Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA TN. S DENGAN IMPAKSI


GIGI MENGGUNAKAN TEKNIK ANESTESI UMUM RUMAH SAKIT
SENTRA MEDIKA CIKARANG

Disusun Oleh:

Wirdiyan Naufal Ramdhan

011520021

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS ILMU VOKASI
UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2023

1
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Impaksi gigi merupakan suatu keadaan dimana gigi yang erupsi normalnya
terhalang atau terhambat, biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis
sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang
normal di dalam deretan susunan gigi lain yang sudah erupsi atau akar gigi yang
tidak terangkat saat pecabutan sebelumnya. Kondisi ini menyebabkan gigi
bungsu atau gigi geraham terakhir tumbuh menyamping mengarah atau menjauh
dari gigi geraham disampingnya, gigi terpendam, atau gigi hanya tumbuh
sebagian.
Penelitian lain menunjukan bahwa gigi impaksi juga dikarenakan oleh
faktor genetika, gangguan endokrinologik, celah palatal, radiasi, gigi
supernumerari, terlambat atau hilangnya perkembangan akar, trauma, ekstraksi
dini, adanya posisi ektopik, atau adanya tumor odontogenik. Gigi impaksi juga
dapat memudahkan makanan terperangkap disekitar gigi dan jaringan lunak
disekitarya, sehingga pasien mengalami kesulitan untuk membersihkannya, serta
mengakibatkan gigi mudah terserang karies serta sering merasa sakit.
Impaksi gigi kebanyakan terjadi pada gigi bungsu orang dewasa. Impaksi
gigi perlu ditangani dengan tepat karena dapat menyebabkan sakit gigi, gigi
rusak, maupun penyakit gusi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan
adalah rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi di sekeliling gusi gigi tersebut
bahkan terkadang dapat mempengaruhi estetis, gangguan pengunyahan,
kesulitan berbicara dan mengganggu aktifitas sehari-hari.

2. Etiologi
Etiologi gigi impaksi bermacam - macam diantaranya kekurangan ruang,
kista, gigi supernumeri, infeksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik. Faktor
yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah ukuran gigi.

2
Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi adalah
bentuk gigi.

1) Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena:


 Tulang yang tebal serta padat
 Tempat untuk gigi tersebut kurang
 Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
 Adanya gigi desidui yang persistensi
 Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat
2) Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi oleh karena:
 Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal dan lain - lain.
 Daya erupsi gigi tersebut kurang.

Gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan jarang pada
gigi anterior.
1) Pada gigi posterior, yang sering mengalami impaksi adalah:
 Gigi molar tiga mandibula
 Gigi molar tiga maksila
 Gigi premolar mandibula
 Gigi premolar maksila
2) Sedangkan gigi anterior yang dapat ditemui mengalami impaksi adalah
sebagai berikut:
 Gigi kaninus maksila dan mandibula
 Gigi insisivus maksila dan mandibula

3. Tanda dan Gejala


 Rasa sakit disekitar gigi dan gusi

 Pembengkakan di sekitar rahang

 Pembengkakan dan kemerahan gusi disekitar gigi yang terimpaksi

 Nyeri di rahang

 Bau mulut dan rasa tidak nyaman ketika mengunyah

3
 Dapat disertai dengan rasa sakit kepala

4. Klasifikasi
Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua
dengan cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara
bagian distal molar kedua ke ramus mandibula.
Kelas I : ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak
antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Kelas II : ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak
antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Kelas III : seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada di dalam ramus
mandibula.

5. Patofisiologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan impaksi
gigi disebabkan oleh karena factor lokal dan sistemik. Akibat dari adanya
pengaruh beberapa faktor menimbulkan gejala - gejala seperti gangguan saluran
cerna, sakit kepala, telinga berdengung, sakit leher, rematik, kencing manis,
gangguan jantung, gangguan pada kulit, badan cepat lelah. Secara teori
penyebab impaksi gigi adalah reaksi inflamasi noninfeksi pada jaringan disekitar
gigi. Riwayat keluarga juga ikut berperan terhadap masalah pertumbuhan gigi.
Bila gangguan berkaitan dengan penderita alergi, secara
imunopatobiologis kaitan antara impaksi gigi dan penderita alergi bisa
dijelaskan. Secara teori penyebab impaksi gigi adalah reaksi inflamasi
noninfeksi pada jaringan di sekitar gigi. Saat terjadi pembengkakan tersebut
menekan persarafan disekitarnya yang menyebabkan rasa ngilu dan nyeri
disekitar lokasi tersebut. Pada penderita ini akan terjadi kekambuhan bisa
mengakibatka reaksi pada gusi dan jaringan sekitarnya. Pembengkakan jaringan
pada gigi molar yang tumbuh didasar gigi dan tumbuh tidak sempurna
mengakibatkan desakan inflamasi atau pemengkakan tersebut lebih mengganggu
dan menekan persarafan.

4
6. Pathway

7. Pemeriksaan Penunjang
 Tes Hematologi

5
Tes hematologi adalah pemeriksaan darah lengkap yang meliputi sel darah
putih, sel darah merah, dan platelet. Selain merupakan bagian dari
pemeriksaan kesehatan rutin, dokter biasanya dapat meminta tes hematologi
lengkap untuk mendiagnosis kondisi tertentu seperti infeksi atau pun
perdarahan.
 Pemeriksaan Thorax AP/PA
Thorax adalah nama lain dari dada. Sedangkan AP biasanya merupakan
singkatan dari antero-posterior (depan-belakang). Thorax AP/PA merupakan
salah satu pemeriksaan pencitraan menggunakan sinar-X yang sering
digunakan untuk menunjang diagnosis yang melibatkan dinding thorax/dada,
tulang dada, dan struktur yang berada di dalam rongga dada termasuk paru-
paru, jantung, dan lainnya.
 Teknik Panoramic
Teknik ini memberi gambaran radiografi dari kedua rahang dan jaringan
disekitarnya secara menyeluruh dalam satu film. Kegunaannya untuk
perawatan orthodonsi, perkiraan lesi - lesi pada tulang, perkiraan molar
ketiga, dll.
 Foto Oklusal
Untuk mengetahui benda asing di dalam tulang rahang dan batu di dalam
saluran glandula saliva, mengetahui tempa yang tepat dari akar gigi, gigi
supernumery, dan gigi impaks.

8. Komplikasi
Saat pembedahan:
 Perdarahan
 Fraktura: tulang rahang bagian lingual, mandibula terutama daerah angulus
 Rusaknya mahkota pada gigi molar kedua disamping molar ketiga yang
dilakukan odontektomi
 Trauma pada gigi terdekat: goyang, rusak sampai tercabut
 Alergi pada obat yang diberikan: antibiotik, analgetik maupun anestesi local
 Syok anafilaktik
Pasca pembedahan:

6
 Nyeri dan pembengkakan
 Mewaspadai adanya luka berbentuk ulkus
 Gangguan penyembuhan luka

B. JENIS PEMBEDAHAN
Tindakan bedah yang dilakukan tergantung pada jenis kasus, mulai dari
tindakan sederhana seperti operkulektomi dengan kauter yaitu pengangkatan
operkulum yang menutupi gigi yang diprediksi dapat muncul ke permukaan
gingiva. Tindakan bedah yang radikal adalah odontektomi, yaitu pengangkatan gigi
impaksi dengan pembedahan.
Pasien harus dirawat inap dan diberikan premedikasi seperlunya pada pra
bedah dan saat pemulihan pasca bedah. Pada beberapa pasien ketika mengetahui
memiliki gigi bungsu impaksi, secara spontan menghendaki odontektomi walaupun
tanpa keluhan. Hal tersebut ditujukan untuk menghindari kemungkinan komplikasi
yang mungkin timbul kelak. Tindakan profilaksis tersebut dikenal dengan
odontektomi preventif.

C. TEKNIK ANESTESI
Pada kasus impaksi gigi, bedah odontektomi dilakukan dengan anestesi lokal,
dapat dilakukan pada pasien yang kooperatif dan cukup dirawat jalan. Pada pasien
dengan tingkat ansietas tinggi, diberikan anestesi lokal ditambah sedasi sadar, atau
dengan anestesi umum. Anestesi umum khususnya diberikan pada kasus impaksi
yang sangat sulit atau pada pasien yang tidak kooperatif, seperti penderita gangguan
mental.

1. Definisi Anestesi
Anestesi (berasal dari bahasa Yunani an-, "tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi
atau kemampuan untuk merasa") atau pembiusan, secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi memenuhi
tiga kriteria yang disebut dengan trias anestesi, meliputi analgesi (hilang nyeri),
hipnotik (hilang kesadaran), relaksasi otot (muscle relaxant). Anestesi dibagi
7
menjadi dua kelompok yaitu anestesia umum dan regional. Anestesi merupakan
suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut
perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan.
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat
reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih
mirip dengan keadaan pingsan.
b. Regional Anestesi
Regional anestesi dapat mengahambat impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara terhadap impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible), fungsi motoric dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar. Anestesi
regional terdiri dari blok sentral (blok neuroaksial) dan blok perifer (blok
saraf). Regional anestesi terbagi lagi menjadi beberapa jenis yaitu:
 Spinal Anestesi
Spinal anestesi adalah suatu cara memasukan obat anestesi lokal ke ruang
intratekal untuk menghasilkan atau menimbulkan hilangnya sensasi dan
blok fungsi motorik. Anestesi ini dilakukan pada sub- arachnoid di antara
vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
 Epidural Anestesi
Epidural anestesi adalah salah satu teknik anestesi regional yang
dilaksanakan dengan memasukkan agen anestesi lokal ke dalam ruang
epidural. Injeksi agen anestesi lokal dapat dilakukan sekali suntik atau
berkelanjutan menggunakan kateter langsung menuju ruang epidural.
 Blok Saraf Perifer
Blok saraf perifer adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menyuntikan obat anestesi lokal ke dalam saraf atau ke dalam sekumpulan
saraf yang akan menghasilkan hambatan hantaran rangsang saraf yang

8
menyebabkan hilangnya fungsi sensorik dan motorik untuk sementara
waktu.

c. Lokal Anestesi
Jenis anestesi ini tidak memengaruhi kesadaran, sehingga pasien akan tetap
sadar selama menjalani operasi atau prosedur medis. Jenis bius ini aman
digunakan dan minim efek samping serius.
3. Obat Anestesi
a. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi dengan
tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus,
mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek
samping anestetikum. Obat-obat yang diberikan sebagai premedikasi pada
tindakan anestesi sebagai berikut:
1) Golongan Analgetik Narkotik
 Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuscular
diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien
menjelang operasi, menghindari takipnu dapat pemberian trikloroetilen,
dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya
adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta
kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin,
hipotensi, dan depresi napas.
 Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta
merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.
2) Golongan Transquilizer (obat penenang)
 Diazepam

9
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah
bersifat sediatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi
dewasa 10 mg, intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2- 0,5 mg/kgBB)
dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10
mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2- 1mg/kgBB
intravena.
 Midazolam
Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama
kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai
dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.
3) Golongan Antikolinergik
Atropin digunakan untuk mengatasi hipersekresi kelenjar ludah dan
bronkus yang ditimbulkan oleh anestetik yang dapat mengganggu
pernapasan selama anestesi. Atropine diberikan untuk mencegah
hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6
mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
4) Golongan Hipnotik-sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan sekobarbital) diberikan untuk menimbulkan
sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara
oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak
diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.
keuntungannya efek depresan yang lemah terhadap pernapasan dan
sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.
b. Induksi
Induksi merupakan suatu rangkaian proses tindakan untuk membuat pasien
dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi
dan pembedahan.
1) Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestesi dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan
kadang- kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan

10
tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Untuk
induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu
60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari
semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB,
stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
2) Propofol
Propofol adalah obat anestesi intravena yang memiliki mula kerja dan
lama kerja yang relatif lebih singkat, serta memiliki efek antiemetik
sehingga dianggap menjadi anestesi yang ideal baik utuk induksi anestesi
atau pemeliharaan. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2
mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan
karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Efek
samping yang dikaitkan dengan induksi anestesi propofol adalah nyeri saat
injeksi, pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan, apnea,
bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia. Pada susunan saraf pusat adalah
sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik mioklonik,
opistotonus, kejang, mual, dan muntah. Penggunaan dosis yang tinggi pada
induksi propofol tunggal dapat menyebabkan beberapa efek samping yang
meliputi depresi pernapasan, depresi miokard, dan vasodilatasi perifer
kardiovaskuler, metabolik asidosis.
3) Petidin
Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat
berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping
yang mendekati sama. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan
kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia. Seperti morfin ia
menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter Oddi lebih ringan.
Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang
tak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada
dewasa. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis

11
petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang
tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2- 0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak
dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga
dapat digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-
2 mg/kg BB.

c. Pelumpuh Otot
1) Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja
pada menit keduaketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek
akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus
dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot
0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal.
Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi
4 mg pavulon.
2) Atracurium
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari
tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme
terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak
mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang. Dosis 0,5 mg/kg iv,
30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial,
lalu 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif
menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan
dewasa. Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-
8 OC, potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu
ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.
3) Vecuronium
Vecuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan
lebih besar dan lama kerjanya singkat zat anestetik ini 51 tidak mempunyai
efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan
perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna. Dosis intubasi 0,08 –
0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15 – 20 menit.

12
Drip 1 – 2 mcg/kg/menit. Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat
memanjang durasi pada pasien post partum. Karena gangguan pada hepatic
blood flow. Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.

4) Recuronium
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan
kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih
lama. Dosis 0,45 – 0,9 mg / kg iv untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus
untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah
intubasi. Im (1 mg/kg untuk infant; 2 mg/kg untuk anak kecil) untuk
intubasi. Untuk drip 5 – 12 mcg/kg/menit.
d. Maintenance
Dinitrogen Monoksida (N2O) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O mempunyai efek
analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen. Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35%. Gas ini
sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu
kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan
kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya
hipoksia. Anestesi tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk
mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.
e. Obat-obat Emergency
1) Epinephrine
- Golongan : agonis alpha/beta
- Indikasi: untuk mengatasi kondisi anafilaktik syok, hipotensi,
bradikardi dan serangan asma akut
- Dosis : dosis 1 mg IV bolus dapat diulang setiap 3-5 menit, dapat
diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2-2,5 kali dosis
intra vena. Untuk reaksi-reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,2-

13
1 mg sc dapat diulang setiap 5-15 menit. Untuk terapi bradikardi atau
hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg
dilarutkan dalam 500 cc NaCL 09%, dosis dewasa µg/menit dititrasi
sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2- 10
µg/menit.
- Kontra Indikasi : kongesif glaucoma, penggunaan bersama anestesi
local pada ujung syaraf, hipertensi, hipertiroid dan wanita hamil
- Efek samping : tremor, takikardia, aritmia, mulut kering, kaki tangan
menjadi dingin, ansietas, palpitasi, sakit kepala, dan muka pucat.
2) Sulfas Atropin
- Golongan : antikolinergik
- Indikasi : sebagai medikasi preansetetik untuk mengurangi sekresi
lender pada saluran nafas, keracunan, organospospat (pestisida),
menghambat peristaltik usus sehingga dapat digunakan pada kasus diare
(jarang digunakan).
- Dosis : untuk preanestesi dosisnya 0,4-0,6 mg setiap 4-6 jam secara
IV/SC/IM. Untuk antidote dosisnya 2-3 mg secara IV dapat ulang
hingga gejala keracunan berkurang.
- Kontra Indikasi : hipersensitivitas terhadap antikolinergik, asma, gagal
ginjal, penyakit hati.
- Efek Samping : mulut kering, retensi urin, pusing, konstipasi.
3) Lidocaine
- Golongan : anestesi lokal
- Indikasi : sebagai anestesi local pada tindakan bedah
- Dosis : untuk anestesi infiltrasi perkutan, 5 sampai 300 mg (1 dalam 60
mL dari 0,5 % larutan 0,5 sampai 30 mL dari 1% larutan). Lidokain
salep digunakan untuk anestesi pada kulit dan membran mukosa dengan
dosis yang direkomendasikan sebanyak 20g dalam 5% salep (setara 1g
lidokain basa) dalam 24 jam
- Kontra Indikasi : hipersensitivitas pada anestesi lokal
- Efek Samping : hipotensi, edema, mual muntah, iritasi kulit
4) Dopamine

14
- Golongan : vasopressor
- Indikasi : hipotensi akut atau syok akibat infark myokard, trauma, dan
gagal ginjal
- Dosis : dosis awal 1-5 µg/kgBB/menit dalam drip infuse. Kemudian
dosis dapat ditinggikan hingga 5-15 µg/kgBB/menit.
- Kontra Indikasi: pheochromocytoma, fibrilasi ventrikular
- Efek Samping : hipotensi, hipertensi, nyeri dada, mual muntah.
BAB II
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, BB/TB, alamat.
2. Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
yaitu nyeri pada gigi.
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Adanya riwayat infeksi pada gigi atau penyebab yang lainnya.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian meliputi adanya penyakit yang pernah diderita klien selain
keluhan saat ini atau pengobatan yang sedang dijalani.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular atau keturunan.
4. Pengkajian psikospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
terhadap penyakit yang diderita dan pengruhnya dalam kehidupan sehari - hari.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi kesadaran, suara bicara, pernafasan, suhu tubuh, nadi, tekanan darah,
GCS, BB, TB.
b) Kepala dan leher

15
Ada tidaknya kelainan pada kepala dan leher, seperti pembesaran kelenjar
tiroid, keadaan rambut, stomatitis, icterus, maupun anemis.
c) Telinga
Meliputi kebersihan, ada tidaknya serumen atau benda asing.
d) Hidung
Ada tidaknya pernafasan cuping hidung, polip dan sekret.

e) Dada
Ada tidaknya nyeri dada dan pergerakan pernafasan.
f) Abdomen
Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan,
adanya ketidaksimetrisan.
g) Genetalia
Meliputi kebersihan dan ada tidaknya kelainan yang tampak pada penis.
h) Anus
Ada tidaknya hemoroid.
i) Punggung
Ada tidaknya punggung lordosis atau kifosis.
j) Ekstremitas
Mencakup ada tidak adanya kecacatan atau fraktur, terpasang infus dan reflek
lutut.
k) Integumen
Mencakup keadaan kulit seperti warna kulit, turgor kulit, dan ada tidaknya
nyeri tekan.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Pra Anestesi : Nyeri akut berhubungan dengan impaksi gigi
Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
2. Intra Anestesi : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

16
C. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


. Keperawatan Hasil

1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan  Lakukan


berhubungan keperawatan selama 1 x pengkajian nyeri
dengan impaksi 30 menit, masalah pasien secara
gigi dapat teratasi dengan komprehensif
kriteria hasil:  Observasi reaksi
nonverbal dari
 Nyeri dapat
ketidaknyamanan
teratasi dari
 Mengidentifikasi
cukup berat
mekanisme
menjadi sedang
koping pasien dan
 Ekspresi nyeri
pengaruh budaya
wajah dari cukup
terkait manajemen
berat menjadi
nyeri
sedang
 Kolaborasikan
 Cemas dari cukup
dengan dokter
berat menjadi
untuk pemberian
sedang
obat analgetik
 Kolaborasikan
dengan dokter jika

17
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil

2. Ansietas Setelah dilakukan asuhan


 Kaji tingkat
berhubungan keperawatan selama 1 x 30
kecemasan pasien
dengan prosedur menit, masalah pasien
 Mencegah rasa
pembedahan dapat teratasi dengan
cemas pasien
kriteria hasil:
terkait dengan
 Pasien mampu pembedahan dan
mengidentifikasi hasil pembedahan
dan  Memberikan
mengungkapkan laporan status
rasa cemasnya kepada anggota
 Pasien sudah tidak keluarga sesering
merasa gelisah mungkin atau
sesuai dengan
fasilitas dan
praktek dokter
 Berikan informasi
kepada keluarga
tentang diagnosa,
perawatan dan
prognosis
penyakit pasien
 Libatkan keluarga
dalam melakukan

18
tindakan
keperawatan
kepada pasien

3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan  Observasi vital


bersihan jalan keperawatan selama 1 x 30 sign dan keadaan
nafas menit, masalah pasien umum pasien
dapat teratasi dengan  Auskultasi suara
kriteria hasil: nafas dan

 Menunjukkan jalan observasi keadaan

nafas yang paten jalan nafas

dan bersih  Buka jalan nafas

 Mampu mencegah pasien, gunakan

faktor yang dapat teknik chin lift

menghambat jalan dan jaw thrust

nafas bila perlu


 Keluarkan secret
dengan
menggunakan
suction
 Kolaborasikan
dengan dokter
untuk pemberian
O2 sesuai indikasi

19
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Huda. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan penerapan diagnosa


Nanda, NIC, NOC dalam berbagai kasus. Yogyakarta

Eroschenko, V. P. 2013, Atlas Histologi difiore. Penerbit buku kedokteran. EGC,


Jakarta.

Rendy, Clevo dan Margareth. 2014. Asuhan Keperawatan Medikasi Bedah dan
Penyakit Dalam. Nuha Medika, Yogyakarta.

Riawan, Lucky. 2016. Materi Kuliah Bedah Dento Alveolar. Universitas


Padjadjaran Bandung.

Ruslin, M. 2013. Ondontektomi : Penatalaksanaan Gigi Impaksi Departemen Bedah


Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin

20

Anda mungkin juga menyukai