Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PERIODONSIA

FASE PENYEMBUHAN LUKA

OLEH :

SONYA JUITA

2041412024

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Luka adalah diskontinuitas struktur anatomi jaringan tubuh dimulai dari

lapisan epitel kulit hingga ke lapisan yang lebih dalam seperti jaringan subkutan,

lemak, dan otot bahkan tulang beserta struktur lainnya seperti tendon, pembuluh

darah dan saraf sebagai akibat dari trauma dari luar. Penyembuhan luka

merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya aktivitas bioseluler dan

biokimia yang bekerja secara berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler,

aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia sebagai substansi mediator

didaerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan

luka.

Gambar 1. Luka

Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi,

tetapi juga dipengaruhi oleh faktor endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi,

pemakaian obbat-obatan, dan kondisi metabolik. Dalam proses penyembuhan

luka, sel yang paling berperan adalah sel makrofag. Makrofag berfungsi

mensekresi sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi serta growth factor, fibroblast

memiliki kemampuan ntuk mensintesa kolagen dapat mempengaruhi tensile

strength luka dan mengisi kembali jaringan luka seperti bentuk semula, dan
diikuti dengan sel keratinosit untuk membelah diri dan bermigrasi membentuk

epitelisasi dan menutupi area luka.

Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase:

a. Fase homeostasis (inflamasi awal)

Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor

(hangat), dan dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk

membunuh bakteri yang mengkontaminasi luka.


Gambar 2. Fase Hemostasis

Pendarahan terjadi ketika kulit menngalami luka dan menyebabkan bakteri

maupun antigen keluar dari daerah luka. Pendarahan juga mengaktivasi

sistem haemostasis yang menginisiasi komponen eksudat, seperti faktor

koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, yang mengarah ke agregasi platelet dan

formasi clot vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah (retraksi).

Reaksi homeostasis akan terjadi karena darah yang keluar dari kulit yang

terluka akan mengalami kontak dengan kolagen dan matriks ekstraseluler,

hal ini akan memicu pengeluran platelet atau trombosit mengekspresi

glikoprotein pada membrane sel sehingga trombosit dapat beragregasi

menempel satu sama lain dan membentuk clotting. Clotting akan mengisi

bagian luka membentuk matriks provisional sebagai scaffold untuk migrasi

sel-sel radang pada fase inflamasi.

Agregasi trombosit juga menyebabkan terjadinya vasokontriksi

pembuluh darah Selama 5-10 menit dan mengakibatkan hipoksia,

peningkatan glikolisis dan penurunan pH yang akan direspon dengan

terjadinya vasodilatasi. Kemudian terjadi migrasi sel leukosit dan


trombosit ke jaringan luka yang telah membentuk scaffold. Migrasi sel

leukosit dan trombosit dipicu oleh aktivasi associated kinase membrane

yang meningkatkan permeabilitas membrane sel terhadap iona Ca2+ dan

mengaktivasi kolagenase dan elastase yang juga merangsang migrasi sel

tersebut ke matrik provisional yang telah terbentuk. Kemudian sel

trombosit akan mengalami degranulasi, mengeluarkan sitokin-sitokin dan

mengaktifkan jalur instrinsik dan ekstrinsik yang menstimulasi sel-sel

neutrophil bermigrasi ke matriks provisional dan memulai fase inflamasi.

b. Fase lag (inflamasi akhir)

Gambar 3. Fase Inflamasi

Fase ini dimulai segera setelah terjadinya trauma hingga hari ke-5 pasca

trauma. Tujuan utama fase lag ini ialah menyingkirkan jaringan yang mati

dan pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen microbial. Setelah

haemostasis tercapai, sel radang serta neutrophil akan menginvasi daerah

radang dan menghancurkan debris serta bakteri. Neutrofil akan memberi

respon yang ditandai dengan cardinal symptomps seperti kalor, rubor,

dolor, dan function laesa. Neutrophil, limfosit dan makrofag merupakan


sel yang pertama kali mendatangi daerah luka untuk melawan infeksi dan

memberishkan debris matriks seluler dan benda asing.

Agen kemotaktik seperti produk bakteri, yaitu DAMP (Damage

Associated Molecules Pattern) dan PAMP (Pathogen Spesific Associated

Molecules Pattern), complement factor, histamin, prostaglandin, dan

leukotriene. Agen ini akan ditangkap oleh reseptor TLRs (toll like

receptor) dan merangsang aktivasi jalur signalling intraseluler yaitu jalur

NFκβ dan MAPK. Pengaktifan jalur ini akan menghasilkan ekspresi gen

yang terdiri dari sitokin dan kemokin pro-inflamasi yang menstimulasi

leukosit untuk ekstravasasi keluar dari sel endotel ke matriks provisional.

Leukosit akan melepaskan berbagai macam factor untuk menarik sel yang

akan memfagosit debris, bakteri, dan jaringan yang rusak, serta pelepasan

sitokin yang akan memulai proliferasi jaringan. Sel ini berada pada

jaringan luka sekitar 24- 36 jam dan melakkukan fagositosis.

c. Fase proliferasi

Gambar 4. Fase Proliferasi


Fase ini berlangsung pada hari ke-3 hingga ke-14 pasca trauma ditandai

dengan pergantian matriks provisional yang didominasi oleh plateletdan

makrofag secara bertahap digantikan oleh migrasi sel fibroblast dan

deposisi sintesis matriks ekstraselular. Pada level makroskopis ditandai

dengan adanya jaringan granulasi yang kaya akan jaringan pembuluh

darah baru, fibroblast, dan makrofag, granulosit, sel endotel dan kolagen

yang membentuk matriks ekstraseluler dan neovaskuler yang mengisi

celah luka dan memberkan scaffold adhesi, migrasi pertumbuhan dan

diferensiasi sel.

Terdapat tiga proses utama dalam fase proliferasi:

1. Neoangiogenesis, merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru yang

terjadi secara alami baik dalam kondisi sehat maupun patologis. Pada

keadaan kerusakan jaringan angiogenesis berperan dalam

mempertahankan kelangsungan fungsi berbagai jaringan dan organ

yang terkena.

2. Fibroblast, memiliki peranan penting dengan memproduksi matriks

ekstraseluler yang akan mengisi kavitas luka dan menyediakan

landasan untuk migrasi leukosit. Makrofag memproduksi growth factor

seperti PDGF, FGF, dan TGF-β yang menginduksi fibroblast untuk

berproliferasi, migrasi, dan membentuk matriks ekstraseluler.

3. Re-epitelisasi, sel basal pada epitelium bergerak dari daerah tepi luka

menuju daerah luka dan menutupi luka. Pada tepi luka, lapisan single

layer sel keratinosit akan berproliferasi kemudian bermigrasi dari

membrane sel ke permukaan luka. Ketika migrasi terjadi, keratinosit


akan menjadi pipih dan Panjang dan juga membentuk tonjolan

sitoplasma yang Panjang. Merekan akan berikatan dengan kolagen tipe

I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin. Kolagenase

yang dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel dari matriks dermis

dan membantu pergerakan dari matriks awal. Sel keratinosit yang telah

bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi sel epitel ini akan bermigrasi di

atas matriks provisional menuju ke tengah luka, bila sel-sel epitel ini

telah bertemu di tengah luka, migrasi sel akan berhenti dan

pembentukan membran basalis dimulai.

d. Fase Maturasi (remodeling)

Gambar 5. Fase Maturasi

Fase ini dimulai ada hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun yang

bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan dan integritas structural

jaringan baru pengisi luka, pertumbuhan epitel dan pembentukan jaringan

parut. Pada fase ini terjadi kontraksi dari luka dan remodeling kolagen.

Kontraksi luka terjadi akibat aktivitas fibroblast yang berdiferensiasi


akibat pengaruh sitokin TGF-β menjadi myofibroblast, yaitu fibroblast

yang mengandung komponen mikrofilamen aktin intraselular.

Myofibroblast akan mengekspresikan α-SMA (α-Smooth Muscle Action)

yang akan membuat luka berkontraksi. Matriks intraselular akan

mengalami maturasi dan asam hyaluronat dan fibronektin akan di

degradasi.

Pada fase ini terjadi keseimbangan antara proses sintesis dan

degradasi kolagen serta matriks ekstraseluler. Kolagen yang berlebihan

didegradasi oleh enzim kolagenasedan kemudian diserap. Sisanya akan

mengerut sesuai tegangan yang ada. Hasil akhir dari fase ini berupa

jaringan parut yang pucat, tipis, lemas, dan mudah digerakkan dari

dasarnya. Saat kadar produksi dan degradasi kolagen mencapai

keseimbangan, maka mulailah fase maturasi dari penyembuhan jaringan

luka. Fase ini dapat berlangsung hingga 1 tahun lamanya atau lebih,

tergantung dari ukuran luka dan metode penutupan luka yang dipakai.

Selama proses maturasi, kolagen tipe III yang banyak berperan saat fase

proliferasi akan menurun kadarnya secara bertahap, digantikan dengan

kolagen tipe I yang lebih kuat. Serabut-serabut kolagen ini akan disusun,

dirangkai, dan dirapikan sepanjang garis luka.

Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses

penyembuhan. Pada umumnya tensile strength pada kulit dan fascia tidak

akan pernah mencapai 100%, namun hanya sekitar 80% dari normal,

karena serat-serat kolagen hanya bisa pulih sebanyak 80% dari kekuatan

serat kolagen normal sebelum terjadinya luka.


DAFTAR PUSTAKA

Primadina, N. (2019). PROSES PENYEMBUHAN LUKA DITINJAU DARI


ASPEK MEKANISME SELULER DAN MOLEKULER. Qanun Medika.
Purnama, H. (2017). Proses Penyembuhan dan Perawatan Luka. Farmaka, 251-
258.
Sumbayak, E. M. (2015). Fibroblas: Struktur dan Peranannya dalam
Penyembuhan Luka. Jurnal Kedokteran Meditek.

Anda mungkin juga menyukai