SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Disusun oleh:
Mochammad Zakariya Hayyad
NIM. 1405010103
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat, penyertaan dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini yang berjudul
“Faktor-Faktor Penyebab Eksploitasi Secara Ekonomi terhadap Anak
Jalanan Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak (Studi di Kota
Malang)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih banyak
kelemahan serta kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini, penulis
telah banyak memperoleh masukan dan menerima bantuan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Suko Wiyono, S.H., M. Hum, selaku Rektor
Universitas Wisnuwardhana Malang serta Dosen Pembimbing I.
2. Bapak Dr. Bambang Winarno, S.H., M.S, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang.
3. Bapak Prof. Dr. H. Suko Wiyono, S.H., M. Hum, selaku Dosen
Pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk
membimbing, memberikan motivasi dan masukan yang membangun
serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Bapak Dr. Mukh. Soleh, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II
yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing,
memberikan motivasi dan masukan yang membangun serta
mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staff Fakultas Hukum Universitas
Wisnuwardhana Malang memberikan pengarahan, bimbingan dan
dorongan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Kedua Orang Tuaku dan Istriku yang selalu mendoakan dan selalu
memberikan nasehat serta motivasi.
1
2
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........................................................
1
B. Rumusan Masalah.....................................................................
6
C. Tujuan Penelitian......................................................................
6
D. Manfaat Penelitian....................................................................
6
E. Sistematika Penulisan...............................................................
7
BAB IV PEMBAHASAN
A. Implementasi Hukum perlindungan Anak Dari
Eksploitasi Orangtua.................................................................
46
5
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................
57
B. Saran.........................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
60
LEMBAR PERSETUJUAN
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
6
NPM : 1405010103
Fakultas : Hukum
hasil karya sendiri, dan tidak terdapat karya orang lain. Pengambilan karya orang
Demikian Pernyataan ini saya buat dengan benar, apabila ada unsure
plagiasi maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
akdemik (SH), sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003, pasal ayat 2 dan pasal
Malang, 2020
Yang menyatakan
BAB I
PENDAHULUAN
Anak adalah karunia terbesar yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa
yang dalam dirinya telah melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan
tepung yang lembut yang bisa dibentuk sesuai dengan keinginan kedua orang
tuanya, seperti halnya cermin polos yang bisa diukir dan dilukis sedemikian rupa.
Negara pun dalam hal ini sudah sewajarnya menjamin dan melindungi
hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik, budaya, dan ekonomi. Dalam Undang-
dengan anak adalah “Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
a. Diskriminasi;
c. Penelantaran;
e. Ketidakadilan; dan
2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
pemberatan hukuman”.
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari
Seperti yang tercantum dalam UU No. 30 Tahun 2014 Jo UU No. 23 Tahun 2002
pasal 15, dimana setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
f) Kejahatan seksual.
tentang perlindungan anak pasal 26 ayat (1) ”bahwa orang tua berkewajiban dan
minatnya; dan
10
terhadap anak baik oleh orang tua maupun pihak lain sebagai pengemis
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara
jiwa, maka idealnya anak-anak harus terhindar dari berbagai perilaku yang
dengan anak antara lain yang menyangkut masalah pekerja anak, perdagangan
anak untuk tujuan pekerja seks komersial, dan anak jalanan. Memaksa anak untuk
melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial maupun yang lainnya tanpa
dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Pada tahun 1990-an mulai muncul isu anak jalanan (AnJal), anak jaringan
anak jalanan merupakan salah satu permasalahan anak yang marak terjadi di
Indonesia. Di kota- kota besar masih banyak ditemui anak-anak yang menjadi
koran di traffic light dan masih banyak ditemukan anak-anak yang dijadikan
sebagai pengemis.
jalanan dengan berpenampilan kusam yang bertujuan untuk mencari uang yang
biasa dilakukan dengan cara mengemis dan mengamen. Karena di Kota Malang
juga masih banyak permasalahan mengenai AnJal, maka Pemerintah Daerah Kota
Malang telah membentuk Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 9 tahun 2013
umumnya;
e. Meningkatkan peran serta dan kesadaran Pemerintah Daerah, dunia usaha dan
hal ini yang diungkapkan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak. Usaha
represif dan preventif sudah berulangkali dilakukan, akan tetapi jumlah pekerja
anak sebagai pengemis belum berkurang. Hal ini merupakan masalah yang tidak
rumitnya sistem hukum dengan sistem sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Sosial Kota Malang berjumlah
108 diantaranya 58 anak (laki-laki) dan 50 anak (wanita) (Dinsos Kota Malang,
2017). Oleh karena itu penegakan dan perlindungan hukum terhadap anak tidak
akan terlaksana secara maksimal jika tidak adanya dukungan dari masyarakat.
B. Rumusan Masalah
tua?
orang tua?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pokok masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
1. Manfaat Teoritis
hukum.
14
2. Manfaat Praktis
senantiasa ta`at pada aturan hukum yang berlaku di Indonesia dengan baik
E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam Bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan
tinjauan mengenai Eksplorisasi anak dan hak anak dibawah umur sebagai
jenis data primer dan data sekunder serta menggunakan sumber data
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP
TINJAUAN PUSTAKA
A. Eksploitasi Anak
asasi manusia yang dimiliki sejak ia lahir, yang berarti bahwa anak juga harus
dipandang sebagai suatu subyek yang utuh dipenuhi hak-haknya. Adanya suatu
hak pada seseorang mengakibatkan timbulnya peran dan kewajiban pada orang
atau pihak lain. Adanya hak yang dimiliki suatu pihak tidak hanya menimbulkan
kewajiban bagi pihak lain, tetapi juga berati membentuk batasan bagi kebebasan
pihak lain, sehingga kemudian yang harus terjadi adalah hubungan timbal balik
kondisi dimana hak-hak anak tidak dipenuhi dapat dikatakan sebagai pelanggaran
anak namun melalaikan hal tersebut haruslah mendapatkan sangsi atas terjadinya
pelanggaran tersebut, sebab hak-hak anak telah diakui oleh mayoritas negara-
negara di dunia dan telah diratifikasi oleh pemerintahan RI. Konvensi hak-hak
anak merupakan paling utama untuk menentukan standar hak-hak dan kehidupan
menjadi salah satu isu dalam masyarakat industri yang mulai berkembang.
16
17
bekerja, yang pada awalnya lebih ditunjukan pada masalah-masalah pekerja anak
disektor formal, meskipun eksploitasi anak itu sendiri sebenarnya telah dikenal
sejak jauh sebelumnya, dan sejarah sudah mencatat terjadinya berbagai bentuk
eksploitasi anak sejak jaman dahulu kala (Sjef, 1990:13). Anak jalanan
b. Perbudakan (Slavery)
dijalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalan atau ditempat-
tempat umum lainnya yang mempunyai ciri-ciri: berusia antara 5-18 tahun
kapitalisme modern muncul dengan upaya menciptakan pasar global yang dimulai
di Negara-negara barat pada awal abad ke-19. Anak sebagai komponen sumber
daya manusia kemudian menjadi bagian dari perangkat yang digunakan untuk
18
ekonomi dan teknologi modern sebagai komponen lainnya. Anak menjadi sumber
daya yang efektif bagi perkembangan ekonomi pasar bebas sebab anak merupakan
pekerja yang dapat dibayar dengan upah rendah, mudah dikuasai serta kurang
menjadi lebih kecil (Sjef, 1990:13). Anak kemudian menjadi mangsa para pelaku
dimana anak melakukan sesuatu untuk suatu kepentingan yang tidak sepenuhnya
merupakan kepentingan anak itu sendiri, dengan ada atau tidak adanya tekanan
dari pihak yang menguasainya kepada anak tersebut. Ada keterkaitan yang erat
antar perlakuan salah terhadap anak dengan cara yang digunakan untuk
sendiri yang di anut oleh sebagian besar masyarakat. Persepsi masyarakat yang
tidak utuh menjadi subjek yang utuh sehingga membentuk bimbingan dari orang
dewasa, kemudian meletakan anak pada posisi ketergantungan pada orang dewasa
kekuasaan antara orang dewasa dengan anak-anak yang selanjutnya menjadi benih
tentang Perlindungan Anak, eksploitasi anak terbagi menjadi dua tindakan yang
19
terhadap hak anak yang menjadikan anak sebagai objek seksual dan objek
yaitu: pelacuran anak, pornografi anak, perdagangan anak untuk tujuan seksual,
pariwisata seks anak dan pernikahan anak. eksploitasi seksual anak tidak hanya
menjadi sebuah obyek seks tetapi juga sebagai sebuah komoditas. Adanya unsur
keuntungan dari pihak lain, dalam eksploitasi anak inilah yang membedakan
antara eksploitasi seksual anak dengan kekerasan seksual anak, karena dalam
kekerasan seksual anak tidak ada unsur keuntungan meskipun keduanya sama-
persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi kerja atau pelayanan paksa,
fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau
ekonomi dan atau seksual terhadap anak. Dalam kepustakaan hukum nasional
pada anak yaitu pasal 76 huruf I dan pasal pasal 88 dengan ancaman hukuman
penjara maksimum 10 tahun dan atau denda paling banyak 200 juta rupiah.
pribadi yang berkaitan dengan kekuasaan adalah yang dikemukakan oleh George
kekuasaanya tidak seimbang, maka terjadilah apa yang dinamakan sebagai posisi
menjadikan orang lain yang tidak memiliki kekuasaan yang setara berada pada
Dalam keluarga, orang tua merupakan pihak yang berada pada posisi
superordinasi terhadap anak, sebab orang tua memiliki kekuasan yang lebih besar
terhadap anak. Kekuasaan tersebut pada sisi anak kemudian akan menjadi
interaksi satu arah dari superordinasi. Artinya dimana superordinasi akan selalu
Namun apabila lebih ditelaah pada interaksi pada tataran mikro antara
ketergantuan anak terhadap orang tua. Namun semakin bertambah usia anak maka
anak pada orangtua sehingga semakin kecil kekuasaan orang tua terhadap anak.
Anak bergantung pada orang tua secara fisik, emosional, ekonomi serta
sosial, dimana orangtua memiliki kekuasaan lebih daripada anak dalam hal-hal
tersebut. Secara fisik orang tua memiliki kemampuan dan kekuasaan yang lebih
daripada anak. Secara emosional anak membutuhkan orang tua untuk memenuhi
lainya. Secara ekonomi, orang tua memiliki kekuasaan yang lebih besar dari pada
anak dalam mengontrol ekonomi keluarga, sehingga anak tergantung pada orang
akan makan, pakaian dan tempat tinggal. Secara sosial, anak membutuhkan orang
tua, sebab orang tualah yang membentuk keluarga, memberikan identitas pada
anak, keterkaitan dalam wadah keluarga, terjadi proses sosialisasi, serta menjadi
wadah bagi anak dalam suatu struktur masyarakat yang lebih luas.
Dengan lebih besarnya kekuasaan yang dimiliki oleh orang tua terhadap
anak, maka orang tua akan menuntut anak taat dan patuh pada orang tua. Dalam
berbagai kasus, peristiwa perlakuan salah dan eksploitasi pada anak terjadi
sebagai salah satu bentuk tuntutan orang tua atas ketaatan anak. Dengan
kekuasaan yang tidak seimbang, maka anak sering menjadi korban perlakuan
salah dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang tua, sebab orangtua memiliki
kekuasaan yang lebih besar terhadap anak. Finkelhor mengemukakan suatu pola
22
kekerasan dalam keluarga, yaitu anggota keluarga yang paling lemah sering
menjadi korban tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kaluargga yang
paling kuat (Alice, 1990:272-273). Kekuatan anggota keluarga ini dinilai dari
seberapa besar kekuasan yang dimilikinya dalam keluarga tersebut. Anak yang
usianya paling muda merupakan anggota keluarga yang paling rentan menjadi
bagian dari proses yang harus dilalui oleh anak untuk belajar menjadi dewasa.
Turunya anak ke jalan sebagai pekerja dipahami sebagai upaya untuk membuat
orangtua. Dengan kekuasaan orang tua yang lebih besar terhadap anak, maka anak
2) Kemiskinan
munculnya pekerja anak kerapkali digunakan sebagai dalil yang sudah jelas
signifikan mendorong anak untuk bekerja, baik suruhan orang tua ataupun atas
kehendak anak itu sendiri, sehingga kemudian disimpulkan bahwa latar belakang
23
menyuruh anaknya bekerja, dan secara makro juga terbukti bahwa fenomena
Pada tingkat mikro, khususnya dalam hubungan anak sebagai bagian dari
di jalanan. Hampir seluruh anak turun kejalan atas suruhan orang tua mereka.
Pada awalnya orang tua mengambil keputusan untuk menyuruh anaknya bekerja
disebabkan oleh tekanan ekonomi yang berat, semetara penghasialan orang tua
dilakukan oleh orangtua untuk mencukupi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi
melalui cara pencapaian tujuan yang sah. Dalam hal ini terlihat bahwa kemiskinan
kemudian mendorong orang tua untuk melakukan segala cara untuk memeperoleh
ilegal untuk memperoleh materi apabila pendapatan yang mereka peroleh secara
sah tidak mencukupi, yang kemudian dilihat bahwa kemiskinan mendorong orang
merupakan cara ilegal untuk memperoleh uang atau materi, sehingga tindakan
mereka terhadap hak-hak anak yang harus dipenuhi, sehingga baik disadari
ataupun tidak, peluang terjadinya eksploitasi anak justru lebih besar. Perlakuan
satu wujud bahwa disebabkan pendidikan orangtua yang rendah, maka orangtua
dilakukan oleh orang tua lebih pada penyelesaian jangka pendek, atau masalah
yang dihadapi saat ini saja, dan mengabaikan masalah yang dapat muncul dalam
jangka panjang.
mengikuti pendidikan di sekolah itu artinya waktu yang dipergunakan anak untuk
25
bertambah.
dimiliki baik orang tua maupun anak juga sangat minim. Bekerja di jalanan adalah
akibat pemecatan, setelah itu tidak lagi bekerja, ayah tidak berusaha untuk
keluarga. Terjunnya ibu menjadi pencari nafkah bukanlah suatu kesalahan, namun
salah satu sub sistem mengalami disfungsi atau terganggu fungsinya, maka akan
sebagai suatu sistem sosial, maka setiap anggota keluarga memiliki fungsi-fungsi
masyarakat Indonesia, ayah memiliki fungsi sebagai pencari nafkah utama. Fungsi
dan peran ayah sebagai pencari nafkah utama juga dipengaruhi oleh pembagian
kerja secara sosial dan budaya menurut jenis kelamin dan usia. Laki-laki
diidentikan dengan pekerjaan utama yang lebih membutuhkan tenaga lebih besar,
26
sementara wanita lebih banyak melakukan pekerjaan ringan dan penghasilan tidak
keluarga yang lain harus merestitusi disfungsi tersebut agar keluarga dapat
mencari nafkah, terlebih lagi untuk jenis pekerjaan mengamen di jalanan, disadari
bahwa anak lebih potensi dibandingkan orangtua untuk meraup pengahsilan lebih
besar.
1990:275). Dalam budaya patrikal, hal untuk menentukan keputusan penting lebih
banyak dimiliki oleh laki-laki, sehingga kekuasaan suami juga lebih besar.
Kekuasaan ini pula didukung oleh fungsi ayah sebagai pencari nafkah utama. Jika
fungsi ini terganggu, serta terlibatnya istri dalam dunia bekerja, maka terjadi
eksploitasi anak dinyatakan sebagai bagian dari perlakuan salah terhadap anak
Meskipun eksploitasi anak kerap kali bermuara pada kekerasan pada anak, namun
27
eksploitasi itu sendiri merupakan suatu proses yang terjadi pada tataran interaksi
sendiri sangatlah luas rentangnya. Eksploitasi dapat muncul dari akar persoalan
yang mendorong terjadinya eksploitasi lebih lanjut, namun juga dapat muncul dari
situasi di mana anak itu bekerja. Bentuk-bentuk eksploitasi anak yang sering
Dalam pandangan orang tua anak merupakan milik orang tua atau orang
tua adalah penguasa bagi anaknya, sehingga orang tua kemudian memiliki hak
untukmemperlakukan anak sesuai dengan keinginanya. Hal ini juga berarti apabila
orang tua membutuhkan bantuan anak, maka orang tua berhak menyuruh anaknya
untuk membantunya. Adapun salah satu bentuk bantuan anak pada orang tuanya
adalah tenaga anak untuk menghasilkan uang agar terpenuhi kebutuhan keluarga,
sebab anak dinilai sebagai suatu aset keluarga yang sewaktu-waktu dapat
contoh anak jalanan bekerja sebagi pedagang asongan atau pengamen jalanan,
memenuhi kebutuhan anak itu sendiri, melainkan untuk pihak lain yang dalam
kasus ini adalah orangtuanya mereka sendiri yang seharusnya bertanggung jawab
jadikan target mengamen bagi anak. Kelemahan anak ini kemudian dikembangkan
sedemikian rupa oleh orang tua untuk menambah nilai ekonomis anak, misalnya
dengan melengkapi anak dengan pakaian buruk, penampilan yang kumuh dan
penumpang dengan cara berpura-pura cacat fisik dan aktifitas tubuh yang tidak
wajar. Eksploitasi ekonomi terhadap anak juga berkaitan erat dengan dilakukanya
aktivitas ekonomi yang dapat menghambat perkembangan anak, upah yang tidak
layak, atau bahkan tidak dibayar, serta tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak.
a. Anak sebaiknya boleh bekerja selama 4 jam dalam satu hari, dengan
b. Anak tidak diperkenankan lembur kerja dan bekerja antara pukul 18.00 s/d
c. Anak harus mendapat istirahat mingguan, tahunan dan libur resmi yang
pedagang dipinggul bekerja dengan waktu 3 hingga 11 jam bekerja, di awali pada
pagi hari dimana lampu merah jalanan akan macet disebabkan volume kendaraan
meningkat oleh pengendara yang hendak berangkat bekerja dan sekolah. Waktu
istirahat pada siang hari sampai pada sore hari mereka melanjutkan kerja
29
beriringan dengan jam pulang kantor dan sekolah, bekerja selama 7 hari tanpa hari
libur, meskipun pada hari libur resmi. Disamping itu, sebagian anak jalanan juga
terpaksa bekerja pada malam hari sebagai kuli panggul di pasar induk sampai
menjelang waktu fajar. Panjangnya jam kerja mengakibatakan kelelaan pada anak,
sebab tubuh mereka memang belum kuat untuk melakukan pekerjaan selama itu.
Namun tragisnya orang tua tidak peduli dengan apa yang dialami anaknya.
Panjangnya jam kerja anak menjadi salah satu ukuran sekaligus bentuk
eksploitasi yang nyata terhadap anak sebab hal ini berpengaruh secara signifikan
dalam sehari digunakan untuk bekerja di jalanan, maka anak tidak lagi memiliki
waktu untuk belajar dan memperoleh pendidikannya. Sebagian besar anak jalanan
putus sekolah, sebab sangatlah tidak mungkin bagi mereka untuk mengikuti
pendidikan di bangku sekolah yang jam belajarnya sama dengan jam kerjanya
mereka di jalanan, pendidikan bagi anak jalanan sangat minim dan tidak mudah
untuk di jalankan oleh mereka anak jalanan yang selalu diawasi oleh orang
tuanya. Sebagian anak jalanan lainnya yang masih berkesempatan sekolah hanya
dengan baik, sebab sehabis pulang sekolah mereka harus langsung ke jalanan
untuk bekerja hingga malam hari. Tidak ada waktu bermain, belajar, atau
mengurangi martabat dan harga diri anak. Anak-anak jalanan yang bekerja
sebab adanya persepsi diri sebagai anak yang kumuh, gembel, dan menimbulkan
perasaan jijik pada orang yang melihatnya, selain itu mereka juga merasakan
tekanan mental yang diperoleh dari celaan, hinaan, ataupun penolakan dari orang
lainya yang hidup layak dan dapat bersekolah. Timbul juga perasaan malu apabila
Orang tua telah memaksa anaknya untuk melakukan pekerjaan yang tidak
diinginkan anaknya, membuat anak merasa malu akan dirinya sendiri. Dan
tentunya menimbulkan rasa rendah diri yang dirasakan oleh anak tersebut. Ini
berarti anak telah melakukan pekerjaan yang merendahkan martabat, atas paksaan
orangtua. Jenis pekerjaan seperti ini merupakan pekerjaan yang seharusnya tidak
patut dilakukan oleh anak, dan dalam hal ini eksploitasi telah terjadi pada diri
Aspek terpenting yang perlu dicermati dalam masalah pekerja anak adalah
sejauh mana pekerjaan itu mengganggu tumbuh kembang anak. Proses tumbuh
31
oleh anak tersebut. Dengan dilakukannya pekerjaan berbahaya oleh anak diartikan
anak memasuki kondisi yang sangat buruk dan memiliki dampak negatif yang
pekerjaan yang berbahaya oleh anak, berarti eksploitasi terhadap anak telah
Semakin berbahaya pekerjaan yang dilakukan oleh anak. Maka semakin buruk
merupakan potensi bahaya yang terlihata secara jelas. Anak-anak rentang terhadap
bahaya polusi udara yang dihasilkan lalu lalang kendaraan di jalanan (Djumadias,
amatlah tinggi, mengingat anak bekerja di jalan raya yang lalu lintasnya padat.
Anak-anak juga mudah terjatuh dari kendaraan yang mereka naiki ketika
mengamen, terutama anak-anak jalanan yang masih sangat kecil. Cara kerja anak
rentan terhadap pukulan berulang-ulang dengan waktu lama. Kondisi gizi yang
kurang baik, serta makanan yang tidak steril dan pola makan yang tidak beraturan
dapat berakibat buruk pada perkembangan anak. Anak juga mengalami berbagai
32
gangguan kesehatan, seperti iritasi kulit, pusing, lemas, dan infeksi luka yang
anak, dan juga merupakan bagian dan perlakuan yang salah terhadap anak,
meskipun eksploitasi anak juga terwujud dalam berbagai jenis tindakan lainnya
yang bukan merupakan kekerasan. Dalam beberapa kasus, kekerasan pada anak
kedisiplinan pada anak tidak perlu dilakukan dengan bentuk kekerasan. Jenis-jenis
kekerasan pada anak sangat bervariasi, bahkan terkadang orang tua tidak
hukum. Adapun secara garis besar kekerasan pada anak dapat dijelaskan sebagai
berikut : “kekerasan merupakan istilah umum yang menunjuk pada semua bentuk
tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang, baik berupa ancaman saja
kerusakan terhadap harta benda atau fisik atau mengakibatkan kematian pada
dan larangan yang disampaikan oleh orangtua mereka dengan nada yang keras
dengan tujuan untuk menekan anak agar rajin bekerja dan memperoleh
pada anak. Kekerasan verbal ini juga dilakukan oleh orangtua terhadap anak di
muka umum. Akibatnya tentu akan berlipat ganda bagi anak, sebab selain
menerima kata-kata yang tidak pantas diucapkan pada anak, orang tua juga
Selain orang tua, orang dewasa lainya yang juga berada di lokasi
menyeretnya apabila anak jalanan tertangkap. Beberapa orang sopir dan kenek
metromini dan angkot juga sering menghardik anak jalanan yang mencoba naik ke
bersifat verbal dari penumpang. Selain orang dewasa, anak jalanan juga menjadi
korban kekerasan yang di lakukan oleh anak jalanan lainya yang berasal dari
besar hak-hak anak telah dirampas. Anak-anak jalanan yang berasal dari
komunitas yang paling marjinal sekalipun berhak untuk memeperoleh segala hak
hak anak berlaku secara non diskriminatif. Tidak ada satu alasan pembenaran
hakhak anak ini, sebab apabila orang tua tidak mampu memenuhi kewajiban
terhadap kehidupan dan kesejahteraan anak, maka Negara harus membantu orang
34
tua atau pihak lain yang berkewajiban atas pengasuhan anak untuk memenuhi
hak-hak tersebut.
langsung oleh orang tua yang bertanggung jawab atas pengasuhan dan
yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak anak. Hak yang terlanggara dalam
2002 Tantang Perlindungan Anak, yang akan dijabarkan menurut katagori yang
Tentang Perlindungan Anak yang termasuk dalam katagori ini pasal 1ayat 2.
Adapun pasal 1 ayat 2 dari peraturan ini berbunyi: Perlindungan Anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat
dan diskriminasi.
anak ke jalan dalam pandangan orang tua dinggap sebagai upaya untuk bertahan
35
bahakan nyawa anak itu sendiri. Banyak kasus meninggalnya salah seorang anak
bukti ekstrim terlanggaranya hak untuk hidup pada anak. Anak-anak memiliki hak
tatkala anak dalam bekerja. Kondisi gizi anak juga dinilai kurang baik, di
sebabkan pola makan dan minum yang tak beraturan serta tidak seterilnya apa-apa
yang di makan oleh anak jalanan. Adapun ketika mereka sakit fasilitas dan akses
pendidikan, baik yang formal maupun informal, juga hak anak untuk mencapai
setandar kehidupan yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral
dan sosialnya. Adapun pasal-pasal utama yang masuk dalam katagori ini adalah
pasal Pasal 9 ayat 1 dan bagian keempat pasal 26 ayat 1: Pasal 9 (1) Setiap anak
Keluarga pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
minatnya;
pada anak.
menjamin taraf hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental, moral,
spiritual, dan social anak. Ketidak mampuan ini pada awalnya dimulai dengan
keterbatasanya kapasitas ekonomi dan keuangan orang tua, secara logis dapat
dianalogika sebagai berikut; bagaimana orang tua yang miskin dapat memberikan
jaminan taraf hidup bagi anak-anaknya. Dalam hal ini seharusnya Negara terlibat
untuk membantu orang tua dalam memenuhi taraf hidup anak, setidaknya
diperukan partisipasi masyarakat. Namun yang terjadi adalah orang tua keluarga
anak justru semakin jauh dari akses dan kedekatan pada masyarakat yang
semestinya dapat membantu mereka untuk bertahan dalam kondisi krisis. James
yang potensial (potent prosocial support system) dan kombinasi dengan krisis
Selain misalnya pemenuhan taraf hidup anak, masalah lain yang berkaitan
dengan isu perkembangan ini adalah mengenai pendidikan anak jalanan. Sebagian
besar anak jalanan merupakan anak putus sekolah, sebab orang tua tidak mampu
membayar biaya sekolah anak. Hampir seluruh anak yang putus sekolah ini tidak
melanjutakan sekolah atas dasar suruhan orang tua untuk berhenti sekolah.
37
dan Sekolah Menengah Pertama) orang tua tetap harus mengeluarakan sejumlah
biaya kepada pihak sekolah. Sebagian anak jalanan yang lain belum pernah
sekolah, meskipun usia mereka telah memasuki usia wajib belajar pendidikan
dasar (7 hingga 15 tahun). Sementara anak jalanan yang masih sekolah nyaris
orang tua menyekolahkan hanya sekedar untuk mendaptkan status bersekolah bagi
anaknya saja.
bahwa anak-anak jalanan ini kehilangan hak mereka untuk memeperoleh akses
pendidikan sebab orang tua mereka memang tidak mementingkan arti pendidikan
itu sendiri. Dalam hal ini berarti orang tua tidak memprioritaskan kepentingan
keluarga.
Namun uang buakanlah masalah utama dalam hal ini, melainkan keberatan orang
tua bila anak mereka sekolah, sebab itu hanya mengganggu produktifitas anak
bekerja di jalanan. Hal ini juga sekaligus menjelaskan mengapa sebagian besar
orang tua jalanan tidak mengupayakan adanya pendidikan alternatif bagi anak.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hak anak dalam hal ini juga terlanggar,
sebab anak bekerja hampir setiap hari, tanpa hari libur, dengan jam kerja yang
panjang. Pada akhirnya anak tidak memiliki waktu untuk bermain dengan teman
38
sebayanya, meskipun dengan sesama anak jalanan, sebab apabila orang tua
melihat mereka bermain dengan sesama anak jalanan, maka orang tua akan segera
bermain yang nyaris tidak ada, anak-anak jalanan juga kehilangan kesempatan
untuk menikmati rekreasi, meskipun mereka pernah diajak untuk rekreasi oleh
pandangan dan pendapat atas segala sesuatu yang memepengaruhi anak secara
mengkonstruksikan budaya dan informasi. Dalam katagori ini juga termasuk hak
anak untuk memeperoleh akses informasi dan berkreasi (Robert, 1992:35). Hak
partisipasi ini memeberi makana dan pengakuan bahwa anak merupakan subyek
utuh yang ikut berperan dalam masyarakat, bukan hanya sebagai penerima yang
(Robert, 1992:46).
Perlindungan Anak yang masuk dalam kelompok hak partisipasi ini adalah pasal 1
ayat 2, 6, 24 dan pasal 56. Ringkasan dari ketiga pasal tersebut adal sebagai
berikut :
melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
Anak dapat:
a. Berpartisipasi;
b. Bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan
agamanya;
c. Bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia
budaya; dan
keselamatan.
orang tua mereka, sebab orang tua berkuasa dan memegang kendali penuh
keberatan melakukan pekerjaan atau keluhan kelelahan dari anka juga sering
40
mengekspresiakan pikiran-pikiranya.
Anak-anak juga tidak memeperoleh akses yang cukup dan layak terhadap
pekerjaan, sehingga apa yang mereka pikirkan dan lakukan lebih banyak berkisar
pada pekerjaan dan aktifitas di jalanan. Anak-anak juga tidak memahami hak-hak
merka sediri, sebab mereka tidak pernah mendapatkan informasi mengenai hal
tersebut.
eksploitasi anak. Hak-hak yang dimasukan dalam katagori ini adalah hak-hak
perlakuan salah dan penelantaran anak (child abuse and neglect) atau perlakuan
yang tidak memiliki atau tidak diketahui keluarganya, serta perlindungan dari
pengungsuian anak.
kesejahteraan sosial.
Pasal 66, pasal 71A dan 71B secara gamblang menyatakan bahwa anak tidak
dilakukan oleh orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab terhadap
yang dilakukan oleh orang tua mereka sendiri. Orang tua yang seharusnya
42
pengasuhan dan kehidupan yang layak, justru menciptakan kondisi yang rawan
bagi anak itu sendiri. Selain eksploitasi, anak-anak juga kerap menjadi koraban
rawan, bahkan jauh dibawah usia minimum bekerja yang telah di tetapkan oleh
pemerintahan RI. Ini diartiikan secara ekonomi anak telah dieksploitasi untuk
dalam pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di jalanan ini, tetapi juga bahaya
yang mengancam kesehatan dan perkembangan anak itu sendiri, serta menggangu
Anak-anak semakin jatuh ke dalam jurang eksploitasi ini akibat jam kerja
yang sangat panjang. Kondisi bekerja di jalanan juga menjadi salah satu konteks
berada dalam kondisi yang menyerupai perbudakan, dan ironisnya yang menjadi
Tidak hanya eksploitasi ekonomi yang dialami oleh anak-anak jalanan ini,
mereka juga mengalami eksploitasi bentuk lain, yaitu proses terpinggirnya mereka
harga diri dan martabat anak. Akibatnya anak akan terdampar pada posisi marjinal
yang tentu saja sangat merugikan bagi masa kini dan masa depan anak.
43
Tenaga Kerja disebutkan pengertian anak yaitu : ”anak adalah setiap orang yang
berbunyi : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
Sehingga dalam kondisi apapun dan dengan alasan apapun anak yang
sepenuhnya. Dalam konstitusi kita UUD 1945 juga dijelaskan bahwa “setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
anak mempunyai hak konstitusional dan negara wajib menjamin serta melindungi
anak tidak boleh bekerja dalam kondisi apapun, karena anak punya hak yang
jaminan terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai manusia dan sebagai warga
negara setiap anak punya hak untuk bekerja. Dan pendekatan pemberdayaan
pemberdayaan terhadap pekerja anak agar mereka dapat memahami dan mampu
perlindungan anak harus mampu mengambil kebijakan baik secara yuridis, sosial,
serta melakukan kerja sama internal masyarakat dalam rangka melindungi hak
yang berlaku bagi pekerja dewasa, sehingga terhindar dari tindak penyalahgunaan
dan eksploitasi (Joni, 2006:32). Dalam pendekatan kedua ini tidak melarang anak
bekerja karena bekerja adalah bagian dari hak asasi anak yang paling dasar.
Meskipun masih anak-anak, hukum harus dapat menjamin terwujudnya hak anak
yang paling asasi untuk mendapatkan pekerjaan dan oleh karenanya juga
mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Masa depan anak tidak
kewajiban untuk menjamin terwujudnya hak anak yang paling asasi yakni
sumber daya anak, hanya sekedar untuk kepentingan ekonomi, sosial, politik,
terhadap hak-hak anak dan mendukung upaya penguatan pekerja anak agar
dasar pijakan bagi negara-negara di kawasan Asia, Amerika Latin dan Afrika,
45
khususnya di Indonesia, lebih khusus lagi di daerah selaras dengan semangat dan
bahwa anak yang bekerja dan terganggu tumbuh kembangnya dan tersita hak-
diberikan kepada jenis pekerjaan yang sangat membahayakan, dalam hal ini perlu
2003:18).
hak asasi manusia dari UUD 1945 hasil amandemen IV. Rumusan mengenai hak
anak disebutkan dalam pasal 52 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas
perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara. Selain itu pasal ini juga
menyebutkan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia sehingga demi
46
kepentingan anak, hak tersebut harus diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan
perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran,
atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan
anak tersebut, pasal ini merupakan rumusan perlindungan hak anak yang harus
pekerja adalah Pasal 64 dan Pasal 65. Pasal 64 berbunyi: "setiap anak berhak
kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya". dan Pasal 65
eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari segala
Pasal 69
ketentuan tertentu yang ketat, melakukan pekerjaan yang ringan sepanjang tidak
menghambat atau mengganggu perkembangan fisik, mental dan sosial anak yang
47
memenuhi persyaratan, :
1. Bahwa pengusaha harus mendapatkan izin tertulis dari orangtua atau walinya.
2. Harus ada perjanjian kerja antara pengasuh dengan orangtua atau walinya.
3. Pengasuh tidak boleh mengharuskan anak untuk bekerja lebih dari empat jam
sehari.
6. Ada hubungan yang jelas antara pengasuh dan pekerja anak yang bersangkutan
/orangtua walinya)
7. Anak berhak menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Beberapa
ketentuan di atas dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.
Pasal 70
bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan sekolah yang disahkan oleh
pejabat yang berwenang, anak yang dimaksud dalam ayat 1 dapat diberikan
kepada anak dengan syarat: diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan
Pasal 72
maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
48
Pasal 74
anak meliputi :
perjudian.
anak dikenai hukuman penjara selama 2 hingga 5 tahun atau denda sedikitnya 200
juta rupiah atau maksinal 500 juta rupiah. Sedangkan pelanggaran aturan
tahun dan atau denda sekurang-kurangnya 100 juta rupiah dan maksimal 400 juta
rupiah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
a. Metode Pendekatan
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
b. Spesifikasi Penelitian
analitis adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data yang telah terkumpul
B. Jenis Penelitian
Pendekatan yuridis (hukum dilihat sebagai norma atau das sollen), karena dalam
49
50
hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis atau baik bahan hukum
kenyataan sosial, kultural atau das-sein), karena dalam penelitian ini digunakan
data primer yang diperoleh dari lapangan. Pada penelitian berdasarkan aturan-
anak jalan.
a. Jenis Data
a) Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian, dalam hal
untuk mendapatkan data primer yang berasal dari nara sumber yaitu
b) Data Sekunder
bahas dalam penulisan skripsi ini yang terdiri dari surat-surat, berkas
b. Sumber Data
terutama yang berkaitan dengan rumusan masalah pada karya skripsi ini,
perlindungan anak.
b) Penelitian Terdahulu
c) Penelitian Lapangan
Lazimnya untuk mendapatkan data yang sesuai dengan hal-hal yang diteliti,
wawancara (interview guide) terhadap Dinas Sosial Kota Malang dan rekan
sejawat..
Berdasarkan data primer dan sekunder yang telah diperoleh oleh penulis
yang didasari oleh teori-teori yang diperoleh diperkuliahan dan literatur yang ada,
menafsirkan dan menjabarkan data berdasarkan teori dan norma hukum yang ada
PEMBAHASAN
Dinas Sosial Kota Malang terletak di Jalan Raya Sulfat 12 Malang. Dinas
bidang kesejahteraan sosial di wilayah kota Malang yang terdiri dari 5 kecamatan
dan 57 kelurahan.
tahun 1989 masyarakat dunia telah mempunyai instrumen hukum, yakni Konvensi
Hak Anak (Un’s Convention on the Rights of the Child). KHA mendeskripsikan
hak-hak anak secara detail, menyeluruh dan maju. Karena KHA memposisikan
anak sebagai dirinya sendiri dan hak anak sebagai segmen manusia yang harus
anak, kekerasan terhadap anak (domestik dan disektor publik), kekerasan psiskis
dan mentalitas serta beban yang berat, ekploitasi dan penekanan anak dalam
media iklan, siaran televisi, dan kebijakan serta hukum yang tidak pro hak anak.
Bahkan perlakuan aparatus penegak hukum, apakah para hakim, jaksa, polisi yang
menurut prinsip hukum pidana, pidana bagi anak adalah pilihan yang terakhir.
53
54
tatanan, sistem dan konstruksi struktural yang pro anak/hak anak. Upaya ini
sejalan dengan upaya reformasi hukum yang mengikis tesis hukum yang
dengan orang dewasa yang memiliki kekuatan, kapital, kekuatan mendesak, dan
sumber daya pendukung lainnya. Karena kodratnya yang lemah dalam masa
pertumbuhan, bagaimanapun, anak tidak bisa dibiarkan mandiri secara total. Anak
bukan orang dewasa dalam ukuran mini sehingga tidak absah dibiarkan berjuang
sendiri menegakan hak-hak anak yang tertulis indah dalam dokumen formal
anak untuk menciptakan tatanan dunia yagn lebih baik bagi anak.
keadaan yang buruk bagi anak. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan prilaku
itu bukan saja melanda Indonesia, namun juga hampir pada seluruh muka jagat
bumi ini.
potensi negara bangsa-bangsa didunia. Anak juga mempunyai hak dan kewajiban
sebagai anak, dan hak anak tersebut antara lain setiap anak berhak untuk dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berispirasi secara wajar sesuai dengan harkat
diskriminasi, setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
kepatutan, yang terpenting, setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak
terlibat mencari nafkah. Anak sering menjadi sumber penghasilan yang sangat
penting. Bahkan dalam banyak hal, pekerja anak dipandang sebagai mekanisme
survival untuk mengeliminasi tekanan kemiskinan yang tidak terpenuhi dari hasil
kerja orangtua. Terlibatnya anak dalam kegiatan ekonomi juga karena adanya
usaha kerja, merupakan faktor-faktor motivasi pekerja anak. Akan tetapi sebab
56
Akan tetapi mengapa sampai sekarang ini masih saja terjadi bentuk-bentuk
tua untuk bekerja mencari nafkah, kini dibebankan kepada anak-anak yang belum
terlalu mengerti dan pahami benar dunia kerja itu seperti apa? Anak-anak
menghadapi masa depan sebagai seorang penerus bangsa akan tetapi anak-anak
menghasilkan uang agar supaya tetap bertahan hidup. Bahkan ada orang tua yang
salah seperti mencuri dll. Ada juga anak-anak yang meniru vara-cara
sebagai pendidik adalah mendidik mengajarkan kepada anak – anak hal – hal yang
bersifat positif sehingga anak – anak menjadi penerus bangsa yang mampu
membawa bangsa menjadi suatu bangsa yang mampu menjadi contoh bagi bangsa
– bangsa lain. Bahkan orang tua ikut seharusnya menjadi contoh yang baik kepada
anak – anak mereka harus menjadi anak – anak yang berguna bagi bangsa dan
faktor lingkungan keamanan sekitar. Dari fakta yang ada, dalam kurun waktu lima
57
tahun terakhir ratusan ribu anak terjebak dalam berbagai konflik di tanah air,
seperti yang terjadi di poso, aceh, irian, maluku, dan tempat – tempat lain baik di
jawa maupun di luar jawa. Mereka mendapatkan suatu tekanan batin karena
kehilangan orangtua dan sanak saudara serta tempat tinggal akibat konflik yang
berkepanjangan. Hal ini mendorong mereka untuk bekerja sendiri untuk mencari
uang. Keadaan mereka seperti ini yang sudah kehilangan orang tua membuat
Sebagai salah satu konsekuensi dari krisis multi dimensional yang menimpa
terjadi. Bentuk itu umumnya dilakukan dengan cara membiarkan anak dalam
situasi kurang gizi, tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai, tidak
menjadi seorang pengemis, buruh pabrik, dan jenis – jenis pekerjaan yang dapat
kembara.blogspot).
mengetahui bahwa ada konvensi anak yang didalamnya berisi tentang hak-hak
menjalankan peran sebagai orang tua pada umumnya yaitu memberi makan dan
mengerti tentang isi dari konvensi hak-hak anak tersebut. Hal ini tentunya dengan
perlindungan hak dan kewajiban anak serta pasal 88 yang berbunyi :”Setiap orang
yang mengeksploitasi anak dalam bentuk ekonomi maupun seksual anak dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain akan dipidana
penjara paling lama 10 tahun atau denda sebesar Rp. 200.000.000,00. Para orang
seperti itu. Namun, kedua orang tua subjek memiliki peran yang besar dalam hal
munculnya pekerja anak (buruh anak) di bawah umur. Ketidaktahuan orang tua
tentang konvensi hak-hak anak inilah yang menjadi penyebab munculnya pekerja
perlindungan anak sedunia dalam PBB (gunadarma.ac.id), bahwa salah satu faktor
tentang anak. Bagi para orang tua, anak memiliki nilai ekonomis tertentu. Meski
orang tua H tidak menyuruh anaknya untuk bekerja, namun dirinya mengakui
bahwa dirinya dan istrinya merasa senang jika anaknya tersebut bersedia
anak memiliki nilai ekonomis tertentu inilah yang menjadi penyebab munculnya
tenaga kerja anak dibawah umur sesuai dengan keterangan UNICEF sebagai
Perlindungan hukum atau dalam bahasa Inggris disebut legal protection dan
hukum adalah perlindungan yang diberikan dengan berlandaskan pada hukum dan
Perlindungan hukum bagi anak juga mempunyai spektrum yang cukup luas.
kemerdekaan;
sebagainya);
Kata eksploitasi yang dimaksud dalam butir e) diatas termasuk dalam pengertian
tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada
pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan,
melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan
keuntungan baik materiil maupun immateriil (kpai.go.id.) Eksploitasi terhadap anak, baik
oleh orang tua maupun oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dalam hal ini
kepentingan ekonomi, sosial maupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk
sosialnya.
Orangtua
banyak anak terlibat dalam pekerjaan guna menghidupi diri dan keluarganya agar
dapat memperbaiki kondisi ekonomi. Namun, di sisi lain pekerja anak juga dapat
yang lebih baik. Oleh karena itu, penulis berpendapat upaya-upaya yang harus
1. Faktor ekonomi
memberikan perlindungan anak. Untuk itu dalam mengatasi masalah pekerja anak
2. Orang Tua/Keluarga
Orang tua lebih memahami dan mengerti bahwa anak bukanlah milik pribadi
karena dasarnya setiap anak adalah sebuah pribadi yang utuh yang juga memiliki
hak sebagaimana individu lainnya, sehingga anak tidak dapat dijadikan tumpuan
3. Lingkungan
dan penanggulangan pekerja anak, menghimpun kekuatan dan sumber daya serta
modal sosial berbagai pihak yang dapat digunakan mencegah pekerja anak.
62
a) Substansi hak anak yang tercantum dalam rumusan Pasal 28 B ayat (2)
UUD NRI 1945 kurang lengkap karena seolah-olah hanya memandang
anak perlu mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi.
Mestinya, perlindungan yang diberikan negara terhadap anak, sebagai
salah satu kewajiban generik negara, juga meliputi perlindungan. Sebab,
posisi anak-anak yang rentan dan tergantung sebagai akibat hubungan
yang tidak setara antara anak dan orang tua bukan hanya membuat anak
berpotensi menjadi korban kekerasan dan diskriminasi tapi juga eksploitasi
ekonomi dan seksual serta penelantaran. Karena itu dengan memasukan
kata diharapkan akan mencegah potensi yang mungkin dapat menciderai
hak anak. Bagaimanapun, tindakan eksploitasi, diskriminasi, kekerasan,
dan penelantaran merupakan bentuk-bentuk perlakuan yang menurunkan
martabat anak sebagai manusia.
b) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, hak-
hak anak dalam bidang hukum perdata meliputi perlindungan anak untuk
memperoleh kesejahteraan. Tentang kesejahteraan anak telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, akan
tetapi hingga kini belum dibuat peraturan pelaksanaanya, khususnya Pasal
10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang orang tua yang terbukti
melalaikan tanggung jawabnya untuk mendidik anak. Namun, melihat
realitas sosial, ekonomi dan budaya nasional di Indonesia, masih menjadi
persoalan apakah orang tua yang lalai menjalankan tanggungjawabnya
secara sosiologis dapat dicabut haknya sebagai orang tua sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak.
c) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 tentang
Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan
anak. Akan tetapi dalam Pasal 69 dibuka peluang bagi pengusaha untuk
mempekerjakan anak-anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun
sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan
sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental,
dan sosial. Pekerjaan yang bagaimana tidak disebutkan secara jelas dalam
undang-undang ini sehingga sulit untuk melarang anak untuk bekerja
secara konsisten.
d) Aparat Penegak Hukum, yakni para petugas atau lembaga yang berkaitan
dengan proses berlangsungnya hukum dalam masyarakat. Dalam hal
penegakan hukum di Indonesia, aparat yang bertugas menegakkan hukum
dikenal dengan catur wangsa yang meliputi kepolisian (lembaga penyidik),
kejaksaan (penuntut), hakim (peradilan) dan pengacara (lawyer) atau
63
PENUTUP
A. Kesimpulan
telah diuraikan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
yaitu:
64
65
B. Saran
1. Agar pemerintah Daerah Kota Malang, Dinas Sosial Kota Malang dan
ekonomi terhadap anak jalanan baik dari segi pembinaan maupun sanksi
hukum bagi pelaku eksploitasi secara ekonomi terhadap anak jalanan serta
mengenai larangan memberi sesuatu baik itu berupa uang maupun barang
kepada anak jalanan dan juga dampak negatif bagi anak jalanan yang
meski telah ada hukum dan aturan yang melarang keterlibatan anak
bekerja, dalam kenyataan tetap saja bisa ditemui anak-anak yang bernasib
malang dan bekerja yang jauh diluar kemampuan mereka. Meskipun sudah
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Asril Aini. 1980. Masalah Batas Umur Bekerja Untuk Anak. Kertas Kerja dalam
Simposium, Aspek aspek Hukum Masalah Perlindungan Anak, Dilihat
dari Segi Pembinaan Generasi Muda. BPHN – Departemen Kehakiman
RI. Hlm 20.
Craib , Lan. 1994. Teori Social Modern, dari Parsons sampai Habermas. Jakarta.
Hlm. 55
Darwan, Prinst. 2003Hukum Anak Indonesi, .Bandung : Anggota IKAPI. PT. Citra
Aditya Bakti. Hlm. 18.
Johnson, Doyle paul. 1994. Teori Sosioligi Klasik dan Moderen. Pandawa.
Jakarta. Hlm. 252.
Proper, Alice. 1990. Patterns of Family Violence, in Maureen Baker ed. Families:
Changing Trends in Canada. Hlm. 272-273.
68
Teuns, Dr. Sjef. 1990. Right of The Child; ‘How To Go On? In The Report of the
First Asian Conference on Child Exploitasion and Abuse. Calcutta. Hlm.
13.
Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung. Hlm
33
Internet:
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2007/Artikel_10
502032.pdf (diakses jumat 17 Juli 2020)
http://kristya-kembara.blogspot.com/2010/05/perlindungan-hukum-terhadap-hak-
anak.html (diakses Jumat 17 Juli 2020)
http:/emeidwsinanarhati.blogspot.com/2012/08/jurnal-reformasi.html (diakses
Jumat 17 Juli 2020)
Undang-Undang:
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 9 tahun 2013 tentang Penanganan Anak
Jalanan