Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KASUS BEDAH MULUT

ODONTEKTOMI GIGI 38

Oleh :

Denni Kartika Nurmadyastuti


180160100111008

Pembimbing :
drg. Zefry Zainal A, Sp.BM, M.Ked.Klin

DEPARTEMEN BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
TINJAUAN PUSTAKA

1. IMPAKSI
1.1 DEFINISI
Gigi impaksi merupakan gigi yang erupsi sebagian atau tidak dapat
erupsi oleh karena terhalang oleh gigi, tulang atau jaringan lunak yang ada
disekitarnya. Hal ini memerlukan penanganan medis khusus. Gigi impaksi
sering terjadi pada gigi molar ketiga (M3) bawah, gigi M3 atas, gigi
kaninus atas dan insisivus kedua, dapat juga terjadi pada kaninus
bawah dan premolar atas dan bawah.
1.2 ETIOLOGI
Etiologi gigi impaksi dapat diakibatkan baik secara sistemik maupun
lokal. Penyebab secara sistemik baik pada masa prenatal maupun postnatal.
Pada masa prenatal yaitu hereditary syndrome dan miscegenation. Etiologi
postnatal seperti; rickets, anemia, syphilis, tuberculosis dan endocrine
deficiencies. Etiologi penyebab gangguan pertumbuhan yaitu oxycephaly,
cleidocranial dysplasia, achondroplasia, progeria, cleft palate. Kemudian
etiologi pengaruh lokal adalah persistensi gigi sulung, malposisi benih gigi,
defisiensi lengkung rahang, gigi supernumerari, tumor odontogenik, lokasi
erupsi yang abnormal, inflamasi kronis, bone necrosis disease, prematur
ekstraksi dan tekanan dari gigi sebelahnya.

1.3 KLASIFIKASI

Menurut Winter (1926)


· vertikal · Horizontal
· Inverted · Unusual
· Mesioangular · Distoangular
· Buccoangular · Linguoangular
Menurut Pell & Gregory (1933)
* Berdasarkan ruang antara ramus dan sisi distal M2 : 
1. Klas I  ruang cukup
2. Klas II  ruang cukup dan sempit
3. Klas III  tdk ada ruang/M3 dalam ramus mandibula.
* Berdasarkan relasi antara ramus mandibula dan molar kedua meliputi :
1. Posisi A  bagian tertinggi dari gigi terletak lebih tinggi atau sejajar
dengan garis oklusal gigi M2.
2. Posisi B  bagian tertinggi dari gigi terletak diantara garis oklusal dan
garis servikal gigi M2.
3. Posisi C  bagian tertinggi dari gigi terletak dibawah servikal line gigi M2

Gambar 1 Klasifikasi berdasarkan angulasi gigi Impaksi mesioangular, horizontal,


distoangular dan vertical
Gambar 2. Klasifikasi Pell dan Gregory I, II dan III yaitu berdasarkan perbandingan
ukuran mesio-distal M3 bawah dengan ruang yang tersedia dari distal M2 sampai
ramus asenden mandibula.

1.4 INDIKASI KONTRA INDIKASI


INDIKASI
1. Perikoronitis, abses
2. Karies pada molar ketiga
3. Resoprsi gigi tetangga
4. Penyakit sistemik terkontrol (Dm, hipertensi)
5. Penyakit kelainan darah terkontrol (hemophilia) : rujukan + pediatric
KONTRAINDIKASI
1. Penyakit jantung akut
2. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol

2. Odontektomi
2.1 Definisi Odontektomi
Odontektomi dapat didefinisikan sebagai prosedur pencabutan atau
ekstraksi gigi. Ekstraksi gigi dapat dikatakan sebagai prosedur bedah mulut
yang paling sering dilakukan dan dapat menjadi salah satu prosedur yang
paling sederhana sekaligus paling menantang secara teknis. Prosedur
ekstraksi gigi dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap status
kesehatan mulut pasien. Tindakan pencabutan gigi juga memiliki dampak
psikologis terhadap pasien, baik yang disebabkan karena pasien akan
kehilangan giginya maupun asosiasi atau pemahaman pasien terhadap
prosedur tersebut
Sumber lain menyebutkan odontektomi adalah prosedur pencabutan
gigi impaksi. Gigi molar impaksi merupakan gangguan perkembangan gigi
yang disebabkan oleh obstruksi di jalur erupsi atau posisi gigi itu sendiri
dalam rongga mulut. Gigi yang paling umum mengalami impaksi adalah gigi
molar ketiga maksila dan mandibula, diikuti oleh gigi taring (canines) maksila
dan premolar mandibula. Molar ketiga paling sering mengalami impaksi oleh
karena merupakan gigi yang terakhir erupsi, sehingga sangat dimungkinkan
tidak tersedianya cukup ruang untuk tumbuh

2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Odontektomi


Salah satu prinsip umum dalam kedokteran gigi modern adalah
seluruh gigi sebaiknya dirawat dan dipertahankan agar tetap di dalam
rongga mulut selama mungkin, sepanjang masih memenuhi kriteria
fungsional maupun estetika. Namun, terkadang tidak dapat terhindarkan
perlunya pencabutan gigi karena berbagai alasan. National Institute of
Health (NIH) pada tahun 1979 mengeluarkan sebuah guideline mengenai
manajemen pasien dengan impaksi gigi molar ketiga.26 Guideline ini belum
mencakup mengenai manajemen gigi molar ketiga impaksi yang asimtomatik
dikarenakan belum tercapainya kesepakatan antar peneliti. Pada tahun
2000, Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN) dan National
Institute for Clinical Excellence (NICE)29 menetapkan guideline atau
pedoman terbaru untuk pencabutan gigi molar ketiga yang menjadi landasan
dalam praktek klinis saat ini. Guideline tersebut meninjau mengenai indikasi
pencabutan gigi molar ketiga dengan tujuan untuk memastikan bahwa hanya
pasien dengan gejala klinis yang mendapat perawatan medis. Menurut
Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), pencabutan gigi molar
ketiga impaksi disarankan pada:
1. Pasien yang sedang atau pernah mengalami infeksi yang berhubungan
dengan gigi molar ketiga impaksi.
2. Pasien yang memiliki faktor predisposisi impaksi gigi dengan pekerjaan
yang tidak memberikan tunjangan perawatan gigi.
3. Pasien dengan kondisi medis dimana resiko apabila gigi dipertahankan
akan lebih mengancam kesehatan dibandingkan dengan komplikasi yang
mungkin terjadi akibat tindakan pencabutan (misal, pasien yang akan
menjalani radioterapi atau operasi jantung).
4. Pasien yang akan menjalani prosedur transplantasi gigi, bedah ortognatik,
atau prosedur bedah lokal yang bekaitan.
5. Kasus dimana pemberian anestesi umum pada tindakan pencabutan
setidakya satu gigi molar ketiga, perlu dipertimbangkan dilakukannya
pencabutan gigi pada sisi kontralateral. Hal ini dilakukan apabila resiko
mempertahankan gigi dan pemberian anestesi umum selanjutnya melebihi
resiko komplikasi saat tindakan.
Namun dalam kondisi tertentu, ekstraksi gigi molar ketiga sebaiknya tidak
dilakukan, antara lain pada :
1. Pasien yang gigi molar ketiganya diperkirakan akan erupsi secara normal
dan dapat berfungsi dengan baik.
2. Pasien dengan riwayat medis yang menyebabkan tindakan pencabutan
terlalu beresiko (unacceptable risk) terhadap kesehatan umum pasien atau
dimana resiko tindakan lebih besar dibanding manfaatnya.
3. Pasien dengan gigi molar ketiga impaksi yang dalam dengan tidak adanya
riwayat atau bukti adanya penyakit lokal maupun sistemik terkait.
4. Pasien dimana resiko terjadinya komplikasi tindakan operasi dinilai terlalu
tinggi, atau dimana terdapat kemungkinan terjadinya fraktur pada kasus
atrofi mandibula.
5. Pada ekstraksi bedah gigi molar ketiga yang dilakukan dengan anestesi
lokal, pencabutan secara simultan gigi kontralateralnya hendaknya tidak
dilakukan.

2.3 Instrumen dan Prosedur Odontektomi


Beberapa instrumen yang digunakan dalam tindakan bedah
pencabutan gigi molar ketiga dapat dilihat pada Gambar 1. Prosedur
pencabutan gigi molar ketiga dapat bervariasi pada tiap tindakan. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan kondisi tiap pasien, termasuk tipe impaksi dan
anatomi jaringan sekitar, misalnya letak nervus alveolaris inferior dan nervus
lingualis

Gambar 1. Instrumen yang digunakan dalam prosedur ekstraksi bedah gigi


molar ketiga impaksi
Alat dan bahan yang diperlukan :
1) Anesthetic syringe, needles, and cartridges 12) Crane pick
2) Mouth prop 13) Angular elevator
3) Tissue retractor 14) Root tip picks
4) Austin tissue retractor 15) Surgical curette
5) Surgical bur 16) Molt curette
6) Hemostat 17) Bone file
7) Surgical aspirating tip 18) Tissue scissor
8) Mouth mirror 19) Extraction forceps
9) Cotton pliers 20) Needle holder
10) Periosteal elevator 21) Scalpel(s)
11) Straight elevator 22) Suture

Prosedur pembedahan ekstraksi gigi impaksi antara lain :


1) Aseptik dan isolasi
2) Sedasi/anestesi lokal + anestesi lokal/umum
3) Insisi--desain flap
4) Memunculkan flap mucoperiosteal
5) Menghilangkan tulang sekitar
6) Pemotongan (pembelahan) gigi
7) Pengangkatan gigi
8) Ekstraksi gigi
9) Pembersihan dan penghalusan tulang sekitar
10) Kontrol perdarahan
11) Menutup (menjahit) luka
12) Pengobatan—antibiotik, analgesik, dan lain-lain
13) Follow up

3. INSISI FLAP
1. Insisi Marginal
Insisi flap paling sederhana yang sering digunakan dalam ilmu
bedah mulut. Bentuknya berupa garis lurus yang ditarik pada
sepanjang gingival margin bagian bukal/labial atau lingual/palatal.
Memotong serabut periodontal dan papilla interdental. Syarat utama
untuk jenis insisi marginal ini adalah gingival dan periodontal dalam
keadaan sehat.

2. Insisi Angular
Insisi angular atau sayatan bersudut adalah insisi marginal
yang dikombinasikan dengan insisi oblique/sayatan miring. Sayatan
miring dapat dibuat di sisi mesial atau distal sesuai keperluan, yang
dimulai dari ujung insisi marginal menuju kea rah forniks
(mukobukal/labial fold), membentuk sudut ±120° dengan insisi
marginal. Flap angular sering digunakan untuk odontektomi gigi molar
bungsu rahang bawah. Flap angular hanya dilakukan pada bagian
bukal atau labial. Flap ini kontraindikasi dilakukan pada bagian lingual
atau palatal, karena resiko terpotongnya arteri, vena, dan syaraf
penting lainnya.
3. Insisi Trapezoid
Insisi trapezoid adalah insisi marginal yang dikombinasikan
dengan dua insisi oblique pada kedua ujungnya. Insisi ini sering
digunakan pada bagian anterior maksila dan mandibula, seperti pada
ekstirpasi kista, apikoektomi, apeksreseksi, odontektomi gigi premolar,
caninus, insisivus dan gigi supernumerary.
4. CASE MANAGEMENT
4.1 DATA DEMOGRAFIS PASIEN
Nama Pasien (inisial) : KY
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Alamat : Jl. Joyo Raharjo Gg. VI

S : Pasien laki-laki usia 22 tahun datang dengan rujukan dari RSI Unisma
dengan keluhan gigi belakang kiri bawahnya tumbuh miring dan berlubang.
Gigi tersebut terasa sakit ± 2 minggu yang lalu. Gigi tersebut sudah dirawat
oleh dokter gigi sebelumnya, dan saat ini dalam kondisi ditambal sementara.
Pasien mengaku tadi malam minum obat asam mefenamat karena giginya
terasa sakit. Saat ini pasien tidak mengeluhkan sakit dan ingin direncanakan
untuk dilakukan pencabutan gigi belakang kiri bawahnya.

O : Vital Sign
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 74 kali/menit
Pernafasan : 22 kali/menit
Ekstra Oral
Inspeksi : Palpasi :
Oedem (-) Nyeri tekan (-)
Hiperemi (-)

Foto ekstra oral pre odontektomi


Intra Oral
- Inspeksi :
Terdapat gigi 38 erupsi sebagian dengan mahkota distal yang tertutupi
gingiva dan tumpatan sementara pada bagian oklusal
Oedem (-) Hiperemi (-)
Debris (+) Kalkulus (-)

- Palpasi :
Nyeri tekan (+)

Foto intraoral pre odontektomi


Foto Panoramik

A : Impaksi sebagian gigi 38 kelas IIA horizontal disertai periodontitis apikalis


kronis
P : Odontektomi gigi 38

Tahapan:
1. Persiapan alat dan bahan dan ruang operasi.
2. Persiapan pasien (SOAP pasien, pengisian lembar inform consent) dan
operator (memakai sandal OK, celana OK, baju OK, masker, headcap,
mencuci tangan dan memakai handscoon).
3. Tindakan asepsis IO dan EO pada daerah kerja, dilakukan dengan gerakan
memutar dari arah dalam ke luar searah jarum jam. IO=povidon iodine 10%
pada seluruh rongga mulut. EO=alkohol 70% sebesar lubang duk.
4. Pemasangan duk pada pasien.
5. Anestesi menggunakan pehacain 2 ml dengan menggunakan teknik blok
mandibula dan infiltrasi bukal, kemudian dilakukan pemeriksaan anestesi
6. Insisi membentuk flap mukoperiosteal, flap marginal, dan flap angular
7. Pemisahan jaringan gingiva dengan tulang alveolar menggunakan
rasparatorium.
8. Pengurangan retensi tulang alveolar dengan bur tulang pada bagian bukal
dan distal
9. Irigasi NS.
10. Split gigi 38 menjadi 4 bagian , dilanjutkan dengan ekstraksi fragmen gigi
38
11. Kuretase pada soket, evaluasi tidak ada sisa gigi yang tertinggal.
12. Irigasi kembali dengan NS dan kontrol perdarahan dengan tampon.
13. Menutup luka dengan penjahitan dengan jahitan simple interrupted
menggunakan benang silk 3.0 sebanyak 2 jahitan.
14. Instruksi post operasi
 Mengigit tampon ± 1jam / hingga pendarahan berhenti
 Hindari memainkan lidah pada daerah bekas operasi
 Hindari makan dan minum panas dahulu selama 2 hari
 Berkumur pelan/tidak banyak berkumur
 Tidak menghisap-hisap di area bekas operasi
 Meminum obat sesuai anjuran
 Jika ada keluhan hubungi operator
 Kontrol H+1, H+3, H+7
15. Pemberian resep
R/ Amoxicilin 500 mg tab no XV
S 3 dd tab I pc (habiskan)
R/ Asam mefenamat 500 mg tab no X
S 3 dd tab I pc. Prn.
DOKUMENTASI

Gambar 2. Aplikasi antiseptik pada intraoral


Gambar 1. Alat dan Bahan

Gambar 4. Anestesi Blok mandibula


Gambar 3. Aplikasi antiseptik pada ekstraoral

Gambar 5. Anestesi Infiltrasi pada Muccobukal Fold


Gambar 6. Insisi flap marginal dan angular
gigi 38
Gambar 8. Pengurangan Tulang dengan bur
Gambar 7. Pemisahan gingiva dengan tulang
tulang
menggunakan Rasparatorium

Gambar 9. Split gigi 38 menjadi 4 bagian ,


dilanjutkan dengan ekstraksi fragmen gigi 38
Gambar 10. Kuretase pada soket

Gambar 11. Suturing


Gambar 12. suturing dengan 2 jahitan
Gambar 13. Gigi 38

EVALUASI PASCA TINDAKAN


 Kontrol H+1 post odontektomi gigi 38
S : Pasien laki-laki usia 22 tahun datang untuk melakukan kontrol H+1 pasca
operasi gigi geraham bungsu kiri bawahnya. Pasien mengaku
pendarahan telah terhenti ± 2 jam setelah operasi. Pasien mengaku
masih merasa kebas dan tebal pada bibir bagian dalam kirinya, namun
sudah berkurang dibandingkan dengan kemarin. Pasien tidak
mengeluhkan rasa sakit yang berlebihan pada daerah operasi.. Pasien
mengkonsumsi obat yang diresepkan amoxicillin dan asam mefenamat
secara teratur 3x1/hari. dan tidak mempunyai alergi obat. Pasien
mengaku kesulitan membuka mulut , pasien hanya bisa membuka mulut
selebar 2jari tangannya.
O:
 TTV :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 74x / menit
RR : 22x / menit
Suhu : afebris
Skala nyeri :2

 Ekstra oral :
KGB (-)
Inspeksi: simetris (-)
oedem (-)
Palpasi: nyeri tekan (-)
 Intra oral :
 Inspeksi: (regio gigi 38)
Tampak luka bekas operasi pada regio 38 dengan 2 jahitan yang
tertutup
Oedem (+) Trismus (+) 2 jari
Hiperemi (-) Jahitan (+) 3 jahitan
Debris (+)
 Palpasi:
Nyeri tekan (+)
A : Fase inflamasi H+1 post odontektomi gigi 38
P : Irigasi H2O2 dan NS
DHE dan KIE
Pro kontrol H+3

Foto kontrol H+1 post odontektomi


 Kontrol H+3 post odontektomi gigi 38
S : Pasien laki-laki usia 22 tahun datang untuk melakukan kontrol H+3 pasca
operasi gigi geraham bungsu kiri bawahnya. Pasien mengaku sudah tidak
terasa kebas dan tebal pada bibir bagian dalam kirinya. Pasien tidak
mengeluhkan rasa sakit yang berlebihan pada daerah operasi.. Pasien
masih mengkonsumsi obat yang diresepkan amoxicillin dan asam
mefenamat secara teratur 3x1/hari. Pasien mengaku tidak kesulitan
membuka mulut dan tidak kesulitan makan. Pasien juga mengeluhkan
timbul sariawan pada bagian daerah dekat lukanya.
O:
 TTV :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 74x / menit
RR : 22x / menit
Suhu : afebris
Skala nyeri :2
 Ekstra oral :
Inspeksi: simetris (-)
oedem (-)
Palpasi: nyeri tekan (-)
 Intra oral :
 Inspeksi: (regio gigi 38)
Tampak luka bekas operasi pada regio 38 dengan 2 jahitan yang
tertutup dan ulser berbatas halo eritema sebesar 2mm pada
mukosa sekitar luka
Oedem (+) Trismus (-)
Hiperemi (+) Jahitan (+) 2jahitan
Debris (+)
 Palpasi:
Nyeri tekan (+)
A : Fase inflamasi H+3 post odontektomi gigi 38
P : Irigasi H2O2 dan NS
DHE dan KIE
Pro kontrol H+7
Foto kontrol H+3 post odontektomi

 Kontrol H+7 post odontektomi gigi 38


S : Pasien laki-laki usia 22 tahun datang untuk melakukan kontrol H+7 pasca
operasi gigi geraham bungsu kiri bawahnya. Pasien telah mengkonsumsi
obat antibiotik yang diresepkan amoxicillin sampai habis. Pasien mengaku
tidak kesulitan membuka mulut 3 jari , tidak kesulitan makan, dan luka
bekas operasinya sudah berkurang sakitnya. Pasien juga mengaku
sariawannya telah sembuh.
O:
 TTV :
Tekanan Darah : 115/75 mmHg
Nadi : 70x / menit
RR : 20x / menit
Suhu : afebris
Skala nyeri :2
 Ekstra oral :
Inspeksi: simetris (-)
oedem (-)
Palpasi: nyeri tekan (-)
 Intra oral :
 Inspeksi: (regio gigi 38)
Tampak luka bekas operasi pada regio 38 dengan 2 jahitan yang
tertutup dan ulser berbatas halo eritema sebesar 2mm pada
mukosa sekitar luka
Oedem (+) Trismus (-)
Hiperemi (+) Jahitan (+) 2jahitan
Debris (+)
 Palpasi:
Nyeri tekan (+)
A : Fase inflamasi H+7 post odontektomi gigi 38
P : Irigasi H2O2 dan NS
Angkat Jahitan
DHE dan KIE

Foto kontrol H+7 post odontektomi setelah angkat jahitan


DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu. 2015. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Quantum: Yogyakarta

Balaji, S M. 2009. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. Elsevier.

Buku panduan skill’s lab departemen bedah mulut dan maksilofacial blok 12k semester VI tahun
akademik 2016/2017

Bourzgui F, Sebbar M, Abidine Z, Bentahar Z. Management of Dental Impaction, Orthodontics -


Basic Aspects and Clinical Consideration. (Bourzgui F, ed.). InTech; 2012.

Fragiskos FD. Oral Surgery. In: Fragiskos FD, Surgical Extraction of Impacted teeth. Verlag
Berlin Heidelberg, Springer 2007. p. 121-177
Gordon PW. 2013. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut 4th Ed. Jakarta: EGC.

Howe, GE. 1993. Pencabutan Gigi Geligi (The Extraction of Teeth). Jakarta: EGC.

Pell GJ, Gregory BT. Impacted mandibular third molars; classification and modified technique
for removal. Dent Dig 1993; 39: 330-338

Pedersen GW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery). Jakarta: EGC.

SIGN. Management of Unerupted and Impacted Third Molar Teeth. Scottish Intercollegiate
Guidelines Network. http://www.sign.ac.uk/guidelines/fulltext/43/index.html. Published 2000.
LAPORAN PEMBEDAHAN

Tanggal Operasi : 4 November 2019

Nama Penderita : Kelvin Yolken Sanjono

Umur / Jenis Kelamin : 22 Tahun / Laki-Laki

Alamat : Jalan Joyo Raharjo Gg. VI

No. RM : 26040

Waktu Operasi : 10.00 – 10.45

Instruktur : drg. Zefry Zainal A, Sp.BM, M.Ked.Klin

Operator : drg. Zefry Zainal A, Sp.BM, M.Ked.Klin

Asisten 1 : Denni Kartika Nurmadyastuti

Asisten 2 : Sifausania Widyanti

Anda mungkin juga menyukai