembali normal.
3. Dicetak secara indirect maka sangat memudahkan bagi dokter gigi atau
pasien.
Adalah mungkin bagi amalgam atau inlay untuk mengurangi kerentanan
gigi terhadap fraktur tonjol. Aset utama dari restorasi yang meliputi permukaan
oklusal adalah merestorasi kekuatan gigi dengan menghubungkan tonjol-tonjol
sebagai unit tunggal (Baum, 1997).
3.3.2.2 Teknik Preparasi Onlay
Modifikasi dari onlay MOD dimana sebagian/seluruh permukaan oklusal
dilindungi dengan restorasi indirect. Suatu bentuk restorasi pada permukaan
oklusal gigi-gigi posterior untuk melindungi permukaan oklusal gigi yang rusak
Teknik Preparasi Onlay :
1. Pengurangan oklusal yang bertujuan untuk mendapatkan lapangan pandang
yang baik untuk tahap selanjunya. Dengan menggunkan bur karbid ,
kemudian diasah dengan kedalaman 1,5 mm.

2. Preparasi bevel pada axio pulpo line angle dan enamel surface margin dengan
menggunkan fissure bur.

20




3. Menghaluskan sudut sudut (pada gambar D dan E).


3.3.3 Restorasi Crown
Restorasi Crown adalah penggantian sebagian atau seluruh mahkota klinis
yang disemenkan. Pembuatan mahkota gigi bertujuan untuk memperkuat gigi
yang kekuatannya menurunkarena hal-hal tertentu, seperti gigi yang berlubang
besar. Restorasi mahkotajuga dapat digunakan untuk memodifikasi warna dan
juga posisi gigi asli. Restorasi mahkotatidak hanya dapat memperbaiki
penampilan, tetapi juga menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan
pencabutan gigi (Baum, 1985).
3.3.3.1 Keuntungan Pemasangan Crown
a) Memperbaiki struktur gigi dan penampilan.
21

b) Memperbaiki gigi yang telah mengalami perubahan warna atau memiliki
bentuk yang tidak estetis.
c) Menutupi dan menyangga gigi dengan kondisi seperti berikut ini: Pada
keadaan sisa gigi yang tidak mencukupi untuk dilakukan tambalan.
d) Untuk menyangga bridge (protesa gigi jembatan).
e) Untuk melindungi gigi yang lemah dari fraktur atau bahkan memperbaiki gigi
yang telah rusak.
f) Untuk menutupi gigi implan (Baum, 1985).


3.3.3.2 Jenis-Jenis Crown
1) Mahkota Selubung (Jacket Crown)
Mahkota selubung adalah mahkota yang menyelubungi seluruh
permukaan gigi dan dapat dibuat pada gigi posterior maupun anterior,baik pada
gigi yang vital maupun nonvital (post endodontic treatment) (Kidd, 2000).
A. Indikasi Mahkota selubung pada gigi posterior adalah :
a) Tidak memungkinkan untuk ditumpat secara langsung
b) Resistensi kurang baik untuk restorasi onlay
c) Mengalami kerusakan sekeliling cervikalnya maupun abrasi oklusal
d) Mahkota klinis yang rendah
e) Gigi pasca perawatan Saluran akar (Kidd, 2000).
B. Tahapan kerja sebelum melakukan preparasi mahkota selubung :
1. Diagnosa
2. Pencocokan warna dengan shade guide yang sesuai
3. Pembuatan mahkota sementara
22

4. Rontgen foto untuk mellihat keadaan jaringan periapikal maupun bentuk
dan besarnya ruang pulpa
5. Preparasi pada gigi yang masih vital perlu dilakukan anastesi terlebih
dahulu untuk mengurangi rasa sakit (Kidd, 2000).
C. Macam-macam mahkota selubung :
Menurut Kidd (2000), mahkota selubung dibagi menjadi :
1. Mahkota Tuangan Penuh (Full Cast Crown)
Mahkota tuangan penuh adalah restorasi yang menyelubungi seluruh
permukaan mahkota klinis gigi dan terbuat dari logam campur secara
tuang.
a. Indikasi :
a. Sebagai restorasi single unitatau sebagai restorasi penyangga
suatu jembatan gigi.
b. Digunakan pada gigi posterior yang tidak membutuhkan estetik,
gigi dengan karies cervikal, dekalsifikasi, enamel hipoplasi atau
untuk memperbaiki fungsi kunyah.
b. Kontraindikasi :
a. Sisa mahkota gigi tidak cukup untuk menerima beban daya
kunyah terutama pada gigi dengan pulpa vital.
b. Bila restorasi untuk kepentingan estetik. Pada pasien yang
memiliki oral hygiene buruk sehingga restorasi mudah korosi
atau tarnish. Gusi cukup sensitif terhadap logam.



23

c. Prinsip dasar preparasi :
1. Pemeliharaan struktur gigi
2. Bentuk retensi dan resistensi
3. Daya tahan dari restorasi
4. Integritas tepi restorasi
5. Pemeliharaan jaringan periodontium
d. Teknik Preparasi
a. Dimulai dengan pengurangan oklusal, sekitar 1,5mm pada tonjol
fungsional dan 1,0 mm pada tonjol non-fungsional.
b. Groove orientasi sedalam 1,0 mm dibuat pada permukaan
oklusal gigi agar diperoleh acuan untuk menentukan apakah
pengurangan sudah cukup
c. Bevel yang luas dibuat pada tonjol fungsional menggunakan bur
intan taper berujung bulat. Bevel tonjol fungsional dibuat pada
inklinasi bukal dari tonjol bukal rahang bawah dan inklinasi
lingual dari tonjol lingual rahang atas. Kegagalan dalam
penempatan bevel ini dapat berakibat pada hasil tuangan yang
tipis atau bentuk morfologi restorasi yang buruk
d. Teknik pengambilan aksial hampir sama dengan pengambilan
oklusal. Sisa-sisa struktur gigi pada daerah groove dihilangkan
dengan tepi chamfer, dan bur intan taper berujung bulat
digunakan dalam prosedur ini
e. Dinding bukal dan lingual dikurangi dengan bur torpedo,
sehingga akan didapatkan pengurangan daerah aksial yang
diharapkan karena ujungnya yang taper akan membentuk
chamfer. Akhiran diperlukan untuk memungkinkan agar
restorasi tepat dan chamfer merupakan akhiran yang
dibutuhkan untuk mendapatkan kekuatan selama adaptasi
f. Pengurangan daerah proksimal dilakukan dengan bur intan
needle yang pendek. Ujung buryang tipis bekerja pada daerah
proksimal dengan gerakan memotong oklusogingival atau
bukolingual, berhati-hati dalam menghindari gigi tetangga. Jika
24

daerah yang cukup sudah didapatkan, bur torpedo digunakan
untuk membentuk chamfer sebagai akhiran gingiva pada
interproksimal
g. Pada langkah akhir preparasi diselesaikan untuk permukaan
yang lebih rata dengan menggunakan bur intan taper berujung
bulat untuk membuat tepi preparasi. Gunakan long fissure bur
diamond 1,6 mm atau 2,1 mm. Hilangkan semua garis tepi
sudut tajam dari gigi yang di preparasi.
2. Mahkota Pigura (dengan Facing Akrilik)
Mahkota pigura adalah suatu restorasi yang menyelubungi seluruh
permukaan klinis gigi dan terbuat dari logam campur, di mana bagian
labial/bukal dilapisi dengan bahan sewarna gigi (akrilik, porselen, resin
komposit).
a. Indikasi :
a. Jika dibutuhkan restorasi mahkota tuangan, tetapi memerlukan
estetik. Misalnya pada anterior dengan gigitan dalam, premolar
atau molar pertama.
b. Jika ruang pulpa tidak terlalu besar, karena pada saat restorasi
dibutuhkan pengambilan pada bidang labial atau bukal lebih
banyak untuk tempat pigura.
b. Kontraindikasi :
a. Gigi dengan mahkota klinis pendek, karena sulit dipakai untuk
retensi dan kekuatannya pun sangat kurang terutama di bagian
oklusal, sehingga mudah pecah atau mudah lepas.
b. Pasien dengan indeks karies tinggi
c. Pasien dengan kebiasaan buruk brixism
3. Mahkota Jaket dan Jembatan (Crown and Bridge)
Mahkota jaket dan jembatan adalah suatu restorasi yang meliputi
seluruh permukaan gigi anterior, dan ibuat dari bahan akrilik atau porselen
sesuai dengan warna gigi. Crown dan Bridge digunakan untuk
menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang, baik secara fungsional
maupun estetik. Gigi pada kedua celah gigi yang hilang di preparasi untuk
25

dibuatkan mahkota tiruan dan dicetak secara akurat, kemudian hasil
cetakan dikirim ke laboratorium gigi. C&B akan dilekatkan pada gigi
dengan bahan sementasi.



Indikasi :
a. Gigi anterior yang fraktur.
b. Kasus perubahan warna gigi, hipoplasi aenamel, atau dekalsifikasi.
c. Kasus perubahan bentuk gigi, atrisi, atau rotasi gigi yang terbatas.
d. Menutup diastema yang terbatas. Sebagai retainer suatu jembatan
Kontraindikasi :
a. Mahkota klinis yang terlalu pendek dan tidak mempunyai
cingulum.
b. Pada gigitan anterior yang dalam (deep bite).
c. Kerusakan gigi sedemikian rupa. Gigi non-vital dengan perubahan
warna yang sangat gelap (Annusavice, 2003).
Tahap Preparasi
a. Preparasi mahkota
Preparasi mahkota jaket meliputi pembuangan jaringan gigi
secukupnya yang ditujukan untuk kekuatan dan estetik. Preparasi
tidak merusak jaringan pulpa dan juga harus mendukung retensi
dari mahkota jaket. Preparasi harus landai dan dengan sudut tidak
tajam. Ada beberapa macam finishing line :
butt joint : mahkota jaket porcelain
26

chamfer : mahkota jaket porcelain fused to metal
taper : mahkota jaket
b. Preparasi tonggak mahkota jaket
1) Pengurangan bagian insisal setebal 1,5-2 mm menggunakan
fissure diamond. Setelah lingual-labial membentuk sudut 45 derajat
2) Pengurangan permukaan proksimal
Tonggak bagian proksimal bersudut 6 derajat terhadap bidang
sagital menggunakan fissure diamond bentuk meruncing diameter
0,8-1 mm.
3) Pengurangan permukaan labial
Bur diamond bentuk tappered diletakkan dipertengahan permukaan
labial, selanjutnya dilakukan pengurangan gigi sampai sedikit
dibawah dentino enamel function pada dentin. Tindakan ini sebagai
panduan sampai pada batas operator melakukan pengurangan
bagian labial. Preparasi dilanjutkan dengan menggerakkan bur
kearah mesial dan distal sampai seluruh email dan sedikit dentin
hilang dengan arah bur yang konstan sehingga tidak terjadi
undercut. Pengurangan setebal 0,7-1 mm.
4) Pengurangan permukaan lingual
Email daerah cingulum dikurangi dengan bur fissure tappered
kearah servikal mengikuti permukaan lingual kesejajaran akan
menambah retensi mahkota jaket.
5) Preparasi daerah servikal gigi sesuai dengan indikasi
Bahu bagian labial masuk ke subgingival 1 mm, bahu bagian
lingual tepat pada margin gingiva.
Keuntungan Mahkota jaket dan Jembatan :
a. Lebih konservatif.
b. Reaksi jaringan periodontal lebih baik.
c. Lebih estetik karena jaringan labial/bukal tidak di preparasi .
d. Dapat dilakukan electric pulp-testkarena ada bagian yang tidak
tertutup restorasi.
e. Mudah dibersihkan oleh pasien.
27

f. Lebih mudah didudukan pada gigi penyangga saat sementasi.

4. Mahkota Pasak
Mahkota pasak dapat didefinisikan sebagai restorasi pengganti gigi
yang terdiri dari inti berpasak yang dilekatkan dengan suatu mahkota.
Restorasi ini merupakan restorasi dengan konstruksi dua unit yaitu inti
yang berpasak dan mahkota yang nantinya disemenkan pada inti (Baum,
1985).
Indikasi :
a. Gigi non vital yang fraktur melebihi setengah mahkota klinis.
b. Memperbaiki iklinasi gigi dengan batas-batas atau ketentuan
tertentu.
c. Gigi yang telah dirawat endodontik, sedangkan sisa gigi tidak
mungkin dilakukan penumpatan langsung.
Kontraindikasi :
a. Gigi dengan kelainan periapikal menetap. Jaringan yang mendukung
gigi tidak cukup.
b. Oral hygiene buruk
Keuntungan mahkota pasak :
1. Jika mahkota berubah warna setelah pemakaian beberapa tahun,
maka mahkota jaket akan mudah diganti tanpa harus mengeluarkan
atau merusak pasak inti
2. Adaptasi pinggiran mahkota terhadap permukaan akar dan posisi
mahkota terhadap gigi sebelahnya dan gigi-gigi lawan tidak
tergantung pada fit pasak dengan saluran akar
3. Restorasi ini dapat digunakan untuk mengubah posisi mahkota.
Restorasi ini dilakukan pada gigi yang telah mengalami perawatan
endodontik baik pada gigi anterior maupun posterior. Beberapa hal yang
menjadi pertimbangan mengapa gigi yang telah dirawat endodontik
memerlukan suatu pasak, antara lain :
28

1. Gigi yang telah dirawat endodontik menjadi non vital dan sehat,
tetapi jaringan non vital yang tersisa memiliki kelembaban yang
lebih rendah daripada gigi vital sehingga gigi menjadi rapuh
2. Pada gigi yang telah mengalami perawatan endodontik kontinuitas
jaringan telah terputus akibat pembuanganjaringan sehinggamahkota
menjadi rapuh apabila hanya dilakukan dengan pembuatan mahkota
jaket saja.
3. Suplai nutrisi pada gigi post endodontik otomatis terputus sehingga
gigi menjadi rapuh
4. Gigi mengalami kehilangan banyak mahkota akibat dari karies
Pada perawatan endodontik, seluruh jaringan yang ada pada ruang pulpa dan
saluran akar dibuang dan diganti dengan bahan atau obat pengisi saluran akar.
Bahan pengisi ini tidak cukup kuat untuk menahan tekanan yang datang dari gigi
lawan pada proses pengunyahan. Untuk itu diperlukan kekuatan dalam ruang
pulpa dan saluran akar yang sama dengan kekuatan yang datang dari luar sehingga
tidak terjadi fraktur karena gigi dapat menahan tekanan. Terdapat perbedaan
kekuatan resistensi pada gigi yang telah dirawat endodontik tetapi tidak dibuatkan
pasak dimana gigi yang dibuatkan pasak inti lebih bisa bertahan terhadap fraktur
dibandingkan gigi yang tidak dibuatkan pasak inti.
Sebagai pengganti jaringan yang hilang tadi maka dibuatlah suatu
inti(core) yang terbuat dari logam atau bahan lain. Inti atau core ini satu kesatuan
dengan pasak atau dowel yang masuk ke dalam saluran akar gigi yang telah
dipreparasi , oleh karena itu restorasi ini sering juga dinamakan sebagai restorasi
interradikuler. Pasak inti ada yang diproduksi pabrik dan ada dalam bentuk logam
tuang (Baum, 1995).
A. Macam-macam core :
1. Gold post
Suatu restorasi dimana mahkota gigi asli masih ada dan dipreparasi
sesuai preparasi mahkota jaket
2. Full gold core
Mahkota gigi asli telah hilang setelah saluran akan dipreparasi
3. Partial gold core
29

Sebagian mahkota gigi asli masih tertinggal sedikit disebelah palatinal
atau labial dan masih cukup kuat untuk dipertahankan
4. Gold core with window
Window diisi dengan bahan akrilik atau porselen atau semen silikat
5. Off centre gold core
Pasak inti dibuat sesuai dengan kemauan operator. Hampir sama
dengan full gold core hanya saja pasak inti dibuat untuk koreksi posisi
gigi.
B. Macam-macam pasak :
1. Endopost
Terbuat dari campuran logam mulia dengan ukuran sesuai standar alat
endodontik yaitu 70-140. Merupakan campuran emas atau logam mulia
lainnya
2. Endowel
Pasak plastik, ukuran sesuai dengan alat endo 80-140. Pada saat
pengecoran logam pasak ini dapat mencair keluar dari investmen
3. Parapost
Pasak plastik ukuran tidak disesuaikan dengan alat endo, tetapi
preparasi saluran akar memakai rotary instrument khusus yang nantinya
disesuaikan panjangnya dengan pasak.
C. Macam-macam mahkota pasak (Post crown) :
1. Davis crown
Suatu mahkota yang keseluruhannya terbuat dari porselen dan diberi
dowell dari silver. Terdapat dua tipe :
a. Ground in type : pada kasus belum ada kerusakan gigi dibawah
permukaan gigi
b. Case base type : pada kasus dimana terjadi kerusakan terjadi di bawah
permukaan gusi
2. Richmond crown
Mahkota pasak yang terbuat dari porselen dengan facing dari porselen
dan backing logam. Digunakan pada kasus yang memerlukan kekuatan
besar, misalnya GTC dengan empat insisivus hilang
30

3. Porselen jaket crown dengan dowell crown
Untuk gigi anterior dimana sebagian mahkota klinis masih utuh, tetapi
sudah tidak cukup kuat untuk menahan tekanan daya kunyah
4. Akrilik crown
Restorasi pada gigi anterior dimana gigi anterior dalam keadaan berjejal,
sehingga sulit untuk menetukan lebar mesio distal gigi tersebut.
Syarat keberhasilan mahkota pasak :
Untuk keberhasilan suatu mahkota pasak, harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Pengisian saluran akar yang lengkap, hermetis, sampai ke ujung akar
2. Pada akar tidak boleh terdapat peradangan periapikal
3. Jaringan pendukung harus dalam keadaan sehat. Tidak terdapat resorbsi
tulang alveolar baik vertikal maupun horizontal
4. Jaringan akar masih padat, keras dan dinding saluran akar cukup tebal
5. Posisi gigi lawan dalam segala kedudukan rahang bawah menyediakan
tempat yang cukup bagi inti dan mahkota jaket
6. Pada gigi yang mengalami apikoektomi rasio panjang akar dengan
dowel crown harus seimbang
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan post crown :
1. Pengisian saluran akar
a. Harus hermetis sampai keujung akar
b. Pengisian paling baik dengan gitapercha point setelah satu bulan
kontrol dan tidak terdapat tanda-tanda peradangan
c. Tidak terdapat peradangan periapikal seperti tidak ada abses,
granuloma, kista maupun over filling
d. Metode pengisian dengan sectional methode. Metode lain boleh
dilakukan dengan rotary instrumen tetapi menggunakan
pesoreamers, bur drill dengan putaran rendah, alat plugger yang
dipanaskan
2. Keadaan mahkota gigi harus sesuai dengan indikasi
3. Keadaan oklusal
31

Apabila terdapat cervikal bite, close bite,. Ketebalan gigi dalam arah
labio-lingual kurang ini menjadi indikasi untuk pembuatan mahkota jenis
Richmond crown.
D. Tahap Preparasi :
1. Preparasi bagian mahkota:
a. Dilakukan preparasi tonggak seperti pada prinsip preparasi tonggak
mahkota jaket, hanya saja disesuaikan dengan sisa jaringan gigi yang
tertinggal.
b. Tumpatan sementara pada mahkota diambil, kemudian dipreparasi
intra korona harus diingat tidak ada undercut.
c. Cavosurface dibuat contrabevel supaya hubungan tepi antara inti dan
gigi baik.
2. Preparasi bagian saluran akar:
Pengambilan guta perca dapat dilakukan dengan cara:
a. Konvensional
Dengan instrumen putar, putaran rendah menggunakan bur
drill bentuk bulat dengan diameter lebih kecil danpada diameter
orifice (1 - 1,2 mm).
b. Dengan instrumen tangan
Yaitu dengan root canal plugger yang dipanaskan untuk
mengambil guta perca sepanjang pasak yang dikehendaki.
c. Kombinasi.
Pengambilan guta perca dengan plugger kemudian dilanjutkan
dengan gates glidden drill dan peeso reamer sepanjang pasak yang
dikehendaki.
Retensi Mahkota Pasak :
1. Panjang pasak : panjang pasak yang masuk saluran akar tidak
boleh kurang dan setengah jarak puncak alveoler ke apeks.
2. Kesejajaran (Taper/Paralel)
Taper yaitu bentuk ke arah kerucut, dibuat demikian karena kalau
berbentuk kerucut maka tekanan ke dinding proksimal menyebabkan
akar terbelah.
32

3. Diameter : kurang lebih 1/3 diameter akar dalam arah mesio-distal.
Bila terlalu kecil mudah lepas, patah dan berputar.
E. Pembuatan model inti pasak :
1. Inlay wax dipanaskan, ditekan sehingga berbentuk kerucut, dalam
keadaan lunak dimassukkan ke dalam preparasi pasak yang telah
dibasahi dengan akuades dan dipadatkan dengan sonde yang
dipanaskan sampai memenuhi seluruh preparasi pasak.
2. Kemudian malam coba diambil untuk mengetahul apakah malam
sudah sesual dengan preparasi, juga untuk mengetahui apakah masih
ada undercut.
3. Bagian Inti dibentuk sesuai tonggak mahkota jaket, setelah itu
sprue dipasang dan kawat yang dipanasi terlebih dahulu. Arah sprue
diusahakan sejajar arah gigi. Sprue tadi diberi tanda cara
membengkokkan supaya mengetahui bagian labial dan Iingualnya.
4. Setelah model malam baik, maka model tersebut ditanam dalam
moffel dan dicor dengan logam .
Pengepasan Inti Pasak :
a. Inti pasak coba dimasukkan ke dalam preparasi saluran akar.
Kemudian diperiksa retensinya apakah sudah baik.
b. Hubungan tepi inti dengan sisa mahkota diperiksa, apakah sudah
baik.
c. Seteah pas dilakukan pencetakkan untuk mahkotanya.
d. Pembuatan mahkota persis seperti membuat mahkota jaket
Catatan :
tidak boleh untuk menggigit dengan satu tekanan hanya pada daerah
mahkota saja karena akan terjadi gerakan mengungkit fraktur akar gigi.
F. Pembuatan mahkota sementara :
a. pilih mahkota akrilik yang sudah jadi dengan ukuran,bentuk dan warna
yang sesuai dengan gigi aslinya dan dicobakan untuk mengecek
ketepatan kontaknya di daerah gingival.
b. setelah selesai cpba suatu endopost atau file terakhir untuk preparasi
guna ruang pasaknya. Ujung korona dipotong sehingga ada bagian yang
33

dapat masuk ke dalam mahkota buatan. Jika digunakan endopost harus
ditakik untuk membuat undercut dan terjadi ikatan mekanis dengan
akrilik.
c. sediakan adukan akrilik yang cepat mengeras, dimasukkan kedalam
mahkota buatan dan tekan ke dalam pasak dan gigi ditekan dengan
tekanan ringan.
d. pada waktu akrilik dalam proses setting, buang kelebihan akrilik selagi
lunak dengan sonde.
e. jika telah setting, lepaskan mahkota dan pasaknya secara bersama-sama,
dibentuk dan mahkota dipoles
f. coba mahkota dan pasak ke dalam gigi dan sesuaikan dengan oklusi gigi
antagonisnnya
g. pasang mahkota sementara dengan semen sementara (Baum, 1985).
G. Pemasangan Mahkota Pasak :
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat uji coba pemasangan atau try in
mahkota pasak antara lain :
a. estetik
warna dari post crown harus sesuai dengan gigi asli yang ada dalam
rongga mulut. Bentuk dan ukuran harus disesuaikan dengan anatomi gigi
b. oklusi
tidak boleh terjadi prematur kontak yang akan mengakibatkan trauma
oklusi. Untuk mengetahuinya digunakan kertas artikulasi, adanya teraan
yang lebih tebal menunjukkan terjadinya traumatik oklusi.
c. Adaptasi
Terutama keakuratan atau kerapatan pinggiran servikal antara tepi
mahkota jaket dengan bagian servikal gigi asli. Pada bagian pundak,
pinggiran mahkota tidak boleh menekan gusi (overhang), karena kelebihan
mahkota dapat menjadi tempat tertimbunnya plak yang akan
mengakibatkan peradangan gusi
d. Kedudukan
Mahkota tidak boleh labioversi ataupun palatoversi, disesuaikan dengan
kedudukannya terhadap gigi lain yang ada dalam rongga mulut
34

e. Daerah titik kontak
H. Penyemenan post crown:
Semen yang akan digunakan harus disesuaikan dengan bahan crown. Semen-
semen yang mengandung eugenol (zinc oxide eugenol cement) tidak cocok untuk
menyemen mahkota yang terbuat dari bahan akrilik, karena akan bereaksi dengan
bahan akrilik dimana akrilik akan berubah warna menjadi lunak dan
permukaannya menjadi retak-retak (crazing). Semen jenis komposit memiliki sifat
mekanis yang lebih baik. Semen jenis polikarboksilat memiliki sifat adhesi
terhadap dentin dan glasir lebih baik daripada semen zinc-phospat dimana semen
zinc-phospat lebih mudah larut dalam cairan mulut. Mahkota diisi penuh dengan
adukan semen dan sebagian diulaskan merata pada sekeliling preparasi post untuk
mencegah terkurungnya gelembung udara pada sudut pundak. Setelah mahkota
masuk dengan seksama pada tempatnya, operator harus mempertahankan
kedudukannya sampai semen mengeras. Kemudian sisa-sisa semen dibersihkan.
I. Instruksi pada penderita :
a) Jangan makan atau mengunyah dengan crown baru selama 24 jam setelah
pemasangan. Perekat permanent yang di pakai waktu pemasangan
memerlukan waktu untuk mengeras dengan sempurna. Gunakan sisi yang
lain untuk menguyah pada waktu makan.
b) Pastikan anda bersihkan crown dan gusi di sekelilingnya dengan teliti.
Sikat dan gunakan benang gigi setiap hari.
c) Untuk pemasangan bridge, Anda perlu menggunakan benang gigi yang
tebal untuk membersihkan dibawah bridge.
d) Apabila anda merasakan iritasi pada gusi di sekitar crown, kumur secara
perlahan dengan air garam hangat.
e) Jika diperlukan, setelah prosedur pemasangan crown / bridge anda bisa
mengkonsumsi obat pereda sakit seperti advil atau tylenol
f) Gigi ada yang di rawat akan terasa sedikit sensitif karena trauma yang
telah terjadi sewaktu prosedur (Baum, 1985).



35

3.4 Bahan Cetak Elastomer
Elastomer adalah bahan cetak bersifat elastis yang apabila digunakan dan
dikeluarkan dari rongga mulut, akan tetap bersifat elastis dan fleksibel. Bahan ini
diklasifikasikan sebagai nonaqueous elastomeric impression materialoleh
ANSI/ADA Spesification No.19. Biasanya digunakan untuk mencetak pembuatan
gigi tiruan sebahagian lepasan, gigi tiruan immediat dan mahkota serta gigi tiruan
cekat yang mana diperlukan cetakan yang akurat pada detail gigi dan daerah
gerong. Reaksi kimia bahan ini adalah reaksi antara molekul atau polimer besar
yang diikat oleh ikatan-ikatan silang. Ikatan silang ini mengikat rantai polimer
yang melingkar pada titik tertentu untuk membentuk jalinan 3 dimensi yang
sering disebut sebagai gel. Pada kondisi ideal, peregangan menyebabkan rantai
polimer membuka lingkaran hanya sampai batas tertentu yang dapat kembali ke
keadaan semula yaitu rantai kembali melingkar pada keadaan berikat ketika
diangkat. Banyaknya ikatan silang menentukan kelakuan dan sifat elastis bahan
tersebut. Bahan cetak ini menjadi pilihan dokter gigi karena tinggi keakuratannya,
stabilitas dimensi berbanding waktu dan memiliki kemampuan mencetak dengan
detail berbanding bahan cetak yang lain. Antara bahan cetak elastomer yang
terawal adalah polisulfida, diikuti silicone condensation, polieter dan addition
silicons. Bahan terbaru adalah dikategorikan sebagai addition silicone-polyether
hybrid (Anusavice, 2002).
3.4.1 Klasifikasi Material cetak
A. Bahan cetak Silicone
Bahan cetak silicone adalah bahan cetak elastomer dengan bahan dasar
siloksan yang dalam pengerasannya dapat melalui reaksi kimia kondensasi dan
addisi.
a) Mekanisme pengerasan
Silicone tipe kondensasi merupakan hasil reaksi ikatan silang antara
ortosilikat dan ujung dari group hidroksil dimetilsilikon.
b) Biokompatibilitas
Silikon dapat diterima secara biologis sehingga tidak menyebabkan
masalah.
c) Elastisitas
36

Lebih ideal daripada polisulfid. Menunjukkan deformasi permanen
minimal dan dapat kembali ke bentuk semula dengan cepat bila
direnggangkan bila terlalu kaku.
d) Tipe
Silicone tipe kondensasi mempunyai komposisi bahan dasar, bahan
pengisi, bahan akseletator, dan bahan pewarna.
e) Konsistensi
Bahan cetak silicone memiliki empat macam konsistensi yaitu low
viscosity (light body), medium viscosity (reguler), high viscosity (heavy
body), dan very highbody (putty).
f) Keuntungan:
a. Tersedia waktu kerja dan waktu pengerasan yang cukup
b. Aroma menyenangkan dan tidak menimbulkan bercak
c. Memiliki ketahanan robek yang cukup
d. Memiliki sifat elastik yang dikeluarkan
e. Distorsi lebih sedikit ketika dikeluarkan
g) Kerugian:
a. Cukup akurat jika langsung dituang
b. Kestabilan dimensi buruk
c. Berpotensi pada distorsi yang nyata
d. Metode putty wash merupakan teknik yang sensistif
e. Lebih mahal
B. Bahan cetak Polyether
Bahan cetak polyether adalah bahan cetak elastomer yang terdiri dari
bahan dasar pasta base yang mengandug polimer dan filler inert dan pasta
katalis yang mengandung inisiator reaksi bersama dengan minyak dan filler.
Komposisinya dapat sebagai berikut :

Pasta Komponen
Pasta base - Prepolimer berujung amino
- Filler inert-silika
- Plasticizer. Contoh: phthpalate
37

Pasta katalis - Derivat ester dari asam sulfonat aromatis
- Filler inert-silika
- Plasticizer, contoh: phthlate

(Mc.Cabe, 1986)


a) Mekanisme pengerasan
Pengerasan bahan cetak polyether terjadi karena polimer polyether
berujung amino bereaksi dengan ester sulfonate sebagai katalisator
menghasilkan cross-linker rubber (Philips, 1970).
b) Biokompatibilitas
Dermatitis kontak akibat polyether, namun penelitian akhir-akhir
ini menunjukkan tidak ada efek sitoksik yang berhubungan dengan katalis
imun yang terjadi berasal dari bagian bahan cetak yang tertinggal di dalam
sulkus.
c) Elastisitas
Bahan yang paling keras tidak termasuk bahan putty viskositas
tinggi kurang elastik dibanding vinyl polysixane.
d) Klasifikasi
Bahan cetak polyether mempunyai empat klasifikasi menurut
konsistensinya yaitu low viscosity (light body), medium viscosity
(reguler), high viscosity (heavy body), dan very highbody (putty).
Tipe bahan Nilai Viskositas (Nsm
-2
)
- Putty - 400-700
- Heay body - 200-300
- Reguler - 40-150
- Light body - 10-70
(Combe, 1986).
e) Keuntungan dan Kerugian bahan cetak Polyether
Keuntungan:
a. Waktu kerja dan pengerasan cepat
38

b. Terbukti akurat
c. Ketahanan sobek cukup
d. Kurang hidrofobik
e. Distorsi kurang
f. Waktu penyimpanan lama
Kerugian:
a. Cukup akurat jika dituangkan langsung
b. Kestabilan dimensi buruk
c. Bersih, tetapi rasa tidak enak
d. Keras, sehingga meliputi permukaan undercut
e. Dapat diisi ulang
f. Lebih mahal
C. Polysulfida
Polysulfide merupakan bahan cetak elastomer yang juga dikenal dengan
nama mercaptan, thiokot, atau rubber base. Bahan inimempunyai riwayat
penggunaan yang paling lama di kedokteran gigi dari semua jenis elastomer, akan
tetapi sekarang relatif kurang poopuler penggunaanya.
Polysulfide mempunyai stabilitas dimensi yang lebih baik dari bahan
hydrocolloid. Akan tetapi, bahan ini menghasilkan produk sampingan berupa air
sewaktu reaksi pengerasan. Oleh karena itu cetakan harus dicor secepat mungkin
dan tidak boleh melewati 30 menit setelah pengeluaran cetakan dari mulut
(Donovan and Chee, 2004).
Polysulfide mempunya wettability yang baik, sehingga pencetakkan
seluruh rahang lebiih mudah dibandingkan denga bahan polyvynyl siloxane
maupun polyether. Bahan ini mempunyai resistensi terhadap daya robek yang
tinggi sehingga ideal untuk merekam margin subgingival tanpa mengalami robek
saat sendok cetak dilepas dari mulut (Donovan and Chee, 2004).
Polysulfide merupakan bahan cetak elastomer yang paling murah. Bahan
ini tidak disukai oleh pasien karena mempunyai bau yang tidak menyenangkan,
rasa yang agak sedikit pahit, dan lamanya waktu pengerasan bahan di dalam
mulut. Bahan ini juga susah manipulasinya karena lengkeet dan harus hati-hati
karena dapat menyebabjan noda permanen pada pakaian. Bahan ini mempunya
39

elastic recovery yang kurang baik sehingga cetakan harus dicor secepat mungkin
(Rubel, 2007).
Reaksi pengerasan mulai pada saat awal pengadukan dan mencapai nilai
maksimal segera setelah pengadukan sempurna, pada tahap dimana jalinan sifat
kelentingan mulai terjadi. Selama pengerasan akhir, terbentuk suatu bahan dengan
elastisitas dan kekuatan cukup yang dapat dikeluarkan melalui undercut dengan
mudah.
Reaksi polimerisasi dari polimer polisulfida adalah eksotermik, banyaknya
panas yang dihasilkan bergantung pada banyaknya jumlah bahan dan konsentrasi
inisiator. Kelembaban dan temperatur mempengaruhi jalannya reaksi. Khususnya,
keadaan panas dan lembab dapat mempercepat pengerasan bahan cetak
polisulfida. Hasil reaksi kondensasi dari bahan ini adalah air. Hilangnya molekul
kecil dari bahan yang mengeras memiliki pengaruh yang nyata pada kestabilan
dimensi cetakan.
A. Komposisi
1. Pasta dasar, berisi :
a) Polimer polisulfida (80-85 %) disebut mercaptan karena mengandung SH
group (terminal dan pendant).
b) Filler : titanium dioksida (16-18%), zinc sulfat, tembaga karbonat atau
silica. Pasta ini biasanya berwarna putih sesuai warna filler.
2. Pasta reaktor (disebut juga aselerator / katalis), berisi :
a) Lead dioxide / PbO2 (60-68%), menyebabkan polimerisasi dan
pengikatan
dengan adanya oksidasi dari SH group.
b) Dibutil / dioktil pentalat (30-35%).
c) Sulfur (3%), membantu reaksi.
d) Lain-lain: magnesium stearate dan deodorant (2%). Pasta ini berwarna
coklat karena PbO2.
B. Setting
a) Material ini lebih stabil setelah keluar dari mulut dibandingkan
hidrokoloid.
40

b) Bila sudah keras sangat tahan solvent dan tahan temperatur -21oC sampai
156oC.
Solvent : Bahan yang memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan lain,
contoh : kloroform dan ekaliplus.
Konsistensi : low (syringe/wash), medium, high (tray). Perhatikan aturan
pabrik
C. Manipulasi polysulfide
1. Kedua pasta dikeluarkan dari tube kemasan pada lembaran pengaduk
atau kaca pengaduk.
2. Pasta katalis diletakkan pada spatula tahan karet lalu dituangkan di atas
pasta basis dan diaduk di lembar pengadukan.
3. Proses pengadukan terus berlangsung sampai pasta adukan berwarna
seragam, tanpa terlihat garis warna basis atau katalis pada adukan.
4. Jika tekanan diberikan secukupnya dan pengadukan dilakukan dengan
cepat, bahan tersebut akan terlihat lebih encer dan lebih mudah ditangani
D. Bahan cetak silikon dengan reaksi tambahan (Vinylpolyxilosane)
a) Komposisi
Baik pasta basis dan katalis mengandung bentuk vinil silikon. Pasta
basis mengandung polymethyl hidrogen siloxane serta pre-polimer siloxan
lain. Pasta katalis mengandung divinyl polymethyl siloxane dan pre-
polimer lain. Bila pasta katalis mengandung aktivator garam platinum
berarti pasta yang berlabel basis harus mengandung hibrid silikon
Satu kerugian bahan cetak silikon adalah sifat hidrofobik. Untuk
mengatasinya dengan reaksi tambahan lebih hidrofilik. Untuk
mengembalikan permukaan dari cetakan hidrofilik, bahan permukaan
ditambahkan pada pasta. Bahan permukaan ini memnungkinkan bahan
cetak membasahi jaringan lunak lebih baik dan dapat diisi dengan stone
secara lebh efektif. Pengisian cetakan lebih mudah, karena stone basah
memilki afinitas yang lebih besar untuk afinitas hidrofilik.
b) Manipulasi
Elastomer jenis vinyl polysiloxane juga disebut polyvinylsiloxane
yang merupakan bahan cetak silikon dengan reaksi tambahan. Disediakan
41

dalam 2 pasta yang setiap pasta mengandung liquid silicone polymer dan
satu lagi pasta adalah katalis dengan kekentalan yang sama sehingga
mudah diaduk. Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi,
kemasan bahan polyvinylsiloxane terdapat dalam satu bentuk katridge
yang bercampur secara automatik.
Kesamaan konsistensi pasta dan sifat menipis dengan tarikan,
membuat bahan cetak vynilpolysiloxane cocok untuk digunakan dengan
alat otomatis ketika melakukan pengadukan dan pengambilan bahan.
Umumnya digunakan untuk bahan dengan kekentalan rendah dan sedang.
Alat ini punya keunggulan, dengan menggunakan alat mekanis tersebut
terdapat keseragaman dalam membagi dan mengaduk bahan, semakin
kecil kemungkinan masuknya udara ke dalam adukan, serta waktu
pengadukan menjadi lebih singkat. Jadi kemungkinan kontaminasi jadi
lebih sedikit.
Bahan cetak yang telah teraduk tersbeut dimasukkan langsung ke
dalam sendok cetak yang telah dilapisi adhesif atau pada gigi yang telah
direparasi bila ujung semprit telah terpasang
Seringkali perbedaan warna dari kedua pasta bagitu sedikit
sehingga sulit menenukan secara visual apakah banyaknya jumlah basis
dan katalis telah teraduk merata. Idak adanya perbedan warna juga
mempersulit upaya memastikan bahwa adukan telah homogen.
c) Waktu kerja dan pengerasan
Kebalikan dengan silikon kondensasi, lamanya pengerasan silikon
tambahan nampak ebih sensitif terhadap temperatur daripada polisulfid.
Waktu kerja dan pengerasan dapat diperpanjang smapai 100% dengan
penambahan retarder yang dipasok oleh masing-masing pabrik dan
dengan pendinginan alas pengaduk. Begitu bahan cetak dimasukkan ke
dalam mulut, bahan tersebut dengan cepat menghangat dan waktu
pengerasan tidak lebih panjang jika dibanding dengan retarder kimia.
Retarder tidak praktis dengan alat pengaduk otomatis.
d. Elastisitas
42

Bahan cetak vynil polysiloxane merupkan bahan bersifat elastik
paling ideal yang ada selama ini. Distorsi ketika mengeluarkan melalui
undercut umumnya tidak terjadi, karena bahan punya nilai regangan
dalam traikan terendah.
e. Kestabilan dimensi
Bahan cetak vynil polysiloxane adalah yang paling stabil
dimensinya. Tidak ada penguapan produk hasil reaksi samping yang
menyebabkan pengerutan bahan. Bahan yang mengeras secara klinis
hampir mengalami proses reaksi sempurna, sehingga sedikit sekali residu
polimerisasi yang menghasilkan perubahan dimensi. Perubahan dimensi
umumnya berasal dari pengerutan termal begitu bahan mendingin dari
temperatur mulut ke temperatur ruangan.
f. Biokompatibilitas
Bahan ini dapat ditolerir oleh jaringan hidup. Bahaya tertinggalnya
sebagian bahan selama mengeluarkan vetakan dapat dihindari dengan
penanganan bahan yang tepat dan pemeriksaan tepi cetakan secara
cermat untuk menjamin tidak ada daerah yang robek.

Anda mungkin juga menyukai