Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI ORAL

“Topognosis Gigi”

Disusun Oleh:
1. Alvita Hanun Apsari 021811133153
2. Talitha Syifa Nabila 021811133154
3. Priscilla Wibowo 021811133155
4. Yaffa Anita Chrisna 021811133156
5. Mohamad Denis Solikhin 021811133157
6. Bagus Aji Wibowo 021811133158
7. Laurensia Noven 021811133159
8. Raihan Nadia Utami 021811133160
9. Zhara Robyana 021811133161
10. Adiningsih 021811133162
11. Musdalifah Novita 021811133163
12. Shafira Aulia Nisa 021811133164
13. Prasetyaning Astrid 021811133165
14. Erine Tita Febrine 021811133166
15. Nur Laili Izzatul F 021811133167
16. Ng Chee Ling 021811133168
17. Wong Venus Zara 021811133169

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Airlangga

2019
DAFTAR ISI

Pendahuluan …………………………………………………………………….....2

Alat dan Bahan……………………….…………………...……………………..…3

Hasil Praktikum……………………….…………………...………………………3

Pertanyaan……………………….…………………...………………………….…4

Pembahasan……………………….…………………...……………………….…...6

Daftar Pustaka……………………………….………………………………….….8

1
1. PENDAHULUAN
Topognosis adalah kemampuan untuk menentukan lokasi suatu rangsangan. Kemampuan ini
melibatkan jalur sensorik somatic, mulai dari resepotor sensorik, saraf afferent, synaptic di medulla
spinalis, columda dorsalis, sampai pusat sensorik di korteks serebri.

Topognosis gigi adalah kemampuan untuk menentukan lokasi gigi yang diberi rangsangan.
Reseptor tekan dan raba pada gigi terletak pada periodontal ligamen. Tekanan dan sentuhan pada
gigi akan diteruskan menuju periodontal ligamen dan selanjutnya mengikuti lintasan sensorik
somatik lainnya.

Fenomena di klinik menunjukkan pasien sering salah menentukan lokasi gigi yang dirangsang.
Percobaan ini bertujuan untuk melihat kesalahan penentuan lokasi gigi yang diberi rangsangan.

2
2. Alat-alat Praktikum
1. Kaca mulut
2. Pinset
3. Burnisher
4. Nierbekken
5. Kapas dan alcohol

3. Hasil Praktikum
Percobaan
Regio posterior kiri atas Regio anterior atas Regio posterior kanan atas
M2 M1 P2 P1 C I2 I1 I1 I2 C P1 P2 M1 M2
X √ √ √ √ √ √ X

Benar = 66.7 % Benar = 66.7 %
Salah = 33.3 % Benar = 100 % Salah = 33.3 %
Salah = 0 %
Regio posterior kiri bawah Regio anterior bawab Regio posterior kanan bawah
M2 M1 P2 P1 C I2 I1 I1 I2 C P1 P2 M1 M2
X X √ √ √ X √ √

Benar = 66.7 % Benar = 66.7 %
Salah = 33.3 % Benar = 100 % Salah = 33.3 %
Salah = 0 %

Anterior : Benar = 100%


Salah = 0%

7
Posterior : Benar = 12 x 100 % = 58.3 %
5
Salah = 12 x 100 % = 41.7 %

3
4. PERTANYAAN
1. JELASKAN MENGAPA TERJADI KESALAHAN PENENTUAN LOKASI
RANGSANGAN GIGI BERDASARKAN PENDEKATAN ANATOMI DAN
FISIOLOGIS
Sering kali ketika menentukan lokasi rangsangan gigi terjadi kesalahan. Umumnya,
kesalahan lebih sering terjadi pada regio posterior. Hal ini dikarenakan secara anatomis,
gigi posterior memiliki kepekaan yang lebih rendah terhadap rangsangan karena jumlah
akar dan letak akarnya lebih berdekatan. Gigi posterior memiliki akar yang lebih kecil dan
lebih banyak, sedangkan gigi anterior memiliki akar tunggal dan lebih besar.Kesalahan
penentuan lokasi rangsangan gigi juga dikarenakan adanya gangguan sistem saraf sensorik.
Secara fisiologis, alur sematosensori yaitu:
Reseptor sensorik → saraf afferent → saraf simpatis di medula spinalis → columna dorsalis
→ pusat sensorik di korteks serebri
2. JELASKAN BEBERAPA FENOMENA DI KLINIK SEHUBUNGAN DENGAN
TOPOGNOSIS GIGI
Beberapa fenomena di klinik sehubungan dengan topognosis gigi diantaranya adalah
1. Tes perkusi
Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam pemeriksaan perkusi adalah : nyeri
terhadap pukulan (tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan nyaring/solid
metalic)
Tes ini dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat dan pelan dengan
menggunakan ujung jari, atau ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan ini
mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan penegakan diagnosa. Cara lain
untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah pukulannya
yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau horisontal-
bukolingual mahkota.
Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap tes perkusi vertikal-oklusal
menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh lesi karies. Gigi yang
memberikan respon nyeri terhadap perkusi horisontal-bukolingual menunjukkan
kelainan di periapikal yang disebabkan oleh kerusakan jaringan periodontal. Gigi yang
dipukul bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama pada regio sebelahnya.

4
2. Tes vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu
gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan,
yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.
a. Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin
pada gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal
 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil
klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Apabila
pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam
yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada
respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau
nekrosis pulpa.
 Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih.
Tes panas dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca
panas, compound panas, alat touch and heat dan instrumen yang dapat
menghantarkan panas dengan baik. Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika
diberi stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif
atau tidak merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital.
b. Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi.
Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul
rasa sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil
vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit.
c. Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau
tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller
hingga ke saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif
yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri
menandakan gigi masih vital.
d. Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan
listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya
menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Gigi dikatakan vital apabila terasa

5
kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes
elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat
melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat
karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak
atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis

5. PEMBAHASAN

Topognosis adalah kemampuan untuk mengetahui dan melokalisasi rangsangan taktil.


Pemeriksaan topognosis dilakukan dengan cara pasien tanpa melihat atau menutup mata,
kemudian rangsangan diberikan dan pasien harus dapat menebak pada titik mana ia diberi
stimulus (Foreman dan Croft, 2002. hal.144). Kemampuan ini melibatkan jalur sensorik
somatik, mulai dari reseptor sensorik, saraf afferent, sinaptik di medulla spinalis, columna
dorsalis, sampai pusat sensorik di korteks serebri. Reseptor tekan dan raba pada gigi terletak
pada periodontal ligamen. Tekanan dan sentuhan pada gigi akan diteruskan melalui
periodontal ligamen dan selanjutnya mengikuti lintasan sensorik somatik lainnya.

Sensibilitas merupakan sistem saraf sensorik yang disebut juga perasaan. Saraf sensorik
tepi akan menghantarkan beberapa impuls “aferen” untuk ditafsirkan oleh daerah sensorik
dalam kortek serebris sebagai sentuhan , rasa sakit, gatal, suhu, rasa panas dan dingin, yang
berasal dari struktur tepi. Sementara impuls “Aferen” lain timbul dari struktur yang lebih
dalam sebagai rasa sakit, tekanan , serta rasa gerakan dan kedudukan sendi dan otot dengan
demikian penapsiran perasaan ini tergantung pada rangsangan dari periferi yang dialirkan oleh
berbagai neuron, dan akhrnya mencapai stasiun penapsiran pusat dalam otak (Guyton dan
Hall, 617)

Sensibilitas/Sensasi somatik dibagi menjadi 4, yaitu : (Guyton dan Hall,


2010)

6
a. Superfisial (Exteroseptif)

Reseptornya berespons terhadap stimulus dari lingkungan eksternal, termasuk visual,


auditoar, dan taktil. Sensibilitas ini terdiri dari rasa nyeri (Nosiseptor), raba
(tangoseptor) dan suhu (thermoreseptor).

b. Dalam (Proprioseptif)

Reseptornya akan menerima informasi mengenai posisi bagian tubuh atau tubuh di
ruangan. Sensibilitas ini terdiri dari rasa gerak (kinetik), rasa sikap (statognesia) dari
otot persendian, rasa getar, rasa tekan dalam, rasa nyeri dalam (otot). Reseptornya
berupa mucle spindle, alat golgi pada tendon, dan alat paccini.

c. Visceral (Interoseptif)

Reseptornya akan mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan darah.


Reseptornya berupa ujung-ujung saraf bebas dari susunan saraf simpatis. Sedangkan
sistem sensibilitas khusus meliputi visual, auditif, penghidu dan pengecap. Sistem
sensorik somatik akan menerima informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan
proprioseptif.

d. Dalam

Merupakan sensasi yang berasal dari organ-organ dalam, seperti fascia, otot, dan
tulang. Sensasi ini terutama meliputi tekanan “dalam”, nyeri, dan getaran.

Munculnya kesalahan penentuan lokasi rangsangan gigi adalah karena adanya


gangguan sistem saraf sensorik. Penentuan seksama atas pola dan tipe sensasi yang
abnormal sering kali sangat membantu dalam menentukan lokasi yang dirangsang.

Reseptor tekan dan raba pada gigi terletak pada periodontal ligamen. Tekanan dan
sentuhan pada gigi akan diteruskan melalui periodontal ligamen dan selanjutnya mengikuti
lintasan sensorik somatik lainnya. Ketika gigi ditekan menggunakan pinset pada daerah
occlusal di mesial maka reseptor tekan dan raba gigi mulai bekerja menghantarkan sinyal
tersebut melalui serat- serat saraf yang memasuki kolumna dorsalis naik menuju medula
dorsalis tanpa terputus, dimana serat – serat ini akan bersinaps pada nuklei kolumna dorsalis (
nuklei grasilis dan nuklei kuneatus). Dari nuklei tesebut, neuron orde kedua akan segera

7
menyilang ke sisi batang otak yang berlawanan dan naik melalui lemnikus medialis ke
talamus. Di talamus, serabut lemnikus medialis berakhir pada daerah penyampaian ( relay)
sensorik talamus, dikenal sebagai kompleks ventrobasal. Dari kompleks ventrobasal ini, serat
–serat saraf orde ketiga berproyeksi terutama menuju girus postsentralis kortek serebri, yang
disebut area somatosensorik I, serat – serat saraf ini juga berproyeksi ke arah yang lebih kecil
pada korteks parietal lateralis yang disebut area somatosensorik II.

Dari praktikum yang telah dilakukan terdapat beberapa kesalahan penentuan lokasi
rangsangan oleh orang coba. Orang coba lebih sering salah menentukan lokasi gigi pada
rahang atas dibandingkan dengan rahang bawah. Orang coba lebih sering salah menentukan
lokasi gigi pada daerah posterior dibandingkan dengan anterior. Hal ini menunjukan bahwa
gigi anterior lebih tinggi kepekaannya terhadap respon dibandingkan dengan gigi posterior.

Munculnya kesalahan penentuan lokasi rangsangan gigi bisa saja disebabkan oleh saraf –
saraf yang menginervasi gigi satu dengan yang lain, contohnya seperti nervus alveolaris
superior media yang mempersarafi gigi premolar dan molar 1 rahang atas. Gigi premolar yang
diberi rangsangan tekanan, tetapi orang coba merasakan tekanan tersebut pada molar 1 rahang
atas karena hanya dilakukan 1 kali tekanan dan tidak keras bisa saja otak salah
menerjemahkan sinyal yang diberi sehingga orang coba salah menentukan letak gigi yang
diberi tekanan. Penurunan sensasi dan penyimpangan sensorik dapat menyebabkan gangguan
reseptor sensorik.

Contoh kasus pada klinik dengan kejadian serupa yaitu saat akan mengecek kelainan di
jaringan periodontal bisa dilakukan tes vitalitas, salah satunya yaitu tes perkusi. Tes perkusi
yaitu mengetuk gigi yang akan dilakukan perawatan dengan menggunakan ujung pegangan
instrumen. Apabila pasien merasakan nyeri maka dapat disimpulkan bahwa gigi pasien
tersebut masih vital. Namun terkadang terdapat kesalahan rasa oleh pasien untuk
menyebutkan apakah gigi tersebut nyeri atau tidak.

6. DAFTAR PUSTAKA

Foreman, S.M., Croft, A.C. 2002. Whiplash Injuries: The Cervical


Acceleration/Deceleration Syndrome. 3rd Ed. Baltimore, USA. Lippincott Williams &
Wilkins. hal.144)

8
Guyton A.C dan Hall J.E.2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Revisi Berwarna ke-
12. Diterjemahkan oleh: Ermita I. Ibrahim Ilyas. Singapore. Elsevier. PP 615, 617

Lumbantobing, Prof. DR. dr. Neurologi Klinik. FK UI.

Slide dr. Rusli Danu, Sp. S Neurolog USU.

Anda mungkin juga menyukai