Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik

: Semen Glass Ionomer

Grup

: B5

Tgl. Praktikum : 4 Desember 2012


Pembimbing

: Titien Hary Agustantiana, drg., M.Kes.

Penyusun:
1. M. Taufik Ari S.

021111085

2. Anastasia Audrey

021111086

3. Hillary Dessiree R.

021111087

4. M. Lutfi Wicaksono P.

021111088

5. Rizka Dwi Nur Vitria

021111089

6. Deby Febrina

021111090

1. Tujuan praktikum
a. Mahasiswa mampu memanipulasi semen Glass Ionomer dengan tepat dan
menggunakan alat yang benar.
b. Mahasiswa mampu membedakan setting time semen glass ionomer dengan
variasi rasio bubuk/cairan.
2. Alat dan Bahan
2.1 Bahan
a. Bubuk dan cairan glass ionomer tipe II
b. Vaselin
2.2 Alat
a. Pengaduk plastik
b. Paper pad
c. Celluloid strip
d. Plat kaca
e. Cetakan plastik ukuran diameter 10 mm, tebal 1 mm
f. Plastic filling instrument
g. Sonde
3. Cara kerja
a. Permukaan cetakan diulas vaselin, kemudian cetakan diletakkan di atas
celluloid strip yang telah diletakkan di atas plat kaca.

Gambar 3.1. Alat dan Bahan yang perlu disiapkan

Gambar 3.2. Cetakan yang telah diolesi vaselin dan di bawahnya telah
diberi celluloid strip diletakkan di atas kaca tipis.

b. Mengambil 1 sendok takar bubuk, letakkan di atas paper pad

Gambar 3.3. Pengambilan bubuk sebanyak 1 sendok takar yang


kemudian diletakkan di atas paper pad.
c. Kemudian cairan glass ionomer diteteskan sebanyak 1 tetes di atas
paper pad, dekat bubuk dengan cara botol dipegang secara vertikal,
dilihat apakah ada udara yang terjebak, jika tidak ada kemudian
ditekan perlahan hingga menetes.

Gambar 3.4. Meneteskan cairan Glass ionomer sebanyak 1 tetes diatas


paper pad.

d. Waktu awal pencampuran dicatat. Bubuk dibagi menjadi dua bagian.


Bagian pertama dicampur dengan cairan selama 10 detik, kemudian
ditambahkan bubuk bagian kedua dan diaduk kurang lebih selama 20
detik sampai homogen. Total waktu pencampuran adalah 30 detik

Gambar 3.5. Pencampuran bubuk dan cairan di atas paper pad.


e. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan dengan menggunakan plastic
filling instrument kemudian permukaan diratakan. Permukaan adonan
ditutup dengan celluloid strip. Waktu terus dijalankan.
f. Selanjutnya celluloid strip dilepas, permukaan semen glass ionomer di
tusuk sonde untuk memeriksa kekerasan permukaan semen dengan
interval waktu 5 detik sampai tidak berbekas. Waktu pengerasan
dicatat.
g. Pengukuran waktu setting time dimulai awal pencampuran hingga
semen setting.
h. Setelah mengeras, sampel dilepas dari cetakan.
i. Cara diatas diulangi dua kali percobaan dengan perbandingan rasio
bubuk dan cairan yang berbeda. Percobaan pertama dengan rasio
bubuk dengan 1 tetes cairan dan percobaan kedua dengan rasio 1

bubuk dengan 1 tetes cairan. Masing- masing rasio dicatat waktu


setting time dimulai awal pencampuran hingga semen setting.
4. Hasil Praktikum
Dalam praktikum ini, kami melakukan percobaan mengenai semen glass
ionomer tipe 2

yang biasa digunakan sebagai restorasi. Didapatkan hasil

sebagai berikut:
Rasio bubuk :
cairan

Jenis Adonan

Waktu

1:1

Normal

9 menit 10 detik
7 menit 40 detik

1,5 : 1

Kental

8 menit 20 detik
8 menit 15 detik

0,5 : 1

Encer

10 menit 15 detik
10 menit

5. Pembahasan
Glassionomer semen (GIC) adalah semen yang berbasis air, yang juga
dikenal sebagai glass-polyalkenoate semen (Mount, GJ 2001,p. 1). Material
glass ionomer terdiri dari bubuk dan cairan. Bubuk dalam bahan glass
ionomer ialah calcium aluminum fluorosilicate glass dengan ukuran partikel
sekitar 40 um untuk bahan filling, dan kurang dari 25 um untuk bahan luting.
Terdapat pula beberapa merk semen glass ionomer di pasaran yang dalam
bubuknya terkandung zinc oxide dan silver powder. (OBrien, 2002, p 255).
Sementara cairan pada glass ionomer terdiri dari 50% larutan asam
polyacrylic-itaconic atau polycarboxylic acid copolymer yang berisi sekitar
5% asam tartaric. Beberapa bahan lain juga berisi 10% sampai 20% tambahan
perak, silver alloy, atau stainless steel. Asam tartaric berfungsi untuk
meningkatkan working time dan memberikan sharp setting dengan
membentuk kompleks ion logam. Perbedaan dalam komposisi tiap merk glass
ionomer di pasaran mempengaruhi tingkat pengerasan dan sifatnya (OBrien,
2002, p. 255). Glass mengandung kadar fluoride yang signifikan, meskipun
tidak secara langsung terlibat dalam reaksi pengaturan, mungkin memiliki
efek pada kerentanan karies dari substansi gigi di sekitarnya (Mc cabe, 2008,
p.245).
4

Pada awalnya semen glass ionomer dimaksudkan hanya diaplikasikan


untuk pemulihan estetika anterior gigi dan digunakan dalam memulihkan gigi
dengan restorasi kelas III dan kelas V. Kemudian sehubungan dengan sifat
adhesifnya pada struktur gigi dan sifat pencegahan karies yang dimiliki
potensial dan baik, maka bahan glass ionomer telah diperluas penggunaannya
sebagai luting agent, perekat orthodontic braket, pit and fissure sealants,
liners dan basis, core buildups, serta intermediate restorations (Annusavice,
2003, p 471).
Jenis aplikasi dari material glass ionomer sangat berhubungan dengan
konsistensi dari semen nantinya. Adapun klasifikasi glass ionomer cement,
yakni :
1. Tipe I sebagai luting
2. Tipe II sebagai bahan restorasi untuk kasus abrasi dan erosi, restorasi
gigi sulung, dan restorasi karies kelas III dan V. Material restorasi glass
ionomer memiliki setting reaksi yang sama dengan luting tetapi
materinya lebih tebal, lebih kuat dengan ketebalan lapisan yang lebih
tinggi (Gladwin, 2009, p.98).
3. Tipe III sebagai bahan lining dan fissure sealant, untuk menutup fissure
oklusal dan lining di bawah tumpatan komposit yang disebut sandwich
technique.
Agar restorasi tahan lama dan prostesis tetap kuat, ada beberapa kondisi
yang harus dipenuhi, yaitu: (1) permukaan gigi yang disiapkan harus bersih
dan kering, (2) konsistensi campuran semen harus memungkinkan untuk dapat
melapisi seluruh permukaan yang bergelombang dan kedudukan prostesis, (3)
semen yang berlebih harus dikeluarkan dan diambil pada waktu yang tepat, (4)
permukaan harus selesai tanpa pengeringan yang berlebihan, dan (5)
perlindungan permukaan restorasi harus dipastikan untuk mencegah retak
atau disolusi. Kondisi-kondisi tersebut serupa untuk aplikasi luting, tetapi
tidak dibutuhkan finishing permukaan (annusavice, 2003, p.476).
Setting Reaksi
Setting reaksi semen glass ionomer melibatkan pembentukan garam
melalui reaksi gugus asam dengan kation yang dilepaskan dari permukaan

kaca. Reaksi dasar cross-linked garam polyalkenoate diilustrasikan pada


gambar berikut.

Gambar 5.1 struktur asam poliakrilat (a) dan ikatan silang melalui kalsium dan ion
aluminium (Mc cabe 2008, p.247)
Pada saat pencampuran antara bubuk dengan cairan, asam dari cairan
perlahan-lahan mendegradasi lapisan luar partikel glass dari bubuk dengan
melepaskan ion Ca2+ dan Al3+. Selama tahap awal setting, ion Ca2+ dilepaskan
lebih cepat sehingga dapat bereaksi dengan polyacid untuk membentuk produk
reaksi. Sementara itu, ion Al3+ dirilis lebih lambat dan baru terlibat dalam pada
tahap setting berikutnya, yang dimana sering disebut sebagai tahap reaksi
sekunder atau tahap kedua (Mc cabe 2008, pp.247-248).
Material glass ionomer yang telah setting terdiri dari inti-inti silicate glass
yang terikat pada matriks setelah beraksi saling silang dengan polyacid. Reaksi
kedua dari reaksi setting dimulai dengan melibatkan inkorporasi dari aluminium
dalam struktur matriks yang pada akhirnya menghasilkan dan menjadikan glass
ionomer memiliki sifat fisik yang lebih baik dan matang (Mc cabe 2008, pp.247248).

Gambar 5.2 diagram ilustrasi setting GIC (Mc cabe 2008, p. 248)
Asam tartaric memainkan peran penting dalam mengontrol karaterisktik
setting material glass ionomer. Zat ini membantu mendobrak lapisan permukaan
partikel-partikel silica glass, sehingga dengan cepat ion-ion aluminium dapat
dilepas. Ketika konsentrasi aluminium telah mencapai level tertentu, reaksi setting
tahap kedua berjalan dengan cepat (Mc cabe 2008, pp.247-248).
Asam tartarat ini membantu pembentukan kompleks antara ion polyacid
dan ion aluminium dengan mengatasi masalah halangan sterik yang mungkin
terjadi ketika ion aluminium berupaya untuk melakukan pembentukan garam
dengan tiga kelompok asam karboksilat. Oleh karena itu, banyak garam
aluminium mengikat dua gugus karboksilat dan satu kelompok tartarat.
Mekanisme ini didukung oleh fakta bahwa ada sangat sedikit terikat asam tartarat
tersisapada semen yang telah set (Mc cabe 2008, pp.247-248).
Pelepasan ion fluoride dari partikel glass membuat matriks glass ionomer
yang telah setting menjadi seperti penampung fluoride. Setelah setting sempurna,
matriks kemudian dapat melepaskan fluoride yang ada ke lingkungan sekitarnya
ataupun menyerapnya apabila terdapat konsentrasi fluoride yang tinggi (Mc cabe
2008, pp.247-248).
Faktor yang mempengaruhi setting time :
1. Temperatur
Sebuah lempengan kaca dingin dan kering dapat digunakan untuk
menghambat reaksi setting dan menambah working time (annusavice,
7

2003, p. 477).
2. Ukuran partikel powder
Ukuran maksimum partikel adalah 50 m untuk restoratif semen dan 15
m untuk luting agent (annusavie, 2003, p. 471)
3. Asam tartarat
Asam tartarat dapat memperpanjang working time, tetapi memperpendek
setting time (annusavice, 2003, p. 472).
4. Rasio powder : liquid
Analisa Hasil Praktikum
Pada praktikum ini, dilakukan percobaan dengan rasio bubuk:cairan
dibedakan menjadi tiga rasio yang berbeda yaitu rasio normal, kental, dan encer.
Pada setiap rasio dilakukan dua kali percobaan. Langkah manipulasinya sama,
namun pelaku percobaan berbeda. Dari 6 kali percobaan yang telah dilakukan,
diperhatikan setting time tiap percobaan.
Sebelumnya cetakan diulasi dengan vaselin terlebih dahulu, hal ini
dilakukan sebagai bahan separasi agar hasil cetakan nantinya mudah dilepas.
Bubuk dan cairan semen glass ionomer kemudian diletakkan diatas paper pad.
Pada percobaan ini glass slab tidak digunakan sebagai tempat mixing dikarenakan
glass ionomer dapat melekat erat pada permukaan kaca sehingga akan sulit untuk
diambil dan dibersihkan apabila telah setting (Ferracane, 2001). Papper pad cukup
untuk melakukan pencampuran. Glass slab yang dingin dan kering dapat
digunakan untuk memperlambat reaksi dan memperpanjang working time. Slab
tidak boleh digunakan jika suhunya dibawah dew point. Bubuk dan cairan tidak
boleh dikeluarkan ke slab sebelum prosedur pencampuran dimulai. Kontak yang
terlalu lama dengan atmosfer dapat mengubah rasio asam/air pada cairan
(Anusavice, 2009. Pp.477).
Setelah itu, bubuk dibagi menjadi 2 bagian, bagian pertama dicampur
dengan cairan selama 10 detik pertama, kemudian baru ditambahkan bagian
bubuk kedua dan diaduk selama 20 detik. Cara mengaduk yaitu bubuk dan cairan
diputar putar, kemudian dilipat lipat sampai homogen.
Pencampuran dilakukan dengan menggunakan agate spatula yang dimana
terbuat dari plastik, tidak menggunakan pengaduk yang terbuat dari logam.

Partikel dalam glass ionomer dapat bereaksi dengan pengaduk yang terbuat dari
logam, pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya metal abbrassion.
(Sherwood & Narayanan, 2010).
Hasil campuran kemudian dimasukkan ke dalam cetakan menggunakan
plastic filling instrument, ditutup dengan celluloid strip dan diratakan. Hasil
setting time yang didapat dari praktikum ini dihitung dari ketika awal
pencampuran bubuk-cairan hingga cetakan tidak menimbulkan goresan ketika
diuji dengan sonde.
Pada percobaan dengan rasio normal yang rasio bubuk dan cairannya
sesuai dengan anjuran pabrik, didapatkan setting time yang agak berbeda jauh dari
masing-masing operator yang melakukan. Pada operator pertama didapatkan
setting time selama 9 menit 10 detik, tetapi pada operator kedua didapatkan
setting time selama 7 menit 40 detik. Kedua percobaan yang menunjukkan
perbedaan setting time ini disebabkan oleh lama manipulasi dari operator dan
kesalahan dalam melihat waktu.
Pada percobaan dengan rasio kental yang rasio bubuknya ditambahkan
seperempat lebih banyak dari rasio normal dengan rasio cairan tetap, didapatkan
setting time yang tidak terlalu jauh perbedaan waktunya. Pada operator pertama
didapatkan setting time selama 8 menit 20 detik dan pada operator kedua
didapatkan setting time selama 8 menit 15 detik.
Pada percobaan dengan rasio encer yang rasio bubuknya dikurangi
seperempat dari rasio normal dengan rasio cairan tetap, didapatkan setting time
yang tidak jauh perbedaan waktunya. Pada operator pertama didapatkan setting
time selama 10 menit 15 detik dan pada operator kedua didapatkan setting time
selama 10 menit.
Dari seluruh percobaan diatas, hasil praktikum sesuai dengan teori yang
ada. Rasio bubuk dan cairan mempengaruhi setting time dari semen glass
ionomer. Semakin kental rasio bubuk dan cairan, maka setting time semakin cepat
dari patokan rasio normal. Begitu juga sebaliknya, semakin encer rasio bubuk dan
cairan maka setting time semen glass ionomer pun semakin lama dari patokan
rasio normal.
6. Kesimpulan

Semakin banyak perbandingan powder maka setting time semakin cepat


dibandingkan dengan setting time normal. Sedangkan apabila perbandingan
liquid semakin banyak, maka setting time menjadi lebih lama dibandingkan
dengan setting time normal.

7. Daftar Pustaka
Anusavice, KJ 2003, Science of Dental Materials. 11th ed., St.Louis, WB
Saunders, pp. 471, 472, 476, 477.
Ferracane, Jack L. 2001. Materials in Dentistry : Principles and Applications
2nd edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins.
Gladwin, M and Bagby, M 2009, Clinical Aspects of Dental Materials, 3rd
ed., Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, pp. 97-98.
McCabe. JF and Walls, AWG 2008, Applied Dental Material, 9th ed.,
Blackwell Publishing, Oxford, pp. 245, 247-248.
Mount, GJ 2001, An Atlas of Glass-Ionomer Cements, 2th ed., London,
Martin Dunitz, p.1.
OBrien, William J. 2002. Dental Materials and Their Selection 3rd edition.
Canada : Quintessence Publishing. P. 255
Sherwood, Anand & Narayanan, Lakshmi. 2010. Essentials of Operative
Dentistry. India : Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.

10

Anda mungkin juga menyukai