Christos Profyris, MA, BM, Bch (Oxon), MRCS ((Eng), a Christos Tziotzios, MA, MB, BChir (Cantab), MRCP
(UK),b dan Isabel Do Vale, MB, BCh (Wits)c
London dan Cambridge, United Kingdom, dan Parktown, Afrika Selatan
Jaringan parut sering menjadi masalah utama pasien terkait dengan penyakitnya., dan
pertanyaan Apakah akan ada bekas luka? adalah salah satu pertanyaan sehari-hari yang sangat
akrab bagi para klinisi. Dalam pendekatan topik ini, kami telah meninjau patologi, embriologi,
dan biologi molekuler dari jaringan parut. (J Am Acad Dermatol 2012; 66:1-10).
Kata kunci: Jaringan parut kulit, early growth response protein-1, homeobox 13, interleukin;
mekanisme jaringan parut, platelet-derived growth factor, transforming growth factor beta, jalur
Wnt.
METODOLOGI
Dalam mempersiapkan penelitian ini, kami menggunakan PubMed untuk melakukan
pencarian literatur tentang penelitian lain terkait jaringan parut. Istilah kunci yang digunakan
dalam pencarian adalah jaringan parut, penyembuhan luka, pencegahan, dan
pengobatan. Ulasan beberapa artikel yang relevan juga digunakan sebagai sumber awal
literatur. Informasi dari penelitian utama juga didapatkan.
1
fibroblas, dan jaringan epitel. Fase remodeling merupakan proses panjang dari reorganisasi
matriks ekstrasel di sekitar lokasi cedera. Luka pada trimester pertama kehamilan sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut. Gangguan dari kontinuitas epitel kulit akan terlihat dalam bentuk
respon patofisiologi. Respon ini secara konvensional telah dikategorikan ke dalam tiga fase
penyembuhan luka normal. Fase-fase ini adalah fase inflamasi, proliferasi, dan remodeling
(Gambar 1). Penyembuhan luka, adalah sebuah proses yang dinamis, dan pada suatu titik waktu,
proses yang terjadi pada satu fase dapat tumpang tindih dengan fase yang lain.2
Kolom ringkasan
Setelah kulit cedera, patofisiologi penyembuhan luka ditandai dengan fase inflamasi (hari
1-3), fase proliferatif (hari 4-21), dan fase remodeling (hari 21-1 tahun).
Luka pada mamalia pada trimester pertama kehamilan tidak menjadi jarinngan parut,
karena proses penyembuhan terjadi melalui jalur regenerasi jaringan.
Jaringan parut adalah akibat dari proses penyembuhan luka selama fase pergantian kulit
karena dapat menangani patogen dengan cepat, menjadi dinding dari benda asing, dan
pelindung daerah luka dari paparan lingkungan.
Transporting growth factor beta (TGFb) penting dalam pembentukan jaringan parut yang
diperantarai proses penyembuhan luka.
Ekspresi TGFb1 dan TGFb2 memicu pembentukan jaringan parut, dan ekspresi TGFb3
mengurangi pembentukan jaringan parut.
Sitokin proinflamasi interleukin-6 (IL-6) dan IL-8 memicu pembentukan jaringan parut,
tetapi anti-inflamasi sitokin IL-10 memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap respon
pembentukan jaringan parut.
Homeobox b13, jalur sinyal Wnt, early growth response protein-1, dan platelet-derived
growth factor semua memicu respon fibroblas yang kuat dalam penyembuhan luka, yang
menyebabkan peningkatan jumlah jaringan parut.
3
kemudian, terbentuk jaringan parut eritema dengan indurasi. Remodeling jaringan parut ini
dalam beberapa tahun akan menjadi lunak dengan warna yang sedikit lebih cerah dari kulit
sekitarnya.3,4
Kolagen dengan struktur abnormal yang dihasilkan setelah fase remodeling adalah
penyebab timbulnya jaringan parut. Dalam jaringan kolagen yang abnormal ini, tidak terdapat
folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat. Sejauh mana terjadinya fenotip dermis
yang abnormal ini tergantung dari kedalaman cedera, makin dalam cedera kulit, makin
memungkinkan timbulnya jaringan parut.5
4
Sitokin proinflamasi interleukin-6 (IL-6) dan IL-8 memicu pembentukan jaringan
parut, sedangkan sitokin antiinflamasi IL-10 menurunkan jumlah jaringan parut.
Homeobox b13, jalur sinyal Wnt, early growth response-1, dan platelet derived
growth factor semua memicu proliferasi fibroblas.
Luka pada kulit mamalia diperkaya dengan banyak protein matriks ekstraselular, growth
factor, dan sitokin yang biasanya tidak didapatkan pada kulit yang intak.8 Karena molekul yang
diduga memiliki peran dalam penyembuhan luka sangat banyak, pembahasan berikut ini akan
berkonsentrasi pada molekul yang tercatat memiliki pengaruh signifikan
pada pembentukan jaringan parut.9, 10 Yang akan dibahas adalah molekul dengan bukti penelitian
yang kuat. Molekul kunci pada proses penyembuhan luka dan peran penting mereka dirangkum
dalam Tabel I.
Molekul Fungsi
TGFb1dan Kunci dalam fase proliferasi dari penyembuhan luka, meningkatkan sinyal
TGFb2 melalui SMAD dan jalur Wnt dependen untuk meningkatkan pembentukan
jaringan parut.
TGFb3 Reseptor antagonis, mengurangi pembentukan jaringan parut
IL-6 dan IL-8 Sitokin proinflamasi yang diekspresikan segera setelah terjadi cedera kulit,
merekrut dan mengaktifkan sel-sel inflamasi, sehingga memicu pembentukan
jaringan parut
IL-10 Sitokin antiinflamasi yang mengurangi jaringan parut, menghambat infiltrasi
neutrofil dan makrofag menuju lokasi luka dan menghambat ekspresi sitokin pro
inflamasi.
Homeobox13 Faktor transkripsi, tidak didapatkan di proses penyembuhan luka bebas jaringan
parut pada janin, memicu proliferasi fibroblas
Sinyal jalur Transduksi abnormal, terlibat sebagai faktor penyebab
Wnt. fibromatosis agresif, jaringan parut hipertrofik dan keloid menampilkan sinyal
yang berlebihan melalui jalur Wnt
PDGF. Disekresikan oleh makrofag selama fase proliferasi penyembuhan luka dan
menginduksi fibroblas untuk memproduksi kolagen tipe III dan eksositosis
osteopontin, diekspresikan berlebihan pada jaringan parut hipertrofik dan keloid
Osteopontin. Glikoprotein ekstraselular yang meningkatkan proliferasi fibroblas,
menghubungkan integrin pada permukaan sel kolagen dalam matriks
ekstraseluler dan memicu adhesi sel dan migrasi sel; ketiadaan osteopontin
mengurangi jumlah sel inflamasi dan fibroblas dan juga menyebabkan sejumlah
besar sel-sel tersebut mati karena apoptosis.
EGRe1 A Zinc- Mengatur ekspresi TGFb1 dan PDGF, mediator yang meningkatkan proliferasi
Finger fibroblas
Transcription
Factor
Tabel 1. Molekul kunci pada proses penyembuhan luka dan perannya
5
mengaktifkan kompleks reseptor dan dengan demikian memicu sinyal, sedangkan TGFb3
merupakan antagonis reseptor dan dengan demikian memblok transduksi sinyal. 9,10
Ekspresi. Penelitian mengenai ekspresi TGFbs menunjukkan bahwa TGFb besar pengaruhnya
terhadap pembentukan jaringan parut, karena TGFbs dan reseptornya diekspresikan dalam
jumlah banyak pada pembentukan jaringan parut orang dewasa. Sebaliknya, pada jaringan parut
janin, ekpresinya hanya sebentar.11 Selain itu, fibroblas dari hipertrofi jaringan parut dan keloid
yang diekspresikan berlebihan, berkaitan dengan transduksi sinyal TGFb.
*Tikus knock-out: tikus rekayasa genetika di mana peneliti telah melemahkan atau membuang
gen yang ada dan mengganti atau memanipulasi dengan sebuah DNA buatan. Hilangnya aktivitas
gen ini akan menyebabkan perubahan fenotipe tikus, meliputi penampilan, perilaku dan
karakteristik fisik dan biokimia yang dapat diamati.
6
Mediator dari aktivasi sinyal TGFb, juga telah menjadi subjek penelitian intensif. Karena
SMAD3 merupakan molekul penting dalam aktivasi sinyal TGFb, SMAD3 pada tikus knock-out
telah dibuat untuk dilihat perannya dalam penyembuhan luka. Penelitian ini menunjukkan bahwa
hewan dengan kadar SMAD3 yang sedikit, mengalami penyembuhan luka kulit yang cepat
dengan mengurangi deposisi jaringan parut.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bekas luka merangsang mekanisme transduksi
sinyal TGFb1 yang diperantarai lewat jalur Wnt (Gambar 3). Aplikasi oexogenous TGFb1a scar
inducer pada luka buatan dengan b-catenin menunjukkan minimalnya pembentukan jaringan
parut pada tikus.20 Selain itu, ekspresi konstitutif bentuk aktif b-catenin di SMAD3 tikus knock-
out menunjukkan terbentuknya jaringan parut yang normalnya tidak terbentuk pada hewan
20
dengan defisiensi SMAD3 murni. Data ini menunjukkan bahwa TGFb1 menginduksi SMAD3
untuk mentranskripsi protein yang mengaktifkan jalur Wnt untuk menginduksi terbentuknya
jaringan parut.
*Ubiqutination: merupakan proses inaktivasi protein melalui penempelan ubiquitin pada protein
tersebut (kiss of death). Ubiquitin adalah sebuah bentuk protein yang kecil namun sangat
penting. Terdiri dari 76 asam amino.
7
Yang penting diperhatikan, peningkatan kadar TGFb3 pada proses penyembuhan luka
lewat pemberian rekombinan TGFb3 menghasilkan reduksi jaringan parut dan pembentukan
struktur kolagen subepidermal yang menyerupai kulit normal (Gambar 4). 22
Gambar 4. Aplikasi transforming growth factor beta 3(TGFb3) pada permukaan luka
menstimulasi penyembuhan luka bebas jaringan parut. (A) Gambaran Makroskopik
dan mikroskopik luka yang diterapi. Ada jaringan parut yang terlihat dengan dermis
yang abnormal (B) Gambaran makroskopik dan mikroskopis luka yang diterapi
rekombinan TGFb3. Dibandingkan dengan luka yang diterapi plasebo, jaringan parut
tidak terlihat dan struktur dermis pada luka mirip dengan dermis yang tidak
Ringkasan
mengalami cedera di sekitarnya. (Diadaptasi dari Ferguson dan O'Kane7 dengan izin
Penelitian-penelitian
dari di atas mendukung peran penting dari sinyal TGFb pada jaringan
penulis dan Royal Society.)
parut yang diperantarai proses penyembuhan luka. TGFs b1 dan b2 mempromosikan sinyalnya
melalui jalur SMAD dan Wnt dependen untuk memicu pembentukan jaringan parut. Sebaliknya,
TGFb3 mencegah sinyalnya melalui jalur-jalur tersebut dan menurunkan pembentukan jaringan
parut. Menguraikan peran sinyal TGFb dalam proses penyembuhan luka telah memberikan jalan
yang bermanfaat untuk intervensi terapeutik.
8
luka. Yang lebih penting, adanya IL-6 di luka pada janin yang menyembuh, menghasilkan bentuk
jaringan parut yang normalnya tidak terbentuk.24
Sitokin antiinflamasi
IL-10 merupakan sitokin anti inflamasi. IL-10 menghambat infiltrasi neutrofil dan
makrofag pada daerah luka dan menghambat ekspresi sitokin pro inflamasi. Pentingnya IL-10
sebagai modulator jaringan parut dapat dilihat dari IL-10 pada embrio tikus knock-out. Cedera
kulit pada tikus knock-out ini menghasilkan pembentukan jaringan mirip jaringan parut akibat
proses penyembuhan pada orang dewasa, yang tidak didapat pada embrio tikus wild** sebagai
25
pasangannya. Peran anti pembentukan jaringan parut dari IL-10 telah dimanfaatkan dalam
percobaan klinis baru-baru ini.
Proliferasi fibroblas
Biologi molekuler di balik proliferasi fibroblas dan deposisi kolagen merupakan kunci dari
penelitian mengenai penyembuhan luka. Akibatnya, beberapa faktor transkripsi dan growth
factor telah terlibat untuk mengontrol kedua proses tersebut.
Homeobox b13. Faktor transkripsi homeobox (hox) b13 adalah ketiadaan yang penting dalam
proses penyembuhan bebas jaringan parut di luka pada janin. Sebaliknya, pada dewasa, hoxb13
diekspresikan dalam kadar yang tinggi.27 Akibatnya dalam upaya menciptakan proses
penyembuhan luka pada janin sebagai parameter penyembuhan luka pada dewasa, hoxb13 hewan
direkayasa. Pada hewan-hewan ini, proses penyembuhan ditingkatkan secara maksimal dengan
menambah kekuatan tekanan luka dan pengurangan pembentukan jaringan parut (Gambar 5).
*Tikus wild: Bentuk khas dari strain, gen, atau karakteristik yang alami dari tikus, yang
dibedakan dengan bentuk mutan yang dibuat dari rekayasa pembiakan.
*Jalur sinyal Wnt adalah sekumpulan protein yang menangkap sinyal dari reseptor-reseptor
permukaan sel hingga ekspresi DNA dalam nukleus. Dia mengontrol komunikasi antar sel pada
embrio dan dewasa.
10
Dalam fibromatosis yang agresif, ada mutasi gen b-catenin, yang mengarah ke stabilisasi
produk protein catenin sehingga terjadi aktivasi terus-menerus dari jalur sinyal Wnt. Tikus
transgenik yang mengekspresikan bentuk mutan dari b-catenin secara konstitusif memiliki
fenotipe yang mirip dengan fibromatosis agresif. Selain itu, kulit yang dibuat luka pada
percobaan hewan ini menimbulkan jaringan parut yang berlebihan yang mengingatkan kepada
keloid dan hipertrofi jaringan parut.31
Dalam rangka agar lebih bisa menilai hasil manipulasi kadar b-catenin selama
penyembuhan luka, kondisi tikus knock-out direkayasa. Dalam percobaan pada binatang, gen b-
catenin bisa secara khusus dihapus pada lokasi cedera. Sebagai perbandingan, tikus tipe wild,
yang dihapus b-catenin-nya, menampilkan luka yang jauh lebih kecil dan memiliki lebih sedikit
fibroblas di jaringan granulasi mereka.20
11
KESIMPULAN
Sebuah pemahaman yang lebih baik mengenai mekanisme molekuler yang mengatur
regenerasi pada proses penyembuhan kulit diharapkan dapat menghilangkan gagasan bahwa
jaringan parut pada usia tua merupakan konsekuensi tak terelakkan dari cedera atau pembedahan.
Banyak pendekatan yang telah diambil dan berhasil memanipulasi jaringan parut pada orang
dewasa dan membentuk lingkungan luka dalam konteks operasi dermatologi dengan tujuan
untuk menciptakan lingkungan penyembuhan luka bebas jaringan parut. Jadi, Apakah akan ada
bekas luka? Bagian II dari seri ini akan membahas bukti-bukti medis dari modalitas
pengurangan jaringan parut yang ada dan berusaha untuk menjawab pertanyaan ini
12