Anda di halaman 1dari 4

Mekanisme Penyembuhan Ulkus Traumatikus

Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, dan melibatkan


aktivitas beberapa macam sel dan matriks ekstraseluler di mana proses ini
tergantung pada faktor lokal dan sistemik. Tujuan utama pada penyembuhan
luka setelah terjadi jejas adalah untuk mengembalikan kontinuitas dan fungsi
jaringan. Jejas dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan
ekstravasasi sel darah. Proses penyembuhan luka dapat dibagi dalam tiga fase,
yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling (Gottrup dkk., 2007).

1. Fase inflamasi
Respon inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi benda asing dan
mengendapkan matriks ekstra seluler. Pada tahap ini, sel radang akut serta
neutrofil akan menginvasi daerah radang dan menghancurkan semua debris dan
bakteri. Dengan adanya neutrofil maka dimulailah respon keradangan yang
ditandai dengan cardinal symptoms, yaitu tumor, kalor, rubor, dolor dan functio
laesa. Pada ulkus traumatikus, tahap inflamasi ini berlangsung pada hari pertama
sampai hari ke-3 (Gottrup dkk., 2007).
Fase inflamasi terjadi setelah vasokonstriksi dan vasodilatasi pada daerah
luka. Proses ini membantu migrasi sel inflamasi menuju ke daerah luka. Pada
fase ini, terjadi koagulasi sel darah di mana prothrombin berubah menjadi
thrombin, fibrinogen menjadi fibrin, dan clot menjadi fibrin clot. Aktivitas
fibrinolotik terjadi pada fase awal penyembuhan luka. Fibrin memiliki peran utama
dalam dalam mengawali angiogenesis dan mengembalikan struktur vaskuler.
Netrofil, limfosit dan makrofag adalah sel yang pertama kali mencapai daerah
luka. Fungsi utamanya adalah melawan infeksi dan membersihkan debris matriks
seluler dan benda-benda asing (Gottrup dkk., 2007). Fase inflamasi ditandai
dengan terjadinya pembekuan darah (clotting) untuk mempertahankan
hemostasis, pelepasan bermacam-macam faktor untuk menarik sel-sel yang
akan memfagosit debris, bakteri, dan jaringan yang rusak, serta pelepasan faktor
yang akan memulai proliferasi jaringan (Grab dan Smith 2006).
Agen kemotaktik seperti produk bakteri, complement factor, histamin,
prostaglandin, leukotriene dan platelet derived growth factor (PDGF)
menstimulasi leukosit untuk berpindah dari sel endotel. Leukosit yang terdapat
pada luka di dua hari pertama adalah neutrofil. Sel ini membuang jaringan mati
dan bakteri dengan fagositosis. Netrofil juga mengeluarkan protease untuk
mendegradasi matriks ekstraseluler yang tersisa. Setelah melaksanakan fungsi
fagositosis, neutrofil akan difagositosis oleh makrofag atau mati. Meskipun
neutrofil memiliki peran dalam mencegah infeksi, keberadaan neutrofil yang
persisten pada luka dapat menyebabkan luka sulit untuk mengalami proses
penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan luka akut berprogresi menjadi luka
kronis (Pusponegoro, 2005; Webster dkk., 2012).
Pada saat jaringan terluka, maka darah akan kontak dengan kolagen. Hal
ini memacu platelet untuk mensekresi faktor-faktor inflamasi. Platelet atau
dikenal juga dengan trombosit, juga mengekspresi glikoprotein pada membran
sel sehingga platelet tersebut dapat menempel satu sama lain , beragregasi, dan
membentuk massa (Grab dan Smith 2006). Platelet akan melepaskan berbagai
faktor pertumbuhan yang potensial (Transforming Growth Factor-β, Platelet
Derived Growth Factor, Interleukin-1), sitokin dan kemokin. Mediator ini sangat
dibutuhkan pada penyembuhan luka untuk memicu penyembuhan sel,
diferensiasi dan mengawali pemulihan jaringan yang rusak (Nanci, 2008).
Pada hari ke dua – ke tiga luka, monosit / makrofag masuk ke dalam luka
melalui mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag sebagai
sel yang sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki fungsi fagositosis
bakteri dan jaringan mati. Makrofag mensekresi proteinase untuk mendegradasi
matriks ekstraseluler (ECM) dan penting untuk membuang material asing,
merangsang pergerakan sel, dan mengatur pergantian ECM. Makrofag
merupakan penghasil sitokin dan growth factor yang menstimulasi proliferasi
fibroblast, produksi kolagen, pembentukan pembuluh darah baru, dan proses
penyembuhan lainnya (Gurtner, 2007).
Makrofag akan menggantikan peran polimorfonuklear sebagai sel
predominan. Platelet dan faktor-faktor lainnya menarik monosit dari pembuluh
darah. Ketika monosit mencapai lokasi luka, maka ia akan dimatangkan menjadi
makrofag. Peran makrofag adalah (Grab dan Smith 2006):
 Memfagositosis bakteri dan jaringan yang rusak dengan melepaskan
protease.
 Melepaskan growth factors dan sitokin yang kemudian menarik sel-sel yang
berperan dalam fase proliferasi ke lokasi luka.
 Memproduksi faktor yang menginduksi dan mempercepat angiogenesis
 Memstimulasi sel-sel yang berperan dalam proses reepitelisasi luka,
membuat jaringan granulasi, dan menyusun matriks ekstraseluler.
 Fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena
berperan melawan infeksi pada awal terjadinya luka serta memulai fase
proliferasi. Walaupun begitu, inflamasi dapat terus berlangsung hingga terjadi
kerusakan jaringan yang kronis.

2. Fase Proliferasi
Fase ini dimulai hari ke dua setelah trauma jaringan dan berlanjut dua
sampai tiga minggu setelah trauma (Gottrup dkk., 2007). Fase proliferasi ditandai
dengan terbentuknya jaringan granulasi yang disertai kekayaan jaringan
pembuluh darah baru, fibroblas, dan makrofag dalam jaringan penyangga yang
longgar (Prasetyono, 2009).
Fase ini disebut fase fibroplasia atau fase regenerasi, merupakan
kelanjutan dari fase inflamasi ditandai dengan proliferasi dan migrasi fibroblas,
serta produksi jaringan ikat.

3. Fase Remodeling
Sekitar 1 minggu setelah terjadinya penyembuhan luka, fibroblas
berdiferensiasi menjadi miofibroblas dan luka mulai menyusut. Pada luka yang
dalam puncak penyusutan terjadi dalam 5 - 15 hari setelah terjadinya luka.
penyusutan dapat berakhir dalam beberapa minggu, dan berlanjut bahkan
setelah luka mengalami reepitelisasi. Jika pengerutan berlanjut terlalu lama, hal
ini akan menuju pada kerusakan dan malfungsi. Pengerutan terjadi untuk
mengurangi bentuk yang berlebihan dari penyembuhan luka. Luka yang besar
akan menjadi 40 - 80 % lebih kecil setelah terjadinya pengerutan. Pada awalnya,
pengerutan terjadi tanpa keterlibatan miofibroblas. Miofibroblas yang mirip sel
otot polos bertanggung jawab pada kontraksi. Miofibroblas mengandung aktin
yang serupa ditemukan di dalam sel otot polos (Grab dan Smith 2006).
Fase ini dimulai 2-3 minggu setelah penutupan luka. Selama fase ini,
jaringan granulasi mengalami remodeling dan maturasi untuk membentuk
jaringan scar, ketika jaringan granulasi telah ditutupi epitelium. Fase ini ditandai
dengan penurunan densitas sel, jumlah kapiler dan aktivitas metabolik. Fibril
kolagen membentuk serabut kolagen yang tebal (Gottrup dkk., 2007).
Fase terakhir dalam penyembuhan luka merupakan fase maturasi yang
ditandai keseimbangan antara proses pembentukan dan degradasi kolagen.
Setidaknya terdapat tiga prasyarat kondisi lokal agar proses penyembuhan luka
dapat berlangsung dengan normal, yaitu: 1) semua jaringan di area luka dan
sekitarnya harus vital, 2) tidak terdapat benda asing, 3) tidak disertai kontaminasi
eksesif atau infeksi (Prasetyono, 2009). Saat kadar produksi dan degradasi
kolagen mencapai keseimbangan, maka mulailah fase maturasi dari
penyembuhan jaringan luka. Fase ini dapat berlangsung hingga 1 tahun lamanya
atau lebih, tergantung dari ukuran luka dan metode penutupan luka yang dipakai.
Selama proses maturasi, kolagen tipe III yang banyak berperan saat fase
proliferasi akan menurun kadarnya secara bertahap, digantikan dengan kolagen
tipe I yang lebih kuat. Serabut-serabut kolagen ini akan disusun, dirangkai, dan
dirapikan sepanjang garis luka (Grab dan Smith 2006).
Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses
penyembuhan. Pembentukan kolagen akan mulai menurun dan stabil. Meskipun
jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan tahanan luka hanya 15 % dari kulit
normal. Proses remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan luka secara
drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi kolagen tipe I.
Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu ke tiga hingga
minggu ke enam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal akan mencapai
90% dari kekuatan kulit normal (Webster dkk., 2012).

https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1290761002-3-BAB%20II.pdf
http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/534/gdlhub-gdl-s1-2013-hanumfaiza-26698-
12.bab-2.pdf

Anda mungkin juga menyukai