Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengertian

Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan Menurut

luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal,

luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan

jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.

1.2 Klasifikasi Luka

Luka dibedakan berdasarkan :

a. Berdasarkan penyebab

a) Ekskoriasi atau luka lecet

b) Vulnus scisum atau luka sayat

c) Vulnus laseratum atau luka robek

d) Vulnus punctum atau luka tusuk

e) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang

f) Vulnus combotio atau luka bakar

b. Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan

a) Ekskoriasi

b) Skin avulsion

c) Skin loss
c. Berdasarkan derajat kontaminasi

a) Luka bersih

a) Luka sayat elektif

b) Steril, potensial terinfeksi

c) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus

elimentarius, traktus genitourinarius.

b) Luka bersih tercemar

a) Luka sayat elektif

b) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal

c) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan

genitourinarius

d) Proses penyembuhan lebih lama

c) Luka tercemar

a) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung

empedu, traktus genito urinarius, urine

b) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi.

d) Luka kotor

a) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi

b) Perforasi visera, abses, trauma lama.


1.4 Tipe Penyembuhan luka

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini

dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.

d. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan

yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan

jahitan.

e. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang

tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh

adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses

penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya

tetap terbuka.

f. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang

dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah

diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe

penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:4).

1.5 Fase Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi,

proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu

kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.


1.      Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi

akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak

dicapai adalah  menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari

benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses

penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan

menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan

menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi

“vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi,

selanjutnya terjadi penempelan endotel yang  yang akan menutup pembuluh

darah. 

Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi

vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending),

local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan

sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan

meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari

pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema

jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.

Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke

ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan

bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel
makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada

proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:

a.       Sintesa kolagen

b.      Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas

c.       Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi

d.      Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau

kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai

sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya:

eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari

ke-3 atau hari ke-4.

2.      Fase Proliferasi

Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Proses

kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan

menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas

sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan

menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses

rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel

fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan

penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan

sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi)


serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid,

fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun

(rekonstruksi) jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membnetuk cikal bakal

jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat

oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan

juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.

Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru

tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi

fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respons yang

dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:

a.       Proliferasi

b.      Migrasi

c.       Deposit jaringan matriks

d.      Kontraksi luka

Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam

luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferaswi proses penyembuhan

luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau

obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena

terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi

kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi

yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan
hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan

angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi

yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (grwth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan

“keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel

epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya

membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen

oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan

kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis.

Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan

merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas

melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol

pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah

terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth

factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet. 

3.      Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai

kurang lebih 12 bulan. . Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan

terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan

bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna

kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan
serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.

Kekuatan dari ajringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10

setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi

akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan

terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous

collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen

yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-

modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara

kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan

akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya

produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka

akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan

ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang

normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita,

namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi

biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda

dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi,

disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus) (Baxter C,1999)


1.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan

dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi

saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada

proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13).

g. Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam

proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan

perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,

Arthereosclerosis).

h. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat

berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi,

stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA,2004:13).

1.7 Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang

berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak

adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya

reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma,

nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga

infeksi luka (InETNA,2004:6).


1.8 Penatalaksanaan/Perawatan Luka

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan

yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka,

penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.

1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan

eksplorasi).

2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan

kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan

cairan atau larutan antiseptik seperti:

1. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).

2. Halogen dan senyawanya

 Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas

dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam

 Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan

kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak

merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena

tidak menguap.

 Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk

antiseptik borok.

 Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa

biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah


larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya

tidak menusuk hidung.

3. Oksidansia

 Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah

berdasarkan sifat oksidator.

 Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan

kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.

4. Logam berat dan garamnya

 Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan

bakteri dan jamur.

 Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya

bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara

merangsang timbulnya kerak (korts)

5. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).

6. Derivat fenol

a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah

dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.

b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

7. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan

turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi

luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu

diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka.

Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat

pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan

meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka

harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan

antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang

saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau

disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat

fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya

mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308

mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l

(InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).

3. Pembersihan Luka

Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari

terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA,

2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan

luka yaitu:

1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang

jaringan mati dan benda asing.

2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

3) Berikan antiseptik

4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi

lokal

5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)

4. Penjahitan luka

 Alat dan Instrumen

 Tissue forceps ( pinset ) terdiri dari dua bentuk yaitu tissue

forceps bergigi ujungnya ( surgical forceps) dan tanpa gigi di

ujungnya yaitu atraumatic tissue forceps dan dressing forceps.


 Scalpel handles dan scalpel blades

 Dissecting scissors (Metzen baum )


 Suture scissors

 Needleholders
 Suture needles ( jarum ) dari bentuk 2/3 circle, Vi circle , bentuk

segitiga dan bentuk bulat

 Sponge forceps (Cotton-swab forceps)


 Hemostatic forceps ujung tak bergigi ( Pean) dan ujung bergigi

(Kocher)
 Retractors, double ended

 Towel clamps
 Bahan

 Benang

 Cairan desifektan: Povidon-iodidine 10 % (Bethadine )

 Cairan Na Cl 0,9% dan perhydrol 5 % untuk mencuci luka.

 Anestesi lokal lidocain 2%.

 Sarung tangan.

 Kasa steril.

 Cara memegang alat

 Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan


pemegang kasa: yaitu ibu jari dan jari keempat sebagai
pemegang utama, sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk
memperkuat pegangan tangan. Untuk membuat simpul benang
setelah jarum ditembuskan pada jaringan, benang dilingkarkan
pada ujung pemegang jarum.

 Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibujari serta


jari kedua dan ketiga. Jarum dipegang di daerah separuh bagian
belakang .
 Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung.
 Jenis jenis Benang

 Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture )

Alami (Natural)

Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba.

Benang ini hanya memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari

dan akan diabsorbsi secara sempurna dalam waktu 70 hari. 2).

Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat

gut, namum dilapisi dengan garam Chromium untuk

memperpanjang waktu absorbsinya sampai 90 hari.

Buatan (Synthetic)

Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti

Polyglactin (merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron

( merk dagang Monocryl atau Monosyn), dan Polydioxanone

( merk dagang PDS II ). Benang jenis ini memiliki daya pengikat

lebih lama, yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu

90-120 hari.

 Benang yang tak dapat diserap (nonabsorbable suture)

Alamiah (Natural)

Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari

protein organik bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut

sutera hasil produksi ulat sutera.


Buatan (Synthetic)

Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon (merk

dagang Ethilon atau Dermalon). Polyester (merk dagang

Mersilene) dan Poly propylene (merk dagang Prolene ).

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur

kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi

berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh.

Berikut ini adalah berbagai jenis jahitan kulit yang lain:

 Jahitan Terputus Sederhana (Simple Interrupted Suture)

Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan

disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan

cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling

menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi.

Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan.

Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat

yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di

tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk

mengerjakannya.
 Jahitan Matras

a. Jahitan Matras Horisontal

Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum

disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari

tusukan pertama.. Memberikan hasil jahitan yang kuat.

b. Jahitan Matras Vertikal

Jahitan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka

kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya

menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya

tepi-tepi luka oleh jahitan ini.

c. Jahitan Matras Modifikasi

Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka

seberangnya pada daerah subkutannya.


 Jahitan Kontinyu

Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah

satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini

jarang dipakai untuk menjahit kulit.

 Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)

Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju.

Biasanya menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan

penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.

 Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)

Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya,

biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan

jelujur biasa.
 Jahitan Intradermal

Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus (hanya berupa satu

garis saja). Dilakukan jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat di bawah

dermis.

5. Penutupan Luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka

sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.


6. Pembalutan

Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat

tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai

pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik

bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan

yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.

7. Pemberian Antibiotik

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka

terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

8. Pengangkatan Jahitan

Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu

pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis

pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi

(Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44)..


Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan

No Lokasi Waktu

1 Kelopak mata 3 hari


2 Pipi 3-5 hari
3 Hidung, dahi, leher 5 hari
4 Telinga,kulit kepala 5-7 hari
5 Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari
6 Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari
Sumber. Walton, 1990:44
9. Patofisiologi
DAFTAR PUSTAKA

Baxter C. 1990. The normal healing process. In: New Directions in Wound Healing.
Wound care manual. Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan
Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka, Makalah
Mandiri, Jakarta
Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.

Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih


bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai