M DENGAN
JENIS OPERASI MOD GIGI DI RUANG IBS RUMAH SAKIT
BETHESDA YOGYAKARTA
OLEH:
NURROHIM
2304044
YOGYAKARTA
(Ns. Bayu Hendro Hastanto, S.Kep., MARS) (Dwi Nugroho Heri Saputro, S.Kep., Ns.,
M.Kep.,Sp.Kep.MB., Ph.D.NS)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan
kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Resume Asuhan
Keperawatan pada Ny. M dengan Jenis Operasi MOD Gigi di Instalasi Bedah
Sentral Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Laporan ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas dalam Keperawatan Medikal Bedah. Dalam proses penyusunan
laporan ini penulis telah dibantu dan didukung oleh berbagai pihak, untuk itu
penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Nurlia Ikaningtyas, S.Kep.,Ns. M.Kep.,Sp.Kep.MB.,PhD.,NS, selaku
ketua STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
2. Ibu Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS., selaku Ketua Prodi Profesi Ners
STIKES Bethesda Yakkun Yogyakarta.
3. Bapak Dwi Nugroho Heri Saputro, S.Kep., Ns., M.Kep.,Sp.Kep.MB.,
Ph.D.NS selaku Preceptor Akademik STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta
yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyusun laporan
ini.
4. Bapak Ns. Bayu Hendro Hastanto, S.Kep., MARS selaku Preceptor klinik di
Ruang Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
5. Teman-teman kelompok 2 Program Studi Pendidikan Profesi Ners Angkatan
18
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi meningkatkan kesempurnaan laporan
keperawatan ini. Semoga laporan ini bermanfaat sebagaimana mestinya.
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Gigi
Gambar Gigi
Anatomi gigi dibagi menjadi dua bagian dasar. Bagian pertama yaitu
mahkota, yang merupakan bagian gigi yang berwarna putih dan terlihat.
Bagian kedua adalah akar gigi yang tidak dapat dilihat.
Akar meluas di bawah garis gusi dan membantu mengikat gigi ke tulang.
Jumlah akar tiap jenis gigi berbeda-beda. Pada gigi seri, gigi taring, dan
gigi premolar biasanya memiliki satu akar, sedangkan molar memiliki dua
atau tiga akar.
b. Fisiologi
Gigi memiliki beberapa jenis jaringan dan masing-masing memiliki fungsi
yang berbeda. Anatomi gigi dapat dilihat dari struktur gigi berikut:
1) Enamel
Bagian luar gigi yang paling keras dan putih dari gigi. Enamel
mengandung 95% kalsium fosfat yang berfungsi untuk melindungi
jaringan vital di dalam gigi. Enamel tidak memiliki sel hidup sehingga
tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri ketika terjadi pembusukan.
2) Dentin
Lapisan di bawah enamel. Ini adalah jaringan keras yang mengandung
tabung kecil. Ketika enamel sebagai lapisan pelindung dentin rusak,
suhu panas atau dingin dapat masuk gigi melalui jalur ini dan
menyebabkan sensitivitas gigi atau timbulnya rasa sakit.
3) Cementum
Lapisan jaringan ikat berwarna kuning muda yang mengikat akar gigi
dengan kuat ke gusi dan tulang rahang. Cara terbaik untuk
melindunginya dari pembusukan adalah dengan merawat gusi dengan
baik. Jika tidak dirawat dengan baik, gusi bisa menjadi sakit dan
menyusut, membuat cementum tertumpuk plak dan bakteri dapat
berbahaya.
4) Pulpa
Bagian dalam anatomi gigi yang lebih lembut, dapat ditemukan di
pusat dan inti gigi serta berisi pembuluh darah, saraf, dan jaringan
lunak lainnya. Bagian ini berguna untuk memberikan nutrisi dan sinyal
ke gigi. Bagian struktur gigi satu ini juga mengandung pembuluh getah
bening kecil yang membawa sel darah putih ke gigi untuk membantu
gigi dalam melawan bakteri.
5) Periodontal ligamentum
Jaringan yang membantu menahan gigi dengan kuat melawan rahang.
Ligamentum periodental membantu gigi untuk menahan kekuatan
ketika menggigit dan mengunyah.
6) Gusi
Jaringan lunak berwarna merah muda. Bertugas melindungi tulang
rahang dan akar gigi (Smeltzer, 2013).
3. Etiologi
Etiologi gigi impaksi bermacam-macam diantaranya kekurangan ruang,
kista, gigi supernumeri, infeksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah
ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan
ukuran gigi adalah bentuk gigi. Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi
karena tulang yang tebal serta padat, tempat untuk gigi tersebut kurang,
gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut, adanya gigi desidui yang
persistensi, jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat.
Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi karena letak benih abnormal,
horizontal, vertikal, distal dan lain-lain dan daya erupsi gigi tersebut yang
kurang. Gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan
jarang pada gigi anterior.Pada gigi posterior yang sering mengalami
impaksi adalah gigi molar tiga mandibular dan maksila, gigi premolar
mandibular dan maksila. Sedangkan gigi anterior yang dapat ditemui
mengalami impaksi adalah gigi kaninus mandibular dan maksila (Sartika,
2017).
4. Penatalaksanaan
Tindakan bedah yang dilakukan tergantung pada jenis kasus, mulai dari
tindakan sederhana seperti operkulektomi dengan kauter yaitu
pengangkatan operkulum yang menutupi gigi yang diprediksi dapat
muncul ke permukaan gingiva. Tindakan yang radikal adalah odontektomi,
yaitu pengangkatan gigi impaksi dengan pembedahan. Odontektomi
dengan anestesi lokal, dapat dilakukan pada pasien yang kooperatif, dan
cukup dirawat jalan. Pada pasien dengan tingkat ansietas tinggi, diberikan
anestesi lokal ditambah sedasi sadar, atau dengan anestesi umum.
Sebenarnya, odontektomi lebih mudah dilakukan pada pasien usia muda
saat mahkota gigi baru saja terbentuk, sementara apeks gigi belum
sempurna terbentuk. Jaringan tulang sekitar juga masih cukup lunak
sehingga trauma pembedahan minimal, tidak mencederai nervus atau
jaringan sekitar. Odontektomi pada pasien berusia diatas 40 tahun,
tulangnya sudah sangat kompak dan kurang elastis, juga sudah terjadi
ankilosis gigi pada soketnya, menyebabkan trauma pembedahan lebih
besar, dan proses penyembuhan lebih lambat. Odontektomi kadang-kadang
perlu dilakukan pada dewasa tua, misalnya bila gigi impaksi tersebut
diperkirakan akan mengganggu stabilisasi gigi tiru yang akan dipasang
(Sri Rahayu, 2014).
5. Komplikasi
a. Karies Dentis
Baik molar kedua maupun molar ketiga, rawan mengalami karies
dentis karena pada daerah tersebut mudah terjadi retensi sisa makanan
dan sulit dibersihkan. Hal tersebut menyebabkan dekalsifikasi enamel,
dentin, dan kemudian menyebabkan kerusakan yang luas sehingga
menembus atap pulpa. Peradangan pulpa atau pulpitis dapat terjadi
akut dengan keluhan nyeri hebat berdenyut namun dapat pula
berlangsung kronis dan keluhan nyeri hanya muncul bila terkena
rangsang dingin atau saat kemasukan makanan.
b. Infeksi Perikoronal
Pada keadaan normal, operkulum yaitu mukosa gingiva yang meliputi
benih gigi yang sedang dalam proses erupsi, secara fisiologis akan
membuka, lambat laun atrofi dan menghilang, sehingga
memungkinkan gigi untuk muncul di rongga mulut. Pada gigi bungsu
yang mengalami impaksi parsialis, operkulum menetap dan celah
dibawah operkulum menjadi tempat akumulasi debris yang menjadi
media sempurna untuk pertumbuhankuman anaerob.
c. Abses Lain
Keadaan umum penderita yang menurun, dapat menyebabkan abses
perikoronal mudah menjalar ke daerah peritonsilar/parafaringeal,
menjadi abses peritonsilar atau abses parafaringeal yang dapat
menyumbat jalan nafas. Obstruksi total dapat terjadi bila terjadi
infeksi bilateral dan hal itu merupakan kegawat-daruratan medik yang
mengancam jiwa. Keadaan itu sangat mengancam jiwa karena dapat
terjadi sepsis, jalan nafas tersumbat, trismus totalis, sulit makan, sulit
menelan, febris dan dehidrasi berat Infeksi perikoronal dapat
berlangsung terus menerus, kronik tanpa gejala akut, tetapi menjadi
fokus infeksi. Secara hematogen, bakteri menyebar secara progresif
mengikuti aliran darah menimbulkan infeksi sistemik atau
menginfeksi bagian tubuh lain seperti jantung mengakibatkan
endokarditis, ke ginjal menyebabkan nefritis, bahkan ke intrakranial
menjadi trombosis sinus kavernosus yang dapat menimbulkan
kematian (Sri Rahayu, 2014).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan radiografi
panoramik untuk melihat posisi impaksi gigi molar tiga. Pemeriksaan ini
juga berguna untuk melihat hubungan gigi tersebut dengan tulang rahang
mandibula. Metode pencitraan lainnya untuk penegakan diagnosis adalah
cone beam computed tomography.
3. Prosedur Odontektomi
Prosedur odontektomi yang dilakukan menggunakan anastesi. Anastesi
yang digunakan dapat berupa anastesi lokal yaitu pembiusan pada pasien
yang memiliki keadaan umum normal dan keadaan mental baik atau
anastesi umum untuk pasien yang gelisah (Dwipayanti, 2015). Teknik
operasi yang dilakukan pada odontektomi adalah
a) Membuat incisi untuk pembuatan flap
b) Pengambilan tulang yang menghalangi gigi menggunkan bor tulang
c) Pengambilan gigi
d) Pembersihan luka
e) Flap dikembalikan ketempatnya kemudian di jahit
f) Edukasi pasien.