TINJAUAN PUSTAKA
terjadi secara teratur. Jenis sel khusus pertama-tama akan membersihkan jejas,
yang berjalan sesuai dengan yang digambarkan untuk kulit, dengan variasi-variasi
Walaupun mukosa selalu dalam keadaan basah dan bentukan krusta tidak akan
terjadi, tetapi proses penyembuhan luka pada mukosa mempunyai perbedaan yang
Secara umum proses penyembuhan luka terdiri dari tiga fase, yaitu fase
inflamasi, fase proliferasi, dan fase remodeling (Kumar, Cotran dan Robbins,
2007). Dalam proses penyembuhan luka ada 3 fase yaitu, fase inflamasi, fase
Inflamasi adalah suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik dan zat kimia yang merusak atau zat-zat
respons protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel
serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal.
ini harus tetap dibatasi agar tidak berkepanjangan sehingga tidak akan terjadi
Gejala klinis yang tampak pada fase ini adalah warna kemerahan atau rubor
vaskularisasi di daerah yang mengalami cidera. Panas atau kalor yang disebabkan
oleh adanya hyperemia aktif di daerah radang. Bengkak atau tumor disebabkan
bagian dari radang serta sel-sel yang bermigrasi ke daerah radang. Rasa sakit atau
Hilangnya fungsi atau fungtio laesa adalah berkurangnya fungsi karena adanya
rasa sakit akibat saraf yang terangsang sehingga bagian organ tubuh tidak
berfungsi. Tanda utama radang ini disebut juga Cardinal Symptomp dan
adalah sel darah putih yang intinya berlobus tidak beraturan atau polimorf, oleh
karena itu sel ini disebut netrofil polimorfonuklear (PMN). Fungsi utama sel ini
adalah fagositosis karena mempunyai banyak lisosom untuk mencerna bakteri dan
sel-sel yang sudah tidak berguna lagi serta berumur pendek. Selain sel PMN juga
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler. Hal ini disebabkan oleh adanya zat
5
kimia yang terlepas seperti histamin, serotin dan lain-lain yang merangsang
terjadinya perubahan tersebut ketika terdapat luka atau cidera. Infiltrasi sel
mononuklear juga terjadi pada fase ini, yang mencakup makrofag, limfosit dan sel
2003).
Fase inflamasi terjadi pada hari pertama sampai hari kelima. Proses
penyembuhan terjadi akibat luka. Luka karena trauma atau luka karena
Pada awalnya darah akan mengisi jaringan yang cedera dan paparan darah
pengaktifan faktor Hageman. Kemudian akan memicu sistem biologis lain seperti
Keadaan ini memperkuat sinyal dari daerah terluka, yang tidak saja mengaktifkan
pembentukan bekuan yang menyatukan tepi luka tetapi juga akumulasi dari
beberapa mitogen dan menarik zat kimia ke daerah luka. Pembentukan kinin dan
pembuluh darah di daerah luka. Hal ini menyebabkan edema dan kemudian
yang menuju ke tempat terjadinya luka. Jumlahnya meningkat cepat dan mencapai
yang masuk. Pada penyembuhan luka normal tampaknya kehadiran sel-sel ini
tidak begitu penting sebab penyembuhan luka dapat terjadi tanpa keberadaan sel-
sel ini. Adanya sel ini menunjukkan bahwa luka terkontaminasi bakteri. Bila tidak
6
terjadi infeksi sel-sel PMN berumur pendek dan jumlahnya menurun dengan cepat
Elemen imun seluler yang berikutnya adalah makrofag. Sel ini turunan dari
Muncul pertama 48-96 jam setelah terjadi luka dan mencapai puncak pada hari ke
3. Makrofag berumur lebih panjang dibanding dengan sel PMN dan tetap ada di
akan muncul limfosit T dengan jumlah bermakna pada hari ke 5 dan mencapai
puncak pada hari ke 7. Sebaliknya dari PMN, makrofag dan limfosit T penting
jaringan. Makrofag juga melepas zat biologis aktif. Zat ini mempermudah
formasi jaringan granulasi. Zat yang berfungsi sebagai transmiter interseluler ini
Fase ini terjadi pada hari ke 3 – 14. Apabila tidak ada kontaminasi atau
infeksi yang bermakna, fase inflamasi berlangsung pendek. Setelah luka berhasil
dibersihkan dari jaringan mati dan sisa material yang tidak berguna, dimulailah
pada luka. Jaringan granulasi merupakan kombinasi dari elemen seluler termasuk
fibroblast dan sel inflamasi, yang bersamaan dengan timbulnya kapiler baru
7
tertanam dalam jaringan longgar ekstra seluler dari matriks kolagen, fibronektin
dan asam hialuronik. Fibroblast muncul pertama kali secara bermakna pada hari
daerah luka merupakan kombinasi dari proliferasi dan migrasi. Fibroblast ini
berasal dari sel-sel mesenkimal lokal, terutama yang berhubungan dengan lapisan
immature. Fase ini dapat terjadi selama beberapa tahun. Pada proses remodeling
terjadi reduksi secara perlahan pada vaskularisasi dan selularitas jaringan yang
avaskuler dan aseluler. Hal ini tampak pada eritema berkurang dan reduksi
dari penyembuhan. Pada beberapa kasus terjadi pengerutan jaringan parut yang
yang terjadi karena pergerakan ke dalam dari tepi luka juga merupakan faktor
8
2.2 Port De Entre Infeksi Odontogen
impaksi dan gigi yang fraktur sebagai penyebab. Infeksi odontogen berasal dari 3
tempat :
1. Pulpo Periapikal
menginflamasi pulpa. Pada foramen pulpa yang sempit pada akar gigi merupakan
sebuah reservoir bakteri menjadi jalan bakteri ke jaringan periodontal dan tulang.
Infeksi pulpa dapat menyebabkan infeksi gigi serius yang dapat menyebar diluar
soket gigi. Bila infeksi meluas melewati apeks gigi, infeksi ini disebut
2. Periodontal
dengan cara :
9
3. Perikorona
gigi yang mengalami erupsi inkomplit. sering terjadi pada Molar 3 (Topazian,
2002)
2.3.1 Virulensi/Resistensi
terjadinya invasi, baik oleh flora tetap atau asing maka akan terjadi perubahan
1996).
Virulensi adalah jumlah total fungsi metabolis dan fisiologis parasit yang
Resistensi adalah jumlah total dari fungsi tersebut pada hospes sehingga
(dinding sel dari bakteri gram negatif). Sedangkan hospes dapat menunjukkan
10
gangguan langsung terhdap fungsi metabolisme seluler oleh sel-sel hospes
(Pederson, 1996).
Respons lokal dari dari hospes adalah keradangan. Proses ini diawali dengan
sangat asam dan protease selular cenderung menginduksi terjadinya lisis terhdap
merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan
dalam sirkulasi darah. Di pihak lain, infeksi dan inflamasi juga akan semakin
11
meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya
organisme dan toksin masuk kedalam pembuluh darah. Karena perubahan tekanan
dan edema menyebabkan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak
infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jungularis
internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan.
Namun, saat berada didalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat
Seperti halnya suplai darah, gingiva, dan jaringan lunak pada mulut kaya
dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah
getah bening memfasilitasi penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat
mengenai kepala atau leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke
menyebar sepanjang sisi krista alveolar dan sepanjang jalur pembuluh darah ke
12
2.4.3 Perluasan Langsung Infeksi Dalam Jaringan
atau organisme kedalam tulang atau sepanjang bidang fasial dan jaringan
dan meluas terus hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah
ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya terisi oleh
jaringan ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan alveolar hancur, membentuk
karena fasia yang meliputi ruang tersebut relatif padat (Suprapti, 2009).
2.5.1 Etiologi
Biasanya berasal dari dental karies,s ehingga bakteri yang ditemukan atau
penyebab pada penyakit pulpa sama dengan yang ditemukan pada kasus karies,
utama terjadinya luka pada pulpa dan jaringan periradicular. Jalan masuknya
bakteri langsung melalui tubuli dentin. Hubungan antara bakteri, pulpa, dan
furcal canals, lateral canals). Hilangnya beberapa substansi gigi seperti karena
erosi, atrisi, dan abrasi. Trauma dengan atau tanpa terbukanya pulpa. Kelainan
13
pertumbuhan jaringan gigi. Anachoresis (jalan masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran akar dari aliran darah melalui foramen apikal) (Richard, 1990).
periradicular bias terjadi dari irrigating solutions, bahan fenol, dan tekanan dari
irreversible pulpitis terdapat keluhan rasa sakit spontan. Reversible pulpitis dapat
menentukan lokasi rasa sakit Gambaran radiografi periradikuler normal Gigi tidak
lunak jika diketuk (kecuali ada trauma oklusal). Terapi : menutup kembali
Irreversible Pulpitis bisa menjadi akut, subakut, atau kronis ; bisa menjadi parsial
atau total ; bisas menginfeksi atau steril. Inflamasi pulpa akut biasanya
terjadi karena trauma hebat dan merupakan kelanjutan dari reversible pulpitis
(Richard, 1990).
14
Symptom : Rasa sakit dapat berkembang secara spontan atau karena ada
stimuli/rangsangan. Pada tahap akhir, rasa panas akan lebih jelas. Jika mengenai
Rasa sakit spontan, sementara atau serangan hebat berkelanjutan. Sakit lebih
lama jika ada perubahan temperatur mendadak. Tidak ada rasa sakit jika stimulus
dan gelisah. Dapat didiagnosis melalui dental history, pemeriksaan visual lengkap,
radiografi yang tepat. Symptom akan hilang dan berlanjut menjadi tahap nekrosis
(Richard, 1990).
keadaan diam. Paling umum disebabkan oleh karies dan trauma. Kondisi patologis
Resorbsi Internal (perluasan tanpa rasa sakit pada pulpa karena kerusakan
dentin, berupa pink spot terapi endodontik yang tepat dapat mencegah kerusakan)
Akibat proliferasi radang pulpa muda kronik. Terapi : terapi saluran akar,
15
2.5.5 Nekrosis Pulpa
Merupakan hasil irreversible pulpitis yang tidak dirawat dengan segera, luka
memberikan respon pada berbagai tes. Ada diskolorisasi pada mahkota gigi
kualitatif maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan pertahanan seluler yang
misalnya pada pasien yang menjalani kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi
dentis. Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya
16
melanjutkan invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan
pulpitis hingga nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar
positif, fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana
terdapat karbohidrat terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan
bakteri pada dentin dan pulpa. Dengan adanya invasi dari bakteri pada jaringan
internal gigi, bakteri berkembang, terutama bakteri gram negatif, anaerobik dan
proteolitik akan menginfeksi rongga pulpa. Beberapa bakteri ini memiliki faktor
virulensi yang dapat menyebabkan invasi bakteri pada jaringan periapikal melalui
foramen apikal. Lebih dari sebagian lesi periapikal yang aktif tidak dapat
dideteksi dengan sinar-X karena berukuran kurang dari 0.1 mm2. Jika respon imun
periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun jikan respon
imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka akan
melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi
bakteri dapat menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions (Taubert KA,
1998).
17
periodontal patogen yang mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu
respon imun host yang secara kronis dapat menyebabkan periodontal bone loss.
grooves, dll), maupun iatrogenik karena impaksi dari kalkulus pada epitel
periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses akan membentuk fistula dan
perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada coronal pouch selama
2.6.1 Penyebaran
patofisiologi yang beragam yang pada dasarnya dipengaruhi oleh : jumlah dan
virulensi kuman, resistensi dari host, dan struktur anatomi daerah yang terlibat
(Anonim, 2007).
permukaan tulang dan setelah menembus lapisan korteks pus masuk ke jaringan
18
Arah penyebaran infeksi periapikal menuju ke jaringan lunak dipengaruhi
Bila apeks gigi yang terinfeksi lebih dekat dengan labial plate maka akan
menyebabkan vestibular abscess. Sebaliknya jika kar gigi lebih dekat dengan
permukaan palatal maka yang terjadi adalah palatal abscess (Anonim, 2007).
pada tulang rahang, utamanya yaitu m. Buccinator pada maksila dan mandibula,
dan. Mylohyoid pada mandibula. Pada gigi-gigi posterior rahang atas apabila pus
keluar ke arah bukal dan dibawah perlekatan m.buccinator pada maksila dan
mandibula, dan m mylohyoid pada mandibula. Pada gigi posterior rahang atas
apabila pus keluar ke arah bukal dan dibawah perlekatan m. Buccinator maka
Buccinator maka yang terjadi adalah buccal space abscess (Anonim, 2007).
Infeksi periapikal pada gigi-gigi rahang atas pada umunya menjalar ke arah
labial atau bukal. Beberapa gigi seperti insisif lateral yang inklinasinya ekstrenm,
akar palatal gigi premolar pertama dan molar rahang atas dapat menyebabkan
abses di sebelah palatal. Penjalaran infeksi ke labial atau bukal dapat menjadi
vestibular abscess atau fascial space infection ditentukan oleh hubungan antara
tempat peforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot oada tukang maksila yaitu
19
Gigi insisif sentral dan lateral rahang atas penyebaran infeksi ke labial
sehingga terjadi vestibular abscess. Infeksi pada kaninus yang akarnya panjang
dapat menyebabkan canine space infection. Infeksi pada M rahang atas bisa
menjadi vestibular abscess. Infeksi periapikal gigi-gigi P dan M rahang atsa dapat
rahang bawah infeksi periapikal dari gigi I,C dan P pada umumnya akan merusak
korteks di buccal palte sehingga menjadi vestibular abscess. Infeksi pada gigi M1
bisa mengarah ke bukal atau ke lingual demikian juga M2, sedangkan infeksi
Penyebaran infeksi Molar bawah yang ke arah bukal juga ditentukan oleh
maka yang tejadi adalah vestibular abscess, bila pus keluar dibawah perlekatan
otot tersebut maka yang terjadi adalah buccal space infection atau perimandibular
antara letak apeks akar gigi M dan tempat perlekatan m. Mylohyoid. Bila pus
keluar dari dinding lingual di atas perlekatan m. Mylohyoid maka akan terjadi
sublingual space abscess, sebaliknya bila pus keluar dibawah perlekatan otot tsb
2.6.2 Periostitis
karena infeksi periapikal telah menembus korteks tulang. Keradangan yang terjadi
berupa cairan serous diantara korteks dan periosteum, belum terbentuk nanah.
Gejala subjektifnya berupa rasa sakit selama 1-3 hari disertai pembengkakan,
suhu badan meningkar. Ekstra Oral tampak pembengkakan merata, warna agak
20
kemerahan, palpasi peningkatan suhu dan sakit. Intra Oral tampak peninggian
buccal fold tapi tidak ada fluktuasi, terdapat gigi dengan karies profunda dan non
dapat meredakan infeksi akut : open bur disertai dengann ekstirpasi saluran akar,
pemberian antibiotik dan analgesik. Pencabutan dilakukan bila tanda radang sudah
selulitis, atau kombinasi dari keduanya (Green, Flower dan New, 2001).
Abses didefinisikan sebagai kumpulan pus dalam suatu rongga yang secara
anatomis tidak ada dan diliputi oleh membran abses. Nanah atau pous merupakan
aktivitas enzimatik kuman-kuman patogen. Pus dalam suatu abscess berisi : sel-
sel leukosit (PMN) mati, sel-sel jaringan yang mati, dan mikroorganisme
penyebab proses supuratif ini disebut dengan kuman piogenik, utamanya adalah
fagositosis dan kondisi ini mengarah kepada pembentukan abses. Secara klinis ciri
khas suatu abses jaringan lunak ialah : pembengkakan berbatas jelas, palpasi
terdapat fluktuasi, dan pada umumnya memberikan tanda klinis yang bersifat
21
Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Untuk
dengan rubber drain atau penrose drain. Beberapa tujuan dari insisi dan drainase
Selulitis
Bila infeksi yang terjadi tidak dapat ditanggulangi oleh faktor pertahanan
jaringan, misalnya virulensi kuman yang tinggi atau faktor pertahanan yan rendah,
maka infeksi tidak terhambat dan akan menyebar dengan cepat menuju jaringan
yang lain disekitarnya, infeksi semacam ini disebut selulitis (Green, Flower dan
New, 2001).
Selulitis adalah infeksi pada jaringan lunak yang tidak terlokalisir dimana
eksudat dengan cepat menyebar diantara celah interstitial jaringan ikat. Secara
tidak terdapat fluktuasi. Selulitis biasanya disertai gejala sistemik yaitu : penderita
tampak pucat, malaise, peningkatan suhu badan dan denyut nadi. Dibandingkan
cepat ke jaringan yang letaknya jauh dari tempat infeksi asalnya dan resiko
22
hyaluronat, bahan dasar jembatan interseluler jaringan ikat, sehingga dapat
selulitis adalah pemberian antibiotika yang tepat dan dengan dosis yang tinggi.
Dengan terapi antibiotik gejala akutnya mereda atau bisa menjadi abses (Green,
Subperiosteal abscess
dan terkumpul di bawah periosteum. Periosteum adalah jaringan ikat yang tipis
dan tegang, maka dengan terkumpulnya pus dibawahnya akan timbul rasa sakit
yang sangat dan biasanya periosteum akan pecah dalam waktu singkat. Oleh
karena itu secara klinis oeriosteal abscess jarang dijumpai. Keadaan ini dapat
berlanjut menjadi vestibular abscess atau fascial space abscess (Ariji dkk, 2002).
vestibular abscess. Keadaan ini rasa sakit sudah agak mereda dibandingkan
Ekstra Oral berupa pembengkakan tidak berbatas jelas, palpasi sakit dan
pembesaran kelenjar limfe regional. Intra Oral tanpak buccal fold terangkat,
warna kemerahan, palpasi terasa sakit dan ada fluktuasi. Terdapat gigi gangren
yang memberikan respon sakit pada perkusi dan druk. Abses dapaty pecah dan
23
Bila belum terjadi drainase spontan, maka perawatannya adalah incisi dan
drain (drain karet atau kasa), pemberian antibiotik dan analgesik. Pencabutan
Palatal abscess
hanya lokasinya yang berbeda karena disini pus keluar ke arah palatal. Biasanya
disebabkan oleh infeksi pd akar palatal gigi posterior rahang atas. IO berupa
pembengkakan mucosa palatal, berbatas jelas dan ada fluktuasi (Ariji dkk, 2002).
Pericoronitis
mohkota gigi yang erupsi sebagian, umumnya terjadi pada gigi M3 bawah. Pada
gigi yang impaksi sebagian, mahkota gigi biasanya diliputi oleh jaringan lunak
permukaan aksialnya. Antara mahkota gigi yang impaksi dan jaringan lunak yang
follicle.Pericoronitis berawal dari keradangan pada follicle ini (Green, Flower dan
New, 2001).
Operculum dari mahkota M3 rahang bawah dapat menjadi bengkak karena tergigit
oleh M3 RA. Dalam hal ini pencabutan gigi M3 RA biasanya akan dapat
menghilangkan gejala klinis dan simptom yang ada. Pericoronitis dapat pula
24
Pericoronitis akut
yang ditandai dengan rasa sakit cekot-cekot terutama pada waktu mengunyah.
Pada anamnesa pasien mengeluhkan trismus dan rasa tidak enak bila menelan
denyut nadi dan pernapasan, terdapat pembengkakan Ekstra Oral yang difuse,
kelenjar limfe submandibularis membesar dan sakit pada palpasi. Intra Oral
ditekan keluar pus dari ruan potensial dibawah mukosa (Green, Flower dan New,
2001).
1. Irigasi H2O2
oklusal
25
4. Instruksi pada pasien untuk kumur-kumur larutan air garam hangat dengan
frekuensi yang cukup sering. Tindakan ini cukup efektif untuk meredakan
Pericoronitis kronis
Tanda yang khas pasien mengeluhkan rasa tidak enak. Tidak ada gejala klinis dan
rahang bawah bisa dicabut setelah gejala klinis dari perikoronitis stelah hilang.
Bila pencabutan dilakukan pada saat keradangan akut resiko cukup tinggi untuk
terjadi komplikasi seperti : dry socket atau postoperative infection. Setelah infeksi
dapat diatasi, perawatan definitif yaitu pencabutan dapat segera dilakukan (Green,
2.7 Pemeriksaan
›Bila keluhan berupa benjolan: bertambah besar/ tetap, berkembang cepat/ lambat,
kelainan syaraf.
26
Informasi yang dapat diperoleh dari anamnesa yaitu (Pedersen, 1996):
2. Prosedur pembedahan
5. Obat
6. Alergi
8. Status imunisasi
Pemeriksaan klinis
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Inspeksi yaitu melihat secara umum diperoleh gambaran menyeluruh dan kesan
1. Pengamatan secara visual pada berbagai bagian tubuh pasien, yang dapat
27
3. Memerlukan cahaya yang terang.
1. normal/abnormal
2. ukuran / diameter
4. Bentuk, simetris/asimetris
7. Single/multiple.
8. unilateral/bilateral.
28
Palpasi yaitu pemeriksaan yang dinilai dengan sentuhan , raba pada daerah
yang dicurigai serta daerah yang bersangkutan dengan kelainan utama (Pedersen,
1996).
tidak terlihat.
1. Massa
2. Ukuran
3. Warna
kasar
29
Perkusi yaitu mendengarkan bunyi dari hasil ketokan jari/tanga didasarkan
1. Organ yang terletak lebih dalam tidak dapat dilihat atau diraba jelas secara
struktur yang lebih dalam, dan struktur patologis yang secara normal tak
ada.
Auskultasi yaitu Mendengarkan bunyi yang berasal dari dalam tubuh pada
30
4. Intensitas : ukuran kuat lemahnya suara
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiografi
jaringan tulang yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal.
Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang
terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
2.8.1 Patogenesis
salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini berperan layaknya parang
petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang persawahannya, ya.. enzim ini
merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat),
transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur
penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka
dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat
31
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim
dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal (Glenny, 2004).
Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses,
infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi
yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam
(Glenny, 2004).
namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup
abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus (Glenny,
2004).
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu
untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang
sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui
ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat
adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen
32
foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses
saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah
S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,
tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit
yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan
akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya
mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus
dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi
2.8.2 Diagnosis
pembengkakan difus dan gigi yang bersangkutan akan terasa sakit pada
menyentuh gigi lawan jika berada dalam oklusi. Selain itu gigi tidak merespon
terhadap tes pulpa. Pemberian rangsangan es akan sedikit mengurangi rasa sakit,
berbeda dengan panas yang mengintensifkan rasa sakit. Gigi tersebut juga dapat
33
Menurut Glenny (2004), gejala abses periapikal akut secara umum adalah:
gigi non-vital, nyeri berdenyut onset cepat, nyeri saat menggigit atau perkusi,
periapikal.
2.9 Granuloma
2.9.1 Definisi
perkembangan yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar gigi,
2.9.2 Etiologi
yang berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun yang mengenai jaringan
periapikal. Iritan dapat disebabkan oleh organisme seperti: bakteri dan virus; dan
bakteri anaerob fakultatif dan organisme yang tersering adalah Veillonella species
(Smith, 2009).
34
Sedangkan faktor non-organisme adalah karena iritan mekanis setelah root
canal therapy, trauma langsung, trauma oklusi, dan kelalaian prosedur endodontik;
2.9.3 Patogenesis
timbul melalui pulpa, yang telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat
berbagai macam iritan yang dapat menyebabkan peradangan pada pulpa, yang
tersering adalah karena bakteri, proses karies yang berlanjut akan membuat jalan
masuk bagi bakteri pada pulpa, pulpa mengadakan pertahanan dengan respon
karena dibatasi oleh dinding pulpa yang keras. Inflamasi akan menyebabkan
disuplai oleh satu pembuluh darah yang masuk melalui saluran sempit yang
disebut foramen apikal, dan tidak ada suplai cadangan lain. Edema dari jaringan
pulpa akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang melalui foramen apikal,
sehingga jaringan pulpa tidak adekuat dalam mekanisme pertahanan, terlebih lagi
pulpa menjadi nekrosis. Ruangan pulpa dan jaringan pulpa yang nekrotik akan
memudahkan kolonisasi bakteri. Ketiga, karena gigi berada pada rahang, maka
35
bakteri akan menyebar melalui foramen apikal menuju jaringan periapikal (Smith,
2009).
jaringan periapikal, eradikasi bakteri pada saluran akar tidak dapat dilakukan,
sehingga saluran akar akan menjadi sumber infeksi bakteri. Infeksi yang persisten
dan reaksi imun yang terus menerus pada jaringan periapikal akan menyebabkan
jaringan periapikal akan teRjadi bersamaan dengan resorbsi dari tulang alveolar
(Smith, 2009).
terdapat eksaserbasi akut maka akan menunjukkan gejala seperti abses periapikal
(Smith, 2009).
36
inflamasi, dan biasanya dengan sebuah kapsul. Jaringan ini menggantikan
kedudukan dari ligamen periodontal, tulang apikal dan kadangkala dentin dan
sementum akar gigi, yang diinfiltrasi oleh sel plasma, limfosit, mononuklear
darinekrosis pulpa maka pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tes thermal yang
negatif dan tes EPT yang negatif. Pada gambaran radiografi lesi yang berukuran
kecil tidak dapat dipisahkan secara klinis dan radiografi. Periapikal granuloma
terlihat sebagai gambaran radiolusen yang menempel pada apex dari akar gigi.
Sebuah gambaran radiolusensi berbatas jelas atau difus dengan berbagai ukuran
yang dapat diamati dengan hilangnya lamina dura, dengan atau tanpa keterlibatan
Granuloma periradikuler
klinis dari granuloma periapikal dan kista periapikal sangat sulit dibedakan,
biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi negatif. Oleh
37
karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan
satu satunya cara untuk dapat membedakan keduanya secara akurat adalah dengan
periapikal ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan epitel jenis non-
plexiform. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya
banyak sel radang, yaitu sel plasma dan sel limfosit pada dinding kista tersebut.
Rousel body atau round eusinophilic globule banyak ditemukan didalam atau
2009).
Pasien dengan abses periapikal mungkin dapat dengan atau tanpa tanda-
tanda peradangan, yang difus atau terlokalisasi. Pada pemeriksaan perkusi dan
Pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi thermal karena berhubungan dengan pulpa
yang telah nekrosis. gambaran radiografi dapat bervariasi dari penipisan ligamen
periodontal hingga lesi radiolusensi dengan batas yang tidak jelas (Smith, 2009).
2.9.7 Penatalaksanaan
38
maka pilihan pertama terapi adalah penanganan endodontik konvensional, namun
juga dapat diikuti dengan tindakan apicoectomy.4 Apabila lesi menetap setelah
apicectomy merupakan eksisi bagian apikal dari akar gigi dan melekatkan
akar.
radikular.
5. Memerlukan biopsi.
atau fraktur.
sekitar apex gigi yang merupakan kelanjutan dari keradangan pada pulpa yang
disebabkan oleh berbagai macam iritan, seperti bakteri, trauma mekanis, dan
bahan kimia. Patogenesis yang mendasarinya adalah reaksi dari sistem imun
tubuh terhadap adanya iritan. Granuloma periapikal biasanya tidak bergejala dan
39
radiolusen, diagnosis bandingnya termasuk kista periapikal dan abses periapikal,
campur seperti gas dan tidak dibentuk oleh pengumpulan nanah, yang sering
dibatasi oleh epitel, tetapi tidak selalu. Suatu teori menyebutkan adanya
degenerasi sel sentral di dalam proliferasi sel epitel yang mengakibatkan suatu
kista disebabkan oleh adanya degenerasi dari jaringan granulasi (Bakar, 2012).
1. Kista Primordial
Kista primordial adalah kista yang timbul dari pemecahan retikulum stelata
pada tempat gigi normal ataupun supernumerary. Banyak diderita oleh laki-laki,
pada umur dasawarsa kedua dan ketiga, banyak terdapat di mandibula dari pada
maksilla (75% mandibulla), dan sekitar 50% dari semua kasus di mandibula,
40
infeksi, dan sepertiganya mengalami expansi ke bukal. Pada gambaran radiologis,
sering terlihat sebagai daerah radiolusen yang besar, bundar atau ovoid.
Kebanyakan berbatas tegas dengan tepi sklerotik. Dapat monolukuler dan dapat
2. Kista Gingival
Kista gingival pada bayi sering terlihat pada neonatus, tetapi jarang terlihat
setelah 3 bulan. Sebagian besar diantaranya mengalami involusi dan hilang atau
puncak alveolar ridge pada maksilla dan mandibula. Pada orang dewasa, kista ini
kira-kira hanya 0,3% dari keseluruhan kista rahang yang ada, dan diderita oleh
paling banyak antara umur 40-59 tahun. Wanita lebih banyak menderita kista ini,
dengan perbandingan 2:1. Lebih sering terjadi pada mandibula dari pada maksilla,
terutama regio premolar atau caninus. Pada gambaran klinis terlihat adanya
pembengkakan pada gingiva, tumbuh lambat dan tidak sakit. Berbatas tegas, kecil
dengan diameter kurang dari 1cm. Berlokasi di attached gingiva atau papilla
interdentalis dan selalu pada sisi fasial. Permukaan licin seperti warna gingiva
yang normal ataupun kebiruan, konsistensi lunak, fluktuasi, dan gigi yang
berdekatan biasanya vital. Pada pembedahan terlihat adanya erosi tulang tanpa
Ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, dan kira-kira hanya 1,5%
selama 20 tahun. Diderita pada umur rata-rata 50 tahun, dan ada kecenderungan
banyak diderita oleh laki-laki. Lokasi antara premolar dua kiri sampai pada
41
premolar dua kanan, lebih banyak terjadi di mandibula dari pada maksilla.
ataupun bundar yang berbatas tegas dengan tepi sklerotik), namun kadang-kadang
dapat membesar dan terjadi pembengkakan pada gingiva pada sisi fasial. Yang
Kista dentigerous adalah kista yang tumbuh dari folikel gigi dan menutupi
mahkota gigi yang belum erupsi serta melekat pada leher gigi. Gigi yang terlibat,
diikuti oleh premolar mandibula dan molar ketiga maksilla. Kista dentigerous
radiologis ketika tidak ada erupsi gigi, gigi hilang, miring, atau keluar dari
lengkung gigi. Tumbuh perlahan-lahan dan terasa sakit bila mengalami infeksi
pembengkakakn masih tetap ada walaupun tidak sebesar bila mengalami infeksi.
Bila tidak ada infeksi maka kista ini tidak memberi sensasi sakit. Pada gambaran
mengandung mahkota gigi, dinding sklerotik, dan berbatas tegas kecuali bila telah
5. Kista Erupsi
Kista erupsi adalah kista dentigerous yang terjadi pada jaringan lunak, kista
ini berkembang dari folikel gigi yang sedang bererupsi. Terlihat permukaan licin
dengan warna gingiva normal ataupun kebiruan, lunak dan berfluktuasi. Tidak
42
merasa sakit kecuali terinfeksi. Kadang dapat terlihat lebih dari 1 kista. Dalam 3-4
Kista apikal atau kista radikuler adalah kista yang timbul dari sisa-sisa epitel
kematian pulpa gigi dan ditemukan di daerah apikal gigi (Bakar 2012).
yang berhubungan dengan gigi nonvital atau frakmen akar gigi. Penentuan
vitalitas gigi yang berkaitan dengan lesi yang diduga kista periapikal sangatlah
sebagai alternatif konservatif daripada pencabutan. Lesi yang umum terjadi ini,
relatif kecil (diameternya kurang dari 1cm), dan mudah dienukleasi melalui
bertambah besar (2-3cm) dan melibatkan gigi atau struktur penting disekitarnya
7. Kista Residual
Kista residual adalah kista yang berkembang dari sisa yang tertinggal ketika
(Bakar, 2012).
8. Kista Dermoid
berasal dari jaringan ektodermal dan ditemukan dalam kulit, dasar mulut, dan
43
9. Kista Ductus Nasopalatinus
embrionik dalam canalis nasopalatinus, dan epitel ini termasuk dalam garis fusi
pada regio anterior garis tengah palatum. Juga dapat terjadi pada garis tengah
labial “albeolar ridge”. Pada beberapa kasus dapat dijumpai fluktuasi. Dapat
terjadi kombinasi pembengkakan, sekret, dan nyeri. Sekret bisa mukoid, yang
dirasakan pasien sedikit asin, bisa purulent dan mengeluh adanya bau busuk.
Terlihat juga adanya pergeseran gigi. Untuk menentukan diagnosis, maka perlu
incisivus. Kista ini terjadi dalam canalis incisivus, dan mungkin sulit menentukan
apakah kista atau canalis yang membesar. Karena itu batas maksimal dari canalis
normal adalah 6mm. Lebih dari itu sudah bisa kita sebut kista. Kista ini ditemukan
pada garis tengah palatum, di atas ataupun di antara gigi incisivus pertama (Bakar,
2012).
Kista ini terjadi di luar tulang pada lipatan nasolabialis di bawah alae nasi.
44
12. Kista Globulomaksilaris
antara incisivus kedua dan caninus maksilla. Secara radiologis merupakan lesi
yang radiolusen dan berbatas tegas yang sering menyebabkan akar gigi yang
dalam. Tujuan yang kedua adalah menghilangkan pus dan nekrotik debris
(Soemartono, 2000).
Abses merupakan suatu lesi yang bagi tubuh sulit ditangani, karena
dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat (Soemartono, 2000).
antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai, tindakan drainase secara bedah
dari infeksi yang ada, menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi dan,
evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan. Pada kasus-kasus infeksi fascial
45
space, pada prinsipnya sama dengan perawatan infeksi odontogen lainnya, tetapi
tindakan yang dilakukan harus lebih luas dan agresif (Soemartono, 2000).
diet tinggi kalori dan protein, mempertahankan keseimbangan cairan tubuh, dan
yang menjadi sumber infeksi harus segera dilakukan setelah gejala infeksi akut
mereda. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekambuhan dari infeksi. Beberapa
tindakan meliputi tindakan lokal langsung rongga mulut, mukosa dan gigi
drainase, apicoectomy (reseksi akar) dan pencabutan gigi yang menjadi fokal
Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi
adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Drainase
adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk mengeluarkan
dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah menutupnya luka insisi
adalah insisi dan drainase pada puncak fluktuasi dan drainase dipertahankan
dengan pemasangan drain (drain karet atau kasa), pemberian antibiotik untuk
mencegah penyebaran infeksi dan analgesik sebagai penghilang sakit. Selain itu,
46
drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan
drainase yang tepat pada abses yang lebih dalam. Abses seharusnya dikeluarkan
bila ada fluktuasi, sebelum pecah dan pusnya keluar. Insisi dan drainase adalah
Insisi tajam yang cepat pada mukosa oral yang berdekatan dengan tulang
sebuah ungkapan abad ke-18 dan 19 yang berupa deskriptif dan seruan. Ahli
bedah yang dapat membuat relief instan dan dapat sembuh dengan pengeluaran
pus dari abses patut dipuji dan oleh sebab itu lebih dikenal daripada teman sejawat
yang kurang terampil yang menginsisi sebelum waktunya atau pada tempat yang
47
1. Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang ditempatkan
Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher. Insisi pada
titik-titik berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium yang
2. Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di
4. Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai ke
jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan
terhadap infeksi
48
5. Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan.
submandibula.
7. Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan;
penyerbu sekunder.
8. Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan
penting untuk drain yang tepat pada abses yang dalam, tetapi abses yang
membatasi daerah dentoalveolar menunjukkan batas anatomi yang tidak jelas bagi
ahli bedah. Hanya mukosa yang tipis dan menonjol yang memisahkan scalpel dari
infeksi. Idealnya, abses harus didrain ketika ada fluktuasi sebelum ada ruptur dan
drainase spontan. Insisi dan drainase paling bagus dilakukan pada saat ada tanda
awal dari “pematangan” abses ini, meskipun drainase pembedahan juga efektif,
2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan
direncanakan insisi :
49
2. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada
sesuai gravitasi.
3. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik,
4. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat
fluktuasi positif.
5. Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan
pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.
2. Kuretase
Indikasi dari kuretase periapikal adalah bila pada daerah periapikal dijumpai abses
atau lesi yang tidak sembuh dan juga dijumpai kelebihan pasta pada perawatan
50
Adapun tahap kuretase lesi periapikal adalah sebagai berikut (Grossman,
1995):
2. Anastesi lokal
4. Pembuatan flap
5. Flap dibuka dengan periosteal elevator, dan dtahan dengan tisue refraktor
8. Flap dijahit
akar adalah tindakan bedah berupa suatu pemotongan bagian akar gigi dan
kuratage dan pengerokan seluruh jaringan periapikal yang nekrotik dan radang.
periapikal pada gigi yang tidak dapat dirawat secara endodontik intrakanal,
51
Indikasi perawatan reseksi akar :
1. Adanya abses kronik dan granuloma pada gigi yang tidak sampai
melibatkan sinus.
daerah periapikal.
5. Akar gigi yang terlalu bengkok sehingga tidak dapat dirawat secara
konservatif.
6. Adanya resorbsi akar bagian apek oleh karena adanya abses periapikal
thyrotoxicosis.
9. Posisi gigi yang tidak baik yaitu letak anatomis dekat dengan daerah
10. Pada kasus dengan traumatic oklusi yang tidak dapat diperbaiki.
3. Buatlah insisi semilunar yang dimulai dari mesial apek akar gigi,
gingival line
52
4. Kemudian flap dipisahkan dari tulang dan ditahan dengan retractor
kecil
sebelahnya
7. Potonglah ujung akar gigi dengan fissure bur, jangan memotong lebih
4. Pencabutan (Ekstraksi)
Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang
alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana
dan teknik pembedahan. Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari
dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula
dengan penjahitan. Teknik sederhana digunakan untuk ekstraksi gigi erupsi yang
53
Indikasi dilakukan tindakan pencabutan adalah (Pedersen, 1996):
10 Sisa akar
5. Terapi Medikasi
• Antibiobik
• Analgesik
• Anti inflamasi
a. Alergi
a. Smear/pewarnaan gram
b. Kultur
c. Tes sensitivitas
54
Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati. Sering terjadi salah
pemahaman bahwa semua infeksi harus diberikan antibiotik, padahal tidak semua
infeksi perlu diberikan antibiotik. Pada beberapa situasi, antibiotik mungkin tidak
keseriusan infeksi ketika pasien datan ke dokter gigi. Jika pasien datang dengan
pembengkakan yang ringan, progress infeksi yang cepat, atau difuse celulitis,
antibiotik bisa ditambahkan dalam perawatan. Faktor yang kedua adalah jika
perawatan bedah bisa mencapai kondisi adekuat. Pada banyak situasi ekstraksi
pencabutan mungkin saja tidak bisa dilakuakan. Sehingga, terapi antibiotik sangat
Pertimbangan yang ketiga adalah keadaan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang
muda dan dengan kondisi sehat memiliki antibodi yang baik, sehingga
penggunaan antibiotik bisa digunakan lebih sedikit. Di sisi lain, pasien dengan
penurunan pertahanan tubuh, seperti pasien dengan penyakit metablik atau yang
2. Pembengkakan meluas
5. Pericoronitis parah
55
6. Osteomyelitis
3. soket kering
4. pericoronitis ringan
harus ada di dalam benak dokter gigi pada saat memilih antibiotik. Pertama,
jenis ini mengalami resistensi. Penisilin dibagi menjadi penisilin alam dan
semisintetik. Penisilin alam memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak tahan
Untuk mengatasi hal tersebut, dapat digunakan penisilin semisintetik antara lain
amfisilin (sprektrum luas, tidak dirusak asam lambung, tetapi dirusak oleh
56
Pengobatan pilihan pada infeksi adalah penisilin. Penicillin ialah
perlu peningkatan dosis. Absorbsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik
daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar
dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada ampisilin,
sedangkan masa paruh eleminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan
melawan bakteri aerob, tetapi efektif terhadap bakteri anaerob (Pedersen, 1996).
lebih luas. Cefadroxil diberikan dua kali sehari dan cephalexin diberikan empat
kali sehari. Tetracycline, terutama doxycycline adalah pilihan yang baik untuk
57
infeksi yang ringan. Metronidazole dapat berguna ketika hanya terdapat bakteri
Pada umumnya antibiotik harus terus diminum hingga 2 atau 3 hari setelah
infeksi hilang, karena secara klinis biasanya seorang pasien yang telah dirawat
yang sangat dramatis dalam penampakan gejala di hari ke-2, dan terlihat
asimptomatik di hari ke-4. Maka dari itu, antibiotik harus tetap diminum hingga 2
endodontik atau ekstraksi), maka resolusi dari infeksi akan lebih lama sehingga
administrasi obat antibiotik juga dapat dilakukan untuk infeksi yang tidak sembuh
A. Spektrum Luas :
- Ampicilin
- Amoxilyn
- Hetacillin
- Tetracyclin
- Chloramphenicol
- Gentamycin
B. Spektrum Sempit:
1. Gram Positif :
- Benzyl Penicilin
58
- Cloxacillins
- Cephalospirin
- Bacitrcyn
- Erythromycyn
- Spiramycyn
2. Gram Negative :
- Polymixin B
- Collistin
1. Erythromycin
lain
e. Penggunaan
2. Cephalosporin
dan batang
59
c. Penggunaan
3. Lincosamide
c. Penggunaannya :
4. Metronidazole
e. Efek samping paling sering mual disertai sakit kepala, anoreksia, kadang-
kadang muntah
f. Penggunaan:
5. Tetracyclin
a. Bersifat bakteriositas
60
d. Obat ini digunakan apabila tes sensitivitas menunjukkan perlunya
pemberian obat tersebut/ obat lain tidak ada/ px alergi terhadap obat utama
e. Penggunaan
61