Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT

PEMBIMBING :
dr. Rivai Usman, Sp.A

PENYUSUN :
Nindyawati Husin
030.12.191

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa :Nindyawati Husin


Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
Periode : Periode 2 Oktober – 9 Desember 2017
Judul : Gastroenteritis Akut
Pembimbing :dr. Rivai Usman, Sp.A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal:

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Jakarta, November 2017

dr. Rivai Usman, Sp.A

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Gastroenteritis Akut” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi Periode 2
Oktober 2017- 9 Desember 2017. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan bagi kita semua tentang bronkopneumonia.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–
besarnya kepada dr. Rivai Usman, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan kasus ini, serta kepada dokter–dokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Bekasi.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan–rekan anggota
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan.Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun.Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.

Jakarta, November 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ 1


KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................................... 5
I. Identitas Pasien .............................................................................................. 5
II. Anamnesis .................................................................................................... 5
III. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 8
IV. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 10
V. Resume ...................................................................................................... 10
VI. Diagnosis Kerja ........................................................................................ 11
VII. Pemeriksaan Anjuran .............................................................................. 11
VIII.Tatalaksana ............................................................................................. 11
IX. Prognosis .................................................................................................. 11
X. Follow Up .................................................................................................. 12
BAB IIIANALISIS KASUS .......................................................................................... 13
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 15
A. Definisi....................................................................................................... 15
B. Epidemiologi .............................................................................................. 15
C. Etiologi ....................................................................................................... 15
D. Patofisiologi ............................................................................................... 19
E. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 23
F. Diagnosis ................................................................................................... 25
H. Penatalaksanaan ......................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 36

4
BAB I
PENDAHULUAN

Di seluruh dunia, diare merupakan masalah kesehatan utama, lebih dari 4


juta orang meninggal karena diare setiap tahunnya. Di negara berkembang, diare
diperkirakan merenggut nyawa 10.000 anak usia di bawah 5 tahun setiap harinya.
Anak balita mengalami rata-rata 3-4kali kejadian diare per tahun, di beberapa tempat
terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15%-20% waktu hidup
anak dihabiskan untuk diare.1
Di Indonesia, diare adalah penyebab kematian balita nomor dua setelah
ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Disebabkan karena angka kesakitan diare
masih tinggi sehingga menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka
kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diperkirakan
angka kesakitan berkisar antara 150-430 per seribu penduduk setahunnya. Dapat
ditemukan kasus diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahun di Indonesia. Sebagian
besar (70%-80%) kasus adalah anak di bawah 5 tahun (lebih kurang 40 juta
kejadian). Sebagian dari kasus (1%-2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi, dan bila tidak
segera ditolong 50%-60% di antaranya dapat meninggal.2
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menyatakan
prevalensi nasional diare klinis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala)
adalah 9,0% dengan rentang 4,2%-18,9%. Empat belas provinsi mempunyai
prevalensi diare di atas prevalensi nasional, dengan prevalensi tertinggi terjadi di
Aceh dan terendah di Yogyakarta. Di Aceh pada tahun 2008 proporsi kasus diare
pada balita mencapai 44,5% yaitu dengan jumlah 58.116 kejadian, sedangkan pada
tahun 2007, 44,3%. Dehidrasi atau kekurangan cairan dalam tubuh memicu gangguan
kesehatan. Mulai dari gangguan ringan seperti mudah mengantuk, hingga penyakit
berat seperti penurunan fungsi ginjal. Bila pada diare pengeluaran cairan melebihi
pemasukan maka akan terjadi defisit cairan tubuh, yang disebut juga dengan
dehidrasi. Pada dehidrasi berat terjadi defisit cairan sama dengan atau lebih dari 10%
berat badan. Anak dan terutama bayi memiliki risiko yang lebih besar untuk
menderita dehidrasi dibandingkan orang dewasa.3

5
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI

STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa :Nindyawati Husin Pembimbing : dr. Rivai usman, Sp. A
NIM : 030.12. 191 Tanda tangan :

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. F Tn. A Ny. O
Umur 3 tahun 25 Tahun 23 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki laki Perempuan
Alamat Kp. Jaha Rt 004/ 011 Jatimekar, Jatiasih
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Indonesia
Pendidikan - SMK SMK
Pekerjaan - Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk 20 November 2017 - -
RS (IGD)

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu kandung pasien pada tanggal 21
November 2017 di Ruang Rawat Inap Bangsal Melati 12 RSUD Kota Bekasi.
o Keluhan Utama
Buang air besar cair sejak 1 hari SMRS
o Keluhan Tambahan
Muntah sejak 1 hari SMRS
o Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan BAB cair sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), BAB cair 5 kali sehari, sebanyak ¼ gelas

6
aqua setiap kali BAB, berwarna kuning tanpa ampas, bercampur lendir tetapi tidak
terdapat darah dalam tinja, dengan bau asam. Pasien tampak kesakitan setiap BAB.
Gatal di sekitar anus disangkal. Keluhan BAB cair disertai dengan muntah-muntah.
Muntah 3 kali sehari setiap muntah, berwarna putih berisi makanan sejak 1 hari
SMRS. Pasien selalu muntah setelah diberi minum. Pasien terlihat gelisah, dan pasien
masih ada rasa haus untuk minum, namun saat diberi minum pasien langsung
muntah.Selama sakit, nafsu makan pasien menurun. Pasien juga mengeluh nyeri
perut dan lemas. Saat pasien menangis masih terdapat air mata. Buang air kecil
(BAK) warna kuning, jernih, lancar tidak menjadi lebih sedikit. Pasien megatakan
sebelumnya pasien mengalami demam namun hilang dengan paracetamol. Sebelum
sakit, pasien mengonsumsi makanan yang berbeda dari makanan yang biasa
dikonsumsi sebelumnya Pasien satu hari sebelum sakit sore harinya memakan telur
yang dicampur dengan tanah dan kapur. Pasien tidak memiliki riwayat alergi
makanan maupun obat-obatan.

o Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini sebelumnya.
o Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien belum mendapatkan pengobatan apa pun.
o Riwayat Penyakit Keluarga :
Dalam keluarga diketahui bahwa tidak ada yang menderita keluhan yang sama
dengan pasien.
o Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan


KEHAMILAN Perawatan antenatal Kontrol rutin ke bidan 1
kali sebulan.
Tempat kelahiran Rumah Bersalin
Penolong persalinan Bidan
KELAHIRAN
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi 38 Minggu

7
Berat lahir 3200 g
Panjang badan 54 cm
Keadaan bayi Lingkar kepala tidak ingat
Nilai apgar tidak diketahui
Kelainan (-)
Pasien merupakan anak
satu-satunya

o Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi pertama : 3 bulan
Tengkurap dan berbalik sendiri : 5 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 15 bulan
Berbicara : 18 bulan
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai

o Riwayat Makanan
Umur
ASI/PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim Nasi
(bulan)
0-2 ASI - - - -
2-4 ASI - - - -
4-6 ASI - - - -
6-8 ASI + Susu formula √ √ - -
8-10 ASI + Susu formula √ √ - -
10-12 ASI + Susu formula √ √ √ √
>12 ASI + Susu formula √ √ √ √

Kesan: Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga usia 6 bulan, dilanjutkan dengan
ASI dan PASI setelah berusia 6 bulan, pasien mulai makan nasi sejak usias 1 tahun.

8
o Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 bulan 6 bulan
DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 1 tahun
POLIO Lahir 2 bulan 4 bulan
CAMPAK 9 bulan -
HEPATITIS B Lahir 1 bulan 6 bulan
Kesan: Riwayat imunisasidasar lengkap

o Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Pasien tinggal di rumah pribadi dengan ibu, ayah dan kakaknya, dinding
terbuat dari tembok, atap terbuat dari genteng, dan ventilasi baik. Menurut
pengakuan keluarga pasien, keadaan lingkungan rumah padat, ventilasi, dan
pencahayaan baik, sumber air bersih dan air minum berasal dari air PAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan dilakukan di Ruang Rawat Inap Melati 12 pada tanggal 21
November 2017
Status generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Tanda Vital
 Kesadaran : CM, GCS 15; E4 V5 M6
 Frekuensi nadi : 110 x/m
 Frekuensi pernapasan : 24 x/m
 Suhu tubuh : 37,80C
c. Data antropometri
 Berat badan : 8 kg
 Tinggi badan :86 cm
 Status Gizi : z score (-1) – (-2) (status gizi normal)

9
d. Kepala
 Bentuk : Normocephali, simetris, ubun-ubun sudah menutup
 Rambut : Rambut hitam, distribusi merata.
 Mata : Edema palpebra -/-, mata cekung +/+, air mata +/+,
konjungtiva anemis +/+, skleraikterik -/-,pupil bulat isokor, RCL
+/+,RCTL +/+
 Telinga : Normotia, serumen -/-
 Hidung :Bentuk normal,NCH (+),sekret-/-, konka oedem-, hiperemis -
 Mulut : Deformitas (-), bibir kering (+), sianosis perioral (-)
 Leher : Bentuk normal, trakea ditengah, faring hiperemis (-),tonsil
T1-T1, hiperemis (-), kripta (-), pembesaran kelenjar getah bening -
e. Thorax
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-
Cor : BJI dan II reguler, murmur -, gallop –

10
f. Abdomen
 Inspeksi : Perut datar
 Auskultasi :Bising usus 6x/menit
 Palpasi : Supel, organomegali (-), permukaan rata dan nyeri tekan (+).
Lien tidak teraba. Turgor kulit baik
 Perkusi : Shifting dullness (-), timpani
g. Kulit :Sawo matang
h. Extremitas : Akral hangat, sianosis (-), oedem (-), ikterik(-),CRT<2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 November 2017.
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Hematologi

Hemoglobin 12,2 g/dl 11 – 14.5

Hematokrit 36,0 % 37-47

Lekosit 19,4 Ribu/ul 5-10

Trombosit 336 Ribu/ul 150-400

Elektrolit darah

Na 136 mmol/l 135-145

Kalium 3,9 mmol/l 3.5-5.0

Klorida 100 mmol/l 94-111

V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan BAB cair sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), BAB cair lebih dari 10 kali sehari,
sebanyak ¼ gelas aqua setiap kali BAB, berwarna kuning tanpa ampas,
bercampur lendir tetapi tidak terdapat darah dalam tinja, dengan bau asam.
Pasien tampak kesakitan setiap BAB.Gatal di sekitar anus disangkal.Keluhan

11
BAB cair disertai dengan muntah-muntah. Muntah 3 kali sehari setiap muntah,
berwarna putih berisi makanan sejak 1 hari SMRS. Pasien selalu muntah setelah
diberi minum.Pasien terlihat gelisah, dan pasien masih ada rasa haus untuk
minum, namun saat diberi minum pasien langsung muntah. Pasien juga
mengeluh demam. Selama sakit, nafsu makan pasien menurun. Pasien juga
mengeluh nyeri perut dan lemas. Saat pasien menangis masih terdapat air mata.
Buang air kecil (BAK) warna kuning, jernih, lancar tidak menjadi lebih sedikit.
Demam sebelumnya disangkal.Sebelum sakit, pasien mengonsumsi makanan
yang berbeda dari makanan yang biasa dikonsumsi sebelumnya. Pasien satu hari
sebelum sakit sore harinya memakan telur yang dicampur dengan tanah dan
kapur. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat,
kesadaran somnolen dengan GCS 15, nadi 110x/menit, RR 28x/menit dan status
gizi baik. Pada pemeriksaan mata didapatkan mata cekung, pemeriksaan mulut
didapatkan bibir kering (+),dan pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus
lebih dari normal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 19,4 Ribu/ul

VI. DIAGNOSIS KERJA


 Gastroenteritis Akut
 Dehidrasi Sedang

VII.PEMERIKSAAN ANJURAN
 Pemeriksaan Feses

VIII. PENATALAKSANAAN
 Infus RL 10 TPM
 Ceftriaxon 2 x 750 mg
 Lacto B 3 x 1 sacht
 Rantin 2 x ½ amp
 Sanmol 220 mg (iv) k/p

IX. PROGNOSIS
 Ad vitam : Bonam

12
 Ad fungsionam : Bonam
 Ad sanationam : Bonam

X. FOLLOW UP
25 Oktober 2017 26 Oktober 2017 27 Oktober 2017
BAB cair 5x, kuning,
ampas (-), lendir (+), BAB cair 3x, kuning, BAB cair 3x, kuning,
darah (-), Demam (+), ampas (-), lendir (+), ampas (-), lendir (-),
S muntah (+), sudah tidak darah (-), Demam (+), darah (-), Demam (+),
rewel, minum seperti muntah (+) muntah (-)
biasa tidak haus

CM, TSS
CM, TSS CM, TSS
HR:110x/menit
HR:112x/menit HR:111x/menit
RR: 30x/menit
RR: 30x/menit RR: 28x/menit
Suhu: 37.5º C
Suhu: 38.0º C Suhu: 37ºC
UUB datar, mata cekung
UUB datar, mata cekung UUB datar, mata cekung
(-), conjungtiva anemis -
(-), conjungtiva anemis -/- (-), conjungtiva anemis -
/-, air mata +/+
, air mata +/+ /-, air mata +/+
Bibir dan lidah kering
Bibir dan lidah kering (+) Bibir dan lidah kering (+)
O NCH-/- (+)
NCH-/-
NCH-/-
Retraksi – Retraksi –
Retraksi –
SNV +/+ Rh -/-, wh-/- SNV +/+ Rh -/-, wh-/-
SNV +/+ Rh -/-, wh-/-
Turgor kembali cepat/ BU Turgor kembali cepat/
Turgor kembali cepat/
4x/menit BU 4x/menit
BU 4x/menit
Akral hangat, CRT < 2 Akral hangat, CRT < 2
Akral hangat, CRT < 2
detik detik
detik

A DADRS DADRS DADRS

IVFD K3B 10 TPM IVFD K3B 10 TPM


•IVFD K3B 10 TPM
Rantin 2 x ½ Rantin 2 x ½
Rantin 2 x ½
Lacto B 1 x 1 sacht Lacto B 1 x 1 sacht
P Lacto B 1 x 1 sacht Zink 2 x 1 cth Zink 2 x 1 cth
Parasetamol 80mg/6jam
Parasetamol 80mg/6jam Parasetamol 80mg/6jam
(bila demam)
(bila demam) (bila demam)

13
BAB III
ANALISIS KASUS
 Diare : Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Penyebab infeksi
utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit.
Mikroorganisme penyebab diare pada anak ini digolongkan sebagai penyebab
diare yang bersifat infeksi.
 Muntah : muntah adalah cara saluran pencernaan bagian atas membuang
isinya sendiri bila usus terjadi iritasi. muntah dapat disebabkan oleh banyak
factor , antara lain karena distensi berlebihan atau iritasi, atau kadang-kadang
sebagai respon terhadap rangsangan kimiawi oleh emetic. Karena adanya
diare akibat infeksi pada saluran pencernaan khususnya didaerah gaster dan
intestinum oleh suatu patoogen tersebut akan memperngaruhi absorbsi dan
seksresinya. Kejadian ini menyebabkan kerja organ pencernaan menyebabkan
ketidakseimbangan akibat dari diare.
 Demam :Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6,
TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang
endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin, Prostaglandin yang
terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat
termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang
lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-
mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi
kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut
 Hematokrit rendah hal ini dapat disebabkan karena Anemia , malnutrisi
 Penegakkan diagnosis pada pasien ini didapatkkan dari hasil anamnesis buang
air besar cair ± 5kali terdapat lendir, muntah 5x/hari berisi air dan makanan,
pasien tampak lemas dan rewel. Ibu pasien juga mengeluh pasien terdapat
demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Selama sakit buang air kecil

14
pasien normal dari biasanya tetapi pasien masih ingin minum. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis nadi 110x/menit, RR 24x/menit dan status gizi . Pada
pemeriksaan mata didapatkan mata cekung (+),pemeriksaan abdomen
didapatkan BU 6x/menit, turgor sedikit menurun. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil leukosit meningkat.

15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Diare Akut
A. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering
frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 hari per hari, keadaan ini tidak dapat disebut
diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.Selama berat badan bayi meningkat
normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa
sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.Untuk bayi yang
minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya
frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat
disebut diare.2

B. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salahs satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di
negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh
diare sedangkan di Indonesia, hasil Rikesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia
24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding
pneumonia 15,5%.2

- Klasifikasi Diare
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Diare akut
Diare akut adalah diare cair lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung
kurang dari 14 hari tanpa disertai adanya lendir dan darah.2
2. Diare persisten
16
Diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari atau
lebih dan berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi diare persisten infeksi dan
non infeksi. Diare persisten infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau
parasit sedangkan diare persisten non infeksi, penyebab umumnya meliputi
intoleransi protein susu sapi/kedelai, biasanya pada anak usia ku rang dari 6
bulan, dan tinja sering disertai dengan darah.2
Cara Penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau
tidak langsung melalui lalat ( melalui 4F = finger, flies, fluid, field).2
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanana makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.2
1. Faktor Umur
Insiden tertinggi kasus diare pada anak terjadi pada usia 2 tahun pertama
kehidupan atau biasanya terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan karena penurunan kadar
antibodi ibu yang disalurkan ke bayi yang menyebabkan kurangnya kekebalan
aktif bayi. Hal lain contohnya pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak.2
2. Infeksi asimtomatik
Sebagaian besar infeksi usus bersifat asimtomatik ini meningkat setelah
umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.Pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu, tinja penderita
mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan
infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen
17
terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan
dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.2
3. Faktor musim
Letak geografis mempengaruhi variasi pola musiman diare. Di daerah
subtropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya lebih sering terjadi karena
musim dingin. Didaerah tropik termasuk Indonesia, diare yang disebabkan oleh
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim
hujan.2
4. Epidemi dan Pandemi
Epidemi dan Pandemi dapat disebabkan oleh Vibrio cholera 0.1 dan
Shigella dysentriae 1 yang dapat mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan
kematian pada semua golongan usia.2

C. Etiologi
Penyebab diare dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor penyebab diare
yang bersifat non-infeksi dan faktor penyebab diare yang bersifat infeksi. Untuk
faktor penyebab diare yang bersifat non-infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti intoleransi pada protein susu
sapi / kedelai, makanan asam dan pedas, keracunan makanan akibat bahan – bahan
kimia tertentu dan bisa juga disebabkan oleh karena penggunaan obat – obatan
tertentu contohnya golongan antibiotika yang akan menekan flora normal usus
sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotika dapat
berkembang bebas.4
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri, dan parasit.Mikroorganisme penyebab diare pada anak ini digolongkan
sebagai penyebab diare yang bersifat infeksi.Dua tipe dasar diare akut oleh karena
infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasite, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri. Sedangkan inflammatory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau

18
memproduksi sitotoksin.2 Untuk penyebab diare yang bersifat infeksi itu sendiri
dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 4

Tabel Organisme patogen penyebab Diare pada anak


Organisme Mekanisme Patogenik
VIRUS
Rotavirus (40 – 60 %) Merusak mikrovili
Calicvirus Lesi mukosa
Astrovirus Lesi mukosa
Adenovirus enterik (serotipe 40 dan Lesi mukosa
41)
BAKTERI
Campylobacter jejuni dan Menginvasi usus dengan enterotoksin
Clostridium defficile sitotoksin
Escherichia coli Enterotoksin
Salmonella Invasif, enterotoksin
Shigella Invasif, enterotoksin, sitotoksin
Vibrio cholerae Enterotoksin
Vibrio parahaemolyticus Invasif, sitotoksin
Yersinia enterocolitica Invasif, enterotoksin
PARASIT
Entamoeba histolytica Invasif, produksi enzim dan
sitotoksin, kista tidak dapat
dihancurkan (cyst resistant) terhadap
destruksi fisis
Giardia lamblia Menempel pada mukosa, kista tidak
dapat dihancurkan
Protozoa pembentuk spora diusus Menempel dan terjadi proses
Cryptosporidium parvum peradangan
Isospora belli
Cyclospora cayetanensis

19
D. Patogenesis Diare
Cara penyebaran penyakit diare adalah dengan kontak erat dari orang ke
orang, melalui makanan yang terkontaminasi, serta dari binatang ke
manusia.Seringkali kuman menyebar melalui berbagai rute. Kemampuan kuman
untuk menyebabkan penyakit tergantung pada modus penyebaran, kemampuan untuk
membentuk koloni di saluran cerna, dan jumlah minimal kuman untuk menyebabkan
penyakit.4
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh virus (Rotavirus,
Calicvirus, Astrovirus dan Adenovirus enterik) yaitu virus akan menginvasi lapisan
epithalium dan vili di usus halus yang menyebabkan rusaknya villus usus halus. Hal
ini akan menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel – sel epitel usus
halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum
matang sehingga fungsinya masih belum baik.Villus mengalami atrofi dan tidak
dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan
makanan yang tidak terserap akan menyebabkan meningkatnya tekanan koloid
osmotik usus dan terjadi hiperplastik usus sehingga cairan beserta makanan yang
tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari
penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.4
Diare yang disebabkan oleh bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel – sel usus, contohnya
peningkatan kadar cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang disebabkan oleh
masuknya bakteri Vibrio cholerae dan toksin E.coli yang masuk ke lambung lalu ke
duodenum kemudian berkembang biak dan mengeluarkan enzim mucinase yang akan
mencairkan lapisan lendir sehingga bakteri bisa masuk ke membran dan
menghasilkan cAMP. Hal tersebut merangsang usus untuk melakukan sekresi cairan
usus, menghambat absorbsi tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut namun
karena volume dalam usus begitu banyak, hal ini akan menyebabkan dinding usus
menjadi teregang dan terjadilah diare.4
Bakteri Salmonella baik yang tifoid dan non-tifoid dapat juga menyebabkan
diare.Pada penyakit demam tifoid, bakteri tifoid ini hanya dapat menginfeksi manusia
(masa inkubasi 7–14 hari).Infeksi ini ditandai dengan demam berkepanjangan dan
manifestasi ekstraintestinal, sedangkan manifestasi diare sifatnya inkonsisten.Pasien
tifoid tanpa gejala atau karier kronik dapat menjadi reservoar dan menjadi sumber
20
penyebaran penyakit secara terus menerus. Untuk Salmonella non-tifoid akan
menyebabkan diare dengan cara menginvasi mukosa usus. Kuman ditransmisikan
melalui kontak dengan binatang terinfeksi (ayam, iguana atau binatang reptil lainnya
seperti kura – kura) atau dari makanan yang terkontaminasi, yaitu produk – produk
dari susu, telur, dan daging unggas. Inokulasi dalam jumlah besar (sekitar 1000 – 10
juta kuman) dibutuhkan kuman untuk menimbulkan penyakit, karena kuman
Salmonella dapat terbunuh oleh asam lambung. Masa inkubasi gastroenteritis
berkisar antara 6 – 72 jam, tetapi umumnya kurang dari 24 jam.4
Diare berdarah atau yang disebut dengan disentri disebabkan oleh bakteri
yang bernama Shigella dysentriae.Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit dengan
cara memproduksi toksin shiga, secara berdiri sendiri maupun berkombinasi dengan
invasi jaringan. Masa inkubasi sekitar 1 – 7 hari.Pasien dewasa yang terinfeksi dapat
menyebarkan bakteri selama 1 bulan. Infeksi menyebar dengan cara kontak dari
individu ke individu, ataupun dengan cara mengonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi oleh 10 – 100 bakteri. Toksin Shigella juga bisa dapat masuk ke
dalam serabut saraf otak, sehingga selain terjadi diare, dapat juga terjadi demam
tinggi dan kejang.4
Campylobacter jejuni menular dengan cara kontak dari individu ke individu
melalui air dan makanan yang terkontaminasi, terutama produk susu mentah, keju
dan daging unggas. Kuman menyerang mukosa jejunum, ileum dan kolon.Yersinia
enterocolitica menular melalui hewan peliharaan dan makanan yang terkontaminasi
terutama jeroan babi.Clostridium difficile menyebabkan C.difficile – associated
diarrhea atau antibiotic-associated diarrhea, akibat toksinnya.Kuman memproduksi
spora yang dapat menyebar dari individu ke individu.C.difficile – associated diarrhea
dapat terjadi setelah pemberian berbagai jenis antibiotik.4
Entamoeba histolytica (amebiasis), Giardia lamblia, dan Cryptosporidium
paryum merupakan parasit enterik.Amebiasis timbul di daerah yang beriklim hangat,
sedangkan giardiasis umumnya ditemukan pada bayi yang berada di tempat
penitipan.E.histolytica menyerang usus besar, amuba dapat menembus dinding usus
dan menyerang hati, paru dan otak.Diare yang terjadi umumnya akut, berdarah dan
mengandung leukosit.G.lamblia ditransmisikan melalui kista yang tertelan, baik
dengan cara kontak langsung dengan penderita atau dari makanan atau minuman
yang terkontaminasi oleh tinja yang terinfeksi. Kuman melekat pada mikrovili epitel
duodenum dan jejunum.Cryptosporidium menyebabkan diare cair ringan pada pasien
21
imunokompeten yang dapat sembuh tanpa pemberian terapi. Tetapi pada penderita
AIDS dapat memanjang lebih hebat.4

E. Patofisiologi Diare
Berdasarkan patofisiologinya, diare disebabkan oleh beberapa mekanisme,
yaitu diare akibat adanya gangguan osmotik dan gangguan sekretorik, 5
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
a. mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih besar
c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halusbagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah
maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke
arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam lumen usus.
Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil
cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen
oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose,
sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi kemampuan absorpsi
kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau
bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan
dampak yang sama.
2. Malabsoprsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung,
asam amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada
lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter.
Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat
toksin atau obat-obat tertentu.Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorbsi usus halus adalah atropi villi.Lebih lanjut, mikororganisme tertentu
(bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan
malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak
22
susunan anatomi mukosa.Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid
diakibatkan insuficiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang
signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan
maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe
berbeda dengan malabsorpsi protein dankarbohidrat dengan asam lemak rantai
panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga
menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan
malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi
sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar;
laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan
diare.Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare,
menyebabkan kekambuhan diare.Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan
mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan
gangguan absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik Hiperplasia kripta.
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan
sekresi intestinal dan diare.Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi vili.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan
protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran
protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di
kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk
kedalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-
ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler.,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel
23
mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal.Penyakit malabsorpsi
seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi
seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Blood-Borne Secretagogues.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya
disebabkan enterotoksin E coli atau Cholera.Berbeda dengan negara berkembang,
di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan
disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang
menghasilkan hormon seperti VIP.Pada orang dewasa, diare sekretorik berat
disebabkan neoplasma pankreas, sel non-beta yangmenghasilkan VIP, Polipeptida
pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia
achlorhydria (WDHA).Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua
kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan
kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan
normal.

F. Manifestasi Klinis Diare


Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik.Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.4
Diare akibat virus memiliki karakteristik diare cair (watery stool), tanpa
disertai darah atau lendir.Dapat disertai gejala muntah dan dehidrasi tampak
jelas.Bila ada demam umumnya ringan.Disentri adalah penyakit infeksi saluran cerna
yang melibatkan bagian kolon dan rektum, dan ditemukan adanya darah dan lendir
pada tinja, serta bau busuk dan demam.Perdarahan saluran cerna dan kehilangan
darah dapat terjadi secara signifikan.Penyakit diare enterotoksigenik disebabkan oleh
kuman yang memproduksi enterotoksin seperti V.cholerae dan E.coli.Demam
umumnya tidak ditemukan ataupun hanya demam ringan.Diare umumnya melibatkan
organ ileum dengan gejala diare cair (watery stool) tanpa adanya darah atau lendir
dan biasanya berlangsung selama 3 – 4 hari dengan frekuensi 4 – 5 kali buang air
besar cair per hari. Terjadinya anoreksia progresif, nausea, kembung, distensi
abdomen, penurunan berat badan terutama pada penderita Giardiasis.4

24
Tabel Gejala khas pada diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Klinik
Masa tunas 17-72 jam 24-48 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
kramp kolik kramp
Nyeri - + + - - -
Kepala
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
Sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 x/hr > 10x/hr Sering Sering Sering Terusmenerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu Busuk Amis
Warna Kuning- Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi -
sistemik

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah


ion natrium, klorida, dan bikarbonat.Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas.Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia.Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik

25
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.4
G. Diagnosis Diare pada Anak
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal – hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi buang air besar per hari, volume tinja, konsistensi tinja, warna, bau, ada
atau tidak ada lendir dan darah. Bila diare juga disertai muntah, harus ditanyakan
juga volume, isi muntah, apakah ada lendir dan darah dan frekuensi muntahnya.
Keadaan buang air kecil pasien juga harus ditanyakan, apakah frekuensinya sama
seperti biasanya, berkurang, jarang atau tidak ada kencing dalam 6 – 8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien sebelum dan sesudah diare juga
penting untuk diperhatikan, hal ini berhubungan untuk mencari etiologi dari diare
yang terjadi serta menilai higienitas dari makanan dan minuman itu sendiri.Tanyakan
juga kepada pasien, apakah diare juga disertai keluhan atau penyakit lain, seperti
adanya panas, batuk, pilek, otitis media, campak dll. Selain hal – hal tersebut, saat
anamnesis juga perlu ditanyakan apakah pasien sudah mendapatkan pertolongan
pertama atau belum, seperti pemberian cairan oralit atau sudah diberikan obat –
obatan untuk penanganan diare.2
Pada pemeriksaan fisik seperti biasa, awalnya kita perlu melakukan
pemeriksaan tanda – tanda vital seperti kesadaran, suhu, nadi, frekuensi pernafasan
dan tekanan darah.Setelah itu, karena akibat utama dari penyakit diare ini adalah
paling sering terjadinya dehidrasi, maka dari itu kita harus segera mencari apakah ada
tanda – tanda dehidrasi pada pasien atau tidak. Harus diperiksakesadaran, rasa haus,
dan turgor kulit abdomen dan tanda – tanda tambahan lainnya seperti ubun - ubun
besar, cekung atau tidak, mata terlihat cowong atau tidak, masih ada atau tidaknya air
mata, keadaan bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.2
Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis
metabolik.Bising usus yang lemah atau tidak ada dapat terjadi bila terdapat
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas juga perlu dilakukan untuk menilai keadaan
perfusi dan pemeriksaan capillary refill time juga dapat menentukan derajat dehidrasi
yang terjadi.2 Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare atau
dengan cara subyektif dengan menggunakan criteria WHO dan SKOR Maurice King
sebagai berikut :3

26
Tabel Penilaian derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai, tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Sangat berkurang, tidak
ada
Mukosa bibir dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Rasa haus Tidak haus Haus Malas minum, tidak
mau minum
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi Ringan Dehidrasi Berat
pemeriksaan – Sedang
Rencana Terapi Terapi A Terapi B Terapi C
Sumber : Buku Saku WHO Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Tabel Penentuan derajat dehidrasi menurut Skor Maurice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
yang diperiksa 0 1 2
Keadaan Umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengiggau, koma,
apatis, ngantuk syok
Turgor Kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun – ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & Sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120 – 140) Lemah > 140
Sumber : Buku Ajar IDAI Gastroenterologi – Hepatologi
Nilai : 0 – 2 = Ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12 = Berat

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak


diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab

27
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contohnya pemeriksaan darah lengkap, kultur urine
dan tinja. Pemeriksaan darah meliputi darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas
darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika. Pemeriksaan
urine contohnya urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk
menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk,
warna tinja, ada tidaknya darah, lendir, pus, lemak, dan lain - lain. Pemeriksaan
mikroskopik untuk melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit,
bakteri, dan lain – lain. Pemeriksaan ph tinja juga dapat dilakukan apabila kita curiga
terdapat kasus intoleransi laktosa. Biasanya hasil pemeriksaan ph bersifat asam atau
ph kurang dari 5.2

H. Tatalaksana Diare pada Anak


Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu - satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan atau menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE
yaitu:6
1. Rehidrasi
Penanganan diare dengan rehidrasi dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu rehidrasi oral atau secara parenteral. WHO dan UNICEF telah
merekomendasikan cairan Oralit baru dengan osmolaritas yang lebih rendah
dibanding dengan yang lama.Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian
luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang
menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama
natrium.Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir – akhir ini dengan
tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh virus.Diare karena virus
tidak menyebabkan tubuh kehilangan elektrolit seberat pada disentri.Karena itu,
para ahli mengembangkan formula oralit baru yang osmolaritasnya lebih rendah
sehingga lebih mendekati osmolaritas plasma, dan mengurangi resiko terjadinya

28
berlebihan elektrolit dalam tubuh. Komposisi oralit formula baru yaitu sebagai
berikut :6

Tabel 5. Komposisi Oralit


Komposisi Oralit Lama Oralit Baru (Mmol/liter)
(Mmol/liter)
Natrium 90 75
Klorida 80 65
Glukosa 111 75
Kalium 20 20
Sitrat 30 10
Total 331 245
Osmolaritas

Diare tanpa rehidrasi


Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberikan cairan rumah
tangga untuk mencegah terjadinya dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam,
kuah sayur–sayuran dan sebagainya.Pengobatan dapat dilakukan dirumah oleh
keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk
anak usia< 2 tahun adalah 50 – 100 ml dan untuk anak usia > 2 tahun atau lebih,
diberikan 100 – 200 ml setiap kali anak buang air besar. Untuk anak dibawah
umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap
1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan.Untuk anak
yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir.Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan, misalnya 1 sendok
setiap 2 – 3 menit. Pemberian cairan ini dilakukan sampai dengan diare
berhenti.6

Diare dengan dehidrasi ringan – sedang


Pada umumnya, anak–anak dengan dehidrasi ringan – sedang harus
segera dirawat di sarana kesehatan dan langsung segera diberikan terapi rehidrasi
oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama adalah 75
cc/kgBB. Bila berat badan penderita tidak diketahui, perkiraan pemberian cairan

29
juga dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur <
4 bulan adalah 200 – 400 ml, usia 4 – 12 bulan adalah 400 – 700 ml, usia 1 – 2
tahun adalah 700 – 900 ml dan usia 2 – 5 tahun adalah 900 – 1400 ml. Bila
penderita masih haus dan masih ingin minum, cairan harus diberikan lagi.
Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian
oralit harus dihentikan sementara dan digantikan dengan minum air putih.Bila
bengkak pada kelopak mata hilang, dapat diberikan lagi. Apabila pemberian
oralit tidak bisa diberikan secara oral, oralit juga dapat diberikan melalui
nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
Setelah terapi oralit dilakukan selama 3 jam, keadaan penderita harus dievaluasi
apakah membaik atau memburuk. Bila keadaan membaik, perawatan penderita
bisa dilanjutkan dengan melakukan perawatan diare tanpa dehidrasi, namun
apabila keadaan pasien jadi memburuk atau cenderung ke arah dehidrasi berat,
pasien harus segera dirawat dan diberikan terapi cairan melalui parenteral.6
Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare dengan dehidrasi berat harus dirawat di sarana kesehatan
dan pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral.Pasien
yang masih dapat minum meski sedikit harus diberikan oralit sampai cairan infus
terpasang.Disamping itu, semua anak harus diberikan oralit sebanyak 5
ml/kgBB/jam selama pemberian cairan intravena.Pada bayi, apabila dapat
minum dengan baik, biasanya diberikan selama 3 – 4 jam dan untuk anak yang
lebih besar biasanya diberikan selama 1 – 2 jam.Pemberian tersebut dilakukan
untuk memberi tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai
dengan cukup dengan pemberian intravena.Untuk rehidrasi parenteral biasanya
digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannnya
yaitu, untuk usia < 1 tahun, pada 1 jam pertama diberikan 30 cc/kgBB kemudian
dilanjutkan untuk 5 jam berikutnya menjadi 70 cc/kgBB. Untuk anak usia> 1
tahun, pada ½ jam pertama diberikan 30 cc/kgBB dan dilanjutkan 2 ½ jam
berikutnya menjadi 70 cc/kgBB. Lakukan evaluasi setiap jam.Apabila dehidrasi
tidak membaik, tetesan intravena dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau
setelah 3 jam pada anak lebih besar, lakukan lagi evaluasi untuk menentukan
pengobatan selanjutnya yang sesuai, apakah pengobatan diare dengan dehidrasi
ringan sedang atau diare tanpa dehidrasi.6
2. Terapi Zinc
30
Zinc adalah mikronutrien yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang
sangat kecil dan mutlak diperlukan untuk memelihara kehidupan yang optimal.
Sumber zinc terbaik pada makanan adalah protein hewani terutama daging, hati,
kerang dan telur. Pemberian zinc pada anak yang diare dapat mengurangi lama
dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Zinc
mempunyai efek terhadap enterosit dan sel-sel imun yang berinteraksi dengan
agen infeksius pada diare. Zinc terutama bekerja pada jaringan dengan kecepatan
turnover yang tinggi seperti saluran cerna dan sistem imun dimana zinc
dibutuhkan untuk sintesa DNA dan protein.Zinc bekerja pada tight junction level
untuk mencegah meningkatnya permeabilitas usus, mencegah pelepasan histamin
oleh sel mast dan respon kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan
serotonin pada usus dan mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang
diprakarsai TNF α yang juga merangsang kerusakan permeabilitas epitel usus.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbsi air dan elektrolit oleh
usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus halus, dan juga
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus.
Dosis pemberian zinc pada anak – anak adalah, anak dibawah umur 6 bulan
dosisnya adalah 10 mg/hari dan usia anak diatas 6 bulan adalah 20 mg/hari.
Menurut rekomendasi WHO, zinc diberikan dari awal terjadinya diare sampai 10
– 14 hari kedepan meskipun anak sudah sembuh dari diare.7
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
pemberiannya setelah anak sembuh.Tujuannya adalah untuk mempercepat
kembalinya fungsi usus menjadi normal kembali termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status
gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi.Makanan yang diberikan pada
anak yang diare tergantung dari umur, makanan yang disukai dan pola makan
sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk
anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum
ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak
minum ASI harus diberi susu formula dan diminum paling tidak setiap 3 jam.
Namun untuk kasus diare yang disebabkan oleh intoleransi laktosa, pemberian
ASI atau susu dapat diberhentikan sementara atau susu yang diberikan diganti
dengan susu rendah laktosa atau bebas laktosa. Setelah diare berhenti, pemberian
31
tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula
biasanya diminum secara bertahap selama 2 – 3 hari. Bila anak berumur 4 bulan
atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus
diteruskan.Paling tidak 50% dari energi diet harus berasal dari makanan dan
diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk
makan.Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari
makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang atau roti.Untuk meningkatkan
kandungan energinya dapat ditambahkan 5 – 10 ml minyak nabati untuk setiap
100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus karena kaya akan karoten.
Campur makanan pokok tersebut dengan kacang – kacangan dan sayur – sayuran
serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang
lunak baik diberikan untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang
diperdagangkan, minuman ringan sebaiknya dihindari.7

4. Antibiotik selektif
Antibiotika tidak diberikan secara rutin pada diare akut, meskipun
dicurigai adanya bakteri sebagai penyebab keadaan tersebut, karena sebagian
besar kasus diare akut merupakan self limiting disease. Pemberian antibiotika
yang tidak tepat justru akan memperpanjang keadaan diare akibat disregulasi
mikroflora usus. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah
atau kemungkinan besar karena Shigellosis, suspek kolera, dan infeksi berat lain
yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan contohnya pneumonia. Obat
antidiare tidak boleh diberikan pada anak kecil, karena obat – obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, justru obat – obatan
antidiare memiliki efek samping yang fatal pada anak, contohnya menyebabkan
ileus paralitik.Hanya sebagian kecil atau sekitar 10 – 20 % diare yang disebabkan
oleh bakteri patogen contohnya Vibrio cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya. Berikut adalah contoh antibiotik
pilihan yang bisa diberikan sebagai terapi pada anak yang terkena diare :2,8
Tabel Antibiotik selektif pada diare
Penyebab Antibiotik Selektif Alternatif
Kolera Tetracycline Erythromycin

32
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentry Ciprofloxacin Pivmecillinam
15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50 – 100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2
– 5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

5. Edukasi kepada orang tua atau pengasuh


Nasihat atau edukasi bagi pengasuh anak dirumah juga sangat penting
dilakukan oleh dokter untuk penanganan kasus diare.Edukasi yang diberikan
penting apabila terjadi hal – hal kegawatdaruratan akibat diare, setelah anak
dibawa pulang kerumah, contohnya bila terjadi demam, kejang, muntah yang
menetap, dan sebagainya.Pada kasus seperti ini, berikan edukasi kepada
pengasuh pasien agar pasien segera dibawa kembali ke rumah sakit.Selain itu,
edukasi juga penting untuk mencegah terjadinya penularan atau diare kembali
pada anak. Edukasi yang bisa diberikan dapat berupa menjaga kebersihan diri
anak seperti rutin mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah
buang air besar, harus juga menjaga kebersihan makanan, minuman dan alat
makan, pemberian ASI yang benar, penyiapan dan penyimpanan makanan
pendamping ASI, dan sebagainya.7

Komplikasi Diare
Komplikasi utama dari diare yang tidak teratasi dengan baik adalah dehidrasi
dan gangguan fungsi kardiovaskular akibat hipovolemia berat.Kejang dapat terjadi

33
dengan adanya demam tinggi, terutama pada infeksi Shigella.Abses intestin dapat
terjadi pada infeksi Shigella dan Salmonella, terutama pada demam tifoid yang dapat
memicu terjadinya perforasi usus, suatu komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
Kematian akibat diare mencerminkan adanya masalah gangguan sistem homeostasis
cairan dan elektrolit yang memicu terjadinya dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit
dan instabilitas vaskular, serta syok.4
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi.Beberapa
diataranya membutuhkan pengobatan khusus.
 Gangguan Elektrolit Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8
jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi
dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan
0,18% saline - 5% dektrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol
KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan.Lanjutkan pemberian oralit 10
ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
 Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130
mol/L).Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema.Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau
Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang
diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8

34
jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh
melebihi 2 mEq/L/jam.9,8
 Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 – 10
menit dengan monitor detak jantung.
 Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi
3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh
bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan
kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan
makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti10,9.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. AdSubagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,


Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar
Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI
2011; 87-120
2. Elfi, Rahmawati, dkk. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Analisis
Kebutuhan Program Promosi Kebutuhan Pencegahan Diare Anak Usia di
Bawah Dua Tahun, Volume 24. Yogyakarta : 2008. Hal 111 - 119
3. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, Alpert JJ, Bishop
WP, Bkum MJ, etall. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Indonesia; IDAI
2014; 481-6
4. Suyoko EMD, Siregar SP, Sumadino, Wati KDK, Batubara JRL Tridjaja B,
Pulungan AB, etall. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta; IDAI 2009; 58-61
5. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta; WHO-IDAI 2009; 133-55
6. Muliadi, Awi. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
2011. Hal 1 – 6
7. Juffrie, Mohammad, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi – Hepatologi Jilid 1.
Jakarta: IDAI. 2012
8. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : World Health
Organization. 2009. Hal 133 – 152
9. Marcdante, Karen. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Nelson, edisi Keenam.
Jakarta : IDAI. 2011. Hal 481 – 486
10. Vany, Ndarumas, dkk. Penatalaksanaan Diare Terbaru pada Anak [referat].
Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012.

36
37

Anda mungkin juga menyukai