Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

BRONKOPNEUMONIA

Oleh:

Eggy Sephira 04084822225067

Jasmine Rana Sahirah 04084822225108

Siti Balqis Adef 04084822225092

Pembimbing:

dr. Arinta Atmasari, Sp.A, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUD SITI FATIMAH


2022

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Bronkopneumonia

Oleh:

Eggy Sephira 04084822225067

Jasmine Rana Sahirah 04084822225108

Siti Balqis Adef 04084822225092

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitera
an Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Fatimah periode 15 Agustus -
6 November 2022.

Palembang, September 2022

Pembimbing

dr. Arinta Atmasari, Sp.A, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapakan atas kehadirat Allah SWT yang telah member
ikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kas
us berjudul “Bronkopneumonia”. Laporan kasus ini bertujuan untuk memenuh
i salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS
UD Siti Fatimah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasi


h kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini, teru
tama kepada yang terhormat dr. Rismarini, Sp.A (K) atas bimbingan dan araha
n yang telah diberikan dalam laporan kasus ini.

Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menyadari bahwa masih ter
dapat banyak kekurangan. Hal ini didasarkan atas keterbatasan dan kekurangan
yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran se
bagai bahan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga diskusi kasus ini dap
at memberikan manfaat baik bagi semua pihak. Akhir kata, semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan meridhai usaha kita.

Palembang, September 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
BAB II STATUS PASIEN.......................................................................................7
I. IDENTIFIKASI............................................................................................7
II. ANAMNESIS............................................................................................7
III. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT................................8
IV. PEMERIKSAAN FISIK.........................................................................11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................17
3.1 Definisi....................................................................................................17
3.2 Epidemiologi...........................................................................................17
3.3 Etiologi....................................................................................................18
3.4 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi..........................................................19
3.5 Patofisiologi............................................................................................21
3.6 Diagnosis.................................................................................................25
3.7 Diagnosis Banding..................................................................................26
3.8 Tatalaksana..............................................................................................27
3.9 Komplikasi..............................................................................................30
3.10 Prognosis.............................................................................................30

BAB IV ANALISIS MASALAH..........................................................................31


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

4
BAB I

PENDAHULUAN

Bronkopneumonia merupakan peradangan atau inflamasi pada parenkim paru


yang disebabkan oleh berbagai etiologi dimana kuman atau zat (agen) teraspirasi s
eperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing akan menimbulkan ketidaksei
mbangan antara ventilasi dan perfusi di sistem pernafasan dan sering terjadi pada
anak-anak dan balita.1
Menurut WHO tahun 2020, pneumonia membunuh 740.180 anak di bawah u
sia 5 tahun pada tahun 2019, terhitung 14% dari semua kematian anak di bawah li
ma tahun tetapi 22% dari semua kematian pada anak berusia 1 hingga 5 tahun. Wo
rld Health Organization menyatakan pneumonia sebagai penyebab kematian terti
nggi pada balita melebihi penyakit lainnya seperti campak, malaria, dad aids. Kas
us pneumonia banyak terjadi di negara- negara berkembang seperti Asia Tenggara
sebesar 39% dan Afrika sebesar 30%. WHO menyebutkan Indonesia menduduki p
eringkat ke 8 dunia dari 15 negara yang memiliki angka kematian balita dan anak
yang diakibatkan oleh pneumonia.2

Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di


udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus i
nfeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bro
nkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan caira
n edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Anak usia < 5 ta
hun tidak dapat mengatur bersihan jalan nafas secara mandiri sehingga anak yang
mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas ini beresiko tinggi untuk mengala
mi sesak nafas. Sesak nafas yang dialami oleh anak dapat mengakibatkan timbuln
ya suatu masalah seperti kecemasan, perasaan cemas timbul karena anak mengala
mi sesuatu yang tidak biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan,
hal ini dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas menjadi masalah utama, karena dampak dari pengeluaran dahak yang tidak l

5
ancar dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan bernafas dan gangguan
pertukaran gas di dalam paru-paru sehingga menyebabkan timbulnya sianosis, kel
elahan, apatis serta merasa lemah, dalam tahap selanjutnya akan mengalami penye
mpitan jalan nafas yang menyebabkan obstruksi jalan nafas.3

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak
adalah streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influezae. Anak dengan daya
tahan tubuh terganggu dapat menderita bronkopneumonia berulang dan tidak
sembuh dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu
timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anastesia, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.1

Kasus bronkopneumonia termasuk dalam kasus dengan area SKDI 4, dimana


dokter mampu membuat diagnose klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas. Oleh karena itu, maka penyusun memilih kasus
ini sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan penyakit
bronkopneumonia pada anak.

6
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : An. GAN
b. Umur : 7 bulan 17 hari
c. Tanggal lahir : 27 Januari 2022
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Nama Ayah : Tn. R
f. Nama Ibu : Ny. D
g. Bangsa : Indonesia
h. Alamat : Pusri
i. MRS : 13 September 2022

II. ANAMNESIS
Tanggal : 14 September 2022
Diberikan oleh : Ibu pasien
Keluhan Utama : Batuk berdahak sejak 10 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Muntah dan demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 10 hari SMRS, ibu pasien mengeluh pasien batuk disertai dahak.
Dahak berwarna putih, kental, tanpa disertai darah dan terkadang tercampur s
usu. Batuk tidak dipengaruhi oleh posisi dan cuaca. Setelah batuk pasien lang
sung muntah sering berisi dahak dan susu tanpa disertai darah. Muntah 4 kali
sebanyak 1/2 gelas belimbing. Sesak napas tidak ada, tampak kebiruan tidak a
da, batuk menggogong tidak ada, nyeri tenggorokan tidak ada, batuk muncul l
ama hingga kesulitan bernapas tidak ada. Pasien masih mau minum ASI. BA
K dan BAB tidak ada keluhan. Ibu pasien memberikan ambroxol untuk meleg
akan keluhan batuk. Keluhan batuk berkurang.

7
4 hari SMRS, ibu pasien mengeluh pasien batuk berdahak tidak berkuran
g walaupun telah diberi obat ambroxol. Pasien mengalami kesulitan bernapas
karena ada dahak. Pasien juga masih muntah dahak dan susu setelah batuk. M
untah 5 kali sebanyak 1/2 gelas belimbing. Ibu pasien mengeluhkan pasien m
engalami demam yang tinggi. Demam muncul secara perlahan kemudian men
aik. Pasien diberikan obat penurun panas untuk mengurangi gejala demam da
n melanjutkan ambroxol untuk batuk. Keluhan demam pasien berkurang seda
ngkan batuk tidak berkurang.
1 hari SMRS, batuk pasien memberat dengan kesulitan napas. Tidak tam
pak biru disekitar mukosa bibir. Ibu pasien mengeluh pasien masih demam tin
ggi dengan suhu 38-39,1oC dan tidak turun walaupun sudah diberi obat penur
un panas. Muntah sebanyak 7-8 kali setelah batuk yang berisi susu dan dahak.
Pasien masih minum ASI. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Tampak kebirua
n tidak ada, batuk menggogong tidak ada, nyeri tenggorokan tidak ada, batuk
muncul lama hingga kesulitan bernapas tidak ada, keringat dingin di malam h
ari tidak ada, kejang tidak ada. Pasien dibawa ke IGD untuk tatalaksana lebih
lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat alergi tidak ada
Riwayat asma tidak ada

Riwayat Pengobatan :
Tempra drop
Ambroxol drop

III. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat batuk pada kedua kakak kandung pasien beberapa hari sebel
um pasien mengalami gejala dan telah membaik.
Riwayat alergi pada keluarga tidak ada

8
Riwayat asma pada keluarga tidak ada
Riwayat tuberkulosis pada keluarga tidak ada

1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Masa kehamilan : 38 minggu (cukup bulan)
Partus : P3A0, spontan pervaginam
Tempat : Klinik X
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 27 Januari 2022
Keadaan bayi saat lahir : Langsung menangis
BBL : 2800 gram
PBL : 47 cm
Lingkar Kepala : Ibu lupa

2. Riwayat Makanan
- Pasien mendapatkan ASI eksklusif dari lahir hingga sekarang

3. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar
Umur Umur Umur
Hep B1 0 bulan
POLIO 0 0 bulan
BCG 1 bln
DPT 1 2 bln DPT 2 3 bln DPT 3 4 bln
Hep B2 2 bln Hep B3 3 bln Hep B4 4 bln
HiB 1 2 bln HiB 2 3 bln HiB 3 4 bln
POLIO 1 1 bln POLIO 2 3 bln POLIO 3 4 bln
Interpretasi: Imunisasi dasar PPI lengkap

4. Riwayat Keluarga
Umur : Tn. R

9
Ny. D
Penyakit yang diderita :-
Riwayat kebiasaan : Ayah pasien seorang perokok aktif

5. Riwayat Perkembangan
Tertawa/berteriak :  3 bulan
Tengkurap :  4 bulan
Duduk :  6 bulan
Bersuara maaa.. paa... :  6 bulan

Interpretasi : Riwayat perkembangan normal

10
IV. PEMERIKSAAN FISIK (14 September 2022)
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Nadi : 92x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Laju pernapasan : 24x/ menit
Suhu : 37,8ºC
SpO2 : 98%

Antropometri
Berat badan : 7,75 kg
Tinggi badan : 66 cm
Lingkar kepala : 42,5 cm
BMI : 17,79 kg/m2
BB/U : 7,7/7,8
TB/U : 66/68
BB ideal : 7,5 kg
TB ideal : 68 cm
Kesan: -2 < Z < -1 (Normolength)

11
Kesan: 1 < Z < -1 (Normoweight)
Kesan: 1 < Z < -1 (Normal)

12
Kesan: 1 < Z < -1 (Normocephaly)

Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut dan tidak rontok
Wajah : Simetris, dismorfik (-), wajah seperti orang tua (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor, ditengah, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+),
mata cekung (-/-)
Hidung : Tampak luar tidak ada kelainan, nafas cuping hidung (-),
sekret minimal (+), epistaksis (-), konka hiperemis (
Mulut : Bibir pucat (-), gusi berdarah (-), angular cheilitis (-),
glossitis (-), hipertropi gingiva (-), atrofi papil lidah (-),
faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Telinga : Tampak luar tidak ada kelainan, sekret (-), penurunan
pendengaran (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Aksila : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kanan = kiri, dinamis pergerakan kanan = kiri,
RR = 24x/menit skar (-), venektasi (-), retraksi dinding
dada (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing (-), stridor
(+)

13
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Bronkopneumonia merupakan Peradangan/inflamasi yang mengenai parenkim par


u yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi dimana kuman atau zat (agen) te
raspirasi akan menimbulkan ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi di sist
em pernafasan, yang tercermin melalui gejala klinis, radiologis, maupun laboratori
s.1

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mempunyai penyebaran bercak,


teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke p
arenkim paru. Bronchopneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang dis
ebabkan oleh bakteri, virus,jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan gejal
a panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, sert
a batuk kering, dan produktif.2

3.2 Epidemiologi

Menurut WHO tahun 2020, pneumonia membunuh 740.180 anak di bawah usia 5
tahun pada tahun 2019, terhitung 14% dari semua kematian anak di bawah lima ta
hun tetapi 22% dari semua kematian pada anak berusia 1 hingga 5 tahun. World H
ealth Organization menyatakan pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi p
ada balita melebihi penyakit lainnya seperti campak, malaria, dad aids. Kasus pne
umonia banyak terjadi di negara- negara berkembang seperti Asia Tenggara sebes
ar 39% dan Afrika sebesar 30%. WHO menyebutkan Indonesia menduduki pering

15
kat ke 8 dunia dari 15 negara yang memiliki angka kematian balita dan anak yang
diakibatkan oleh pneumonia. 2

Menurut Kemenkes RI tahun 2016, Pneumonia merupakan penyebab dari 16% ke


matian balita, yaitu diperkirakan sebanyak 920.136 balita di tahun 2015. Selama k
urun waktu yang panjang, angka cakupan penemuan balita dengan pneumonia tida
k mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Sejak tahun 2
015 hingga saat ini terjadi peningkatan cakupan dikarenakan adanya perubahan an
gka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%, selain itu terdapat peningkatan kele
ngkapan pelaporan dari 94,12% pada tahun 2016 menjadi 100% pada tahun 2019.
Pada tahun 2019 hanya Provinsi Papua Barat dan DKI telah mencapai target pene
muan sebesar 80, bahkan melebihi target yang telah ditetapkan program sedangka
n Papua hanya mencapai 0,2% penemuan pneumonia dari target yang telah ditetap
kan. Tahun 2019 angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,12%. An
gka kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali l
ipat dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun dengan penemuan terban
yak terdapat di provinsi Jawa Barat sebanyak 104.866 (47,2%).4

3.3 Etiologi

Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan t


ubuh terhadap virulensi organisme pathogen. Orang normal dan sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas: reflek gl
ottis dan batuk,adanya lapisan mucus, gerakan silia yang menggerakkan kuman ke
luar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Timbulnya bronchopneumonia dise
babkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsi
a.5

16
Penyebab tersering bronchopneumonia pada anak adalah pneumoniakokus sedang
penyebab lainnya antara lainya antara lain: Streptococus pneumonia, stapilokokus
aureus haemophillus influenza, jamur (seperti candida albicans), dan virus. Pada b
ayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab yang berat,
serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi.6

3.4 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian at


as selama beberapa hari.Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40℃
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dyspn
ea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis
sekitar hidung dan mulut, merintih dan sianosis. Kadang-kadang diserti muntah da
n diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah b
eberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Hasil pemeriksaan fi
sik tergantung dari luas daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak
ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah ny
aring halus atau sedang. Bila sarang bronchopneumonia menjadi satu (konfluens)
mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi t
erdengar mengeras. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka ber
baring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda pneum
onia berupa retraksi ( penarikan dinding dada bagian bawah kedalam saat bernafas
bersama dengan peningkatan frekuensi nafas ) perkusi pekak, fremitus melemah, s
uara nafas melemah dan ronchi. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tid
ak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.7

17
Tanda dan gejala bronchopneumonia adalah sebagai berikut:8
1. Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas.
2. Demam (39℃-40℃) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang ti
nggi.
3. Anak sangat gelisah dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang
dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
4. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan siano
sis sekitar hidung dan mulut.
5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi dan wheezing.
7. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus yang menyebabka
n atelektasis absorbs.

Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu:9


a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai beriikut :


1. Usia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
• Chest indrawing (subcostal retraction)
• Bila ada napas cepat (> 60x/ menit)
b. Pneumonia sangat berat
• Tidak bisa minum
• Kejang
• Kesadaran menurun
• Hipertensi/hipotermi
• Napas lambat/tidak teratur

18
2. Usia 2 bulan – 5 bulan
a. Pneumonia
• Bila ada napas cepat
b. Pneumonia berat
• Chest indrawing
• Napas cepat dengan laju napas
 50x/ menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
 40x/ menit untuk anak > 1-5 tahun
c. Pneumonia sangat berat
• Tidak dapat minum
• Kejang
• Kesadaran menurun
• Malnutrisi

3.5 Patofisiologi

Kuman masuk kedalam jaringam paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas u
ntuk mencapai bronchioles dan kemudian alveolus sekitarnya.Kelainan yang timb
ul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-paru,lebih banyak pad
a bagian basal.Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada
di udara, aspirasi organisme dari nasofarinks atau penyebaran hematogen dari foc
us infeksi yang jauh.Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke b
ronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi perdangan hebat dan menghasilkan caira
n edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstisial.Kuman pneumo
kokus dapat meluas melalui poruskohn dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus.
Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru.Alv
eoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin
serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar.Paru menja
di tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah.10

19
Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan
relative sedikit eritrosit.Kuman pneumokokus di fagositosis oleh leukosit dan sew
aktu resolusi berlangsung,makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit
bersama kuman pneumokokus didalamnya.Paru masuk dalam tahap hepatisasi ab
u-abu dan tampak berwarna bau-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah
merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurn
a, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampun dalam pertukaran ga
s. Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik ma
ka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membrane dari alve
olus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses diffu
si osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penur
unan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis pe
nderita mengalami pucat sampai sianosis.10

Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan


tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan mengambil oksi
gen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan ber
usaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot bantu pernafasa
n (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi dada. Secara he
matogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang terdapat
dalam paru dapat menyebar ke bronkus.9 10

Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus bersebukan sel radang akut, terisi e
ksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh dengan netrofil
(bagian leukosit) yang banyak pada saat awal peradangan dan bersifat fagositosis
dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan pelebar
an akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu organis
asi eksudat dapat terjadi karena absorbsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mu
la-mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus,vir
us dll). Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbata
n pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari l

20
uar sehingga penderita mengalami sesak nafas. Terdapatnya peradangan pada bro
nkus dan paru juga akan mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan pening
katan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatan reflek batuk.
Perjalanan patofisiologi diatas bisa berlangsung sebaliknya yaitu didahului dulu d
engan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi infeksi pada paru.10

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh vir


us penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan sekitarnya. Inflamasi pada bronkus
ditandai adanya penumpukan secret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ron
chi positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:2
a. Stadium 1 (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hyperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berl
angsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningk
atan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat infeksi.
b. Stadium 2/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah mer
ah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena ada

21
nya penumpukan leukosit, eritrosit,dan cairan, sehingga warna paru menja
di merah dan pada peraban seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tid
ak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium i
ni berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Gambar 1. Tampak alveolus terisi sel darah merah dan netrofil


c. Stadium 3/hepatisasi kelabu (3-8hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengko
lonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumu
lasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada
stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat kar
ena berisi fibrin dan leukosit, warna merah merah menjadi pucat kelabu da
n kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Gambar 2. Tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil


d. Stadium 4/resolusi (7-11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan perad
angan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh ma

22
krofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Inflamasi pada br
onkus ditandai adanya penumpukan secret, sehingga terjadi demam, batuk
produktif, ronchi positif, dan mual.

3.6 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu diperhatikan keluhan utama. Pasien bronkopneumonia biasa
nya datang dengan keluhan batuk atau sesak napas. Maka perlu ditelusuri batuk da
n kesulitan bernapas telah dialami berapa lama (hari), sesak napas dengan pola sep
erti apa (apakah saat aktibvitas berat, setelah terpapar debu, mengikuti batuk, lebi
h sering malam hari atau siang hari, disertai bunyi tiap bernapas), dan pencetus ses
ak (aktivitas, makanan, batuk) serta apakah disertai dengan whoops atau muntah at
au sianosis sentral. Keluhan dapat berupa :6
 Demam
 Batuk
 Sesak napas
 Biru disekitar mulut
 Mengigil (pada anak)
 Kejang (pada bayi) dan
 Nyeri dada

Pemeriksaan Fisik
 Demam
 Dispneu yang ditandai dengan pernapasan cepat (takipneu)
 Pernapasan cuping hidung, retraksi dan sianosis
 Suara napas vesikuler meningkat sampai bronchial
 Suara napas tambahan ronkhi basah halus nyaring.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah perifer lengkap, dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis
bergeser ke kiri. LED meningkat pada infeksi bakterial namun banyak di pengaru

23
hi oleh faktor faktor lainnya. CRP meningkat pada infeksi bakterial, procalsitonin
dianggap lebih baik dari pada CRP. Analisa gas darah, menunjukkan keadaan hip
oksemia, kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainann
ya, dapat terjadi asidosis respiratorik maupun metabolik dan gagal nafas. Foto tora
ks AP/ Lateral Kanan, dapat terlihat infiltrat alveolar maupun interstitial yang dap
at ditemukan pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang dapat di
jumpai adalah konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris, pen
ebalan pleura pada pleuritis dan komplikasi pneumonia misalnya atelektasis, efusi
pleura, pneumomediastinum, pneumothoraks, abses, pneumatokel. Mikrobiologi d
ari sputum dan swab nasopharyngeal, spesimen dari
bronchoalveolar lavage, aspirasi jaringan paru.11

3.7 Diagnosis Banding

Berikut ini merupakan diagnosa banding anak umur 2 bulan-5 tahun yang datang
dengan batuk dan atau kesulitan bernapas:12
DIAGNOSIS GEJALA YANG DITEMUKAN
Pneumonia - Demam
- Batuk dengan napas cepat
- Crackles (ronkhi) pada auskultasi
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Merintih (grunting)
- Sianosis
Bronkiolitis - Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
- Kurang/tidak ada respon dengan bronkodilator
Asma - Riwayat mengi (wheezing) berulang
- Ekspirasi memanjang
- Terdengar mengi atau suara napas menurun
- Membaik dengan pemberian bronkodilator
Penyakit jantung - Sulit makan atau menyusu
- Sianosis
bawaan
- Bising jantung
- Pembesaran hati
Pertusis - Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop,
muntah

24
- Sianosis atau apnea
- Bisa tanpa demam
- Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap
- Klinis baik diantara episode batuk
Benda asing - Riwayat tiba-tiba tersedak
- Stridor atau distress pernapasan tiba-tiba
- Wheeze atau suara pernapasan menurun yang
bersifat fokal
Pneumotoraks - Awitan tiba-tiba
- Hipersonor pada perkusi di satu sisi dada
- Pergeseran mediastinum

3.8 Tatalaksana

Prinsip tatalaksana pada bronkopneumonia adalah sebagai berikut :12


a) Pemberian oksigen, dimonitoring dengan pulse oxymetri.
b) Pemberian cairan dan kalori yang cukup, sesuai dengan berat badan, penin
gkatan suhu dan status hidrasi.
c) Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui se
lang nasogastrik,orogastrik maupun per oral.
d) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
e) Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi
f) Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan duga
an penyebab. Evaluasi pengobatan setiap 48-72 jam,bila tidak ada perbaika
n klinis dilakukan penggantian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh.
g) Lama pemberian antibiotik tergantung kemajuan klinis penderita, evaluasi
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah, foto toraks) dan jenis kuman
penyebab. Sebagian besar membutuhkan waktu 10-14 hari, kecuali untuk
kuman staphylococcus dapat diberikan 6 minggu.
h) Keadaan imunokompromised (gizi buruk, keganasan, pengobatan steroid j
angka panjang, infeksi HIV), penyakit jantung bawaan, gangguan neurom
uskular, dan fibrosis kistik, antibiotik harus segera diberikan. Dapat diperti
mbangkan pemberian: kotrimosazol pada pneumocystic carinii, antivir
al (acyclovir,gansiclovir) pada pneumonia karena CMV, antijamur (ampho

25
terisin B, ketokonazol, fluconazol) pada pneumonia karena jamur dan imu
noglobulin.
i) Atasi penyakit penyerta lainnya.

Petunjuk pemberian antibiotika empiris


Pilihan antibiotika untuk penderita pneumonia baru yang datang ke IRD atau raw
at jalan yang belum pernah mendapatkan perawatan di RS lainnya:
a. Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan:
- Amoksisilin 50-80 mg/kg/hari per oral dibagi dalam 3 dosis, atau
- Amoksisilin+asam klavulanat 50 mg/kgbb peroral dibagi dalam 3 dosis
b. Pneumonia yang memerlukan rawat inap:
- Ampicilin 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis atau
- Ampicilin sulbactam 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis

Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai penyakit penyerta yang me
nular tanpa disertai sepsis (ISK, gastroenteritis, morbili)
Ampicilin sulbactam 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis.

Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai sepsis


Ampicilin sulbactam 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis.

Pilihan antibiotika untuk penderita pneumonia yang dirujuk dari RS lain adalah:
a. Pernah mendapatkan perawatan di RS lain kurang dari 72 jam
- Ampicilin sulbactam 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis
b. Pernah mendapatkan perawatan RS lain lebih dari 72 jam
- Cefotaxim 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 3 dosis, atau
- Ceftriaxon100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 2 dosis, atau sesuai de
ngan kultur dahak/darah yang ada, atau pertimbangan lain
Pilihan antibiotika untuk penderita penumonia dengan penyakit penyerta yang tida
k menular (non-infectious) seperti kelainan jantung bawaan sianotik atau non sian

26
otik, kelainan hematologi, kelainan kongenital, dan sebagainya sesuai dengan poin
1.

Pilihan antibiotika untuk penderita pneumonia yang diduga disebabkan oleh infek
si kuman atipik (pneumonia atipik) dapat diberikan salah satu antibiotik di bawah
ini:
- Spiramisin 50 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis (10-14 hari)
- Eritromisin 30-50 mg/kgbb/hari dibagi 3-4 dosis (10-14 hari)
- Azitromisin 10mg/kgbbsekali sehari (5 hari)
- Klaritromisin 15-30 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis (7-10 hari)

Rekomendasi UKK Respirologi


Antibiotik untuk community acquiredpneumonia:
 Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin
 > 2 bulan :
Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditamb
ahkan kloramfenikol
Lini kedua Seftriakson
Bila klinis membaik, antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibi
otik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

27
3.9 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thoraks (seperti efusi pleura, empyema dan pericarditis) atau penyebaran bakterie
ma dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomyelitis adalah kompli
kasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.1

3.10 Prognosis

Pada era sebelum ada antibiotic, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil
berkisar dari 20% hingga 50% dan pada anak yang lebih tua 3% hingga 5%.
Dengan pemberian antibiotic yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang
datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.9

28
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien An. GAN, perempuan, berusia 7 bulan 17 hari dengan keluhan batuk
berdahak bewarna putih, kental, darah tidak ada, purulen tidak ada. Batuk tidak di
pengaruhi posisi dan cuaca. Pasien mengeluh muntah setelah selesai batuk. Munta
h berisi dahak dan susu. Pasien juga demam yang muncul perlahan meninggi.
Fitur tipikal dari pneumonia adalah demam dan batuk, walaupun hampir
keseluruhan pasien dengan kedua gejala tersebut tidak menderita pneumonia
tetapi kemungkinan pneumonia dapat selalu dipikirkan bila ditemukan gejala
tersebut. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun (balita), sehingga terdapat kemungkinan pneumonia
pada pasien ini. Adanya faktor risiko, seperti tingginya pajanan terhadap polusi
asap rokok karena ayah pasien merupakan seorang perokok aktif meningkatkan
kecurigaan ke arah pneumonia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, co
mpos mentis, dengan nadi 92x/menit isi dan tegangan cukup, laju pernapasan 24x/
menit, suhu 37,8ºC, dan saturasi oksigen 98%. Pada pemeriksaan fisik spesifik dit
emukan stridor pada auskultasi paru. Pada kasus ini, pasien didagnosa dengan
pneumonia karena pasien didapatkan gambaran klinis pneumonia pada anak yang
bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum tampak gejala
infeksi pada anak, yaitu terdapat peningkatan suhu subfebris, gelisah. Gejala
gangguan respiratori pada pasien ini, seperti batuk.
Gambaran bronkopneumonia pada radiologi merupakan bercak-bercak
konsolidasi merata di seluruh lapangan paru yang biasanya ditemukan pada anak-
anak yang lebih kecil dan sering diduga penyebab utamanya adalah streptococcus
pneumoniae atau sering disebut juga pneumokokus. Namun, kelainan foto rontgen
toraks tidak cukup sensitive dan spesifik untuk membedakan etiologi antara
pneumonia oleh virus atau bakteri. Menurut Virkki et al, sensitivitas temuan
infiltrate alveolar pada foto rontgen untuk infeksi karena bakteri adalah 72% dan
spesifisitas 51%, sedangkan infiltrat interstitial untuk virus 49% dan 72%.

29
Gambaran bronkopneumonia atau sering disebut patchy pneumonic changes lebih
umum ditemukan pada anak berusia dibawah 5 tahun, sedangkan lobar pneumonia
pada usia 5-15 tahun.
Pemeriksaan darah pada 13 September 2022, menunjukkan jumlah
leukosit yang meningkat, dengan jumlah leukosit 26.68 103/mm3. Hal ini bisa
mengarahkan kepada infeksi sekunder dari bakteri. Menurut Korppi, kombinasi
CRP > 8 mg/dL, leukosit > 17 x 103/mm3, prokalsitonin > 0,8 mg/L, dan laju
endap darah (LED) > 63 mm/jam hanya memiliki sensitivitas sebesar 61% dan
spesifisitas 65% untuk pneumonia yang disebabkan pneumokokus, bila infiltrate
alveolar pada gambaran radiologi dimasukkan maka spesifisitas meningkat
menjadi 82% sedangkan sensitivitas menjadi 34%.
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini adalah terapi cairan IVFD KAEN IB
gtt 8 makro, pemberian antibiotik (Ceftazidime 3x400 mg) secara intravena dan
pengobatan sistemik ( Paracetamol syr 3x4 ml, Ondansentron 1 mg k/p, Ranitidin
e 2x5 mg ). Hal utama dalam tatalaksana pneumonia adalah pengobatan dari
etiologinya, dalam hal ini berupa pengobatan terhadap bakteri sebagai etiologi
utama pneumonia dalam negara berkembang.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar A. and Dharmayanti I., 2014, Pneumonia pada Anak Balita di Indo
nesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8, 360.

2. World Health Organization. Pneumonia [Internet]. WHO. 2021 [cited 202


2 Jan 28]. Available from: https://www.who.int/news-room/factsheets/deta
il/pneumonia

3. Kumar V, Abbas AK AJ. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia:


Elsevier; 2015. 687 p.

4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2019. 2019. 28–28


p.

5. Pahal P, Rajasurya V SS. Typical Bacterial Pneumonia. StatPearls [Interne


t] [Internet]. 2021; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/N
BK534295/

6. Cilloniz C, Martin-Loeches I, Garcia-Vidal C, San Jose A TA. Microbial


Etiology of Pneumonia: Epidemiology, Diagnosis and Resistance Patterns.
Int J Mol Sci [Internet]. 2016; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.g
ov/pmc/articles/PMC5187920/

7. Gariana LA, Putri SF Y. Hubungan Faktor Risiko dan Karakteristik Gejala


Klinis dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Correlation of Risk Factor
s and Clinical Characteristics with the Incidence of Pneumonia in Children
under Five Years. Glob Med Heal Commun. 2016;4(1):26–32.

8. Sinaga FTY. Faktor Risiko Bronkopneumonia pada Usia Dibawah Lima T


ahun yang dirawat Inap di RSUD DR. H. Abdoel Moeloek Provinsi Lamp
ung Tahun 2015. Fak Kedokt Univ Malahayati. 2018;4(2):154–64.

9. Ebeledike C AT. Pediatric Pneumonia. StatPearls [Internet] [Internet]. 202


1; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/

10. Jain V, Vashisht R, Yilmaz G et al. Pneumonia Pathology. StatPearls [Inte


rnet] [Internet]. 2021; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/book
s/NBK526116/

11. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB BR. Nelson Ilmu Kesehatan An
ak Esensial.Edisi Update Keenam. 6th ed. Jakarta: Elsevier; 2018. 530– 53
2p

31
12. Rahajoe N, Kartasasmita CB, Supriyatno B SD. Buku Ajar Respirologi An
ak.Edisi Pertama Cetakan keenam. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2018.

32

Anda mungkin juga menyukai