Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian pada pulpa atau saraf gigi tersebut dapat disebabkan oleh infeksi

kronis pada gigi sehingga berlanjut pada perusakan jaringan penyangga (tulang

dan gusi) atau infeksi kronis karang gigi yang menyebabkan kerusakan pada

jaringan gigi mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan jaringan penyangga

kemudian menginfeksi saraf gigi hingga saraf gigi mati (Howe, 1999).

Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi

(jaringan periodontium). Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan

antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Bila ini terjadi,

gingiva dapat mengalami penurunan, sehingga permukaan akar terlihat dan

sensitivitas gigiterhadap panas dan dingin meningkat. Gigi dapat mengalami

kegoyangan karena adanya kerusakan tulang (Howe, 1999).

Periodontitis Apikal adalah peradangan jaringan Periodontal oleh karena

adanya karies pada gigi yang berdekatan. Periodontitis Apikal dapat disebabkan

oleh karena ada gigi yang terkena Pulpitis, Gangren Pulpa, dan Gangren Radix.

Pada kondisi nekrosis yang tidak dirawat, bakteri akan berpenetrasi melalui

foramen apikalis dan menimbulkan inflamasi di periapeks dan disebut

periodontitis apikalis. Bila suatu gigi yang Gangren dibiarkan, maka dia akan

menjadi kronis dan tidak menimbulkan keluhan apa-apa karena saraf yang berada

di dalam ruang pulpa sudah tidak lagi berfungsi seperti yang seharusnya.

Penderita hanya merasa bahwa giginya pernah sakit, tetapi kemudian sakitnya

1
hilang (yaitu gigi berubah dari vital menjadi nonvital). Bila hal ini terjadi pada

gigi yang mahkotanya lebih dari sepertiga, maka dinamakan kronik Periodontitis

oleh karena Gangren Pulpa, sedangkan bila hal ini terjadi pada gigi yang

mahkotanya kurang dari sepertiga maka dinamakan Periodontitis oleh karena

Gangren Radix (Howe, 1999).

Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara

pada satu bagian tubuh dengan cara mengaplikasikan bahan topikal atau suntikan

tanpa menghilangkan kesadaran. Pencegahan rasa sakit selama prosedur

perawatan gigi dapat membangun hubungan baik antara dokter gigi dan pasien,

membangun kepercayaan, menghilangkan rasa takut, cemas dan menunjukkan

sikap positif dari dokter gigi. Teknik anastesi lokal merupakan pertimbangan yang

sangat penting dalam perawatan pasie. Ketentuan umur, anastesi topikal, teknik

injeksi dan analgetik dapat membantu pasien mendapatkan pengalaman positif

selama mendapatkan anastesi lokal. Berat badan harus dipertimbangkan untuk

memperkecil kemungkinan terjadi reaksi toksis dan lamanya waktu kerja

anastetikum, karena dapat menimbulkan trauma pada bibir atau lidah (Howe,

1999).

Di bidang kedokteran gigi, anestesi lokal sering digunakan dalam

perawatan pasien. Anestesi lokal digunakan sebagai penghilang rasa sakit

sehingga pasien merasa nyaman selama perawatan dan dokter gigi menjadi lebih

tenang dalam melakukan perawatan. Kerja sama yang baik dengan pasien juga

dapat dilakukan karena pada anestesi lokal pasien masih dalam keadaan sadar

selama perawatan. Penggunaan anestesi lokal juga lebih ekonomis sehingga

banyak digunakan dalam kedokteran gigi (Yuwono, 1993).

2
Ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan pembedahan yang melibatkan

jaringan tulang dan jaringan lunak dari rongga mulut, tindakan tersebut dibatasi

oleh bibir dan pipi dan terdapat faktor yang dapat mempersulit dengan adanya

gerakan dari lidah dan rahang bawah (Pederson, 1996).

Ekstraksi gigi dapat dilakukan bilamana keadaan lokal maupun keadaan

umum penderita (physical status) dalam keadaan yang sehat. Kemungkinan terjadi

suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan, mungkin saja dapat terjadi

walaupun hanya dilakukan pencabutan pada satu gigi. Ekstraksi gigi yang ideal

adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi yang utuh tanpa menimbulakan rasa

sakit dengan trauma sekecil mungkin pada jaringan penyangganya sehingga bekas

pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan problema

prostetik pasca bedah (Howe, 1999).

Untuk itulah pengetahuan yang mendalam tentang teknik-teknik

pencabutan mutlak diperlukan dalam melakukan tindakan, agar dapat mencegah

atau mengurangi terjadinya efek samping/komplikasi yang tidak kita inginkan. Di

samping itu, perawatan pasca-pembedahan juga merupakan suatu hal yang

penting agar prosedur pencabutan gigi yang dilakukan berhasil dengan baik dan

sempurna (Howe, 1999).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Periodontitis Kronis oleh karena gangren radiks?

2. Apa yang dimaksud dengan ekstraksi gigi?

3. Apa indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi?

4. Bagaimana cara anastesi untuk ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah?

3
5. Bagaimana cara ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah?

6. Bagaimana instruksi pasca ekstraksi gigi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan periodontitis kronis oleh

karena gangren radiks.

2. Untuk mengetahui definisi ekstraksi gigi.

3. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi.

4. Untuk mengetahui cara anastesi untuk ekstraksi gigi rahang atas dan rahang

bawah.

5. Untuk mengetahui cara ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah.

6. Untuk mengetahi instruksi pasca ekstraksi gigi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Periodontitis Kronis oleh karena Gangren Radiks

Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi

(jaringan periodontium). Yang termasuk jaringan penyangga gigi adalah gingiva,

tulang alveolar, sementum, dan ligamen periodontal.. Suatu keadaan dapat disebut

periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami

kerusakan. Selain itu tulang alveolar juga mengalami kerusakan. Bila ini terjadi,

gingiva dapat mengalami penurunan, sehingga permukaan akar terlihat dan

sensitivitas gigi terhadap panas dan dingin meningkat. Gigi dapat mengalami

kegoyangan karena adanya kerusakan tulang. Salah satu terjadinya periodontitis

dapat disebabkan oleh karena ada gigi yang sudah nekrosis tetapi tidak segera

dilakukan perawatan terhadap gigi tersebut. Karena jaringan yang nekrosis

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, bila bakteri terus

berkembang biak dan infeksi menjalar melalui foramen apikal menuju jaringan

periodontal / periradikuler, maka terjadilah periodontitis (Paul, 2003).

2.1.1 Etiologi

Menurut Paul (2003), periodontitis dapat dibedakan menjadi 3 menurut

etiologinya yaitu :

1. Periodontitis Apikal

Periodontitis Apikal adalah peradangan jaringan periodontal yang

berhubungan dengan adanya karies pada gigi yang berdekatan. Periodontitis

5
Apikal dapat disebabkan oleh karena ada gigi yang terkena Pulpitis, Gangren

Pulpa, dan Gangren Radix. Proses terjadinya Gangren Pulpa diawali oleh

proses terjadinya karies. Karies dentis adalah suatu penghacuran struktur gigi

(email, dentin, dan cementum) oleh aktivitas jasad renik atau mikroorganisme

dalam dental plak. Jadi proses karies hanya dapat dibentuk apabila terdapat 4

faktor yang saling tumpang tindih yaitu faktor bakteri, karbohidrat,

kerentanan permukaan gigi dan waktu. Karies yang tidak diobati kemudian

menjadi gangren. Pada waktu matinya pulpa, mula-mula tidak ada keluhan

apa-apa tetapi lama kelamaan peradangan dapat menjalar terus ke jaringan

periodontal sehingga menimbulkan keluhan periodontitis. Dalam hal ini,

jaringan periodontal akan menjadi sangat sensitif terhadap suhu dan tekanan.

Pada kenaikan suhu, pembuluh-pembuluh darah yang terdapat pada jaringan

periodontal akan mengalami dilatasi atau pelebaran sehingga menekan saraf

dan menimbulkan rasa nyeri.

2. Periodontitis Marginalis

Pada Periodontitis Mariginalis, jaringan periodontal meradang olehkarena

plak. Berawal dari akumulasi plak, lama kelamaan terjadipematangan plak

subgingiva yang mengandung bakteri-bakteri tertentu,hal ini menyebabkan

terjadinya peradangan dan peradangan tersebutmerusak jaringan ikat sehinga

perlekatan antara jarigan ikat berkurang.

3. Periodontitis Perikoronal

Periodontisis Perikoronal dapat disebabkan oleh karena adanya gigi Molar 3

yang tumbuhnya tidak sempurna atau dikenal sebagai istilah impacted teeth.

Pada pertumbuhan gigi yang normal, seluruh mahkota gigi atau crown akan

6
tumbuh seluruhnya, sejajar dengan gigi yang bersebelahan. Tetapi pada gigi

yang impaksi, tidak seluruh mahkota tumbuh, ada sebagian mahkota gigi

yang terbenam di dalam gusi sehingga menimbulkan peradangan jaringan

periodontal. Sebagian besar penyakit periodontal inflamatif disebabkan oleh

infeksi bakteri atau mikroorganisme yang berkolonisasi di permukaan gigi

(plak bakteri dan produk-produk yang dihasilkannya). Ada factor local yang

bersama-sama dengan plak bakteri menyebabkan penyakit kronis jaringan

periodontal.

2.1.2 Patofisiologi

Periodontitis Apikal adalah peradangan jaringan Periodontal oleh

karenaadanya karies pada gigi yang berdekatan. Periodontitis Apikal dapat

disebabkan oleh karena ada gigi yang terkena Pulpitis, Gangren Pulpa, dan

Gangren Radix. Jaringan nekrotik di saluran akar yang tidak terambil dantidak

diisi dengan hermetis akan memicu reaksi inflamasi di periapeks. Pada kondisi

nekrosis yang tidak dirawat, bakteri akan berpenetrasi melaluiforamen apikalis

dan menimbulkan inflamasi diperiapeks dan disebutperiodontitis apikalis (Paul,

2003).

Respon jaringan periodontium terhadap bakteri meliputibeberapa fase.

Fase pertama, periodontitis apikalis memperlihatkan gambaran akut dan

penyebaran yang cepat. Gambaran yang nyata adalah resorbsi tulanguntuk

membei ruang bagi lesi inflamasi jaringan lunak pada ujung akar. Pada beberapa

kasus dapat menyebabkan osteomielitis. Setelah fase akut, proses berlanjut

kekeseimbangan tubuh dan respon jaringan. Bakteri terus menerusmenyerang,

7
penyembuhan tidak dapat terjadi dan reaksi pertahanan tubuhberlanjut sehingga

memasuki masa kronis dan inflamasi terus berlanjut. Katayang biasa untuk

menyebut keadaan ini adalah granuloma periapeks, yangmengacu pada jaringan

granulasi yang terbentuk pada proses tersebut. Pada jangka panjang, granuloma

periapeks dapat berkembang menjadi kistaradikular.Bila suatu gigi yang Gangren

dibiarkan, maka dia akan menjadi kronisdan tidak menimbulkan keluhan apa-apa

karena saraf yang berada di dalamruang pulpa sudah tidak lagi berfungsi seperti

yang seharusnya. Penderitahanya merasa bahwa giginya pernah sakit, tetapi

kemudian sakitnya hilang (yaitu gigi berubah dari vital menjadi nonvital) (Paul,

2003).

Bila hal ini terjadi pada gigiyang mahkotanya lebih dari sepertiga, maka

dinamakan kronik Periodontitisoleh karena Gangren Pulpa, sedangnkan bila hal

ini terjadi pada gigi yangmahkotanya kurang dari sepertiga maka dinamakan

Periodontitis oleh karenaGangren Radix (Paul, 2003).

Pada gigi dengan kronik Periodontitis, walaupun penderita tidak

merasasakit, tapi proses radang tidak berhenti karena ada toksin-toksin kuman

darikanal pulpa melalui foramen apikal sehingga terjadi iritasi dan

dapatmenimbulkan Granuloma pada apex gigi. Granuloma adalah suatu

jaringangranulasi pada apex gigi yang berbentuk bulat, terdiri dari produk

suatuperadangan, kuman-kuman, pus dan jaringan gigi yang mati (Paul, 2003).

Kematian pada pulpa atau saraf gigi tersebut dapat disebabkan olehinfeksi

kronis pada gigi sehingga berlanjut pada perusakan jaringanpenyangga (tulang

dan gusi) atau infeksi kronis karang gigi yangmenyebabkan kerusakan pada

8
jaringan gigimikro organisme yangmenyebabkan kerusakan jaringan penyangga

kemudian menginfeksi saraf gigi hingga saraf gigi mati (Paul, 2003).

2.2 Anastesi Lokal

Anestesi lokal didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu

yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh. Anestesi lokal merupakan suatu

kondisi hilangnya berbagai sensasi seperti rasa sakit yang terjadi di sebagian

tubuh.1 Bahan anestetikum lokal bekerja dengan menghambat pengiriman impuls

ke ujung syaraf bebas dengan menghasilkan blokade gerbang sodium sehingga

terjadi penurunan sensasi, terutama rasa sakit yang bersifat sementara di sebagian

tubuh. Bahan anestetikum lokal mengubah proses pembentukan dan pengiriman

impuls dengan beberapa cara, yaitu dengan mengubah potensial istirahat dasar

dari membran sel syaraf, mengubah potensial ambang batas (threshold),

mengurangi rasio depolarisasi, atau dengan menambah rasio repolarisasi

(Yuwono, 1993).

Perubahan yang terjadi dapat diakibatkan oleh salah satu atau lebih dari

satu cara tersebut. Banyak teori yang menggambarkan cara kerja dari anestesi

lokal, salah satunya yang sering digunakan adalah teori spesifik reseptor. Bahan

anestetikum lokal melekat pada reseptor yang ada di dekat gerbang sodium pada

membran sel, lalu mengurangi permeabilitas ion sodium sehingga dapat

menghambat konduksi impuls. Ion sodium yang seharusnya berikatan dengan

reseptor pada membran sel untuk meningkatkan permeabilitas dan membuka

gerbang sodium akan berkompetisi dengan bahan anestetikum lokal untuk

berikatan dengan reseptor pada membrane sel. Setelah bahan anestetikum lokal

9
berikatan dengan reseptor, terjadi penurunan permeabilitas membran sel sehingga

menghasilkan blokade gerbang sodium (Yuwono, 1993).

Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan konduksi sodium dan rasio

depolarisasi sehingga terjadi kegagalan dalam mencapai potensial ambang batas

(threshold) dan mengakibatkan kegagalan dalam potensial aksi. Keadaan ini

mengakibatkan terhambatnya pengiriman impuls sehingga sensasi seperti rasa

sakit dapat dihilangkan (Yuwono, 1993).

2.2.1 Persiapan Anestesi

Sebelum dilakukan pemberian anestesi lokal, operator harus

mempertimbangkan resiko yang dapat terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan

olehefek depresan yang merupakan salah satu efek dari obat- obatan anestesi

lokal. Selainitu, obat- obatan anestesi lokal pun memiliki efek samping lain

berupa bronkospasm yang sering kali menyebabkan hiperventilasi maupun

vasodepressor sinkop. Olehkarena itu, keadaan umum pasien perlu dievaluasi

sebelum melakukan tindakananestesi (Yuwono, 1993).

Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi

fisik pasien. Dalam anamnesis, pasien ditanyakan tentang riwayat penyakit yang

pernahatau sedang diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumi, riwayat

alergi, dan jugabeberapa keluhan-keluhan yang mungkin dialami oleh pasien.

Dalam evaluasipraanestesi ini pula ditanyakan tentang ketakutan pasien sebelum

dilakukan anestesisehingga keadaan psikologis pasien dapat pula dievaluasi.

Penyakit-penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi

praanestesi adalah kelainan jantung, hipotensi, diabetes, gagal ginjal, penyakit

10
liver,alergi terhadap obat, hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsy, serta

kelainan darah.Pemeriksaan fisik praanestesi yang perlu dilakukan adalah inspeksi

visual untuk mengobservasi adanya kelainan pada postur tubuh pasien, gerakan

tubuh, bicara, dansebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik

menurut ASA (Yuwono, 1993).

2.2.2 Bahan Anastesi Lokal

Bahan anestesi lokal merupakan salah satu bahan yang paling sering

digunakan dalam kedokteran gigi, bahkan menjadi bahan yang mutlak digunakan

dalam praktek dokter gigi sehari-hari. Bahan anestesi lokal digunakan untuk

menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat prosedur kedokteran gigi yang

dilakukan. Bahan anestesi lokal terbagi atas dua golongan yaitu ester dan amida.

Jenis bahan anestesi yang termasuk dalam golongan ester diantaranya yaitu

kokain, prokain, 2-kloroprokain, tetrakain dan benzokain sedangkan yang

termasuk dalam golongan amida diantaranya yaitu lidokain, mepivakain,

bupivakain, prilokain, etidokain dan artikain (Iksan, 2013).

2.2.2 Tekhnik Anastesi Lokal

Menurut Yuwono (1993), tekhnik anastesi lokal untuk gigi anterior dan

posterior rahang atas rahang bawah adalah sebagai berikut:

1. Teknik anastesi untuk gigi anterior dan posterior rahang atas

a. Nervus Alveolaris Superior Posterior

Untuk molar ketiga, kedua, dan akar distal dan palatal molar pertama.

Titik suntikan terletak pada lipatan mukobukal diatas gigi molar kedua

11
atas, gerakkan jarum ke arah distal dan superior kemudian suntikkan obat

anastesi 1-2 cc diatas apeks akar gigi molar ketiga. Untuk melengkapi

anastesi pada gigi molar pertam, dapt diberikan injeksi supraperiosteal di

atas apeks akar premolar kedua. Injeksi ini cukup untuk prosedur

operatif.

b. Nervus Alveolaris Superior Medius

Untuk premolar pertama dan kedua, serta akar mesial gigi molar pertama.

Titik suntikan adalah lipatan mukobukal di atas gigi premolar pertama.

Jarum diarahkan ke suatu titik sedikit diatas apeks akar, kemudian

suntikkan obat anastesi perlahan-lahan. Agar akurat, raba kontur dengan

hati-hati.

c. Nervus Alveolaris Superior Anterior

Untuk keenam gigi anterior. Titik suntikan terletak pada lipatan

mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus. Jarum diarahkan ke apeks

kaninus, suntikkan obat diatas apeks akar gigi tersebut. Injeksi ini sudah

cukup untuk prosedur operatif.

d. Injeksi Nervus Nasopalatinus

Untuk ekstraksi gigi atau anastesi mukoperiosteum sepertiga anterior

palatum, yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain. Titik suntikan

terltak sepanjang papila insisivus yang berlokasi pada garis tengah

rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas

pada garis tengah menuju kanalis palatina anterior.

12
e. Injeksi Nervus Palatinus Mayor

Untuk ekstraksi gigi atau anastesi mukoperiosteum palatum dari

tuberositas maksila ke regio kaninus dan dari garis tengah ke krista

gingiva pada sisi bersangkutan. Tentukan titik garis khayal yang ditarik

dari tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap

garis tengah rahang. Injeksikan obat anastesi sedikit mesial dari titik

tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian dari nervus palatinus mayor yang keluar dari

foramen palatinum posterior yang akan dianastesi, jarum tidak perlu

diteruskan masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau penyuntikkan obat

anastesi dalam jumlah besar pada orifisum akan menyebabkan

teranastesinya nervus palatinus medius sehingga palatum molle menjadi

kebal. Akibatnya akan timbul gagging.

2. Teknik anastesi gigi anterior dan posterior rahang bawah

a. Injeksi Blok Mandibular

Dilakukan palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku

jari menempel pada linea oblique. Bagian belakang jarum suntik terletak

diantara kedua premolar pada sisi yang berlawanan jarum jam diarahkan

sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke ramus dan jari.

Jarum ditusukkan pada apeks trigonum pterygomandibular dan gerakan

jarum diantara ramusdan ligamentum serta otot yang menutupi fasies

interna ramus diteruskan sampai ujungnya kontak dengan dinding

posterior sulkus mandibularis. Keluarkan 1,5 cc obat anastesi (rata-rata

kedalaman insersi adalah 15 mm, tapi bervariasi tergantung ukuran

13
mandibula dan proporsinya berubah sejalan dengan pertambahan umur).

Dapat jugan menganastesi nervus lingualis dengan cara mengeluarkan

obat anastesi pertengahan perjalanan masuknya jarum.

b. Injeksi Mentalis

Untuk menganastesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif.

Untuk menganastesi gigi insisivus, serabut saraf yang bersimpangan dari

sisi yang lain juga harus di blok. Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar

bawah. Foramen biasanya terletak di salah satu apeks akar gigi premolar

tersebut. Pipi diarik ke arah bukal gigi premolar. Jarum dimasukkan ke

dalam membran mukosa diantara kedua gigi premolar dengan jarak 10

mm eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi jarum suntik

membentuk sudut 45o terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah

ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai

menyentuh tulang. Masukkan 0,5 cc obat anastesi, tunggu sebentar.

Kemudian gerakkan ujung jarum tanpa menarik jarum keluar, sampai

terasa masuk kedalam foramen.

c. Injeksi Lingualis

Untuk gigi premolar dan gigi anterior, karena jaringan lunak pada

permukaan lingual mandibula tidak teranastesi dengan injeksi foramen

mentale dan injeksi mandibular. Jarum disuntikkan pada

mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang

dianastesi. Karena posisi dari gigi insisivus, daerah ini sulit dicapai

dengan jarum lurus.

14
Dosis dan urutan deponir cairan anastesi

1. Gigi anterior rahang atas:

a. Infiltrasi nervus alveolaris superior anterior 1cc

b. Blok nervus nasopalatinus 0,5cc

2. Gigi posterior rahang atas:

a. Infiltrasi nervus alveolaris superior media/posterior 1cc

b. Blok nervus palatinus majus 0,5cc

3. Gigi anterior rahang bawah:

a. Infiltrasi mukosa labial (nervus insisivus) 0,5cc

b. Infiltrasi nervus lingualis 0,5cc

4. Gigi posterior rahang bawah

a. Blok nervus alveolaris inferior 0,75cc-1cc

b. Blok nervus lingualis 0,5cc-0,75cc

c. Infiltrasi nervus bukalis 0,5cc

2.3 Ekstraksi Gigi

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana

dan teknik pembedahan. Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari

perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan

mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar menggunakan tang

ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan dilakukan dengan pembuatan flep,

pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di

dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula

15
dengan penjahitan. Teknik sederhana digunakan untuk ekstraksi gigi erupsi yang

merupakan indikasi, misalnya gigi berjejal. Ekstraksi gigi dengan teknik

pembedahan dilakukan apabila gigi tidak bisa diekstraksi dengan menggunakan

teknik sederhana, misalnya gigi ankilosis (Harry, 2001)

2.3.1 Indikasi

Menurut Harry (2003), tujuan dokter gigi adalah menciptakan rongga

mulut yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik sampai akhir pertumbuhan gigi.

Walaupun demikian, ekstraksi gigi penting dilakukan dengan berbagai alasan.

1. Karies Besar: gigi yang mahkotanya sudah sangat rusak dan tidak dapat

direstorasi lagi.

2. Nekrosis Pulpa : gigi dengan pulpitis irreversible yang perawatan endodonti

tidak dapat dilakukan lagi atau merupakan kegagalan setelah dilakukan

perawatan endodonti.

3. Gigi Retak: gigi yang retak atau mengalami fraktur akar yang biasanya

menyebabkan nyeri hebat dan tidak dapat dikendalikan dengan perawatan

endodonti.

4. Gigi Terpendam: apabila gigi terpendam menimbulkan masalah dan

menyebabkan gangguan fungsi normal dari pertumbuhan gigi, maka gigi

terpendam ini diekstraksi.

5. Gigi yang berkaitan dengan lesi patologis: ekstraksi gigi dengan lesi patologis

harus dilakukan bersamaan dengan pembuangan lesinya.

6. Gigi Persistensi: gigi desidui yang sudah waktunya tanggal tetapi masih kuat

dan gigi penggantinya sudah erupsi. Biasanya gigi desidui mengalami

16
resorbsi sehingga akan goyah, tetapi pada gigi desidui yang gangren tidak

mungkin terjadi resorbsi atau karena kondisi kesehatan dari pasien maka gigi

desidui itu masih tetap tertanam dalam tulang alveolar.

7. Keperluan Orthodonti: ekstraksi gigi premolar dilakukan untuk perawatan

orthodonti dengan pertumbuhan gigi yang berjejal.

8. Ekstraksi Preprostetis: untuk keperluan pembuatan protesa dilakukan

ekstraksi gigi.

2.3.2 Kontraindikasi

Menurut Harry (2003), walaupun gigi memenuhi persyaratan untuk

dilakukan ekstraksi, pada beberapa keadaan tidak boleh dilakukan ekstraksi gigi

karena beberapa faktor atau merupakan kontraindikasi ekstraksi gigi. Pada

keadaan lain, kontraindikasi ekstraksi gigi sangat berperan penting untuk tidak

dilakukan ekstraksi gigi sampai masalahnya dapat diatasi.

1. Penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus

kontraindikasi pada pemberian adrenalin. Adrenalin pada ekstraksi gigi

merupakan kontraindikasi pada penderita penyakit jantung, hipertensi,

arteriosklerosis dan diabetes melitus.

2. Penderita Trombositopenia memiliki jumlah trombosit lebih sedikit dari

normal sehingga darah sukar membeku. Seperti yang telah diketahui bahwa

trombosit penting artinya dalam pembekuan darah.

3. Penderita Leukemia memiliki jumlah leukosit yang lebih banyak dari normal

dalam darah sehingga mudah mengalami perdarahan.

17
4. Penderita Hemofilia merupakan penyakit atau kelainan susunan darah yang

bersifat herediter dan hanya terdapat pada laki-laki. Apabila penderita

mendapatkan luka, maka darahnya tidak dapat membeku. Hal ini disebabkan

oleh trombosit tidak dapat pecah kalau berhubungan dengan udara karena

kekurangan zat antihemofilia dalam serum, sehingga darah akan terus

mengalir.

5. Kehamilan merupakan kontraindikasi pada trimester pertama, karena keadaan

umum ibu hamil pada trimester pertama sering sangat lemah dan dalam masa

pembentukan janin.

2.3.3 Prinsip Ekstraksi Gigi

Menurut Purwanto (1999), ekstraksi gigi harus mengikuti prinsip-prinsip

yang akan memudahkan dalam proses ekstraksi gigi dan memperkecil terjadinya

komplikasi ekstraksi gigi.

1. Asepsis

Untuk menghindarkan atau memperkecil bahaya inflamasi, seharusnya

bekerja secara asepsis, artinya melakukan pekerjaan dengan menjauhkan

segala kemungkinan kontaminasi dari kuman atau menghindari organisme

patogen. Asepsis secara praktis merupakan suatu teknik yang digunakan

untuk memberantas semua jenis organisme. Tindakan sterilisasi dilakukan

pada tim operator, alat-alat yang dipergunakan, kamar operasi, pasien

terutama pada daerah pembedahan.

18
2. Pembedahan atraumatik

Pada saat ekstraksi gigi harus diperhatikan untuk bekerja secara hati-hati,

tidak kasar, tidak ceroboh, dengan gerakan pasti, sehingga membuat trauma

sekecil mungkin. Tindakan yang kasar menyebabkan trauma jaringan lunak,

memudahkan terjadinya inflamasi dan memperlambat penyembuhan.

Peralatan yang digunakan haruslah tajam karena dengan peralatan yang

tumpul akan memperbesar terjadinya trauma.

3. Akses dan lapangan pandang baik

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akses dan lapangan pandang yang

baik selama proses ekstraksi gigi. Faktor-faktor tersebut adalah posisi kursi,

posisi kepala pasien, posisi operator, pencahayaan, retraksi dan penyedotan

darah atau saliva.

Posisi kursi harus diatur untuk mendapatkan akses terbaik dan kenyamanan

bagi operator dan pasien. Pada ekstraksi gigi maksila, posisi pasien lebih

tinggi dari dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi lebih rendah

sehingga pasien duduk lebih menyandar dan lengkung maksila tegak lurus

dengan lantai. Sedangkan ekstraksi gigi pada mandibula, posisi pasien lebih

rendah dari dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi tegak dan

dataran oklusal terendah sejajar dengan lantai.

Pencahayaan harus diatur sedemikian rupa agar daerah operasi dapat terlihat

dengan jelas tanpa bayangan hitam yang membuat gelap daerah operasi.

Retraksi jaringan juga dibutuhkan untuk mendapatkan lapangan pandang

yang jelas. Daerah operasi harus bersih dari saliva dan darah yang dapat

19
mengganggu penglihatan ke daerah tersebut sehingga dibutuhkan penyedotan

pada rongga mulut.

4. Tata Kerja Teratur

Bekerja sistematis agar dapat mencapai hasil semaksimal mungkin dengan

mengeluarkan tenaga sekecil mungkin. Penting untuk mengetahui cara kerja

yang berbeda untuk setiap pembedahan, sehingga dapat menggunakan

tekanan terkontrol sesuai dengan urutan tindakan.

2.4 Instruksi Pasca Ekstraksi

Menurut Purwanto (1999), instruksi pasca ekstraksi adalah sebagai

berikut :

1. Setelah gigi dicabut gigit tampon 30 menit.

2. Untuk hari pertama setelah pencabutan, hindari makanan yang panas,

usahakan makan-makanan yang dingin.

3. Jangan menyikat gigi terlalu keras pada daerah yang dicabut.

4. Jangan menaminkan luka dengan lidah.

5. Bagi yang suka merokok, untuk hari pertama setelah pencabutan, jangan

merokok dulu.

6. Makan pada sisi yang berlawanan.

7. Jangan berkumur terlalu keras. Karena dapat merusak bekuan darah.

20
BAB III

MANAJEMEN KASUS

Kasus 1

1. Keluhan utama :

Pasien perempuan Ny. PA, usia 43 tahun datang ke RSGM IIK dengan

keluhan ingin mencabutkan gigi belakang bawah kanan yang sudah sisa akar.

2. Anamnesa : Gigi sebelah bawah kanan berlubang sejak ±5 tahun yang lalu.

Tidak pernah dirawat. Awal mula lubang kecil terus membesar hingga sisa

akar. Tidak pernah bengkak, tidak pernah sakit, tidak pernah diberi obat, tidak

pernah ke dokter gigi, keadaan sekarang tidak sakit, pasien tidak memiliki

riwayat sistemik.

3. Kondisi fisik: baik dan siap menerima perawatan.

4. TTV :

a. TD : 130/90 mmHg

b. N : 65x/menit

c. R : 28x/menit

d. TB : 148 cm

e. BB : 75 kg

5. Pemeriksaan Fisik Regional:

EO. Kepala dan Leher : (N)

IO. Rongga Mulut : (N)

6. Kelenjar submandibula dan submentalis: tidak teraba, tidak sakit.

21
Gambar 1. Pasien Ny. PA

Tabel 1. Status Lokalis-Intraoral Pemeriksaan Gigi

1. Pemeriksaan Karies/Jaringan 2. Pemeriksaan kondisi periodontium


Pulpoperiapikal
Maca Kondisi jaringan Permuka Gingiv Period. membran
m pulpoperiapikal an gigi a
karies
Mudah berdarah

Resesi gingiva

Mobilitas gigi
Kemerahan
Edemortus
Tes dingin
Tes sonde

Tes panas

Kalcuturs
Sorders
Perkusi
Kondisi gigi

poket
Druk
EPT
Elemen

44 SA . . . . . Tidak - - . . . . . .
sakit

Terapi Pelaksana Tindakan

Diagnosis : Periodontitis kronis ok GR pada gigi 44

1. Ekstraksi :

a. Asepsis pada tempat insersi jarum dengan povidone iodine 10%

22
b. Anastesi dengan pehacain, blok N. Alveolaris Inferior 1cc, anastesi blok

N. Lingualis 0,5 cc, dan anastesi infiltrasi N. Bukalis 0,5 cc

c. Ekstaksi gigi 44

d. Instruksi post ekstraksi :

1) Setelah gigi dicabut gigit tampon 30 menit.

2) Untuk hari pertama setelah pencabutan, hindari makanan yang

panas, usahakan makan-makanan yang dingin.

3) Jangan menyikat gigi terlalu keras pada daerah yang dicabut.

4) Jangan menaminkan luka dengan lidah.

5) Makan pada sisi yang berlawanan.

6) Jangan berkumur terlalu keras. Karena dapat merusak bekuan darah.

2. Kontrol I hari ke-7

S : Pasien tidak ada keluhan rasa sakit

O : EO : DBN

IO : Luka bekas pencabutan sudah tertutup

Kemerahan (-)

Pembengkakan (-)

Debris (-)

Palpasi (-)

A : Proses penyembuhan post ekstraksi gigi 44

P : - Menginstruksikan pasien menjaga OH dan makan-makanan yang

bergizi.

- Menyikat gigi teratur dan jangan terlalu keras pada bekas

pencabutan.

23
Kasus 2

1. Keluhan Utama :

Pasien laki-laki, Tn. BEP berusia 43 tahun datang ke RSGM IIK dengan

keluhan ingin mencabutkan gigi depan atas kiri.

2. Anamnesa :

Gigi sebelah atas kiri berlubang sejak ±3 tahun yang lalu, gigi tersebut tidak

pernah dirawat. Awal mula lubang kecil, dan lama-kelamaan membesar

hingga sisa akar. Tidak pernah bengkak, dulu pernah sakit, tidak pernah

diberi obat, tidak pernah ke dokter gigi, pasien tidak memiliki riwayat

penyakit sistemik.

3. Kondisi fisik : baik dan siap menerima perawatan.

4. TTV :

a. TD : 130/70 mmHg

b. N : 62 x/menit

c. R : 16 x/menit

d. TB : 167 cm

e. BB : 61 kg

5. Pemeriksaan Fisik Regional:

EO. Kepala dan Leher : (N)

IO. Rongga Mulut : (N)

6. Kelenjar submandibula dan submentalis: tidak teraba, tidak sakit.

24
Gambar 3. Pasien Tn. BEP

Tabel 2. Status Lokalis-Intraoral Pemeriksaan gigi.

1. Pemeriksaan Karies/Jaringan 2. Pemeriksaan kondisi periodontium


Pulpoperiapikal
Maca Kondisi jaringan Permuka Gingiv Period. membran
m pulpoperiapikal an gigi a
karies

Mudah berdarah

Resesi gingiva

Mobilitas gigi
Kemerahan
Edemortus
Tes dingin
Tes sonde

Tes panas

Kalcuturs
Sorders
Perkusi
Kondisi gigi

poket
Druk
EPT
Elemen

22 SA . . . . . Tidak - - . . . . . .
sakit

Terapi Pelaksana Tindakan

Diagnosis : Periodontitis kronis ok GR pada gigi 22

1. Ekstraksi :

a. Asepsis pada tempat insersi jarum dengan povidone iodine 10%

b. Anastesi dengan pehacain, anastesi infiltrasi N. Alveolaris Superior

anterior 0,5 cc dan Blok N. Nasopalatinus 0,5 cc

25
c. Ekstaksi gigi 22

d. Instruksi post ekstraksi :

1) Setelah gigi dicabut gigit tampon 30 menit.

2) Untuk hari pertama setelah pencabutan, hindari makanan yang

panas, usahakan makan-makanan yang dingin.

3) Jangan menyikat gigi terlalu keras pada daerah yang dicabut.

4) Jangan menaminkan luka dengan lidah.

5) Bagi yang suka merokok, untuk hari pertama setelah pencabutan,

jangan merokok dulu.

6) Makan pada sisi yang berlawanan.

7) Jangan berkumur terlalu keras. Karena dapat merusak bekuan darah.

2. Kontrol I hari ke-4 post perawatan

S : Pasien tidak ada keluhan rasa sakit

O : EO : DBN

IO : Luka bekas pencabutan belum menutup sempurna

Kemerahan (-)

Pembengkakan (-)

Debris (+)

Palpasi (-)

A : Proses penyembuhan post ekstraksi gigi 22

P : - Menginstruksikan pasien menjaga OH dan makan-makanan yang

bergizi

- Menyikat gigi teratur dan jangan terlalu keras pada bekas

pencabutan.

26
Kasus 3

1. Keluhan utama :

Pasien laki-laki, Tn. AP usia 35 tahun datang ke RSGM IIK dengan keluhan

ingin mencabutkan gigi atas belakang kiri.

2. Anamnesa :

Gigi atas kiri belakang berlubang sejak ±3 tahun yang lalu. Kemudian gigi

tersebut tidak dirawat dan lubang lama kelamaan membesar dan menjadi sisa

akar. Pernah bengkak 6 bulan yang lalu, pernah diobati amoxilin, pasien

pernah ke dokter gigi. Keadaan sekarang tidak sakit.

3. Kondisi fisik : baik dan siap menerima perawatan.

4. TTV :

a. TD : 110/80 mmHg

b. N : 68 x/menit

c. R : 20 x/menit

d. TB : 161 cm

e. BB : 58 kg

5. Pemeriksaan Fisik Regional:

EO. Kepala dan Leher : (N)

IO. Rongga Mulut : (N)

6. Kelenjar submandibula dan submentalis: tidak teraba, tidak sakit.

27
Tabel 3. Status Lokalis-Intraoral Pemeriksaan gigi

1. Pemeriksaan Karies/Jaringan 2. Pemeriksaan kondisi periodontium


Pulpoperiapikal
Maca Kondisi jaringan Permuka Gingiv Period. membran
m pulpoperiapikal an gigi a
karies

Mudah berdarah

Resesi gingiva

Mobilitas gigi
Kemerahan
Edemortus
Tes dingin
Tes sonde

Tes panas

Kalcuturs
Sorders
Perkusi
Kondisi gigi

poket
Druk
EPT
Elemen

27 SA . . . . . Tidak + + . . . . . .
sakit

Terapi Pelaksana Tindakan

Diagnosis : Periodontitis kronis ok GR pada gigi 27

1. Ekstraksi :

a. Asepsis pada tempat insersi jarum dengan povidone iodine 10%

b. Anastesi dengan pehacain, infiltrasi pada N. Alveolaris superior Posterior

0,5 cc, dan Blok pada Nasopalatinus mayus 0,5 cc.

c. Ekstaksi gigi 27

d. Instruksi post ekstraksi :

1) Setelah gigi dicabut gigit tampon 30 menit.

2) Untuk hari pertama setelah pencabutan, hindari makanan yang

panas, usahakan makan-makanan yang dingin.

3) Jangan menyikat gigi terlalu keras pada daerah yang dicabut.

4) Jangan menaminkan luka dengan lidah.

5) Bagi yang suka merokok, untuk hari pertama setelah pencabutan,

jangan merokok dulu.

28
6) Makan pada sisi yang berlawanan.

7) Jangan berkumur terlalu keras. Karena dapat merusak bekuan darah.

2. Kontrol I hari ke-3 post perawatan

S : Pasien tidak ada keluhan rasa sakit

O : EO : DBN

IO : Luka bekas pencabutan belum menutup sempurna

Kemerahan (+)

Pembengkakan (-)

Debris (+)

Palpasi (-)

A : Proses penyembuhan post ekstraksi gigi 27

P : - Irigasi dengan aquades steril

- Menginstruksikan pasien menjaga OH dan makan-makanan yang

bergizi

- Menyikat gigi teratur dan jangan terlalu keras pada bekas

pencabutan.

Kasus 4

1. Keluhan utama :

Pasien laki-laki, Tn. M usia 75 tahun datang ke RSGM IIK dengan keluhan

ingin mencabutkan gigi depan bawah kanan kanan.

2. Anamnesa :

Gigi atas kiri belakang berlubang sejak ±10 tahun yang lalu, tidak pernah

dirawat. Awal mula lubang kecil dan terus menerus membesar dan tinggal

29
sisa akar, tidak pernah bengkak, tidak pernah sakit, tidak pernah diberi obat,

pernah ke dokter gigi. Keadaan sekarang tidak sakit. pasien tidak memiliki

riwayat penyakit sistemik.

3. Kondisi fisik : baik dan siap menerima perawatan.

4. TTV :

a. TD : 130/90 mmHg

b. N : 76 x/menit

c. R : 28 x/menit

d. TB : 140 cm

e. BB : 63 kg

5. Pemeriksaan Fisik Regional:

EO. Kepala dan Leher : (N)

IO. Rongga Mulut : (N)

6. Kelenjar submandibula dan submentalis: tidak teraba, tidak sakit.

Tabel 4. Status Lokalis-Intraoral Pemeriksaan gigi

1. Pemeriksaan Karies/Jaringan 2. Pemeriksaan kondisi periodontium


Pulpoperiapikal
Maca Kondisi jaringan Permuka Gingiv Period. membran
m pulpoperiapikal an gigi a
karies
Mudah berdarah

Resesi gingiva

Mobilitas gigi
Kemerahan
Edemortus
Tes dingin
Tes sonde

Tes panas

Kalcuturs
Sorders
Perkusi
Kondisi gigi

poket
Druk
EPT
Elemen

41 SA . . . . . Tidak + + . . . . . .
sakit

30
Terapi Pelaksana Tindakan

Diagnosis : Periodontitis kronis ok GR pada gigi 41

1. Ekstraksi :

a. Asepsis pada tempat insersi jarum dengan povidone iodine 10%

b. Anastesi dengan pehacain, infiltrasi pada N. Insisivus 0,5 cc dan N.

Lingualis 0,5 cc

c. Ekstaksi gigi 41

d. Instruksi post ekstraksi :

1) Setelah gigi dicabut gigit tampon 30 menit.

2) Untuk hari pertama setelah pencabutan, hindari makanan yang

panas, usahakan makan-makanan yang dingin.

3) Jangan menyikat gigi terlalu keras pada daerah yang dicabut.

4) Jangan menaminkan luka dengan lidah.

5) Bagi yang suka merokok, untuk hari pertama setelah pencabutan,

jangan merokok dulu.

6) Makan pada sisi yang berlawanan.

7) Jangan berkumur terlalu keras. Karena dapat merusak bekuan darah.

2. Kontrol I hari ke-2 post perawatan

S : Pasien tidak ada keluhan rasa sakit

O : EO : DBN

IO : Luka bekas pencabutan belum menutup sempurna

Perdarahan (+) sedikit

Debris (+)

Kemerahan (+)

31
Pembengkakan (-)

Sakit (-)

A : Proses penyembuhan post ekstraksi gigi 41

P : - Irigasi dengan aquades steril

- Menginstruksikan pasien menjaga OH dan makan-makanan yang

bergizi

- Menyikat gigi teratur dan jangan terlalu keras pada bekas

pencabutan.

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 43 tahun datang ke RSGM IIK dengan keluhan

ingin mencabutkan gigi belakang bawah kanan yang sudah sisa akar. Gigi sebelah

bawah kanan berlubang sejak ±5 tahun yang lalu. Tidak pernah dirawat. Awal

mula lubang kecil terus membesar hingga sisa akar. Tidak pernah bengkak, tidak

pernah sakit, tidak pernah diberi obat, tidak pernah ke dokter gigi, keadaan

sekarang tidak sakit, pasien tidak memiliki riwayat sistemik. Terapi pelaksanaan

tindakan untuk kasus tersebut adalah dilakukan asepsis terlebih dahulu pada

mukosa bukal dan lingual pada gigi 44 dengan menggunakan povidone iodine

10% memakai pinset dan cotton pelet. Kemudian menyiapkan anastesi lokal

dengan menggunakan pehacain, karena pasien tidak memiliki riwayat hipertensi

sehingga anastesi yang digunakan tanpa menggunakan vasokonstriktor. Anastesi

menggunakan anastesi blok mandibular yaitu blok Nervus Alveolaris Inferior 1

cc, anastesi blok Nervus Lingualis 0,5 cc, dan anastesi infiltrasi Nervus Bukalis

0,5 cc. Setelah itu, dilakukan ekstraksi gigi dengan menggunakan tang sisa akar

RB posterior dengan ujung mengatup, beak terletak pada sulkus gingiva yang

paling dalam. Gerakkan tang bukal-lingual secara perlahan kemudian tarik ke

bukal. Kuret gingiva untuk membuat perdarah agar tidak terjadi dry socket. Pasien

kemudian diinstruksikan untuk menggigit tampon 30 detik, tidak boleh berkumur

terlalu keras, makan pada gigi sebelah, dan tidak boleh minum yang terlalu panas

terlebih dahulu. Instruksikan pasien 3 hari setelah ekstraksi untuk kontrol.

33
Pasien laki-laki berusia 43 tahun datang ke RSGM IIK dengan keluhan

ingin mencabutkan gigi depan atas kiri. Gigi sebelah atas kiri berlubang sejak ±3

tahun yang lalu, gigi tersebut tidak pernah dirawat. Awal mula lubang kecil, dan

lama-kelamaan membesar hingga sisa akar. Tidak pernah bengkak, dulu pernah

sakit, tidak pernah diberi obat, tidak pernah ke dokter gigi, pasien tidak memiliki

riwayat penyakit sistemik. Terapi pelaksanaan tindakan untuk kasus tersebut

adalah dilakukan asepsis terlebih dahulu pada mukosa labial dan palatal pada gigi

22 dengan menggunakan povidone iodine 10% memakai pinset dan cotton pelet.

Kemudian menyiapkan anastesi lokal dengan menggunakan pehacain, karena

pasien tidak memiliki riwayat hipertensi sehingga anastesi yang digunakan tanpa

menggunakan vasokonstriktor. Anastesi menggunakan anastesi infiltrasi Nervus

Alveolaris Superior Anterior 0,5 cc dan anastesi blok Nervus Nasopalatinus 0,5

cc. Setelah itu, dilakukan ekstraksi gigi dengan menggunakan tang sisa akar RA

anterior dengan ujung mengatup, beak terletak pada sulkus gingiva yang paling

dalam. Gerakkan tang labial-palatal secara perlahan, kemudian rotasi secara

perlahan. Kuret gingiva untuk membuat perdarah agar tidak terjadi dry socket.

Pasien kemudian diinstruksikan untuk menggigit tampon 30 detik, tidak boleh

berkumur terlalu keras, makan pada gigi sisi sebelah, dan tidak boleh minum yang

terlalu panas terlebih dahulu, dan tidak boleh merokok. Instruksikan pasien 3 hari

setelah ekstraksi untuk kontrol.

Pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke RSGM IIK dengan keluhan ingin

mencabutkan gigi atas belakang kiri, gigi atas kiri belakang berlubang sejak ±3

tahun yang lalu. Kemudian gigi tersebut tidak dirawat dan lubang lama kelamaan

membesar dan menjadi sisa akar. Pernah bengkak 6 bulan yang lalu, pernah

34
diobati amoxilin, pasien pernah ke dokter gigi. Keadaan sekarang tidak sakit.

Terapi pelaksanaan tindakan untuk kasus tersebut adalah dilakukan asepsis

terlebih dahulu pada mukosa bukal dan palatal pada gigi 27 dengan menggunakan

povidone iodine 10% memakai pinset dan cotton pelet. Kemudian menyiapkan

anastesi lokal dengan menggunakan pehacain, karena pasien tidak memiliki

riwayat hipertensi sehingga anastesi yang digunakan tanpa menggunakan

vasokonstriktor. Anastesi menggunakan anastesi infiltrasi Nervus Alveolaris

Superior Posterior 0,5 cc dan anastesi blok Nervus Nasopalatinus mayus 0,5 cc.

Setelah itu, dilakukan ekstraksi gigi 27 dengan menggunakan tang sisa akar RA

posterior dengan ujung mengatup, beak terletak pada sulkus gingiva yang paling

dalam. Gerakkan tang bukal-palatal secara perlahan, kemudian tarik ke bukal

secara perlahan. Kuret gingiva untuk membuat perdarah agar tidak terjadi dry

socket. Pasien kemudian diinstruksikan untuk menggigit tampon 30 detik, tidak

boleh berkumur terlalu keras, makan pada gigi sisi sebelah, dan tidak boleh

minum yang terlalu panas terlebih dahulu, dan tidak boleh merokok. Instruksikan

pasien 3 hari setelah ekstraksi untuk kontrol.

35
BAB V

KESIMPULAN

Dari apa yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi

(jaringan periodontium). Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila

perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan.

2. Apabila suatu gigi yang Gangren dibiarkan, maka lama kelamaan gigi

tersebut menjadi kronis dan tidak menimbulkan keluhan apapun karena saraf

yang berada di dalam ruang pulpa sudah tidak lagi berfungsi seperti yang

seharusnya. Penderita hanya merasa bahwa giginya pernah sakit, tetapi

kemudian sakitnya hilang (yaitu gigi berubah dari vital menjadi

nonvital). Apabila hal ini terjadi pada gigi yang mahkotanya kurang dari

sepertiga maka dinamakan Periodontitis kronis oleh karena Gangren Radix.

3. Anestesi lokal merupakan suatu kondisi hilangnya berbagai sensasi seperti

rasa sakit yang terjadi di sebagian tubuh. Bahan anestetikum lokal bekerja

dengan menghambat pengiriman impuls ke ujung syaraf bebas dengan

menghasilkan blokade gerbang sodium sehingga terjadi penurunan sensasi,

terutama rasa sakit yang bersifat sementara di sebagian tubuh.

4. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

alveolar. Ekstraksi gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar

gigi yang utuh tanpa menimbulakan rasa sakit dengan trauma sekecil

mungkin pada jaringan penyangganya sehingga bekas pencabutan akan

sembuh secara normal dan tidak menimbulkan problema prostetik pasca

bedah.

36
DAFTAR PUSTAKA

Coulthard Paul, Horner Keith, Sloan Philip, dkk. 2003. Oral and Maxillofacial
Surgery, Radiology, Pathology and Oral Medicine. 1st ed, Churchill
Livingstone, London.

Harry Dym, Ogle E. Orret. 2001. Minor Oral Surgery. W.B. Saunders Company,
Philadelphia.

Howe L. Geoffrey. 1999. Pencabutan Gigi Geligi. Edisi Ketiga Revisi. Penerbit
Buku Kedokteran Jakarta: EGC.
Pederson W. Gordon. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. 1st ed, Penerbit Buku
Kedokteran Jakarta: EGC.

Purwanto, 1999. Buku Ajar Bedah Mulut 1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember.

Yowono, Lilian. 1993. Petunjuk Praktis Anastesi Lokal (atlas of local anasthesia
in dentistry) cetakan I. Jakarta: EGC.

37

Anda mungkin juga menyukai