Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan
1. Riwayat Penyakit
Riwayat pasien akan mengindikasikan harapan dan perhatian pasien pada
perawatan. Umur dan kesehatan pasien akan mempengaruhi rencana perawatan,
seperti pasien usia muda dengan resorbsi tulang alveolar yang berat dapat sabar
terhadap perawatan bedah yang kompleks dibandingkan pasien usia tua dengan
morfologi tulang yang sama. Riwayat penyakit mencakup informasi penting
seperti status resiko pasien terhadap tindakan bedah, dengan perhatian khusus
kepada penyakit sistemik pasien yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka
jaringan lunak dan jaringan keras.
2. Pemeriksaan Klinis
Hal ini mencakup penilaian intra oral dan ekstra oral secara umum dari
jaringan lunak dan jaringan keras dan analisa khusus dari daerah yang akan
ditempati gigi tiruan. Penilaian tinggi, lebar dan bentuk tulang alveolar secara
umum, dan memperhatikan apakah terdapat undercut tulang dan posisi dari
struktur anatomi jaringan sekitar seperti mental neuro-vascular bundle. Juga
dinilai kedalaman dari sulkus bukal,posisi dan ukuran frenulum, perlekatan otot
dan kondisi dari tulang alveolar. Kebersihan rongga mulut pasien harus baik
sehingga dapat dilakukan tindakan bedah dan untuk menghindari komplikasi atau
hasil pembedahan yang buruk.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografi berguna untuk menilai kondisi dari tulang rahang.
Panoramik foto berguna untuk mengetahui kualitas keseluruhan dari tulang
alveolar dan untuk melihat adanya sisa akar gigi atau kelainan patologi yang lain
(seperti kista rahang). Lateral cephalostat atau cephalogram photo dapat
digunakan untuk melihat hubungan skeletal antero-posterior dan tinggi tulang
alveolar bagian anterior. Periapikal photo berguna bila akan dilakukan
pengambilan sisa akar sebelum pembuatan gigi tiruan. Studi model cetakan
berguna memudahkan rencana perawatan (terutama bila terdapat ketidak sesuaian

3
secara skeletal) dan membantu menjelaskan rencana prosedur bedah kepada
pasien. Model wax-up dari gigi tiruan membantu untuk memperlihatkan hasil
akhir secara estetis.

2.2 Penatalaksanaan Sebelum Operasi


1. Evaluasi yang seksama terhadap pasien adalah yang terpenting dalam
menentukan apakah seseorang diindikasikan untuk pembedahan dan prosedur
perawatan apa yang paling tepat.
2. Kemampuan fisik dan psikologi pasien untuk bertoleransi terhadap protesa
konvensional harus ditentukan sejak awal dalam proses evaluasi. Beberapa
pasien tidak dapat beradaptasi dengan protesa konvensional bagaimanapun
baiknya dan cekatnya protesa tersebut.
3. Konsultasi dengan seorang prostodonsia sangat penting dalam menentukan
prosedur yang tepat menghadapi kebutuhan perawatan protetik bagi setiap
pasien.
4. Pertimbangan lainnya adalah usia pasien, fisik, status kesehatan mental,
keterbatasan keuangan, kondisi jaringan keras dan lunak dari tulang alveolar.
(Stephens, 1997).

2.3 Bedah Preprostetik


Bedah preprostetik adalah bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang
bertujuan untuk membentuk jaringan keras dan jaringan lunak yang seoptimal
mungkin sebagai dasar dari suatu protesa. Meliputi teknik pencabutan sederhana
dan persiapan mulut untuk pembuatan protesa sampai dengan pencangkokan
tulang dan implan alloplastik (Stephens, 1997).
Bedah preprostetik lebih ditujukan untuk modifikasi bedah pada tulang
alveolar dan jaringan sekitarnya untuk memudahkan pembuatan dental prothesa
yang baik, nyaman dan estetis. Ketika gigi geligi asli hilang, perubahan akan
terjadi pada alveolus dan jaringan lunak sekitarnya. Beberapa dari perubahan ini
akan mengganggu kenyamanan pembuatan gigi tiruan. Evaluasi intra oral jaringan
lunak yang mendukung gigi tiruan secara sistematis dan hati-hati sebaiknya

4
dilakukan sebelum mencoba melakukan rehabilitasi pengunyahan dengan geligi
tiruan (Panchal et al, 2001)
Meskipun dengan adanya kemajuan teknologi memungkinkan dilakukannya
pemeliharaan terhadap gigi tiruan, masih diperlukan restorasi prostetik dan
rehabilitasi sistem pengunyahan pada pasien yang tidak bergigi atau bergigi
sebagian. Bedah preprostetik yang objektif adalah untuk membentuk jaringan
pendukung yang baik untuk penempatan gigi tiruan. Karakteristik jaringan
pendukung yang baik untuk gigi tiruan (Tucker, 1998) :
1. Tidak ada kondisi patologis pada intra oral dan ekstra oral.
2. Adanya hubungan/relasi rahang yang baik secara antero posterior,
transversaldan dimensi vertikal.
3. Bentuk prosesus alveolar yang baik (bentuk yang ideal dari prosesus alveolar
adalah bentuk daerah U yang luas, dengan komponen vertikal yang sejajar).
4. Tidak ada tonjolan tulang atau jaringan lunak atau undercut.
5. Mukosa yang baik pada daerah dukungan gigi tiruan.
6. Kedalaman vestibular yang cukup.
7. Bentuk alveolar dan jaringan lunak yang cukup untuk penempatanimplant.
2.3.1 Tujuan Bedah Preprostetik
Tujuan dari bedah preprostetik adalah untuk menyiapkan jaringan lunak dan
jaringan keras dari rahang untuk suatu protesa yang nyaman yang akan
mengembalikan fungsi oral, bentuk wajah dan estetis.
Tujuan dari bedah preprostetik membantu untuk :
 Mengembalikan fungsi rahang ( seperti fungsi pengunyahan, berbicara,
menelan) dan memelihara atau memperbaiki struktur rahang
 Memperbaiki rasa kenyamanan pasien
 Memperbaiki estetis wajah
 Mengurangi rasa sakit dan rasa tidak menyenangkan yang timbul dari
pemasangan protesa yang menyakitkan dengan memodifikasi bedah pada
daerah yang mendukung prothesa Memulihkan daerah yang mendukung
prothesa pada pasien dimana terdapat kehilangan tulang alveolar yang
banyak.

5
Pilihan non bedah harus selalu dipertimbangkan (seperti pembuatan ulang
gigi tiruan, penyesuaian tinggi muko oklusal, memperluas pinggiran gigi tiruan)
sebelum dilakukan bedah preprostetik (Matthew et al, 2001).

2.4 Etiologi Perubahan Struktur Anatomi Pada Jaringan Lunak Dan


Jaringan Keras
1. Hilangnya tulang alveolar
Perubahan luas dapat terjadi pada morfologi rahang setelah gigi hilang.
Tulang rahang terdiri dari tulang alveolar dan tulang basal. Tulang alveolar dan
jaringan periodontal mendukung gigi, dan saat gigi hilang, tulang alveolar dan
jaringan periodontal akan diresorbsi. Tulang alveolar berubah bentuk secara nyata
saat gigi hilang, baik dalam bidang horizontal dan vertikal. Pada daerah posterior
mandibula, tulang yang hilang kebanyakan dalam bidang vertikal. Setelah terjadi
resorbsi secara fisiologis, struktur tulang rahang yang tinggal disebut dengan
istilah residual ridge. Tulang yang ada setelah tulang alveolar mengalami resorbsi
disebut dengan tulang basal. Tulang basal tidak berubah bentuk secara nyata
kecuali ada pengaruh lokal.
Struktur anatomi yang lain dapat menjadi lebih menonjol, genial tubercle
dan perlekatan ototnya dapat menonjol pada pasien yang mengalami resorbsi
alveolar mandibula yang luas. Tori pada mandibula atau maksila dapat
menyebabkan ketidak stabilan gigi tiruan, atau dapat menyebabkantrauma.
Frenulum yang menonjol dapat menyebabkan perpindahan gigi tiruan saat
pergerakan lidah atau bibir. Daya pengunyahan pada pasien dengan gigi tiruan
akan diteruskan melalui gigi dan akan diserap oleh jaringan pendukung gigi
( periodontium dan tulang alveolar ). Pada pasien yang edentulous, daya akan
digunakan oleh gigi tiruan dan akan diteruskan melalui mukosa mulut ke tulang
yang ada dibawahnya. Oleh karena itu, gigi tiruan harus terpasang dengan baik,
sehingga trauma pada mukosa dan mulut dapat dihindari.
2. Perubahan pada profil dan bentuk muka
Profil muka seperti melipat (hidung dan dagu kelihatan saling berdekatan)
setelah hilangnya gigi. Hilangnya perlekatan otot dan dukungan sekitar bibir dapat
menyebabkan timbulnya kerutan pada wajah (Matthew et al, 2001).

6
2.5 Exostosis
Oral Tori merupakan tonjolan tulang (exostosis) yang dapat terjadi pada
mandibula atau maksila. Exostosis adalah suatu pertumbuhan benigna jaringan
tulang yang menonjol keluar dari permukaan tulang. Tertutupnya tonjolan tulang
oleh kartilago disebut juga tori.Tori yaitu suatu nodular jinak tumbuh berlebihan
dari tulang kortikal
Oral tori merupakan tonjolan tulang yang dapat terjadi pada mandibula atau
maksila. Oral tori merupakan lesi jinak, tumbuhnya lambat, tidak menimbulkan
rasa sakit, pada palpasi terasa keras, terlokalisir dan berbatas jelas, etiologi belum
diketahui dengan pasti tetapi beberapa ahli menduga terjadi karena adanya proses
inflamasi pada tulang. Pembedahan terhadap oral tori jarang dilakukan , kecuali
pada keadaan terdapatnya gangguan pembuatan protesa yang tidak dapat diatasi
sehingga harus dilakukan pembedahan.
Terdapat 2 macam oral tori yaitu :
a. Torus mandibularis
Biasanya terdapat pada lingual rahang bawah didaerah kaninus atau premolar
kiri dan kanan, bisa single atau mulriple. Bila diperlukan dilakukan eksisi.

Gambar : Torus Mandibularis

7
b. Torus palatinus.
Torus palatinus terdapat pada palatum sepanjang sutura palatinusmedia dan
dapat meluas ke lateral kiri dan kanan. Ukurannya bervariasi pada torus palatinus
berukuran besar dapat mengganggu fungsi bicara dan pengunyahan. Pembedahan
dilakukan apabila terdapatgangguan fungsi bicara dan pengunyahan.
Torus palatinus yang tidak di tanggulangi akan menyebabkan garis fulcrum
yang seharusnya di puncak lingir, akan berpindah ke puncak torus. Hal ini
menyebabkan gigi tiruan tidak stabil dan mudah retak

Gambar : Torus Palatinus

2.6 Jenis Jenis Bedah Preprostetik


1. Bedah Jaringan Lunak
Meliputi Papillary hyperplasia, fibrous hyperplasia, flabby ridge, . Papillary
hyperplasia merupakan suatu kondisi yang terjadi pada daerah palatal yang
tertutup oleh protesa, dimana kelihatan adanya papilla yang multipel dan
mengalami peradangan. Fibrous hyperplasia dapat terjadi karena adanya trauma
dari gigi tiruan dan adanya resorpsi tulang secara patologis atau fisiologis
sehingga menyebabkan peradangan dan adanya jaringan fibrous diatas linggir
tulang alveolar. Flabby ridge yaitu adanya jaringan lunak yang berlebih dimana
terlihat jaringan lunak yang bergerak tanpa dukungan tulang.

8
2. Vestibuloplasty
Vestibuloplasty, suatu tindakan bedah yang bertujuan untuk meninggikan
sulkus vestibular dengan cara melakukan reposisi mukosa , ikatan otot dan otot
yang melekat pada tulang yang dapat dilakukan baik pada maksila maupun pada
mandibula dan akan menghasilkan sulkus vestibular yang dalam untuk menambah
stabilisasi dan retensi protesa. Vestibulum dangkal dapat disebabkan resorbsi
tulang alveolar, perlekatan otot terlalu tinggi, adanya infeksi atau trauma. Tidak
semua keadaan sulkus vestibular dangkal dapat dilakukan vestibuloplasty tetapi
harus ada dukungan tulang alveolar yang cukup untuk mereposisi N. Mentalis, M.
Buccinatorius dan M. Mylohyiodeus. Banyak faktor yang harus diperhatikan pada
tindakan ini antara lain : Letak foramen mentalis, Spina nasalis pada maksila.
3. Frenektomi.
Frenektomi, suatu tindakan bedah untuk merubah ikatan frenulum baik
frenulum labialis atau frenulum lingualis. Frenulum merupakan lipatan mukosa
yang terletak pada vestibulum mukosa bibir, pipi dan lidah.
a. Frenulum labialis
Pada frenulum labialis yang terlalu tinggi akan terlihat daerah yang pucat
pada saat bibir diangkat ke atas. Frenektomi pada frenulum labialis bertujuan
untuk merubah posisi frenulum kalau diperlukan maka jaringan interdental
dibuang. Pada frenulum yang menyebabkan diastema sebaiknya frenektomi
dilakukan sebelum perawatan ortodonti .
b. Frenulum lingualis yang terlalu pendek.
Pada pemeriksaan klinis akan terlihat : Gerakan lidah terbatas, Gangguan
bicara , gangguan penelanan dan pengunyahan. Frenektomi frenulum lingualis
pada anak-anak dianjurkan sedini mungkin karena akan membantu proses bicara,
perkembangan rahang dan menghilangkan gangguan fungsi yang mungkin terjadi.
Sedangkan pada orang dewasa dilakukan karena adanya oral hygiene yang buruk.
Cara pembedahan dilakukan dengan insisi vertikal dan tindakannya lebih dikenal
sebagai ankilotomi.
4. Alveolplasty
Alveoloplasty adalah prosedur bedah yang biasanya dilakukan untuk
mempersiapkan linggir alveolar karena adanya bentuk yang irreguler pada tulang

9
alveolar berkisar dari satu gigi sampai seluruh gigi dalam rahang, dapat
dilakukan segera sesudah pencabutan atau dilakukan tersendiri sebagai prosedur
korektif yang dilakukan kemudian.
a. Simple alveolplasty/ Primary alveolplasty
Tindakan ini dilakukan bersamaan dengan pencabutan gigi , setelah
pencabutan gigi sebaiknya dilakukan penekanan pada tulang alveolar soket gigi
yang dicabut . Apabila setelah penekanan masih terdapat bentuk yang irreguler
pada tulang alveolar maka dipertimbangkan untuk melakukan alveolplasty.
Petama dibuat flap mukoperiosteal kemudian bentuk yang irreguler diratakan
dengan bor , bone cutting forcep atau keduanya setelah itu dihaluskan dengan
bone file. Setelah bentuk tulang alveolar baik dilakukan penutupan luka dengan
penjahitan. Selain dengan cara recontouring tadi apabila diperlukan dapat disertai
dengan tindakan interseptal alveolplasty yaitu pembuangan tulang interseptal, hal
ini dilakukan biasanya pada multipel ekstraksi.
b. Secondary alveolplasty.
Linggir alveolar mungkin membutuhkan recountouring setelah beberapa lama
pecabutan gigi akibat adanya bentuk yang irreguler. Pembedahan dapat dilakukan
dengan membuat flap mukoperiosteal dan bentuk yang irregular dihaluskan
dengan bor, bone cutting forcep dan dihaluskan dengan bone file setelah bentuk
irreguler halus luka bedah dihaluskan dengan penjahitan. Pada secundary
alveolplasty satu rahang sebaiknya sebelum operasi dibuatkan dulu “ Surgical
Guidance “ Yang berguna sebagai pedoman pembedahan.
Indikasi Alveoloplasti
Dalam melakukan alveoplasti ada beberapa keadaan yang harus
dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi, antara lain :
1. Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut, puncak ridge yang
tidak teratur, tuberositas tulang sehingga menganggu dalam proses pembuatan
dan adapatsi gigi tiruan.
2. Jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang,
maka alveoplasti dapat mempermudah pengeluarannya.
3. Jika terdapat ridge prosesuss alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga
dapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit setempat

10
4. Pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoplasti yang
bertujuan untuk memperbaiki hubungan antero posterior antara maksila dan
mandibula
Kontraindikasi Alveoplasti
1. Pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat elastis maka
proses resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pasien tua. Hal ini
harus diingat karena jangka waktu pemakaian gigi tiruan pada pasien muda
lebih lama dibandingkan pasien tua.
2. Pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruannya karena rasa
malu, sehingga jaringan pendukung gigi tiruan menjadi kurang sehat, karena
selalu dalam keadaan tertekan dan jarang dibersihkan. Hal ini mengakibatkan
proses resorbsi tulang dan proliferasi jaringan terhambat.
3. Jika bentuk prosesus alveolaris tidak rata tetapi tidak mengganggu adaptasi gigi
tiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun stabilitas.
4. Alveolar augmentasi.
Pada keadaan resorbsi tulang yang hebat , maka diperlukan tindakan bedah
yang lebih sulit dengan tujuan : Menambah besar dan lebar tulang rahang,
menambah kekuatan rahang, memperbaiki jaringan pendukung gigi tiruan.
Terdapat beberapa cara untuk menambah ketinggian linggir alveolar Yaitu :
a. Dengan cangkok tulang
b. Dengan melakukan osteotomi
c. Penambahan dengan menggunakan Hydroxilapatit.
Hidroxilapatit merupakan suatu bahan alloplastik yang bersifat Biocompatible
yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian tulang alveolar.
5. Alveolektomi
Adalah suatu tindakan bedah yang radikal untuk mereduksi atau mengambil
prosesus alveolaris sehingga bisa dilakukan aposisi mukosa, yaitu suatu prosedur
yang dilakukan untuk mempersiapkan linggir sebelum dilakukan terapi radiasi.
Alveolektomi juga diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan setelah
ekstraksi multiple atau single yang mencakup pengambilan tulang dan
pemendekan tepi gingival untuk memperoleh hasil yang baik untuk pembuatan
protesa.

11
Indikasi Alveolektomi
1. Kasus proyeksi anterior yang berlebih pada alveolar ridge pada maxilla atau
pengurangan prosessus alveolaris yang mengalami elongasi. Area yang
berlebih tersebut dapat menimbulkan masalah dalam estetik dan stabilitas gigi
tiruan.
2. Alveolektomi juga dilakukan untuk mengeluarkan pus dari suatu abses gigi
3. Alveolektomi diindikasikan juga untuk preparasi rahang untuk tujuan prostetik
yaitu untuk memperkuat stabilitas dan retensi gigi tiruan
4. Menghilangkan alveolar ridge yang runcing yan dapat menyebabkan neuralgia,
protesa tidak stabil dan sakit pada waktu dipakai
5. Menghilangkan tuberositas untuk mendapatkan protesa yang stabil dan enak
dipakai
6. Untuk menghilangkan eksostosis
7. Untuk keperluan perawatan ortodontik, bila pemakaian alat ortho tidak
maksimal maka dilakukan alveolektomi
8. Penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan kehilangan sebagian
kecil tulang alveolarnya.
6. Removal Torus
a. Torus removal pada torus palatinus
1. Palatum sebelum penghilangan torus palatinus

2. Setelah dilakukan anastesi, Dilakukan insisi di sepanjang midline palatum


dengan dua insisi serong pada anterior dan posteriornya

12
3. Flap yang terbentuk lalu ditarik dengan benang jahit atau jahitan traction.

4. Lesi kermudian dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan


fissure bur

5. Kemudian dilakukan penghilangan fragmen eksostosis dengan monobevel


chisel

6. Lalu dilakukan penghalusan permukaan tulang dengan bur tulang

7. Apabila ada jaringan lunak yang berlebihan maka dilakukan pemotongan


seperlunya
8. Dilakukan penutupan flap dimulai dari posterior dan dengan beberapa
jahitan matres horizontal terputus.
9. Hematom yang terjadi di bawah flap palatal merupakan hal biasa yang
terjadi. Kejadian ini bisa dihindari atau diperkecil dengan pengikatan
sponge pada palatum sehingga membantu menekan flap kearah palatum
(Belsky, 2003).

13
10. Palatum setelah penghilangan torus

b. Torus removal pada torus mandibula


1. Torus mandibularis di edentulous (a) dan dentulous (b) pasien

2. Sayatan sepanjang lengkung alveolar (tanpa melepaskan sayatan vertical)

3. Penutup mucoperiosteal dibuka untuk mengekspos exostosis

14
4. Penghilangan tulang exostosis dengan bur tulang

5. Permukaan tulang dirapikan dengan bone file

6. Area operasi setelah recontouring bedah tulang

     7. Area operasi setelah dijahit (Belsky, 2003).

15
2.7 Instruksi Pasca Bedah
1. Hindari makan yang terlalu keras atau kasar yang dapat melukai daerah operasi
2. Jangan mengisap-isap daerah bekas operasi
3. Jangan sering meludah
4. Jangan mengunyah permen karet atau merokok
5. Hindarkan daerah operasi dari rangsang panas
6. Perlunya meminum analgesik sebelum rasa sakit timbul (Belsky, 2003).

2.8 Medikasi Pasca Bedah


1. Pengobatan rasa sakit
2. Achetaminophen 500 mg setiap 4 -6 jam seperlunya.
3. Antibiotik, untuk mencegah infeksi.
4. Roburantia, untuk mempercepat penyembuhan
5. Vitamin C 500mg sampai 2 kali sehari.
6. Zinc 50-200 mg per hari
7. Obat kumur, resepkan Chlorhexidine glukonat
8. Setelah 5-7 hari jahitan dibuka (Belsky, 2003).

16

Anda mungkin juga menyukai