Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Gigi rotasi adalah gigi yang berputar pada sumbu panjangnya, dapat

melalui sumbu marjinal atau sumbu apikal. Rotasi pada gigi ini dapat

menyebakan terjadinya trauma oklusi, yaitu jika interferensi yang timbul tidak

dapat ditahan olrh gigi-gigi tersebut. Akibat dari trauma oklusi yang

berkepanjangan adalah adanya kerusakan pada jaringan periodontium.

Penyebab rotasi pada gigi dapat digolongkan men jadi dua kelompok

besar yaitu heredity / kongenital dan dapatan (acquired). Penyebab heredity /

kongenital adalah sebagai berikut :

1. Tidak adanya keseimbangan antara besar gigi dan lengkung rahang.

2. Ketidakseimbangan endokrin

3. Celah langit-langit dan celah bibir

4. Missing teeth

5. Gigi berlebih (supernumerary teeth)

6. Frenulum labial yang abnormal.

Sedangkan penyebab dapatan (acquired) adalah :

1. Gigi sulung yang tanggal terlalu cepat

2. Gigi sulung yang tidak mau tanggal

3. Trauma

4. Letak benih yang salah

5. Kebiasaan-kebiasaan mulut yang buruk.

1
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan gigi rotasi adalah

waktu perawatan, mekanisme pemutaran gigi, besarnya tekanan dan

perubahan yang terjadi pada jaringan sekita gigi. Waktu perawatan yang paling

baik adalah selama periode pertumbuhan, karena pertumbuhan merupakan

unsur yang membantu keberhasilan perawatan. Pada mekanisme pemutaran

gigi ada 2 metode yang dapat digunakan, yaitu dengan menekan gigi pada

kedua sisi yang berbeda dalam arah berlawanan atau dengan menekan gigi

pada salah satu sisi saja. Besarnya tekanan yang paling baik adalah tidak

melebihi tekanan kapiler pembuluh darah, yaitu 20 – 26 gr/cm2 per permukaan

akar gigi.

Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya pergerakan gigi adalah

1. Terjadinya peningkatan aktivitas osteogenik dapat memperpendek serabut-

serabut yang bertambah panjang dan membantu serabut yang terbentuk

selama pergerakan gigi untuk beradaptasi pada tempat perlekatan yang

baru.

2. Terjadinya tarikan pada serabut kolagen yang bergelombang dengan arah

tarikan sesuai pergerakan gigi.

3. Timbulnya pleksus intermediat yang menyebabkan elongasi serabut-serabut

periodontal. Selama gigi mendapat tekanan dan bergerak maka serabut

periodontal akan terurai dari anyaman atau pleksus, sehingga walaupun

serabut ini terdiri dari serabut kolagen yang tidak elastik, pergerakan gigi

tetap terjadi secara terartur.

2
4. Pemberian daya yang ringan menimbulkan resorpsi frontal di bagian tulang

alveolar yang mendapat tekanan, sehingga gigi akan bergerak teratur

sesuai arah tekanan.

Relaps adalah masalah yang sering timbul dalam perawatan gigi rotasi.

Yang dimaksud dengan relaps adalah kembalinya gigi ke posisi semula setelah

perawatan. Keadaan ini menyebabkan oklusi normal dan stabil yang

merupakan tujuan perawatan tidak tercapai.

Faktor-faktor yang menyebabkan relaps pada perawatan gigi rotasi :

1. serabut-serabut yang merupakan bagian dari jaringan ikat gingiva adalah

suatu serabut kecil namun berdaya tahan kuat. Serabut ini menahan gigi

sangat kuat sehingga gigi jika digerakkan, dibutuhkan waktu yang lama

sekali bagi serabut ini supaya dapat menyesuaikan diri. Bervariasinya besar

tegangan serabut transeptal di berbagai tempat menyebabkan daya

penyesuaian diri pada posisi yang baru tidak sama. Pada daerah dimana

tegangan serabutnya paling besar akan membutuhkan waktu yang paling

lama dibandingkan di daerha lainnya.

2. Serabut oksitalan yang terdapat di dalam ligamen periodontal merupakan

serabut yang tahan asam. Sifatnya yang kenyal dan kaku menghasilkan

pertahanan fisiologis terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan atau

tekanan mekanik. Pada pergerakan gigi, serabut ini bertambah banyak

jumlahnya dan diameternya menjadi lebih besar. Karenanya serabut

oksitalan bersama-sama serabut elastik lain dalam jaringan ikat gingiva

akan menarik gigi ke posisi semula.

3
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi relaps. Salah

satunya adalah overcorrection, yang dapat dipakai apabila derajat rotasi gigi

tidak terlalu besar. Namun cara ini sulit dilakukan pada gigi yang derajat

rotasinya besar, karena serabut-serabut pada jaringan ikat gingiva tetap

menegang sehingga akan menarik kembali gigi yang telah diputar.

Cara lain yang dianggap lebih memberikan hasil yang memuaskan

adalah circumferential supracrestal fibretomy (CSF). CSF atau fibrotomi

merupakan tindakan bedah sederhana yang dapat membebaskan pasien dari

rasa sakit serta ketidaknyamanan selama dan sesudah tindakan bedah

dilakukan. CSF dapat mencegah terjadinya relaps dengan langsung mengatasi

penyebabnya, yaitu dengan memotong serabut-serabut dalam jaringan ikat

supra-alveolar yang bersifat kaku. Pemotongan ini dilakukan untuk mencegah

serabut tersebut menarik kembali gigi yang telah dikoreksi.

Sesudah prosedur CSF sebaiknya dilakukan periode retensi yang lama

untk lebih menstabilkan hasil perawatan. Kedua upaya ini harus dilakukan

secara berkesinambungan agar mendapatkan hasil perawatan yang

memuaskan. Periode retensi yang lama saja tidak dapat membuat serabut

dalam jaringan ikat gingiva beradaptasi dan menahan diri pada posisinya yang

baru.

Perawatan ortodonti sebaiknya dimulai sejak ditemukannya faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi jalannya pertumbuhan normal dari rahang dan gigi.

Seperti telah disebutkan di atas, waktu perawatan yang paling baik adalah saat

periode pertumbuhan. Upaya penting lainnya adalah menghilangkan penyebab

4
maloklusi, seperti kebiasaan mengisap jari, menggigit bibir, memainkan lidah

pada permukaan gigi dan sebagainya. Apabila kebiasaan ini tdak dihilangkan

maka dapat menyebabkan terjadinya relaps.

5
BAB II

ANATOMI, HISTOLOGI DAN REAKSI PERGERAKAN PADA

JARINGAN DI SEKITAR GIGI

2.1. Anatomi dan Histologi jaringan di Sekitar Gigi

2.1.1. Anatomi dan Histologi Jaringan Ikat Gingiva

Jaringan ikat gingiva atau lamina propria tersusun dari anyaman serabut

kolagen padat dan serabut-serabut retikuler. Serabut-serabut kolagen ini

berinsersi di periosteum tulang alveolar dan sementum. Pada jaringan ikat

gingiva kadang-kadang juga terdapat serabut elastik dan serabut oksitalan yang

melekat pada substansi dasar serta terdiri dari bermacam-macam sel pembuluh

darah dan serabut-serabut saraf (Grant, Stern & Listgarten, 1988)

Jaringan ikat gingiva ini memiliki 2 lapisan :

1. Lapisan papila, merupakan lapisan yang terbentuk dari tonjolan pada

jaringan ikat gingiva (papila). Papila ini meluas sampai ke retepeg epitelial.

Jaringan ikat papila inilah yang disebut lapisan papila dari lamina propria.

2. Lapisan retikuler, yang terletak berdekatan dengan preiosteum dari tulang

alveolar. Lapisan ini terbentuk dari serabut-serabut retikuler.

Glickman (1972) dan Schluger dkk (1977) menyebutkan bahwa jaringan

ikat gingiva berfungsi untuk menyangga, memegang dan mempertahankan

kedudukan gingiva terhadap tekanan pengunyahan. Jaringan ini tersusun

teratur untuk menjaga agar tepi gingiva melekat erat di sekitar leher gigi dan

untuk mempertahankan integritas perlekatan dento-gingiva.

6
Serabut-serabut dalam jaringan ikat gingiva dikelompokan berdasarkan

lokasi, asal dan insersinya, yaitu :

1) Kelompok dento-gingival

Serabut ini meluas dari bagian apikal sementum menuju juctional

epithelium. Serabut dento-gingival berjalan ke arah lateral dan koronal

menuju lamina propria (gambar 2.1)

2) Kelompok sirkuler

Serabut sirkuler berjalan meliputi gigi dari tepi gingiva sampai tulang

alveolar (gambar 2.2). serabut ini berada di dalam jaringan ikat tepi gingiva

dan gingiva interdental, melingkari gigi seperti lingkaran bulat.

3) Kelompok alvelo-gingival

Pada kelompok ini, serabut-serabutnya berjalan dari tulang alveolar ke arah

koronal dari lamina propria (gambar 2.3)

4) Kelompok transeptal

Serabut transeptal berjalan secara horisontal dan meluas dari semen gigi

melalui interdental tepi gingiva atau di atas septum tulang alveolar ke semen

gigi yang berdekatan. Serabut ini merupakan serabut yang sangat kokoh

dan melekat kuat pada perlekatan lamina propria. Goldman dan Cohen

(1973) menamakan jaringan ikat gingiva tersebut sebagai jaringan ikat “

supra alveolar”. Kelompok transeptal inilah yang diduga sebagai penyebab

utama terjadinya relaps rotasi (gambar 2.3)

5) Kelompok dento-periosteal

Serabut ini meluas dari gigi, melewati puncak tulang alveolar kemudian

bercampur dengan serabut-serabut lain di dalam periosteum (gambar 2.3)

7
6) Kelompok semi sirkuler

Berasal dari bagian mesial atau distal permukaan akar gigi. Berjalan

mengelilingi permukaan vestibular menuju sisi yang berlawanan pada gigi

yang sama (gambar 2.3)

7) Kelompok transgingival

Serabut ini berasal dari bagian proksimal permukaan akar, berputar melalui

embrasure dan kemudian bercampur dengan serabut-serabut dari

permukaan vestibular (gambar 2.3)

8) Kelompok intergingival

Serabut ini berjalan sejajar dengan gigi pada permukaan vestibular (gambar

2.3)

Serabut-serabut yang menghubungkan sementum dan tulang alveolar disebut

serabut-serabut utama (principle fibers) dari ligamen periodontal.

8
2.1.2. Anatomi dan Histologi Ligamen Periodontal

Ligamen periodontal adalah suatu struktur jaringan ikat padat yang

melekat pada akar gigi menuju tulang alveolar. Di dalam ligamen periodontal ini

terdapat serabut-serabut kolagen yang berinsersi pada tulang alveolar dan

9
lapisan sementum yang menutupi permukaan akar (Grant.Stern & Listgarten,

1988) Fungsi utamanya adalah menopang gigi pada soketnya

mempertahankan hubungan fisiologis antara sementum dan tulang serta

menyerap beban yang mengenai gigi. Beban selama mastikasi, menelan dan

berbicara sangat besar variasi, frekuensi, durasi dan arahnya. Struktur ligamen

menyerap beban tersebut secara efektif dan meneruskannya ke tulang

pendukung (Manson dan Elley, 1989).

Ketebalan ligamen periodontal bervariasi pada tiap individu, yaitu

berkisar antara 0.1 – 0.25 mm, tergantung pada usia, tingkat erupsi gigi dan

fungsinya. Pada dewasa muda, biasanya ketebalan ligamen periodontal ini

lebih besar jika dibandingkan pada orang tua. Juga lebih tebal pada gigi yang

mempunyai fungsi yang berat. Sedangkan pada gigi yang sudah hilang

antagonisnya, ligamen ini akan mengecil. Pada fungsi normal, ketebalan

ligamen periodontal cenderung mengecil didaerah tengah akar dan bertambah

besar pada daerah apeks dan puncak tulang alveolar. Pelebaran ligamen

periodontal ini dapat disebabkan oleh occlusal hyperfunction. Penyebab lainnya

adalah karena penyakit sistemik seperti skleroderma, namun hal ini jarang

terjadi (Grant, Stern & Listgarten).

Diperkirakan isi dari ligamen periodontal terdiri dari 53 -74 % serabut

kolagen juga serabut oksitalan dan 1-2 % elemen-elemen pembuluh darah

serta sisanya adalah sel-sel dan elemen-elemen saraf. Serabut-serabut di

dalam ligamen periodontal dikelompokkan berdasarkan lokasi dan arah, yaitu

(gambar 2.4):

10
1) Kelompok puncak tulang alveolar

Serabut ini berjalan dari puncak tulang alveolar dan melekat pada bagian

servikal dan sementum.

2) Kelompok horisontal

Serabut ini berjalan secara horisontal pada sumbu panjang gigi dari

sementum ke tulang alveolar.

3) Kelompok oblik

Serabut yang berjalan oblik ini melekat pada sementum dengan arah apikal

dari perlekatannya di tulang. Serabut ini berjumlah paling banyak dan

merupakan penyokong utama gigi.

4) Kelompok apikal

Serabut ini memancar dari bagian apikal akar gigi, mengelilingi tulang.

5) Kelompok interradikuler

Serabut ini berjalan dari akar melewati puncak tulang alveolar. Serabut ini

terletak pada daerah furkasi gigi yang berakar jamak.

11
Sicher (1959) membahas mengenai bundel serabut utama yang melekat

pada semen dari gigi dan tulang alveolar. Serabut-serabut ini bertemu dan

membentuk suatu anyaman yang memancar ke segala arah pada ligamen

periodontal. Sicher (1959) membuktikan bahwa anyaman serabut tersebut

berada tepat di daerah pertengahan (intermediate zone) atau disebut “pleksus”

(tempat penyesuaian diri). Daerah ini disebut juga “intermediate plexus”. Ini

berarti bahwa pertumbuhan dari serabut-serabut terjadi pada ujung bebas (free

end). Pertumbuhan serabut ini tidak memerlukan aktivitas yang konstan dari

osteoblas dan sementoblas untuk melekatkan serabut yang robek dari tulang.

Pleksus intermediat dapat ditemukan selama proses erupsi aktif sedang

berlangsung, tetapi menghilang jika erupsi gigi telah mencapai kontak oklusal

(Grant dan Bernick, 1972).

Walaupun serabut-serabut utama berjalan dari sementum ke

tulang.arahnya tidak selalu radikal. Pada beberapa kelompok kadangkala

arahnya berubah menjadi tangensial dan saling menyebrangi. Dengan demikian

terlihat bahwa serabut-serabut ini saling memperkuat dan menghasilkan

dukungan yang lebih baik.

Serabut-serabut utama ini berakhir dengan melekat pada sementum dan

tulang, disebut serabut Sharpey. Serabut ini merupakan bagian dari serabut-

serabut utama yang termineralisasi. Serabut sharpey yang masuk ke tulang

alveolar lebih sedikit dan lebih besar jika dibandingkan yang masuk ke

sementum.

12
Serabut lainnya yang terdapat didalam ligamen periodontal adalah

serabut oksitalan yang terletak diantara serabut-serabut kolagen. Arah tersebut

ini okluso-apikal kemudian bersatu dengan pembuluh darah dan serabut-

serabut saraf. Serabut ini juga berjalan mengikuti arah serabut-serabut utama

dan berinsersi di sementum. Serabut oksitalan lebih banyak terlihat pada

bagian semental dari ligamen periodontal dari pada di sisi tulangnya.

Didalam ligagamen periodontal juga terdapat serabut elastik dalam

jumlah yang relatif sedikit. Serabut-serabut ini dibatasi oleh jaringan ikat bebas

di sekeliling saluran neuro vaskuler.

Fungsi dari ligamen periodontal menurut Glickman (1972) adalah :

1) Penyanggah / supportive

Distribusi dan jurusan dari membran periodontal di sekeliling gigi adalah

sebagai penyerap getaran (shock absorber) dan menetapkan kedudukan

dari gigi sebagai penyangga.

2) Pembentuk / formative

Fungsinya adalah membentuk kembali jaringan-jaringan yang hilang akibat

pemakaian tekanan yang besar / keras atau karena adanya proses patologi.

Dalam fungsi normal, jaringan yang telah tua secara terartur diganti oleh

jaringan yang baru.

13
3) Nutrisi

Melalui pembuluh darahnya, membawa nutrisi dan oksigen ke ligamen

periodontal untuk proses metabolisme.

4) Sensori

Saraf yang ada di ligamen periodontal terdiri dari reseptor dan proprioseptor.

Fungsi utamanya adalah untuk sensasi rasa sakit dan taktil. Ujung saraf ini

merupakan ujung saraf bebas atau suatu struktur berbentuk kumparan yang

berhubungan dengan aktivitas proprioseptif dan terpusat untuk mengontrol

sistem mastikasi.

14
2.1.3. Anatomi dan Histologi Prosesus Alveolaris

Prosesus Alveolaris yang disebut juga lamina dura atau cribiform plate

merupakan salah satu jaringan pendukung gigi. Pada pergerakan gigi, prosesus

alveolaris ini akan memberikan suatu respons yang merugikan maupun

menguntungkan. Sebelum membahas lebih jauh mengenai reaksi yang

dihasilkan akibat pergerakan gigi, sebaiknya dibahas terlebih dahulu mengenai

struktur prosesus alveolaris.

Prosesus Alveolaris atau tulang alveolar merupakan bagian dari maksila

dan mandibula. Tulang ini berfungsi membentuk dan mendukung soket gigi.

Secara anatomis tidak ada batas yang jelas antara badan maksila dan

mandibula dengan tulang alveolar. Bahkan pada beberapa tempat tulang

alveolar ini terlihat bersatu dan sebagian tertutup oleh tulang. Pada bagian

anterior maksila, tulang palatinal dan tulang alveolar merupakan suatu

rangkaian kesatuan. Dibagian posterior mandibula, garis obliknya ditindih oleh

tulang alveolar (Orban, 1957).

Berdasarkan fungsinya, tulang alveolar dibedakan menjadi (gambar 2.6)

1) Kelompok tulang (bundle bone), merupakan bagian dari tulang alveolar dan

tempat melekatnya serabut-serabut dari legimen periodontal.

2) Tulang lamela (lamella bone), merupakan bagian dari tulang alveolar yang

mengelilingi akar gigi dan tempat melekatnya serabut-serabut utama dari

ligamen periodontal.

3) Tulang pendukung (supporting bone), merupakan bagian yang mengelilingi

tulang alveolar dan sebagai pendukung soket gigi.

15
Tulang pendukung ini terdiri dari :

1) Lapisan kortika / tulang kompakta yang membentuk lapisan vestibular

dan oral dari prosesus alveolaris.

2) Tulang spongiosa / trabekula yang terletak di antara lapisan kortikal dan

lamina dura.

Tulang alveolar dibentuk dari lapisan-lapisan tipis tulang kompakta. Pada

lapisan ini banyak tedapat lubang-lubang kecil seperti ayakan dan merupakan

tempat melekatnya serabut-serabut utama (principle fibers) dari ligamen

periodontal. Lubang kecil tersebut merupakan tempat berjalannya cabang-

cabang saraf dan arteri dari intra alveolar ke ligamen periodontal (Tan See

Siong, 1969).

Tulang spongiosa terdiri dari trabekula-trabekula yang mengandung

banyak pembuluh darah dan pembuluh limfe. Trabekula itu sendiri merupakan

suatu rangkaian yang mampu menahan daya yang menekannya.

Pada dasarnya struktur tulang alveolar hampir sama dengan tulang

lainnya. Perbedaannya adalah tulang alveolar memiliki kemampuan

beradaptasi sehingga dapat menyangga gigi. Ketebalan dan kekuatan tulang

alveolar tidak sama besar di semua tempat. Pada rahang atas ketebalannya

berkurang dari atas ke bawa, sedangkan pada rahang bawah sebaliknya.

Ketebalan yang bervariasi ini disebabkan proses aposisi oleh osteoblas dan

proses destruksi / resorpsi oleh osteoklas, yang terjadi seimbang sesuai

fungsinya.

16
17
2.2. Reaksi-reaksi yang Terjadi di Sekitar Jaringan Gigi pada Pergerakan

Gigi

2.2.1. Reaksi Ligamen Periodontal Pada Pergerakan Gigi

Ligamen periodontal merupakan jaringan yang paling sensitif dalam

suatu pergerakan gigi. Jika Ligamen periodontal hilang, gigi akan mengalami

ankilosis, dimana pada gigi ini tidak mungkin dilakukan perawatan ortodonti.

Namun jika perawatan ortodonti disertai dengan kerusakan tulang alveolar

maka pergerakan gigi masih dapat dilakukan. Hanya saja pergerakan tersebut

harus dilakukan perlahan-lahan dengan pemberian daya yang seringan

mungkin. Selain itu, gigi gigi juga harus bebas dari trauma oklusi.

Oppenheim memperkenalkan prinsip-prinsip pergerakan gigi pada

perawatan ortodonti yaitu :

1) Daya berlebihan yang dikenakan pada sebuah gigi dapat menimbulkan

trombosis pada ligamen periodontal.

2) Kerusakan pada membran periodontal dapat mengganggu produksi

osteoklas, resorpsi tulang dan pergerakan gigi selama perawatan ortodonti.

3) Daya berlebihan yang dikenakan secara intermiten dapat menyebabkan

kegoncangan (jiggling) pada gigi dan mengakibatkan resorpsi akar. Daya

berlebihan yang digunakan terus menerus juga menyebabkan kerusakan

pada gigi, tulang disekitarnya dan ligamen periodontal.

4) Gigi dapat digerakkan dengan daya yang ringan tanpa menyebabkan

terjadinya resorpsi akar.

18
Beberapa ahli mengatakan serabut-serabut ligamen periodontal dapat

beradaptasi saat gigi digerakkan dengan 3 cara :

1) Meningkatnya aktivitas osteogenik (dan sementogenik pada tingkat tertentu)

berperan aktif dalam memperpendek serabut-serabut yang memanjang.

Pada perlekatan kembali serabut-serabut yang baru terbentuk selama

pergerakan gigi. (gambar 2.7)

2) Terjadinya tarikan pada serabut-serabut kolagen yang bergelombang dan

mengarahkannya sesuai arah pergerakan gigi (gambar 2.8)

19
3) Kehadiran pleksus intermediat yang dapat menyebabkan suatu elongasi

serabut-serabut periodontal. Hal ini disebabkan oleh posisi serabut yang

tumpang tindih (slippage) dan kemudian serabut-serabut tersebut diarahkan

pada posisinya yang baru.

Sicher (1959) menyebutkan keberadaan suatu pleksus intermediat di

dalam ligamen periodontal. Awalnya ia mengadakan penelitian tentang struktur

ligamen periodontal babi dan tikus, namun kemudian ia meyakini bahwa

walaupun tidak mencolok, pleksus intermediat hadir pada gigi orang dewasa.

Sicher (1959) mengemukakan pendapat bahwa jika erupsi dan mesial

drifting pada orang dewasa berjalan lambat maka pleksus intermediat tidak

begitu jelas dibandingkan jika erupsi tersebut berjalan cepat sebelum gigi

mencapai oklusi. Pleksus intermediat merupakan suatu anyaman serabut yang

menghubungkan sementum gigi dengan tulang alveolar. Adanya sistem

anyaman ini memungkinkan terjadinya pergerakan gigi, walaupun ligamen

periodontal yang terdiri dari serabut- serabut kolagen tidak bersifat elastik. Bila

gigi mendapat tekanan dan bergerak maka serabut tersebut akan terurai dari

anyaman (gambar 2.9). ujung-ujung serabut itu kemudian tumbuh dan bersatu

kembali di dalam anyaman (Tan See Siong, 1969).

20
Pada daerah tekanan, serabut periodontal putus sewaktu terjadi resorpsi

tulang alveolar. Serabut yang putus tersebut kemudian diganti lagi dengan yang

baru dan dihubungkan kembali ke dalam tulang oleh aktivitas serabut di dalam

semen gigi dan pleksus intermediat.

Pengamatan menunjukkan bahwa jika gigi yang bergerak maka terjadi

pembentukan jaringan cikal bakal tulang sepanjang serabut kolagen. Jaringan

ini dengan cepat mengisi ruang antar tulang-tulang baru selama masa retensi,

sehingga periodontal yang memanjang terbenam dalam tulang yang baru

terbentuk. Akibatnya panjang dan besar serabut tersebut menyusut kembali

seperti semula. Waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan

kedudukan baru adalah 5 sampai 8 minggu.

21
2.2.2. Reaksi Tulang Alveolar pada Pergerakan Gigi

Tulang alveolar merupakan salah satu dari jaringan pendukung gigi.

Apabila suatu daya diberikan pada gigi, maka jaringan pendukung ini akan

memberikan respons , yang tergantung dari besarnya daya yang diberikan.

Daya yang besar menyebabkan terjadinya rasa sakit dan nekrose elemen

seluler dalam ligamen periodontal serta timbulnya undermining resorption /

indirect resorption pada tulang alveolar. Sedangkan pembebanan daya yang

ringan akan menyebabkan terjadinya remodelling tulang dan frontal resorption /

indirect resorption yang tidak menimbulkan rasa sakit. Pemberian daya yang

ringan pada perawatan ortodonti yang bertujuan meminimalisasi timbulnya

underminning resorption, namun upaya ini tidak dapat sama sekali

menghilangkannya.

Pada pembebanan ringan, pengurangan aliran darah akan menstimulasi

monosit pada ligamen periodontal untuk membentuk osteoklas. Osteoklas

pertama akan terlihat pada daerah yang terkena tekanan dalam periode 36

sampai 72 jam setelah pembebanan. Sel-sel osteoklas ini merusak lamina dura

dan meresorpsi tulang di daerah tersebut sehingga pergerakan gigi mulai

terjadi. Proses resorpsi ini disebut frontal resorption.

Pada pemberian tekanan yang besar, pembuluh darah tertutup sehingga

terjadi nekrosis pada daerah yang tertekan. Daerah nekrosis ini disebut

hialinisasi karena tidak adanya vaskularisasi. Perbaikan tulang di sebelah

daerah hialinisasi dilakukan oleh sel-sel dari daerah sekitar jaringan yang rusak.

Osteoklas terbentuk pada ruang sumsum tulang di dekatnya dan mulai merusak

22
tulang dibelakang daerah nekrosis. Proses resorpsi ini disebut underminning

resorption, karena kerusakan yang disebabkan osteoklas terjadi dibelakang

lamina dura. Timbulnya hialinisasi dan undermining resorption mengakibatkan

terjadinya kelambatan pergerakan gigi. Hal ini disebabkan oleh kelambatan

stimulasi pembentukan osteoklas pada sumsum tulang dan tebalnya tulang

yang harus diresorpsi. Bila dilihat dari jalannya pergerakan gigi, pergerakan gigi

yang teratur terjadi pada resorpsi frontal, sedangkan pemberian tekanan yang

besar menyebabkan pergerakan gigi seolah melompat (gambar 2.10).

Dr. Oppenheim menyelidiki perubahan yang terjadi pada jaringan sekitar

gigi akibat pergerakan gigi, dengan menggunakan obyek penelitian seekor

monyet besar berusia muda. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitiannya

adalah sebagai berikut :

23
 Jaringan tulang kompakta maupun cancellous berekasi terhadap tekanan,

yaitu dengan adanya resorpsi dan deposisi jaringan tulang. Kedua proses ini

berjalan secara simultan.

Tulang bukan merupakan suatu substansi yang keras dan padat,

melainkan suatu jaringan plastis. Tulang ini mempunyai kemampuan untuk

mengadakan modifikasi agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan

barunya. Kemampuan menyesuaikan diri ini penting agar tulang dapat bekerja

sesuai fungsinya (Tan See Siong, 1969). Hal ini merupakan prinsip umum

bahwa bentuk dan fungsi mempunyai relasi yang erat. Apabila terjadi

perubahan fungsi maka struktur dan bentuk tulang akan berubah pula (gambar

2.11).

Apabila gigi digerakkan ke satu arah, maka struktur tulang yang baru

dibentuk akan mengalami perubahan. Perubahan ini berlawanan dengan arah

pergerakan dan merupakan suatu mekanisme pertahanan (defensive

mechanism) dari jaringan tulang. Berdasarkan hukum mekanik, tiap tekanan

24
menimbulkan gaya balasan yang searah maupun berlawanan dengan arah

tekanan. Pada pergerakan gigi, gaya balasan (reciprocal force) diberikan oleh

semen, serabut- serabut periodontal dan jaringan tulang.

Schwarz (1974) mengatakan bahwa jika tekanan untuk menggerakkan

gigi berada dalam batas-batas fisiologis jaringan, maka akan terjadi resorpsi

frontal pada bagian tulang alveolar yang mendapat tekanan dan gigi bergerak

sesuai arah tekanan. Batas-batas fisiologis yang dimaksud yaitu tekanan

konstan dan tidak melebihi tekanan pembuluh darah kapiler yang besarnya 25

gr / cm2 per permukaan akar gigi. Menurut Oppenheim (1972) pada bagian

belakang tegangan terjadi penambahan sel-sel fibroblast yang membentuk

jaringan osteoid sepanjang permukaan tulang. Selanjutnya timbul perkapuran

sehingga pada jaringan terbentuk tulang baru yang disebut calcified lamillated

bone. Tulang baru ini sifatnya padat dan dapat menahan relaps setelah retensi

apabila tidak mendapat tekanan baru.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Edwards, J.G., 1968. A Study of The Periodontium During Orthodontic Rotation of


Teeth. Am. J. Orthod. Vol. 54. no. 6. hal 441-459

2. Glickman,. 1,. 1972 Clinical Periodontologi 4 th edition. Pjiladelphia : W.B. Saunders


Company.

3. Grant, D.A., I.B. Stern , and M.A. Listgarten, Periodontics. 5 th edition . St . Louis : The
C.V Mosby Company.

4. Manson, J.D. and B.M. Elley, 1989 Outline of Periodontics. Butterworth and Company.

5. Oppeinheim, A., 1972. Tissue Changes Particulary of The Bone Incident To Tooth
Movement Am. J . Orthod. vol. 68. no. 3. hal. 57-67.

6. Orban, B.J. 1966. Oral Histology and Embriology 6 th edition . St. Louis : The C. V.
Mosby Company.

7. Proffit, W.R. and H. W. Fields., 1986. Contemporary Orthodontic. St. Louis : The C. V.
Mosby Company.

8. Salzman, J.A., 1966. Practice of Orthodontics. Vol II. Philadelphia : J.B. Lippincott
Company.

9. Tan See Siong., 1969. Diktat Kuliah Ortodonthi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Trisakti. Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai