Anda di halaman 1dari 8

Manusia

termasuk

dalam

kelompok

hewan

homeotermis

yang

senantiasa

mempertahankan suhu internal tubuh dalam batas relatif konstan meskipun suhu lingkungan
berubah-ubah. Di dalam tubuh, panas diproduksi secara terus menerus akibat adanya aktivitas
metabolisme. Ketika penggunaan energi meningkat
penambahan panas.

karena aktivitas fisik maka terjadi

Demikian juga dengan perubahan yang sangat besar dari suhu lingkungan

sangat mempengaruhi suhu tubuh yang pada akhirnya, akan mempengaruhi sistem kerja enzim
yang bekerja pada suhu dengan kisaran yang relatif sempit. (Tamsuri, 2007)
Agar suhu tubuh tetap relatif konstan maka harus ada mekanisme untuk menjaga suhu
tubuh dalam batas-batas yang masih dapat diterima tanpa memperhatikan kondisi lingkungan.
Proses yang dikenal dengan termoregulasi. (Tamsuri, 2007)
Perolehan dan penghilangan panas melibatkan aktivitas berbagai sistem yang
dikoordinasi oleh pusat kehilangan panas (heat-loss centre) dan pusat perolehan panas (heatgain centre) pada area preoptik hipotalamus anterior. Apabila suhu di nukleus preoptik melebihi
set point maka pusat kehilangan panas dirangsang sehingga menghasilkan 3 pengaruh utama
yaitu:
1. Penghambatan pusat vasomotorik yang menyebabkan vasodilatasi peripheral dan
darah yang panas mengalir ke permukan tubuh. Kulit menjadi berwarna kemerahmerahan, suhu kulit meningkat dan peningkatan kehilangan panas melalui konduksi
dan konveksi.
2. Perangsangan saraf simpatis untuk meningkatkan sekresi kelenjar keringat seiring
dengan meningkatnya aliran darah ke kulit. Perspirasi mengalir melintasi permukaan
tubuh dan meningkatkan kehilangan panas melalui evaporasi. Apabila evaporasi
lengkap maka sekresi maksimal dapat memindahkan 2320 kal/jam.
3. Rangsangan terhadap pusat respirasi sehingga meningkatkan kedalaman respirasi.
Sering seseorang melakukan respirasi dengan mulut terbuka daripada melalui
hidung untuk meningkatkan evaporasi melalui paru-paru. (Tamsuri, 2007)

Hipotalamus adalah bagian yang sangat peka, yang merupakan pusat integrasi utama
untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh. Hipotalamus berfungsi sebagai
termostat tubuh, dengan menerima informasi dari berbagai bagian tubuh di kulit. Penyesuaian
dikoordinasi dengan sangat rumit dalam mekanisme penambahan dan pengurangan suhu sesuai

dengan keperluan untuk mengoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari nilai patokan normal.
Hipotalamus mampu berespon terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01C. (Sherwood, 2001)
Hipotalamus terus-menerus mendapat informasi mengenai suhu kulit dan suhu inti
melalui reseptor khusus yang peka terhadap suhu yang disebut termoreseptor (reseptor hangat,
dingin dan nyeri di perifer). Reseptor suhu sangat aktif selama perubahan temperatur. Sensasi
suhu primer diadaptasi dengan sangat cepat. Suhu inti dipantau oleh termoreseptor sentral yang
terletak di hipotalamus serta di susunan syaraf pusat dan organ abdomen. (Sherwood, 2001)
Di hipotalamus diketahui terdapat 2 pusat pengaturan suhu, yaitu di regio posterior dan
anteror. Regio posterior diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks yang
memperantarai produksi panas dan konservasi panas. Sedang, regio anterior yang diaktifkan oleh
rasa hangat, memicu refleks yang memperantarai pengurangan panas. (Sherwood, 2001)
Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ
tubuh yang saling berhubungan. Pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor
pengatur suhu, yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan
sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh. Dari kedua jenis
sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf pusat dan kemudian dikirim
ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke
jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima
kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah. (Sherwood, 2001)
Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan.
Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. dan modifikasi sistem
sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat
exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Manusia
menggunakan baju merupakan salah satu perilaku unik dalam termoregulasi. (Guyton, 2001)
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan
konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan
balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat
temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan
mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu tubuh inti telah melewati
batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap
tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37C. apabila suhu tubuh meningkat
lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme

untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan
pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap. (Guyton, 2001)
Tubuh kita dilengkapi berbagai sistem pengaturan canggih, termasuk pengaturan suhu
tubuh. Manusia memiliki pusat pengaturan suhu tubuh (termostat), terletak di bagian otak yang
disebut dengan hipotalamus. Pusat pengaturan suhu tubuh itu mematok suhu badan kita di satu
titik yang disebut set point. (Guyton, 2001)
Hipotalamus bertugas mempertahankan suhu tubuh agar senantiasa konstan, berkisar
pada suhu 37C. Itu sebabnya, di mana pun manusia berada, di kutub atau di padang pasir, suhu
tubuh harus selalu diupayakan stabil, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang mampu
beradaptasi. Termostat hipotalamus bekerja berdasarkan asupan dari ujung saraf dan suhu darah
yang beredar di tubuh. Di udara dingin hipotalamus akan membuat program agar tubuh tidak
kedinginan, dengan menaikkan set point alias menaikkan suhu tubuh. Caranya dengan
mengerutkan pembuluh darah, badan menggigil dan tampak pucat. (Guyton, 2001)
Sedangkan di udara panas, hipotalamus tentu saja harus menurunkan suhu tubuh untuk
mencegah heatstroke. Caranya dengan mengeluarkan panas melalui penguapan. Pembuluh darah
melebar, pernapasan pun menjadi lebih cepat. Karena itu, pada saat kepanasan, selain
berkeringat, kulit kita juga tampak kemerahan (flushing). (Guyton, 2001)
Produksi panas merupakan suatu fungsi metabolisme energi. Dalam keadaan istirahat
kira-kira 56% dari panas basal dihasilkan oleh organ-organ dalam dan hanya kira-kira18% yang
dihasilkan oleh otot dan kulit. Pada waktu pengerahan tenaga, terjadi peningkatan produksi
panas akibat peningkatan aktivitas otot sebanyak 90%. Agar suhu tubuh tetap konstan, panas
harus dihilangkan ke lingkungan dengan laju yang sama dengan yang dihasilkan. Kegagalan
mengontrol suhu tubuh dapat menyebabkan serangkaian perubahan fisiologis. Sebagai contoh,
suhu tubuh di bawah 360C atau di atas 400C dapat menyebabkan disorientasi, sedangkan suhu di
atas 420C menyebabkan sawan dan kerusakan sel yang permanen. Oleh karena itu, ketika kondisi
lingkungan meningkat di atas atau turun di bawah ideal tubuh harus mengontrol perolehan
atau pembuangan panas untuk mempertahankan homeostasis. (Ganong, 2000)
Mekanisme menghilangkan panas pada umumnya adalah pengaturan fisika oleh karena
melibatkan kerja fisik sedangkan mekanisme perolehan panas banyak melibatkan mekanisme
kimiawi. Pertukaran energi panas antara hewan dan lingkungan tergantung pada nutrisi,
metabolisme dan mekanisme fisika. (Ganong, 2000)
Mekanisme Pertukaran panas

Pertukaran panas dengan lingkungan meliputi 4 proses (Gambar 1) yaitu:

Radiasi: Apabila kita merasakan panas matahari maka itu adalah karena radiasi
sinar matahari.

Radiasi (elektromagnetik) dipancarkan dari permukaan yang

suhunya lebih tinggi dan diabsorbsi oleh bagian lain yang suhunya lebih rendah.
Perbedaan suhu yang cukup besar menyebabkan banyak panas yang hilang melalui
radiasi. (Martini, 2009)
Panas tubuh kita juga hilang dengan cara yang sama meskipun dalam jumlah yang
kecil. Lebih dari 50% panas yang hilang dalam ruangan diakibatkan oleh radiasi dan jumlah
sesungguhnya bervariasi sesuai dengan suhu tubuh dan suhu kulit

Konduksi : Merupakan perpindahan langsung energi melalui kontak fisik. Sebagai


contoh ketika kita duduk di kursi plastik yang dingin maka panas yang berasal dari
tubuh kita dipindahkan ke kursi sampai akhirnya terjadi keseimbangan.

Konveksi : Merupakan hasil kehilangan panas secara konduksi ke udara yang


melapisi permukaan tubuh. Udara panas timbul oleh karena lebih ringan dari udara
dingin. Seiring tubuh kita memindahkan panas ke udara berikutnya maka udara
panas bergerak menjauh dari permukaan kulit. Udara dingin yang menggantikannya,
pada akhirnya menjadi panas dan pola ini terjadi berulang-ulang. Jumlah konveksi
kira-kira 15% dari panas tubuh yang hilang dalam ruangan.

Evaporasi : Evaporasi merupakan perubahan dari fase cair ke uap air. Evaporasi
memerlukan energi dalam jumlah yang besar, kira-kira 0.58 kal per gram air yang
dievaporasikan. Oleh karena itu, maka mekanisme ini digunakan oleh hewan
homeotermis/manusia untuk mendinginkan tubuhnya. Evaporasi juga berlangsung di
permukaan respitatoris dan organ-organ lain termasuk kulit. Laju evaporasi yang
berlangsung di kulit sangat bervariasi. (Martini, 2009)
Setiap jam kira-kira 20-25 ml air melintasi epithelium dan dievaporasikan

melalui permukaan alveolar dan permukaan kulit. Kehilangan air insensibel ini relatif
konstan. Pada saat istirahat, jumlahnya kira-kira 20% dari rata-rata kehilangan panas
tubuh dalam ruangan. Kelenjar keringat bertanggung jawab terhadap perspirasi sensibel
yang mencapai kira-kira 2 4 L per jam dalam keadaan aktivitas yang hebat. Evaporasi
berlangsung hanya apabila udara tidak jenuh dengan uap air. (Martini, 2009)
Mekanisme penghilangan panas

Perolehan dan penghilangan panas melibatkan aktivitas berbagai sistem yang


dikoordinasi oleh pusat kehilangan panas (heat-loss centre) dan pusat perolehan panas (heatgain centre) pada area preoptik hipotalamus anterior. Apabila suhu di nukleus preoptik melebihi
set point maka pusat kehilangan panas dirangsang sehingga menghasilkan 3 pengaruh utama
yaitu:
1. Penghambatan pusat vasomotorik yang menyebabkan vasodilatasi peripheral dan darah
yang panas mengalir ke permukan tubuh. Kulit menjadi berwarna kemerah-merahan,
suhu kulit meningkat dan peningkatan kehilangan panas melalui konduksi dan konveksi.
2. Perangsangan saraf simpatis untuk meningkatkan sekresi kelenjar keringat seiring dengan
meningkatnya aliran darah ke kulit. Perspirasi mengalir melintasi permukaan tubuh dan
meningkatkan kehilangan panas melalui evaporasi. Apabila evaporasi lengkap maka
sekresi maksimal dapat memindahkan 2320 kal/jam.
3. Rangsangan terhadap pusat respirasi sehingga meningkatkan kedalaman respirasi. Sering
seseorang melakukan respirasi dengan mulut terbuka daripada melalui hidung untuk
meningkatkan evaporasi melalui paru paru. (Martini, 2009)
Mekanisme perolehan panas
Fungsi pusat perolehan panas di otak adalah untuk mencegah hipotermia atau suhu tubuh
turun di bawah normal. Apabila suhu pada nukleus preoptik turun di bawah tingkat yang dapat
diterima maka pusat kehilangan panas di hambat dan pusat perolehan panas diaktifkan.
(Ganong, 2000)
Mekanisme untuk memperoleh panas dapat dibagi dalam 2 kategori besar yaitu:

Shivering thermogenesis.
Pada shivering thermogenesis terjadi peningkatan secara perlahan-lahan tonus otot
sehingga meningkatkan konsumsi energi otot skelet di seluruh bagian tubuh. Dengan
demikian, lebih banyak energi yang dikonsumsi dan pada akhirnya lebih banyak panas
yang dihasilkan. Derajat stimulasi bervariasi sesuai kebutuhan. Apabila pusat pengaturan
perolehan panas sangat aktif, tonus otot meningkat sampai pada titik dimana rangsangan
reseptor renggang menghasilkan kontraksi yang singkat. Dengan kata lain kita mulai
menggigil. Menggigil meningkatkan kerja otot dan selanjutnya meningkatkan konsumsi
oksigen dan energi. Panas yang dihasilkan menghangatkan pembuluh darah bagian

dalam yang kemudian darah dialirkan ke pusat vasomotorik simpatis. Menggigil sangat
efektif dalam meingkatkan suhu tubuh dimana laju perolehan panas dapat mencapai
400%. (Ganong, 2000)

Nonshivering thermogenesis
Proses ini melibatkan pelepasan hormon untuk meningkatkan aktivitas metabolisme di
semua jaringan.
1. Epineprin: Pusat perolehan panas merangsang kelenjar suprarenalis melalui
cabang simpatis sistem saraf otonomi sehingga melepaskan epineprin. Epineprin
meningkatkan laju glikogenolisis di hati dan otot skelet dan laju metabolisme di
banyak jaringan
2. Tiroksin: Nukleus preoptik mengatur produksi thyrotropin releasing hormone
(TRH) oleh hipotalamus. Pada anak-anak ketika suhu tubuh di bawah normal,
TRH dilepaskan merangsang pelepasan thyroid stimulating hormone oleh
adenohipofisis.

Kelenjar

tiroid

menanggapi

pelepasan

TRH

dengan

meningkatkan sekresi tiroksin. Tiroksin tidak saja meningkatkan laju katabolisme


karbohidtrat tetapi juga semua laju katabolisme nutrient lainnya. Pengaruh ini
berkembang secara perlahan-lahan setelah periode beberapa hari sampai dalam
minggu. (Ganong, 2000)
Hubungan suhu lingkungan dengan produksi panas pada homeotermis
Beberapa ciri termogenesis pada hewan homeotermis termasuk manusia diilustrasikan
pada Gambar 2. Batas atas dan bawah suhu kritis merupakan zona homeotermia (zona of
homeothermy), merupakan suhu inti yang dapat dipertahankan pada tingkat normal. Pada zona
suhu netral (zona of thermal neutrality) suhu lingkungan tidak menyebabkan adanya aktivitas
fisik maupun kimiawi untuk mengatur produksi panas dan menghilangkan panas. (Ganong,
2000)
Ketika suhu lingkungan turun di bawah zona netral, maka mekanisme kimiawi
merupakan satu-satunya yang digunakan untuk mengatur suhu tubuh. Zona ini dikenal dengan
zona pengaturan suhu kimiawi (zona of chemical thermoregulation).

Rendahnya suhu

lingkungan pada zona ini mengakibatkan terjadinya peningkatan termogenesis. Pada suhu kritis
terendah (lower critical temperature) kehilangan panas semakin besar melebihi panas yang
dihasilkan melalui termogenesis, suhu tubuh turun menjadi rendah dan hewan memasuki zona

hipotermia (zona hypothermia). Apabila suhu lingkungan dipertahankan mencapai suhu letal
terendah maka hewan akan mati. (Martini, 2009)
Pada suhu di atas kisaran suhu netral terdapat zona dimana hewan berhasil mengatasi
bahaya kelebihan panas melalui pengaturan fisik, panting atau berkeringat. Zona ini dikenal
dengan zona termoregulasi fisik (zona of physical thermoregulation). .Pada suhu kritis atas
(Upper critical temperature) produksi panas kembali meningkat seiring dengan peningkatan
suhu lingkungan. Suhu tubuh mulai meningkat akibat mekanisme kehilangan panas tidak dapat
mengimbangi perolehan panas. Zone ini merupakan zona hipertermia (zona of hyperthermia),
Akhirnya, hewan memasuki suhu letal atas (Zona of upper lethal temperature.) dimana suhu
tubuh meningkat dan terjadi kematian. Suhu letal atas dan bawah sangat tergantung pada jenis
hewan, lamanya terpapar pada suhu ambient tertinggi atau terendah efektivitas mekanisme
perolehan atau kehilangan panas dan faktor-faktor lainnya. (Martini, 2009)
Lintasan termoregulasi
Pusat pengaturan suhu menerima informasi dari 2 set reseptor suhu yaitu di kulit dan di
hipotalamus. Dalam keadaan normal, set point suhu tubuh kira-kira 370C. Apabila suhu tubuh
meningkat di atas 37.20 C maka target aktivitas di pusat pengaturan suhu ada 2 efektor yaitu: 1)
jaringan otot di pembuluh darah yang mensuplai darah kulit, dan 2) kelenjar keringat. Jaringan
otot mengalami relaksasi, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga meningkatkan aliran
darah yang melalui pembuluh darah dekat

permukaan tubuh dan

kelenjar keringat

meningkatkan sekresinya. Kulit kemudian bekerja sebagai radiator dengan menghilangkan


panas ke lingkungan dan proses evaporasi kelenjar keringat sehingga suhu tubuh kembali
menjadi normal. Suhu di hipotalamus menurun dan pusat termoregulasi menjadi kurang aktif.
Aliran darah dan aktivitas kelenjar keringat kembali normal seperti sebelumnya. Pada saat suhu
lingkungan yang tinggi atau selama periode latihan, pembuluh darah dikulit mengalami dilatasi
dan aliran darah ke daerah periferi meningkat, mengakibatkan kehilangan panas yang lebih
banyak. (Martini, 2009)
Kelejar keringat dipersarafi oleh saraf kolinergik simpatis. Keseluruhan kontrol
berkeringat di bawah pengaturan hipotalamus. Pusat ini dirangsang oleh aktivitas impuls saraf
afferent dari reseptor panas di kulit dan juga secara langsung melalui informasi dari suhu darah
yang melintasi hipotalamus.

Berkeringat sangat tergantung pada kelembaban dan suhu

lingkungan. Pada manusia, kelenjar keringat pada telapak tangan dan telapak kaki dikontrol
terutama oleh emosi di bawah pengaturan korteks serebral. (Campbell, 2004)

Aktivitas vasomotorik (vasokontriksi dan vasodilatasi arteriol) digunakan untuk


mengarahkan darah ke berbagai area tubuh. Aktivitas vasomotorik arteriol di kulit menentukan
jumlah darah yang melintasi kulit dan oleh karena itu menentukan jumlah panas yang dapat
dipindahkan dari darah ke lingkungan. Peningkatan aliran darah ke kulit juga mengakibatkan
tersedianya air dalam jumlah yang besar untuk dievaporaskan oleh kulit setelah didifusikan atau
disekresikan oleh kelenjar keringat. Adapun pengaturan aktivitas vasomotorik di pembuluh
darah dikonrol oleh hipotalamus. (Campbell, 2004)
Bila suhu tubuh turun di bawah normal, pengeluaran panas dikurangi dan produksi panas
ditingkatkan. Selama kondisi dingin pembuluh darah di kulit mengalami konstriksi dan oleh
karena itu mengurangi aliran darah dan kehilangan panas melalui kulit. Stimulus untuk aktivitas
vasomotorik terjadi melalui impuls sensorik yang dihasilkan oleh reseptor dingin atau stimulus
langsung yang berasal dari darah yang melintasi hipotalamus. (Campbell, 2004)

DAFTAR PUSTAKA
Tamsuri, Anas. 2007. Tanda-Tanda Vita Suhu Tubuh. Jakarta : EGC
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell. 2004. Biologi. 5th ed. Alih bahasa : Wasmen
Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Martini, F.H. and J. L. Nath. 2009. Fundamental of Anatomy and Physiology. Pearson
International. USA.
Sherwood, 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi Kedua, Alih Brahm Upendit,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Ganong, W. F., 2000. Fisiologi Kedokteran, terjemahan Adrianto, P., Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih bahasa: Setiawan, I.
dan Santoso, A., Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai