KAWASAKI DISEASE
Oleh:
Pembimbing:
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Kawasaki Disease
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitera
an Klinik di Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Fatimah Az-Zahra Provinsi
Sumatera Selatan periode 15 Agustus - 06 November 2022.
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Penulis
3
DAFTAR ISI
KAWASAKI DISEASE.........................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
STATUS PASIEN..................................................................................................6
I. IDENTIFIKASI...........................................................................................6
II. ANAMNESIS..............................................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................25
3.1 DEFINISI..................................................................................................25
3.2 EPIDEMIOLOGI........................................................................................25
3.3 ETIOLOGI................................................................................................26
3.4 PATOGENESIS..........................................................................................26
3.5 MANIFESTASI KLINIS..............................................................................27
3.6 PENEGAKAN DIAGNOSIS.........................................................................30
3.7 DIAGNOSIS BANDING.............................................................................34
3.8 TATALAKSANA.......................................................................................35
3.9 KOMPLIKASI...........................................................................................37
3.10 PROGNOSIS.............................................................................................38
BAB IV..................................................................................................................39
ANALISIS KASUS..............................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
terhadap penyakit berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan menentukan
rujukan untuk penanganan pasien selanjutnya serta mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat
kasus pasien dengan Penyakit Kawasaki sebagai bahan pembelajaran dalam upaya
ketepatan penegakan diagnosis, pemberian terapi yang adekuat, hingga
komplikasi yang dapat terjadi.
6
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Agama : Buddha
Alamat : Palembang
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Demam terus-menerus.
Keluhan Tambahan
7
riwayat bepergian ke daerah endemis tidak ada. Ibu pasien memberikan obat
penurun panas, namun demam tidak turun. Pada demam hari ke-2, ibu pasien
membawa pasien berobat ke dokter, dikatakan menderita sakit tifus dan
diberikan obat paracetamol sirup dan antibiotik, namun keluhan tidak
membaik.
Sejak lima hari SMRS, demam masih dikeluhkan. Ibu pasien mengeluh
kedua mata pasien merah tanpa disertai kotoran, bibir pasien kering dan
pecah-pecah, terdapat bengkak pada punggung tangan dan punggung kaki,
disertai bengkak pada sendi-sendi jari tangan dan kaki pasien. Ibu pasien
memberikan obat penurun panas yaitu paracetamol sirup, namun keluhan
tidak membaik.
Sejak dua hari SMRS, demam masih ada, Ibu pasien mengatakan muncul
bercak-bercak kemerahan yang pertama kali muncul pada lutut, lalu
menyebar ke telapak tangan dan telapak kaki pasien. Orang tua pasien
membawa pasien berobat ke RSUD Siti Fatimah Az-Zahra.
Riwayat Pengobatan
8
RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
PBL : 50 cm
2. Riwayat Nutrisi
- Usia 0-6 bulan : ASI eksklusif
- Usia 9-12 bulan : Bubur MPASI 3 x sehari dan ASI
- Usia 12-24 bulan : Makanan keluarga (nasi dan bubur, lauk
pauk, sayur 3 x sehari), snack (buah 1 x sehari), dan ASI 3 x sehari
- Usia 24 bulan-sekarang : Makanan keluarga (nasi, lauk pauk, sayur 3
x sehari), snack (buah 1 x sehari), susu formula 3 x sehari
9
3. Riwayat Imunisasi
Interpretasi: Imunisasi dasar PPI sesuai usia tidak lengkap dan booster belum
pernah diberikan
4. Riwayat Perkembangan
Ya : 10
10
Interpretasi: Perkembangan anak sesuai usia
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Keadaan Umum
Suhu : 39,3C
Keadaan Spesifik
Kepala
Mulut : Bibir merah (+), bibir kering (+), bibir pecah-pecah (+),
Thorax
11
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, eritema pada telapak tangan (-), edema punggung
tangan (+), bengkak pada sendi jari tangan (+)
Inferior : Akral hangat, eritema pada telapak kaki (+), edema punggung
kaki (+), bengkak sendi jari kaki (+)
Suhu : 38,9C
Status Antropometri
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 96 cm
Lingkar kepala : 51 cm
BB Ideal : 14 kg
12
Status gizi : gizi baik perawakan normal
BB/U
TB/U
13
Kesan: 0 < Z < 1 SD (normoheight)
BB/TB
IMT/U
14
Lingkar Kepala
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normosefali
cahaya (+/+)
Hidung : Tampak luar tidak ada kelainan, nafas cuping hidung tidak ada,
Mulut : Bibir merah (+), bibir kering (+), bibir pecah-pecah (+),
15
Telinga : Tampak luar tidak ada kelainan, sekret tidak ada, nyeri tekan
tidak ada
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kanan = kiri, dinamis pergerakan kanan = kiri, RR: 26x/
menit, skar tidak ada, venektasi tidak ada, retraksi dinding dada
tidak ada
Jantung
Auskultasi : BJ I-II normal, irama regular, murmur sistolik 3/6 (+) pada ICS
IV linea parasternalis sinistra, murmur sistolik 3/6 (+) pada
ICS V linea midclavicularis sinistra, gallop (-)
Abdomen
Palpasi : Lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+) pada semua kuadran abdomen, shifting dullness (-)
Ekstremitas
16
Superior : Akral hangat, CRT < 3 detik, clubbing finger (-), pucat (-), koilon
ikia (-), purpura (-), ekimosis (-), eritema pada telapak tangan (-),
edema punggung tangan (+), artritis sendi jari tangan (+)
Inferior : Akral hangat, CRT < 3 detik, clubbing finger (-), pucat (-), koilon
ikia (-), eritema pada lutut (-), eritema pada telapak kaki (+),
edema punggung kaki (+), artritis sendi jari kaki (+),
17
Gambar 4. Eritema pada telapak kaki.
Gambar 5. Edema pada punggung tangan dan artritis sendi-sendi jari tangan.
18
Gambar 6. Edema punggung kaki (lingkaran hitam) dan artritis send-sendi jari
kaki (elips biru)
3. Status Neurologis
Fungsi Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - - - -
Hematologi
Darah Rutin
19
Trombosit 227 x 103/mm3 150 - 450
Hematokrit 26.8 % 36 – 44
LED 18 mm/jam 0 – 10
Hitung Jenis
Neutrofil 89% 50 – 70
Limfosit 9% 25 – 40
Monosit 2% 2–8
Eosinofil 1% 2–4
Basophil 0% 0-1
Kimia Klinik
Elektrolit
Meningkat, hipokalemia
20
Hematologi
Darah Rutin
Hematokrit 37 % 36 – 44
LED 7 mm/jam 0 – 10
Hitung Jenis
Neutrofil 52% 50 – 70
Limfosit 25% 25 – 40
Monosit 2% 2–8
Eosinofil 1% 2–4
Basophil 0% 0-1
Elektrolit
21
b. Pemeriksaan Radiologi
Kesan:
V. RESUME (ribgkasan)
An. QVA, 2 tahun 10 bulan, mengeluh demam naik turun, suhu tertinggi
mencapai 40C sejak satu minggu SMRS. Demam tidak turun dengan pemberian obat
penurun panas. Ibu pasien juga mengeluh kedua mata anaknya merah tanpa disertai
kotoran, bibir pasien kering dan pecah-pecah, dan kedua tangan dan kaki penderita
terlihat bengkak, disertai bengkak pada sendi-sendi jari tangan dan kaki pasien, dan
bercak kemerahan dimulai pada leher kemudian menyebar ke kedua telapak tangan
dan telapak kaki. Pasien dibawa ke RSUD Siti Fatimah, saat dilakukan pemeriksaan di
IGD, didapatkan pasien mengalami demam dengan suhu 39,3C. Pada pemeriksaan
fisik keesokan harinya, demam turun namun tidak mencapai suhu normal yaitu
sebesar 38,9C, terdapat konjungtivitis non eksudatif pada kedua mata, bibir kering
22
dan pecah-pecah, strawberry tongue, edema pada punggung tangan dan kaki, serta
artritis sendi-sendi jari tangan dan kaki. Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan
anemia, leukositosis, LED meningkat, neutrofilia, limfopenia, CRP meningkat, dan
hipokalemia. Dari pemeriksaan ekokardiografi, didapatkan kesan minimal pericardial
effusion + perivascular brightness RCA + dilatasi RCA + dilatasi RMCA + moderate
mitral regurgitation + mild tricuspid regurgitation.
- Strawberry tongue
- Kawasaki Disease
- Campak
- Scarlet Fever
Kawasaki Disease
IX. TATALAKSANA
1. Non Farmakologis
23
- IVFD KaEN 1B gtt 13 makro
2. Farmakologis
- Aspirin 3 x 400 mg PO
3. Edukasi
X. PROGNOSIS
24
Follow-Up
Rabu, S: P:
14/9/2022
Demam tidak ada Aspirin 3 x 400
pukul 07.00 mg pulvus PO
WIB O: (Aspirin 3x5
Keadaan umum: Tampak sakit sedang tab pulvus PO)
Kesadaran: Compos mentis (E4M6V5)
TD: 90/70 mmHg
Nadi: 110x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup
RR: 26x/menit, regular
T: 37oC
SpO2: 99% room air
Keadaan Spesifik
Kepala: Injeksi konjungtiva bilateral non
eksudatif (-/-) perbaikan, pupil bulat dan isok
or, refleks cahaya (+/+)
Mulut: Bibir kering (-) perbaikan, bibir
pecah-pecah (-) perbaikan, strawberry
tongue (-) perbaikan
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thorax: Dada simetris, retraksi (-),
Paru-paru: dalam batas normal
Jantung: Iktus kordis tidak terlihat dan tidak te
raba, BJ I-II normal, irama reguler, murmur
sistolik 3/6 (+) pada ICS IV linea
parasternalis sinistra, murmur sistolik 3/6
(+) pada ICS V linea midclavicularis
25
sinistra, gallop (-)
A:
Kamis, S: P:
15/9/2022
Demam tidak ada Aspirin 3x400
pukul 07.00 mg PO (aspirin
WIB O: 3x5 tab PO)
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Pasien
Kesadaran: Compos mentis (E4M6V5)
diperbolehkan
TD: 90/60 mmHg
pulang
Nadi: 90x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup
RR: 24x/menit, regular
T: 36,8oC
SpO2: 100% room air
Keadaan Spesifik
Kepala: Injeksi konjungtiva bilateral non
eksudatif (-/-) perbaikan, pupil bulat dan isok
or, refleks cahaya (+/+)
Mulut: Bibir kering (-) perbaikan, bibir
pecah-pecah (-) perbaikan, strawberry
26
tongue (-) perbaikan
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thorax: Dada simetris, retraksi (-),
Paru-paru: dalam batas normal
Jantung: Iktus kordis tidak terlihat dan tidak te
raba, BJ I-II normal, irama reguler, murmur
sistolik 3/6 (+) pada ICS IV linea
parasternalis sinistra, murmur sistolik 3/6
(+) pada ICS V linea midclavicularis
sinistra, gallop (-)
A:
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Penyakit Kawasaki (PK) dikenal sebagai penyakit dengan kumpulan gejala
inflamasi pada jaringan kulit, mukosa, dan kelenjar getah bening.7 Penyakit
27
Kawasaki merupakan sindrom mukokutan dan kelenjar getah bening dengan
gejala demam akut disertai vaskulitis multisistem, terutama menyerang anak usia
di bawah 5 tahun.1 Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh dr. Tomisaku
Kawasaki tahun 1967 di Jepang sebagai mucocutaneous lymph node syndrome.2
Definisi lain menyebutkan penyakit Kawasaki adalah vaskulitis akut yang dapat
sembuh sendiri, tetapi yang belum diketahui penyebabnya dengan predileksi pada
arteri koroner bayi dan anak.8
3.2 Epidemiologi
Penyakit Kawasaki ditemukan hampir di seluruh dunia dan menyerang
semua ras dan jenis kelamin. Perbandingan insidensi Penyakit Kawasaki pada
anak laki-laki dan perempuan adalah 3:2 dan 76% mengenai anak berusia di
bawah 5 tahun.8 Insidensi penyakit Kawasaki meningkat pada beberapa tahun
terakhir, terutama pada ras Asia seperti Jepang, Korea, dan Taiwan yaitu 69
hingga 218 kasus per 100.000 anak usia di bawah 5 tahun. 2 Tingginya insidensi
pada ras Asia menunjukkan predisposisi genetik serta interaksinya dengan
lingkungan. Di Jepang, insidensi penyakit ini sebanyak 218,6 per 100.000 pada
anak berusia 0–4 tahun.8
Di Indonesia sendiri diperkirakan terdapat sekitar 5.000 kasus baru setiap
tahun, tetapi kasus yang dapat didiagnosis tercatat kurang dari 200 kasus per
tahun atau hanya 4% kasus sehingga masih ada sekitar 96% kasus PK di
Indonesia yang belum terdeteksi. Selama periode tahun 2003 hingga 2013, di
Indonesia hanya dilaporkan 667 kasus PK. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang periode Januari
2014-November 2016 ditemukan 6 kasus PK.4
3.3 Etiologi
Etiologi PK belum diketahui pasti. Berdasarkan data klinis, imunologis
dan epidemiologis, PK diduga dicetuskan oleh respons imun akibat infeksi pada
orang yang secara genetik berisiko PK. Namun hingga kini belum dapat
dibuktikan apakah PK termasuk infeksi bakteri, virus, atau jamur. 2,5 Beberapa
28
peneliti menduga PK disebabkan infeksi virus, karena umumnya menyerang anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun, kejadian meningkat pada musim dingin dan semi,
gambaran klinis menyerupai infeksi virus, dan bersifat swasirna. Virus yang
diduga penyebab PK yaitu EpsteinBar virus, Mycoplasma pneumoniae, Varicella-
Zoster Virus, dan Human Adenovirus, tetapi belum dapat dibuktikan.2,4
Rowley dkk. menduga patogenesis PK akibat infeksi yang masuk ke sel
epitel mukosa saluran nafas melalui inhalasi. Hal ini berdasarkan penemuan sel
plasma Ig A dan viral like cytoplasmic inclusion bodies pada jaringan inflamasi
pasien PK.2 Peneliti lain menduga faktor genetik berperan penting pada PK. Etnis
tertentu misalnya Jepang memiliki risiko PK lebih tinggi. Penyakit Kawasaki
diduga berhubungan dengan gen tertentu seperti SLC11A1, sehingga lebih banyak
ditemukan pada orang Jepang.7 Anak dengan saudara kandung menderita PK
kemungkinan 6-30 kali lebih berisiko, dan anak dengan orang tua pernah
menderita PK kemungkinan 2 kali lebih berisiko menderita PK.2,4,5
3.4 Patogenesis
Patogenesis PK belum diketahui pasti. Sebuah hipotesis patogenesis
penyakit Kawasaki adalah “sistem homeostasis protein”, yaitu setelah sebuah
infeksi oleh patogen yang tidak diketahui, protein patogen yang dihasilkan
menyebar dan mengikat sel endothelial arteri koroner sebagai sel target utama.
Hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh sebuah gen pada anak di Jepang, yang
diduga memberikan kontribusi untuk kerentanan terhadap penyakit Kawasaki, lesi
arteri koroner, resistensi terhadap pengobatan, gejala klinis penyakit Kawasaki
yang tidak lengkap, dan penanda klinis lainnya. Perubahan ekspresi gen CASP3
dalam sistem kekebalan sel efektor berpengaruh terhadap kerentanan seorang
anak, untuk menderita penyakit kawasaki. Selain itu, sel dendritik (DC-SIGN,
CD209) telah menunjukkan fungsinya yang memicu dengan kerentanan seorang
anak terhadap penyakit Kawasaki.9,10
Pada Penyakit Kawasaki, terjadi vaskulitis sistemik pada seluruh
pembuluh darah di tubuh terutama pada arteri ukuran sedang dengan predileksi
utama pada arteri koroner di jantung. Pada fase akut dan subakut terjadi edema
29
pada endotel dan otot polos yang disertai infiltrasi sel inflamasi di dinding
vaskuler yang diawali oleh sel polimorfonuklear dan berlanjut dengan sel
mononuklear, limfosit (terutama sel T) dan sel plasma. Pada vaskular yang
terserang berat, proses peradangan terjadi pada tiga lapis dinding sehingga terjadi
dilatasi atau aneurisma. Trombus dapat terbentuk pada lumen sehingga meyumbat
aliran darah. Pada fase penyembuhan, lesi menjadi fibrotik dengan proliferasi
intima yang berakibat terjadinya stenosis atau sumbatan vaskular tersebut. Pada
fase subakut, kadar semua jenis imunoglobulin meningkat yang menandakan
terjadinya respons antibodi yang hebat. Hingga saat ini belum jelas apakah
kerusakan arteri koroner disebabkan oleh agen etiologik, respons imun penjamu
atau keduanya.11
30
bengkak dan kering, faring hiperemis, dan lidah merah dengan papil yang
menonjol disebut strawberry tongue ditemukan hampir pada semua kasus PK fase
akut.1,2,4
Perubahan ekstremitas khas berupa eritema telapak tangan dan kaki, edema
non pitting pada lengan dan tungkai disertai nyeri yang menyebabkan pasien sulit
menggenggam benda dan berjalan. Eksantema polimorfik ditemukan pada >80%
kasus PK, umumnya setelah 2-5 hari demam. Eksantema ini dapat berupa
skarlatiniformis, morbiliformis, eksantema urtikaria atau kombinasi ketiganya.
Eksantema polimorfik dimulai di wajah, menyebar ke badan, ekstremitas, dan
menyatu pada perineum. Limfadenopati servikal ditemukan pada 50-75% kasus
PK, umumnya unilateral, nyeri, diameter ≥1,5 cm, keras, tidak berfluktuasi, dan di
atas kulit eritema.1,2,4
Penyakit Kawasaki merupakan inflamasi multisistem yang menimbulkan
beberapa gangguan organ dan jaringan lain. Pada fase akut PK, dapat ditemukan
gangguan muskuloskeletal (artritis dan artralgia), gastrointestinal (diare, nyeri
abdomen, hepatitis, dan hydrops of gallbladder), genitourinarius (uretritis),
neurologik (meningitis aseptik), kardiovaskular (takikardi, S3 gallop, efusi
perikardium, penurunan fungsi ventrikel kiri, dan kardiomegali), serta gangguan
lain, yaitu otitis, eritema dan indurasi pada bekas parut vaksin BCG.1,2,4
31
a) Konjungtivitis bilateral non eksudatif, dengan konjungtiva kemerahan
(conjunctival injections).
b) Strawberry tongue, merah cerah, bibir bengkak dengan lecet vertikal dan
perdarahan.
c) Kemerahan pada kulit sampai di daerah perineum (erythematous rash).
d) Eritema pada telapak tangan, disertai nyeri dan bengkak pada punggung
tangan.
e) Eritema telapak kaki, disertai nyeri dan bengkak pada punggung kaki.
f) Kulit pada jari mengelupas (deskuamasi).
g) Kemerahan dan penebalan pada bekas suntikan imunisasi BCG.
h) Kulit sekitar anus mengelupas (deskuamasi).
2. Fase Subakut
Pada fase subakut terjadi perbaikan demam, limfadenopati, dan eksantema.
Pada fase ini terjadi deskuamasi periungual pada jari tangan dan/atau kaki,
terutama 2-3 pekan setelah awitan demam. Pada kasus berat, deskuamasi dapat
meluas ke telapak tangan dan kaki. Selama fase subakut, gangguan kardiovaskuler
mulai terlihat jelas terutama pada pasien yang tidak diobati. Gangguan
kardiovaskuler dapat berupa dilatasi/aneurisma arteri koroner, efusi perikardium,
dan infark miokard. Gambaran klinis lain fase subakut adalah artritis sendi besar,
yaitu lutut dan pergelangan kaki serta terjadi trombositosis mencapai
≥1.000.000/mm3.2,4,12
3. Fase Konvalesen
Fase konvalesen dimulai saat semua tanda klinis hilang dan nilai trombosit
dan laju endap darah kembali normal, biasanya antara 6-8 minggu setelah timbul
demam.7 Pada fase konvalesen sering ditemukan garis transversal sepanjang kuku
yang disebut Beau’s lines, namun gambaran ini tidak spesifik untuk PK. Pada fase
ini anak menunjukkan perbaikan klinis tetapi kelainan jantung dapat terus
berlangsung. Evaluasi kondisi jantung dilakukan pada fase ini dan jika ditemukan
aneurisma, kondisi jantung dievaluasi kembali satu tahun kemudian. Pada fase ini,
32
pembuluh darah yang terkena mengalami penyembuhan, remodeling, dan
scarring.2
33
Pasien demam tinggi ≥5 hari disertai <4 kriteria klinis PK dapat dianggap
sebagai PK tidak lengkap bila gambaran ekokardiografi ditemukan abnormalitas
arteri koroner. Diagnosis PK tidak lengkap, ditegakkan berdasarkan kriteria klinis,
laboratorium, dan ekokardiografi yang mendukung diagnosis PK.4
Kriteria laboratorium yang mendukung diagnosis PK yaitu: albumin ≤3,0
g/dl, anemia, peningkatan SGOT dan SGPT, jumlah trombosit ≥450.000/mm3,
leukosit ≥15.000/mm3, pemeriksaan urinalisis menunjukkan leukosit ≥10/LPB.
Jika ≥3 kriteria laboratorium tambahan positif, diagnosis penyakit Kawasaki dapat
dibuat. Anak harus dilakukan ekokardiografi dan diterapi. Jika <3 kriteria
laboratorium tambahan positif, ekokardiografi jantung perlu dilakukan. Jika
negatif, tetapi demam berlanjut, ekokardiografi ulangan perlu dilakukan. Jika
ekokardiografi negatif dan demam menurun, penyakit Kawasaki tidak dapat
ditegakkan. Jika ekokardiografi positif, anak diterapi sebagai penyakit Kawasaki.
Gambaran ekokardiografi yang mendukung diagnosis PK yaitu perivascular
brightness, lack of tapering, penurunan fungsi ventrikel kiri, regurgitasi mitral,
efusi perikardial, skor Z LAD atau RCA senilai 2-2,5.2,4
Anak berusia <6 bulan menunjukkan gambaran klinis tidak khas, tetapi
berisiko tinggi mengalami abnormalitas arteri koroner. Anak <6 bulan yang
demam ≥7 hari tanpa penyebab jelas perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Ekokardiografi diperlukan jika ditemukan abnormalitas laboratorium yang
mendukung diagnosis PK.2,4
34
c. Infeksi konjungtiva bulbar bilateral tanpa eksudat
d. Perubahan pada bibir dan rongga mulut: eritema, bibir kering, strawberry
tongue, infeksi mukosa mulut dan faringeal yang menyebar
3. Limfadenopati servikal (diameter >1,5 cm) biasanya unilateral.
4. Menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala klinis yang sama.
Diagnosis Kawasaki disease dapat ditegakkan bila terdapat demam >5 hari
dan sedikitnya terdapat 4 dari 5 karakteristik di atas.13
Pasien dengan demam >5 hari dan memenuhi kurang dari 4 kriteria di atas
dapat didiagnosis Kawasaki disease bila ditemukan abnormalitas arteri
koronaria melalui ekokardiografi.13
Pasien yang memenuhi ≥4 kriteria di atas ditambah dengan demam, dapat
didiagnosis Kawasaki disease pada hari sakit ke-4, tanpa menunggu hari sakit
ke-5.13
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax
Foto thorax biasanya tidak banyak memberi informasi, meskipun demikian,
dapat ditemukan kardiomegali jika terjadi miokarditis atau kelainan arteri
koroner atau regurgitasi katup yang berat.12
2. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan Elektrokardiografi harus dilakukan saat diagnosis ditegakkan.
EKG dapat menunjukkan gambaran voltage QRS rendah, perubahan
gelombang ST: elevasi atau depresi, QTc memanjang. Gelombang Q yang
abnormal (lebar dan dalam) pada hantaran ekstremitas atau prekordial
menunjukkan adanya infark miokard.12
3. Pemeriksaan Laboratorium13
Leukositosis "shift to the left" dan anemia
35
Peningkatan kadar CRP dan ESR
Trombositosis (biasanya >450.000/mm3) terjadi pada hari ke 7
Piuria (akibat uretritis)
Peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia dengan hiperbilirubinemia
ringan (terjadi pada 10% kasus)
Peningkatan enzim jantung troponin-1(menggambarkan adanya kerusakan
miokardia)
Kadar lipid abnormal: penurunan HDL terjadi pada saat sakit, total
kolesterol normal, kadar trigliserid meningkat.
4. Ekokardiografi
Tujuannya untuk mendeteksi adanya aneurisma arteri koronaria dan berbagai
disfungsi kardiak lainnya.13
a. Aneurisma arteri koronaria terjadi sebelum hari ke 10, selama periode itu
terjadi beberapa peningkatan:13
Arteritis koronaria
Penurunan fungsi sistolik LV
Terjadi regurgitasi katup mitral ringan
Efusi perikardial
b. Konfigurasi, ukuran, nomor, ada atau tidaknya intraluminal atau mural
trombus sebaiknya ditelaah lebih lanjut.13
5. Kateterisasi Jantung
36
Peran kateterisasi dan angiografi diperlukan pada kasus yang secara
ekokardiografi ditemukan aneurisma yang besar atau multipel, tanda iskemia
secara klinis atau pada EKG, dan pemantauan jangka panjang pasien dengan
risiko lesi koroner stenosis atau oklusif.12
Pada daerah dengan prevalensi tinggi, morbili sulit dibedakan dengan PK.
Pada kedua penyakit kedua penyakit ini didapatkan injeksi konjungtiva serta
edema lengan dan tungkai. Pada morbili, eksantema awalnya timbul di belakang
telinga dan bercak koplik di rongga mulut, serta ditemukan leukopenia, penurunan
LED, dan measles antibody IgM positif. Gambaran klinis infeksi adenovirus dan
enterovirus menyerupai PK. Pada infeksi adenovirus injeksi konjungtiva disertai
eksudat dan pada perineum tidak ditemukan eksantema. Pada pemeriksaan
laboratorium infeksi enterovirus tidak ditemukan peningkatan LED dan C-
Reactive Protein (CRP).2,4
37
Penyakit Kawasaki menyerupai scarlet fever karena ditemukan strawberry
tongue, edema ekstremitas, dan deskuamasi telapak tangan dan kaki, namun
demam pada scarlet fever berespons terhadap antibiotik dan hasil rapid
streptococcal test pada biakan tenggorok positif. Pada SSSS ditemukan
deskuamasi generalisata lebih dini, tanda Nikolsky positif serta erosi dan krusta
yang tidak ditemukan pada PK. Sindrom Steven Johnson hampir menyerupai PK,
namun pada SSJ ditemukan ulserasi mukosa disertai kadar LED dan CRP normal
atau sedikit meningkat. Adanya edema ekstremitas dan deskuamasi telapak tangan
dan kaki pada TSS menyerupai PK. Perbedaannya terdapat pada durasi demam,
adanya diare dan hipotensi pada TSS.2,4
3.8 Tatalaksana
Semua pasien diduga PK harus dirawat inap dan ditangani multidisiplin
ilmu kedokteran dengan tujuan untuk observasi, monitoring fungsi jantung, dan
tatalaksana manifestasi sistemik. Penatalaksanaan PK bertujuan mencegah
komplikasi kardiovaskuler dengan mengurangi inflamasi arteri koroner,
miokardium, dan mencegah trombosis, serta mengurangi gejala simptomatik.
Terapi pilihan PK fase akut adalah imunoglobulin intravena (IGIV) dan aspirin.
Sekitar 15% pasien PK akut tidak berespons dengan terapi awal IGIV dan
memerlukan terapi lain yaitu IGIV dosis tambahan, kortikosteroid, infliximab,
siklosporin, dan metotreksat.4
38
Tabel 1. Efek Samping Imunoglobulin Intravena4
Aspirin
Asam asetilsalisilat harus diberikan bersamaan dengan terapi IVIG untuk
mengurangi risiko komplikasi pada jantung; diberikan dosis tinggi di awal
penyakit (80-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 kali pemberian) hingga 2-3 hari bebas
demam, dilanjutkan dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu hingga
komplikasi jantung dapat disingkirkan.7
Aspirin dosis tinggi diberikan untuk memperoleh efek antiinflamasi selain
efek antitrombosis. Aspirin dihentikan jika ekokardiografi pada pekan 2-3 dan 6-8
serta kadar CRP dalam batas normal. Efek samping aspirin berupa perdarahan,
asma, penurunan fungsi hati dan ginjal, perdarahan gastrointestinal, urtikaria,
ruam, dan hilang selera makan.4
Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan terapi utama pada penyakit vaskulitis, sehingga
secara logis dapat juga berperan pada penyakit Kawasaki, tetapi pada
kenyataannya penggunaan kortikosteroid pada terapi fase awal penyakit Kawasaki
masih diperdebatkan.8 Metilprednisolon intravena dosis denyut 30 mg/kgBB/hari
selama 3 hari diberikan pada pasien resisten atau diduga resisten terapi awal IGIV.
Efek samping metilprednisolon yaitu sinus bradikardi, hipertensi, hiperglikemia,
dan hipotermia.4
39
Kortikosteroid dapat menurunkan insidensi aneurisma arteri koroner jika
dikombinasikan dengan aspirin, tetapi penelitian tambahan masih dibutuhkan
untuk meneliti kapan kortikosteroid dapat diberikan pada kombinasi IGIV dan
aspirin. Saat ini kortikosteroid hanya diberikan bila penyakit Kawasaki tidak
berespons pada pemberian kombinasi IGIV dan aspirin.8
3.9 Komplikasi
Penyakit Kawasaki bersifat swasirna dan angka kematian sangat rendah,
berkisar 1-5% dan cenderung menurun, namun, komplikasi kardiovaskuler
bersifat progresif dan menetap. Infark miokard terjadi akibat trombosis aneurisma
atau stenosis arteri koroner. Ruptur aneurisma jarang ditemukan, umumnya timbul
pada bulan pertama setelah awitan. Miokarditis selama fase akut terjadi >50% dan
umumnya membaik dengan terapi IGIV.2,4
Penyakit Kawasaki dapat menyebabkan vaskulitis (radang pembuluh
darah), terutama pada jantung. Lesi jantung dapat berupa dilatasi koroner (76%),
aneurisma koroner (4%), aneurisma koroner besar (0,6%), penyempitan koroner
(0,3%), dan lesi katup (20%). Aneurisma ini dapat mengakibatkan infark miokard
(serangan jantung) pada anak.9
Pasien dengan penyakit Kawasaki yang mengalami komplikasi pada
jantung, dapat berupa lesi arteri koroner yaitu aneurisma dengan kalsifikasi dan
trombus. Pada keadaan seperti ini, pasien memerlukan tindakan operasi bypass
arteri koroner, dengan arteri mamaria interna kiri sebagai pilihan pertama bypass
graft, karena patensi dan kelangsungan hidup pasien jangka panjang cukup
memuaskan.9
3.10 Prognosis
Dengan terapi awal, gejala akut dapat diatasi dan risiko aneurisma arteri
koroner sangat berkurang. Meskipun tidak diobati, sebenarnya gejala penyakit
Kawasaki yang akut juga membaik, tetapi risiko terjadinya aneurisma arteri
koroner jauh lebih besar. Secara keseluruhan, sekitar 2% pasien akan meninggal
karena komplikasi nodular koroner. Secara keseluruhan, komplikasi yang
40
mematikan pada pasien yang telah mendapatkan terapi dini sangat langka,
dibandingkan dengan yang tidak. Pasien dengan Penyakit Kawasaki seharusnya
diperiksa EKG pada tahap awal, setiap beberapa minggu, dan kemudian setiap 1
atau 2 tahun, untuk pemantauan komplikasi pada jantung.9
41
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, diagnosis banding campak dan scarlet fever dapat
disingkirkan. Pada campak, terjadi demam terjadi terus-menerus disertai gejala
prodromal seperti batuk, pilek, nyeri menelan, stomatitis, konjungtivitis, terdapat
ruam makulopapular yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga,
menyebar ke wajah, leher, sedangkan pada pasien ini tidak ada gejala prodromal
seperti pada campak, bercak kemerahan awalnya timbul di lutut, lalu menyebar ke
telapak tangan dan kaki. Penyakit Kawasaki menyerupai scarlet fever karena
ditemukan strawberry tongue dan edema ekstremitas, namun pada scarlet fever
terjadi demam tinggi disertai menggigil disertai ruam merah pada wajah dan
ekstremitas, dan demam pada scarlet fever respon terhadap antibiotik, hal tersebut
tidak sesuai dengan kondisi pasien. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik, pasien memenuhi karakteristik untuk didiagnosis sebagai Penyakit
Kawasaki, meliputi demam terus-menerus selama lebih dari 5 hari, kemudian
pasien memenuhi 4 dari 5 karakteristik klinis Penyakit Kawasaki, yaitu terdapat
eritema pada telapak kaki, edema manus dan pedis, ruam pada lutut, telapak
tangan, dan telapak kaki, konjungtivitis bilateral non eksudatif, bibir merah,
42
kering, pecah-pecah, serta strawberry tongue sehingga diagnosis Kawasaki
disease dapat ditegakkan.
Pada pasien ini, penyakit Kawasaki yang dialami sedang berada di fase
akut karena perjalanan penyakit <10 hari, ditandai dengan gejala utama berupa
demam tinggi (lebih dari 39C), injeksi konjungtiva non eksudatif, bibir kering
dan pecah-pecah, strawberry tongue, eritema pada telapak kaki, eksantema
polimorfik, serta adanya gejala kardiovaskuler berupa dilatasi arteri koronaria
kanan, regurgitasi katup mitral dan tricuspid, serta efusi perikardial minimal, dan
gangguan sistem organ lain yaitu sistem muskuloskeletal berupa artritis sendi
kecil (sendi-sendi jari tangan dan kaki).
43
dikombinasi dengan aspirin oral dosis tinggi yaitu 80-100 mg/kgBB/hari yang
dibagi dalam 3-4 dosis. Pada pasien ini, terapi IVIG dimulai pada hari ke-9
dihitung dari hari pertama demam, dengan dosis 30 gram, diberikan sebanyak 6
vial x 5 gram drip dalam 50 ml, habis dalam 10 jam. Pasien diberikan aspirin
dengan dosis tinggi sebanyak 1200 mg atau 3x5 tablet diberikan dalam bentuk
pulvus selama 3 hari bebas demam.
Selama terapi juga harus diperhatikan efek samping obat yang dapat
timbul pada pasien. IVIG dapat menyebabkan nyeri kepala, kemerahan, gatal,
bengkak, atau nyeri di tempat suntikan, fatigue, mual dan muntah, nyeri perut,
diare, hilang nafsu makan, nyeri sendi dan otot, reaksi alergi obat, bahkan efek
samping berat seperti sesak napas, spasme bronkial, nyeri dada, gangguan sensari
rasa, dan reaksi anafilaksis. Efek samping dari aspirin juga harus diperhatikan,
meliputi perdarahan, penurunan fungsi hati dan ginjal, perdarahan
gastrointestinal, urtikaria, ruam, dan hilang selera makan.
Paska pemberian IVIG dalam waktu 24 jam, demam turun dan deskuamasi
pada bibir mengalami perbaikan. Setelah 2x24 jam pasca pemberian IVIG,
eritema telapak tangan dan kaki berkurang, edema punggung tangan dan kaki
berkurang, artritis sendi-sendi jari tangan dan kaki berkurang yang menandakan
bahwa terapi pada fase akut berhasil. Setelah bebas demam 3 hari, dosis aspirin
akan diturunkan dimulai dari 3-5 mg/kgBB/hari. Pada pasien dapat diberikan
3x80 mg atau setara dengan 3x1 tablet diberikan dalam bentuk pulvus selama 6-8
minggu.
Prognosis quo ad vitam pada Penyakit Kawasaki adalah baik karena dari
terdapat perbaikan klinis pasien dan angka kematian PK sangat rendah, yaitu
0,01-0,2% kasus. Prognosis quo ad sanationam adalah baik karena angka
kekambuhannya rendah yaitu sebesar 3% kasus. Prognosis quo ad functionamnya
dubia ad malam karena pada pasien ini terdapat abnormalitas arteri koroner
kanan, yaitu dilatasi kecil.
Edukasi yang dapat diberikan kepada orang tua saat memulangkan pasien
adalah pada hari ke-4 bebas demam, dosis aspilet diturunkan menjadi 3x1 tablet
44
dan harus diminum secara teratur. Kemudian, orang tua harus membawa anaknya
untuk kontrol kembali satu minggu sekali ke dokter spesialis anak konsultan
kardiologi dan diperiksa ekokardiografi untuk memantau kondisi jantung anak
apakah terjadi perbaikan atau perburukan.
DAFTAR PUSTAKA
45
erstanding the Pathogenesis of Kawasaki Disease by Network and Pathway
Analysis, Computational and Mathematical Methods in Medicine. 2015;201
3:17.
11. Maret DAFKUS. Penyakit Kawasaki.
12. Ratnasari DT, Lumintang H, Rosvanti TIA, Sandra E. Manifestasi Kulit dan
Mukosa pada Penyakit Kawasaki (Skin and Mucosal Manifestation of Kawa
saki Disease). Berk Ilmu Kesehat Kulit Kelamin. 2010;22:34–9.
13. Sriwijaya DKAFKU. Penyakit Kawasaki Dalam Panduan Praktik Klinik (PP
K) Departemen/SMF Kesehatan Anak RSMH. 2016.
14. Newburger J, Takahashi M, Gerber M, Taubert K, FAlace D, Pallasch TJ, et
al. Diagnosis, treatment, and long-term management of Kawasaki disease. C
irculation 2004; 110: 2747- 71.
46