Anda di halaman 1dari 31

`Laporan Kasus

INFERTILITAS
ET CAUSA SINDROM KALLMANN

Oleh:
Utami Dian Rana, S.Ked 04054822022092
Chindy Oktrisna Putri, S.Ked 04054822022052
Fahira Anindita, S.Ked 04054822022196
Vincent Scorsinni, S.Ked 04054822022081
Muhammad Musa, S.Ked 04054822022121
Sherly Malakiano, S.Ked 04054822022022

Pembimbing:
dr. R. M. Aerul Cakra Alibasyah, SpOG (K)

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

INFERTILITAS ET CAUSA SINDROM KALLMANN

Oleh:
Utami Dian Rana, S.Ked 04054822022092
Chindy Oktrisna Putri, S.Ked 04054822022052
Fahira Anindita, S.Ked 04054822022196
Vincent Scorsinni, S.Ked 04054822022081
Muhammad Musa, S.Ked 04054822022121
Sherly Malakiano, S.Ked 04054822022022

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
Periode 18 Agustus s.d. 21 September 2020

Palembang, September 2020

dr. R. M. Aerul Cakra Alibasyah, SpOG (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Anemia dalam
Kehamilan.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat kepaniteraan klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. R. M. Aerul Cakra Alibasyah,
SpOG (K) selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan pengayaan
selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
Bab I Pendahuluan..........................................................................................1
Bab II Status Pasien..........................................................................................3
Bab II Tinjauan Pustaka.................................................................................10
Bab II Analisis Kasus.....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Idiopathic hypogonadotropic hypogonadism (IHH) adalah kelainan


reproduksi langka yang ditandai dengan kegagalan gonad akibat defisiensi
sintesis, sekresi atau kerja hormon gonadotropinreleasing (GnRH).1 Defisit
hormon GnRH menyebabkan penurunan kadar steroid seks yang menyebabkan
kurangnya kematangan seksual dan tidak adanya karakteristik seksual sekunder.2
IHH terbagi menjadi 2 yaitu IHH dengan anosmia atau hiposmia yang disebut
sindrom Kallmann sedangkan IHH dengan indera penciuman normal didefinisikan
sebagai normosmik IHH (nIHH). Sekitar 60% kejadian IHH merupakan sindrom
Kallman terjadi karena mutasi pada gen yang mengganggu perkembangan dan
migrasi neuron GnRH.1 Diagnosis khas terjadi ketika seorang anak gagal untuk
memulai pubertas. Kondisi ini, pertama kali dijelaskan pada tahun 1944, penyakit
genetik pediatrik langka.2 Sindrom Kallmann memiliki berbagai prevalensi mulai
dari 1: 8.000 pada pria dan 1: 40.000 pada wanita hingga 1:29.000 pada pria dan
1:130.000 pada wanita.3,4
Sindrom ini dapat disebabkan oleh mutasi pada gen Kalig-1 (pada
kromosom X) atau pada beberapa gen autosom lainnya dan harus dilakukan
pengujian.5 Sindrom Kallman ditandai dengan kurangnya pematangan seksual
selama masa pubertas. Tanda-tanda ini bisa termasuk kurangnya perkembangan
testis yang ditentukan oleh volume testis pada pria, dan kegagalan untuk memulai
menstruasi (amenore) pada wanita. Semua sifat ini terkait dengan rendahnya kadar
luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH), yang berakibat
pada rendahnya testosteron pada pria dan estrogen dan progesteron pada wanita.6

Sindrom Kallmann merupakan salah satu etiologi dari infertilitas yang


terjadi pada pria.7 Menurut World Health Organization (2012), infertilitas adalah
kegagalan untuk hamil, ketidakmampuan mempertahankan kehamilan, kegagalan

1
untuk membawa kehamilan kepada kelahiran hidup. Infertilitas terdiri dari
infertilitas primer dan sekunder, infertilitas primer dimana pasangan yang gagal
untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam satu tahun
berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi dengan angka kejadian
sebanyak 62,0% dan infertilitas sekunder yaitu ketidakmampuan seseorang
memiliki anak atau mempertahankan kehamilannya dengan angka kejadian
sebanyak 38,0%.

Berdasarkan uraian di atas, pada makalah ini akan dipaparkan laporan kasus
sindrom Kallman dengan infertilitas sehingga diharapkan melalui tulisan ini
pembaca dapat memahami kasus infertilitas dengan sindrom Kallman mulai dari
definisi hingga prognosis dan implementasi nya pada simulasi pasien.

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI

Nama pasien : Tn.A

Umur/Tgl Lahir : 23 tahun / 14 maret 1997

Alamat : Palembang
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Wiraswasta

MRS : 26 Agustus 2020, Pukul 11.00 WIB


No. RM : 0001147050

II. ANAMNESIS (Tanggal 26 Agustus 2020)

Keluhan Utama

Keinginan untuk mempunyai anak dan keterlambatan pertumbuhan penis dan


testis.

Keluhan Tambahan

Tidak bisa membedakan antara bau wangi dan tidak wangi sejak kecil.

Riwayat Perjalanan Penyakit

3
Pasien mengeluhkan tidak mampu untuk ereksi dan ejakulasi. Ketidakmampuan
ereksi tidak bisa dilakukan baik saat masturbasi maupun dengan bantuan materi
pornografi. Pada saat pagi hari pasien tidak ada ereksi. Sejak lahir, orangtua
pasien memperhatikan hanya sedikit peningkatan ukuran penis pasien tidak
sebanding dengan usianya. Pasien memiliki ukuran penis yang kecil. Pasien juga
mengeluhkan tidak memiliki kemampuan untuk mencium wewangian sejak kecil.
Pasien di sunat pada usia 5 tahun. Pada saat sekolah pasien memiliki kemampuan
akademis rata-rata. Pasien merupakan anak keempat dari enam bersaudara.
Kakak dan adik pasien memiliki perkembangan yang normal dan sehat. Pada saat
ibu hamil dan persalinan tidak ada masalah. Saat lahir, ayah dan ibu pasien
masing-masing berumur 31 dan 28 tahun, tanpa riwayat kekerabatan. Riwayat
keluarganya tidak mengidentifikasi kelainan apapun kecuali ibunya memiliki
riwayat epilepsi terkontrol. Keluarga memperhatikan keterlambatan yang jelas
dari pasien. Gejala lain seperti gangguan pendengaran, kelainan bentuk ginjal,
kelainan bentuk jari, celah langit-langit atau gigi yang hilang disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi tidak ada
Riwayat kencing manis tidak ada
Riwayat asma tidak ada

Riwayat alergi tidak ada

Riwayat tumor atau keganasan tidak ada

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada
Riwayat darah tinggi tidak ada

Riwayat kencing manis tidak ada

4
Riwayat alergi tidak ada

Riwayat keganasan tidak ada

Riwayat epilepsi terkontrol ibu pasien ada.

Riwayat Pengobatan

Tidak ada.

Status Sosial Ekonomi dan Gizi :

1. Pasien bekerja sebagai pekerja di sebuah perusahan minyak.


2. Status gizi: Berat badan 75 kg, tinggi badan 184 cm, IMT 22,1 kg/m2
3. Status Pernikahan : Menikah (1 Tahun)

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 26 Agustus 2020)

Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : merasa cemas dengan penyakitnya

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 87 x/menit, isi/kualitas cukup, irama reguler

Respirasi : 19x/menit, reguler

Suhu : 36,7oC

5
BB : 55,1 kg

TB : 184 cm

IMT : 22,1 kg/m2

Pemeriksaan Keadaan Spesifik

Kepala : Normosefali, simetris, deformitas (-)

Mata : Eksoftalmus dan endoftalmus (-), konjungtiva anemis (-),


sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-), pupil isokor,
diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), pergerakan mata
ke segala arah baik.

Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-), perdarahan


(-), deformitas (-).

Telinga : Deformitas (-), MAE lapang, sekret (-), tophi (-), nyeri
tekan processus mastoideius (-), pendengaran tidak dinilai.

Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis (-), mukosa mulut dan bibir
kering (-), fisura (-), cheilitis (-)

Lidah : Atropi papil (-)

Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1, tonsil


tidak hiperemis, detritus (-)

6
Leher

Inspeksi : Tidak ada kelainan

Palpasi : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran


struma (-)

Thorax

Paru

Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal,


subkostal, suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi : Jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, HR 87 x/menit, reguler, murmur (-),


gallop (-)

Abdomen

7
Inspeksi : Datar, lemas, simetris, lihat pemeriksaan ginekologi

Perkusi : Bunyi redup di regio hipogastrium

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat. CRT <2

Pemeriksaan Genitalia (26 Agustus 2020)

Pemeriksaan Luar

Inspeksi : Eunuchoid body habitus (+), striae densitas (+),


pertumbuhan rambut tubuh hanya sedikit

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Penis:

Inspeksi : Karakteristik seksual sekunder kurang.

Palpasi : Penis lembek, dengan panjang 2,3 cm, volume sangat kecil
dengan volume kanan 0,5 cc dan kiri 0,3 cc. Skrotum
normal pada kedua sisi.

8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (26 Agustus 2020 Palembang)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hormonal

Testosteron total 0,16 ng/mL 2,8-8 ng/mL

Testosteron bebas 0,59 pg/mL 4,5-42 pg/mL

LH 0,3 mIU/mL 1,8-11,9 mIU/mL

FSH 0,4 mIU/mL 0,7-11,1 Miu/mL

Prolaktin 6,2 ng/mL 2,7-13,7 ng/mL

9
Karyotype 46XY

Pemeriksaan USG (26 Agustus 2020)

Pemeriksaan ultrasonografi pada organ perut tidak menunjukkan adanya


data yang relevan.

Pemeriksaan MRI (26 Agustus 2020)

Pada MRI menunjukkan displasia bilateral dari bulbus olfaktorius, traktus,


dan sulkus pada pasien.

Pemeriksaan Osteodensitometri

Osteodensitometri menunjukkan penurunan kepadatan tulang 0,821 g / cm3


yang tidak sesuai dengan usianya di tulang belakang lumbar, (Nilai-T 1:
−3.5, nilai Z. 2: −3.5), yang memenuhi kriteria osteodensitometri dari
klasifikasi WHO tentang osteoporosis.

DIAGNOSIS KERJA

Sindrom Kallmann

10
V. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : malam

VI. TATALAKSANA (Planning)


a. Terapi
- Untuk mengatasi kekurangan testosterone, terapi dimulai dengan
testosteron enanthate atau cypionate dengan dosis 100 mg diberikan
intramuskular setiap 7 sampai 10 hari, diberikan sampai kadar
testosteron normal.
- Pasien diberikan terapi human chorionic gonadotrophin (hCG) untuk
meningkatkan volume testis. Dosis hCG 1000 IU sekali seminggu
dan FSH 75 IU dua kali seminggu selama 6 bulan. kontrol ke dokter
kembali setelah 6 bulan terapi.
- Konsul ke bagian THT-KL untuk mengetahui gangguan pada indra
penciuman.

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

33.1 Sindrom Kallmann


3.1.1. Definisi

Hipogonadisme hipogonadotropik idiopatik (Idiopathic Hypogonadotropic


Hypogonadism/IHH) adalah kelainan genetik heterogen, yang dapat
diklasifikasikan menjadi hipogonadisme hipogonadotropik idiopatik normosmik
dan sindrom Kallmann.3

Sindrom Kallmann merupakan kombinasi hipogonadisme hipogonadotropik


dan indra penciuman yang berkurang (hiposmia) atau indra penciuman yang tidak
berfungsi normal (anosmia).2

3.1.2. Epidemiologi

Sindrom Kallman bersifat genetik dan sering dikaitkan dengan pola


pewarisan terkait X sehingga angka kejadian lebih tinggi pada pria dengan rasio
1:8000 sedangkan pada wanita 1:40000 hingga 1:29.000 pada pria dan 1:130.000
pada wanita.3,4

3.1.3. Etiologi
Sindrom Kallmann terjadi karena kerusakan pada neuron GnRH dari
hipotalamus atau diferensiasi dan migrasi ke hipotalamus selama perkembangan
embrio. Penyebab sindrom Kallmann bersifat genetik dengan pola pewarisan
terkait X, autosomal dominan atau resesif autosom namun bisa juga terjadi karena
hasil dari banyak mutasi gen yang berbeda. Faktor genetik yang menyebabkan
defisit gonadotropin dapat mempengaruhi hipotalamus atau hipofisis. Sindrom

12
Kallmann berkaitan dengan gen ANOS1 dan FGFR1, PROK2, PROKR2, FGF8
dan CHD7 namun 35-45% kasus sindrom Kallmann tidak dijelaskan oleh kelainan
genetik yang teridentifikasi saat ini.8,9

Tabel 1. Daftar Gen yang Berkaitan dengan Sindrom Kallmann.4

Gen dan Aktivitas biologis yang Reversible Oligogenisitas Warisan


protein diketahu
ANOS1 Protein matriks ekstraseluler Ya Ya X-Linked
(KAL1) memodulasi FGFR1 dan resesif
(anosmin-1) pensinyalan integrin.
Molekul panduan untuk
migrasi saraf dan
kelangsungan hidup GnRH.
FEZF1 (FEZ Penekan transkripsi yang Tidak Tidak Autosomal
family zinc mengandung Zinc Finger ditentukan ditentukan resefif
finger 1) mengatur perkembangan
otak depan dan neokorteks.
Migrasi saraf dan
kelangsungan hidup GnRH
HESX1 Represor transkripsi untuk Tidak Tidak Autosomal
(homeobox gen yang mengandung ditentukan ditentukan resesif
gene domain homeobox. Juga atau
expressed in terlibat dalam hipofisis dominan
ES cells 1) gabungan defisiensi hormon
dan displasia septooptik.
IL17RD (SEF) Regulator dan interaksi Tidak Ya Autosomal
(interleukin 17 negatif dari FGFR1. ditentukan dominan
reseptor D)
SEMA3A Panduan molekul untuk Tidak Ya Autosomal
(semaphorin- migrasi saraf GnRH dan ditentukan dominan
3A) pencarian jalur aksonal.
SOX10 (Gen Terkait dengan SRY faktor Tidak Tidak Autosomal
kotak HMG transkripsi penentu testis. ditentukan ditentukan dominan
terkait SRY Mengatur perkembangan
10) puncak saraf. Juga terlibat
dalam sindrom
Waardenburg-Shah.

13
3.1.4. Patofisiologi

Penyebab yang mendasari sindrom Kallmann atau bentuk lain dari


hipogonadisme hipogonadotropik adalah kegagalan pada hormon hipotalamus
GnRH. Istilah defisiensi GnRH terisolasi semakin sering digunakan untuk
menggambarkan kelompok kondisi sindrom Kallmann karena penyebab utama
kondisi ini dan membedakannya dari kondisi lain seperti sindrom Klinefelter atau
sindrom Turner yang memiliki beberapa gejala serupa tetapi memiliki etiologi
yang berbeda.10

Dalam 10 minggu pertama perkembangan embrio normal, neuron yang


melepaskan GnRH yang bermigrasi akan berakhir di hipotalamus. Hubungan
perkembangan sistem GnRH-1 dengan sistem olfaktorius ada pada sindrom
Kallmann. Orang dengan bentuk terkait X dari sindrom Kallman memiliki mutasi
monogenetic yang mengakibatkan anosmia (kurang penciuman) dan
hipogonadisme (kegagalan untuk menjalani perkembangan pubertas). Sindrom
Kallman menunjukkan kurangnya akson olfaktorius di otak dan sel GnRH-1 di
SSP. Molekul dapat mengubah migrasi neuron GnRH-1 dengan mengganggu
pertumbuhan normal akson sensorik penciuman. Selain itu, molekul akan
memberi sinyal agar sel GnRH-1 tidak dapat masuk ke dalam SSP atau
menyebabkan distribusi abnormal dan atau jumlah sel GnRH-1 di dalam otak
megalami defisiensi.11

Dengan demikian, molekul dapat mengubah migrasi neuron GnRH-1


dengan mengganggu pertumbuhan normal akson sensorik penciuman. Mengubah
rute migrasi spesifik GnRH-1 atau memberi sinyal molekul langsung pada sel
GnRH-1 dapat mencegah masuknya sel GnRH-1 ke dalam SSP atau menyebabkan
distribusi abnormal dan / atau jumlah sel GnRH. Akson penciuman melintasi
daerah hidung dan menargetkan dasar telencephalon berkembang sebelum migrasi
GnRH-1. Di dalam SSP, sejumlah molekul ekstraseluler yang disekresikan
mengatur migrasi neuron radial dan / atau tangensial. Selain itu, neuron yang
bermigrasi secara tangensial dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan kemokin

14
yang memberikan informasi arah ke sel yang bermigrasi. Berbagai
neurotransmitter terlibat dalam regulasi migrasi neuron olfaktorius, neuron
serebelar, neuron hipokampus, interneuron GABA-ergic dan neuron utama
kortikal.11

Gambar 1. Patofisiologi Sindrom Kallmann

Hipogonadisme yang terdapat pada HH disebabkan oleh terganggunya


produksi hormone gonadotropin yang biasanya dikeluarkan oleh kelenjar hiposis
anterior yaitu LH dan FSH. Kegagalan dalam aktivitas GnRH dapat terjadi karena
tidak adanya neuron yang melepaskan GnRH di dalam hipotalamus. HH dapat
terjadi sebagai kondisi terisolasi dengan hanya produksi LH dan FSH yang
terpengaruh atau dapat terjadi dalam kondisi defisiensi hiposis gabungan.9,12

15
Defisiensi endokrin dapat mengakibatkan rendahnya spermatogenesis dan
rendahnya sekresi testosteron karena rendahnya sekresi LH dan FSH. Setelah
mengeksklusi bentuk sekunder (obat, hormon, tumor), pilihan terapi tergantung
dari tujuan terapi apakah untuk mencapai tingkat androgen yang normal atau
mencapai fertilitas.13
3.1.5. Manifestasi Klinis
Sindrom Kallman ditandai dengan kurangnya pematangan seksual selama
masa pubertas. Tanda-tanda ini bisa termasuk kurangnya perkembangan testis
yang ditentukan oleh volume testis pada pria, dan kegagalan untuk memulai
menstruasi (amenore) pada wanita. Karakteristik seksual sekunder yang
didefinisikan dengan buruk dapat mencakup kurangnya rambut kemaluan dan
kelenjar susu yang belum berkembang. Mikropenis juga dapat ditemukan pada
sebagian kecil kasus pria, sedangkan kriptorkismus atau testis yang tidak turun
mungkin telah ada saat lahir.5
Pria dengan kondisi hypogonadotropic hypogonadism delayed memiliki
libido yang berkurang disertai dengan penambahan berat badan, impotensi
seksual, sensasi panas atau gerah. Sering kali pasien dengan sindrom Kallman
yang terlambat diberikan terapi akan mengalami infertilitas. Infertilitas merupakan
salah satu keluhan paling sering dialami oleh pasien.14
Selain defisit reproduksi, terdapat ciri non reproduksi yang menjadi ciri dari
sindrom Kallmann yaitu anosmia atau hiposmia. Sekitar 60% dari pasien dengan
defisiensi GnRH disertai dengan gangguan indera penciuman dan dapat di
identifikasi memiliki sindrom Kallmann. Terdapat juga ciri lainnya seperti celah
langit-langit dan bibir, hipodonsia, sinkinesis dan ataksia, dan sering juga muncul
dengan agenesis ginjal unilateral.2,5

16
3.1.6. Diagnosis
Diagnosis sindrom Kallmann biasanya dilakukan selama masa remaja atau
awal masa dewasa. Gangguan penciuman dapat menjadi salah satu kecurigaan
adanya sindrom Kallmann pada seseorang. Sebagian besar pasien dengan sindrom
Kallmann menunjukkan adanya hipoplasia atau aplasia bulbus olfaktori pada
pemeriksaan MRI otak. Pemeriksaan fisik juga diperlukan terutama pada alat
kelamin (yaitu, pengukuran testis volume menggunakan orchidometer) dan
estrogenisasi (yaitu: staging Tanner untuk menilai perkembangan payudara dan
rambut kemaluan) dengan melihat perkembangan pubertasnya. Penegakan
diagnosis juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan bone densitometry,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging).
1. Tahap perkembangan pubertas menurut Marshall dan Tanner: 15

a.Tahap 1 (setelah usia 8 tahun):


 Pertumbuhan rambut pubis tidak ada
 Genitalia laki-laki: penampilan ukuran testis kecil, skrotum, dan penis
(volume testis <4 mL)
 Perkembangan payudara perempuan: tidak ada kuncup payudara, areola
kecil, sedikit papilla
b. Tahap II (memasuki usia 9-11 tahun):
 Pertumbuhan rambut pubis: rambut jarang, sedikit pigmentasi dan agak
ikal, terutama pada pangkal penis.
 Genitalia laki-laki: pertambahan volume testis, skrotum membesar,
menipis dan kemerahan.
 Perkembangan payudara perempuan: breast budding, menonjolseperti
bukit kecil, areola melebar.
c. Tahap III (setelah usia 12 tahun):
 Pertumbuhan rambut pubis: rambut kemaluan lebih gelap, kasar, dan
keriting meluas hingga ke mons pubis.
 Genitalia laki-laki: penis mulai membesar baik dalam panjang maupun
diameter, volume testis dan skrotum terus bertambah besar.

17
 Perkembangan payudara perempuan: payudara dan areola membesar, tidak
ada kontur pemisah.
d. Tahap IV (sekitar usia 13-14 tahun):
 Rambut pubis: bentuk dewasa, tapi belum meluas ke medial paha.
 Genitalia laki-laki: testis dan skrotum terus membesar, warna kulit
skrotum makin gelap, penis makin membesar baik panjang maupun
diameter.
 Perkembangan payudara perempuan: areola dan papilla membentuk bukit
kedua.
e. Tahap V (sekitar usia 15 tahun):
 Rambut pubis: bentuk dewasa, meluas ke medial pubis
 Genitalia laki-laki: genitalia matur (volume testis> 15mL)
 Perkembangan payudara perempuan: bentuk dewasa, papilla menonjol,
areola sebagai bagian dari kontur buah dada.
2. Pemeriksaan Bone Densitometry

Pemeriksaan bone densitometry dapat digunakan untuk mengevalusi


osteoporosis, usia tulang dan penutupan epifise.16
3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hormon FSH, LH,


testosterone, estrogen. Kadar hormon FSH dan LH yang rendah, yang diikuti
dengan testosteron rendah (<3,7 nmol/L) dan estradiol (<0,18 pg/mL),
merupakan suatu konsekuensi dari penurunan produksi gonadotropin.16
4. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pada pertengahan tahun 90-an, Yousem dkk, menunjukkan kemampuan


MRI dalam pengukuran volumetrik yang akurat bulbus olfaktorius di berbagai
kondisi patologis. Vogl et al, mendokumentasikan kemampuan pencitraan MRI
dalam menggambarkan kelainan traktus olfaktorius pada pasien dengan
anosmia kongenital. Delapan belas pasien yang didiagnosis dengan sindrom
Kallmann dimasukkan dalam penelitian itu. Hasilnya, terdapat seanyak 17 dari

18
18 pasien dengan sindrom Kallmann, tidak memiliki bulbus olfaktorius dan
traktus olfaktorius.17

3.1.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding pasien dengan sindrom Kallmann adalah:18
1. Normosmic hypogonadotropic hypogonadism:
Idiopathic hypogonadotropic hypogonadism (IHH) dengan indera
penciuman normal
2. Hiperplasia Adrenal Kongenital:
Merupakan kelainan genetik yang memengaruhi kelenjar adrenal yang
akan menyebabkan terjadinya penurunan LH dan volume testis menjadi
kecil, namun kadar hormon testosteronnya meningkat.
3. Sindrom Pasqualini:
Merupakan penyebab hypogonadotropic hypogonadism yang disebabkan
oleh kekurangan kadar LH. Penyakit ini ditandai oleh adanya
hipogonadisme. Spermatogenesis tetep terjadi pada sindrom Pasqualini
yang dikarenakan kadar FSH dalam batas normal.

3.1.8. Tatalaksana
Pengobatan pada sindrom Kallmann bertujuan untuk: mengembalikan
fungsi seksual, libido, menghasilkan dan mempertahankan virilisasi,
mengoptimalkan kepadatan tulang dan mencegah osteoporosis, menormalkan
kadar hormon pertumbuhan dimasa lansia, mempengaruhi risiko penyakit
kardiovaskuler. Penggunaan testosteron pada pria dengan hipogonadisme, dapat
meningkatkan minat seksual, peningkatan jumlah ereksi spontan, karakteristik
seks sekunder seperti peningkatan massa otot, pertumbuhan jenggot, pertumbuhan
rambut pubis dan aksila. Selain itu dapat mengurangi gejala depresi, kemarahan,
kelelahan, dan kebingungan yang biasa menyertai. Berikut adalah tatalaksana
yang dilakukan untuk mengatasi gejala-gejala penderita sindrom Kallmann:15
1. Testosteron Enanthate atau Testosteron Cypionate

19
Testosteron enanthate dan testosteron cypionate adalah ester testosteron
kerja panjang yang tersuspensi dalam minyak untuk memperpanjang durasi
penyerapan. Kadar puncak terjadi sekitar 72 jam setelah injeksi intramuskular
dan diikuti oleh penurunan yang lambat selama 1 hingga 2 minggu berikutnya.
Untuk terapi penggantian androgen lengkap, testosteron enanthate atau
cypionate dengan dosis antara 50 dan 100 mg diberikan intramuskular setiap 7
sampai 10 hari, yang akan mencapai tingkat testosteron yang relatif normal
sepanjang interval waktu antara suntikan. Penggunaan dosis 100 hingga 150
mg testosteron setiap 2 minggu adalah dosis yang bisa ditoleransi. Sebagai
panduan, kadar testosteron harus di atas batas bawah normal, dalam kisaran
250-300 ng/dL, tepat sebelum suntikan berikutnya. Tingkat puncak yang
berlebihan dan efek samping juga harus dipantau dan digunakan untuk
menyesuaikan dosis pengobatan.15,16
2. Stimulasi Gonad
Anak laki-laki dengan onset hipogonadotropik hipogonad sebelum
menyelesaikan perkembangan prepubertas akan memiliki volume testis yang
umumnya lebih kecil dari 5 mL dan biasanya memerlukan hCG dan human
menopausal gonadotropin (atau FSH) untuk menginduksi spermatogenesis.
Pria dengan defisiensi gonadotropin parsial atau yang sebelumnya
(peripubertally) distimulasi dengan hCG dapat memulai dan mempertahankan
produksi sperma hanya dengan terapi hCG. Terapi dengan hCG umumnya
dimulai pada 1.000 hingga 2.000 IU intramuskular dua hingga tiga kali
seminggu ditambah FSH 75 IU dua kali seminggu selama 6 bulan, lalu kontrol
ke dokter kembali setelah 6 bulan terapi.15

3.1.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada pasien sindrom Kallmann adalah
disfungsi ereksi, infertilitas, osteoporosis, hilangnya libido, tubuh mudah lelah,
massa otot berkurang, dan ginekomastia.19

20
3.1.10. Prognosis
Harapan hidup pasien dengan sindrom Kallmann sangat tinggi yang
dikarenakan sindrom Kallmann tidak berhubungan dengan penurunan harapan
hidup. Namun dengan adanya osteoporosis, dan penurunan kesuburan dapat
mempengaruhi kesehatan dan umur pasien secara tidak langsung.19

.2. Hubungan Infertilitas dan Sindrom Kallman


Berdasarkan kamus Dorland (2015), infertilitas adalah kurangnya atau
hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan. Dalam buku Panduan Infertilitas
tahun 2015, disebutkan bahwa infertilitas ialah ketidakmampuan pasangan yang
aktif secara seksual (usia 15-49) tanpa kontrasepsi untuk mendapatkan kehamilan
dalam satu tahun. The Centers for Disease Control (CDC) mengartikan infertilitas
sebagai ketidakmampuan seorang wanita untuk hamil setelah satu tahun mencoba
(usia 35 tahun), atau 6 bulan (usia ≥ 35 ¿.
Hypogonadotropic hypogonadism atau sindrom Kallmann adalah bentuk
infertilitas yang dapat diobati dan pengobatan dengan gonadotrofin dapat
membantu terjadinya pembuahan secara alami pada sebagian kasus (bahkan
dengan jumlah sperma yang relalif rendah, jika pasangan wanita subur). Pada
masa pubertas, individu yang terkena Sindrom Kallman tidak mengembangkan
karakteristik seks sekunder, seperti pertumbuhan rambut di wajah, perubahan
suara pada pria, menstruasi, perkembangan payudara pada wanita, dan lonjakan
pertumbuhan pada kedua jenis kelamin. Jika tidak mendapatkan pengobatan,
sindrom Kallmann dapat menyebabkan terjadinya infertilitas.20

21
BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. A, umur 23 tahun, status menikah, datang ke rumah sakit pada tanggal
26 Agustus 2020. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan
keinginan untuk memiliki anak dan mengeluh adanya keterlambatan
perkembangan penis dan testis secara bersamaan. Keluhan pasien lainnya tidak
bisa membedakan antara bau wangi dan tidak wangi sejak kecil. Pasien juga
mengeluhkan tidak mampu untuk ereksi dan ejakulasi. Ketidakmampuan ereksi
tidak bisa dilakukan baik saat masturbasi maupun dengan bantuan materi
pornografi. Pada saat pagi hari pasien tidak ada ereksi. Sejak lahir, orangtua
pasien memperhatikan hanya sedikit peningkatan ukuran penis pasien tidak
sebanding dengan usianya. Pasien memiliki ukuran penis yang kecil. Pasien juga
mengeluhkan tidak memiliki kemampuan untuk mencium wewangian sejak kecil.
Pasien di sunat pada usia 5 tahun. Pada saat sekolah pasien memiliki kemampuan
akademis rata-rata. Pasien merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Kakak
dan adik pasien memiliki perkembangan yang normal dan sehat. Pada saat ibu
hamil dan persalinan tidak ada masalah. Saat lahir, ayah dan ibu pasien masing-
masing berumur 31 dan 28 tahun, tanpa riwayat kekerabatan. Riwayat
keluarganya tidak mengidentifikasi kelainan apapun kecuali ibunya memiliki
riwayat epilepsi terkontrol. Keluarga memperhatikan keterlambatan yang jelas
dari pasien. Gejala lain seperti gangguan pendengaran, kelainan bentuk ginjal,
kelainan bentuk jari, celah langit-langit atau gigi yang hilang disangkal. Sekarang
pasien mengeluhkan kesulitan untuk memiliki anak setelah 1 tahun menikah.

Penegakan diganosis pada pasien dapat diketahui melalui hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis pasien
memiliki keluhan susah memiliki anak dan keterlambatan pertumbuhan penis dan
testis serta tidak bisa membedakan antara bau wangi dan tidak wangi sejak kecil.

22
Kumpulan gejala ini dapat mengarah ke sindrom Kallmann. Diagnosis banding
Normosmic hypogonadotropic hypogonadism dapat disingkirkan dengan
ditemukannya gangguan penciuman yang dialami Tn. A sejak kecil. Diagnosa
banding Hiperplasia Adrenal Kongenital dapat disingkirkan dengan ditemukannya
kadar hormon testosteron yang menurun. Diagnosa banding sindrom Pasqualini
dapat disingkirkan dengan adanya temuan kadar FSH yang menurun

Hasil dari anamnesis menunjukkan adanya gangguan indera penciuman


yaitu tidak bisa membedakan antara bau wangi dan tidak wangi sejak kecil.
Gangguan indera penciuman adalah salah satu gejala klinis dari sindrom
Kallmann. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan pasien Tn. A dengan tinggi 184
cm dan berat 75 kg dengan Eunuchoid body habitus (lengan lebih panjang, tidak
sebanding dengan tinggi badan), ditemukannya striae densitas (stretch marks), dan
pertumbuhan rambut tubuh hanya sedikit. Selain itu, terjadi hipogenitalisme
dengan panjang penis 2,3 cm dan volume testis yang berkurang secara signifikan
(kanan: 0,5 ml, kiri: 0,3 ml). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa
kadar hormon testosteron total dan testosteron bebas menurun, juga kadar LH dan
FSH juga menurun, penurunan kadar hormon-hormon tersebut merupakan tanda
bahwa pasien kemungkinan mengalami sindrom Kallmann. Pada
osteodensitometri menunjukkan penurunan kepadatan tulang 0,821 g / cm3 yang
tidak sesuai dengan usianya di tulang belakang lumbar, (Nilai-T 1: −3.5, nilai Z.
2: −3.5), yang memenuhi kriteria osteodensitometri dari klasifikasi WHO tentang
osteoporosis, osteoporosis juga merupakan gejala klinis pada sindrom Kallmann.
Pada MRI juga menunjukkan displasia bilateral dari bulbus olfaktorius, traktus,
dan sulkus pada pasien, sehingga diagnosa dapat diarahkan ke sindrom Kallmann

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


dapat ditegakkan diagnosis pasien yakni Idiopathic hypogonadotropic
hypogonadism (IHH) atau Sindrom Kallmann dengan infertilitas primer selama 1
tahun.

23
Tatalaksana yang akan diberikan berupa tatalaksana medikamentosa. Untuk
mengatasi kekurangan testosterone, terapi dimulai dengan testosteron enanthate
atau cypionate dengan dosis 100 mg diberikan intramuskular setiap 7 sampai 10
hari, diberikan sampai kadar testosteron normal. Selanjutnya pasien diberikan
terapi human chorionic gonadotrophin (hCG) untuk meningkatkan volume testis.
Dosis hCG 1000 IU sekali seminggu dan FSH 75 IU dua kali seminggu selama 6
bulan. kontrol ke dokter kembali setelah 6 bulan terapi. Pasien juga perlu
diinstruksikan konsul ke bagian THT-KL untuk mengetahui lebih rinci tentang
gangguan pada indra penciumannya.
Harapan hidup pasien dengan sindrom Kallmann sangat tinggi yang
dikarenakan sindrom Kallmann tidak berhubungan dengan penurunan harapan
hidup. Namun dengan adanya osteoporosis, dan penurunan kesuburan dapat
mempengaruhi kesehatan dan umur pasien secara tidak langsung. Komplikasi
yang dapat timbul pada pasien sindrom Kallmann adalah disfungsi ereksi,
infertilitas, osteoporosis, hilangnya libido, tubuh mudah lelah, massa otot
berkurang, dan ginekomastia.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Dai W, Li J Da, Zhao Y, et al. Functional analysis of SEMA3A variants


identified in Chinese patients with isolated hypogonadotropic
hypogonadism. Clin Genet. 2020;97(5):696-703. doi:10.1111/cge.13723

2. Laitinen EM, Vaaralahti K, Tommiska J, et al. Incidence, phenotypic


features and molecular genetics of Kallmann syndrome in Finland.
Orphanet J Rare Dis. 2011;6(1):41. doi:10.1186/1750-1172-6-41

3. Ma W, Mao J, Wang X, et al. Novel Microdeletion in the X Chromosome


Leads to Kallmann Syndrome, Ichthyosis, Obesity, and Strabismus. Front
Genet. 2020;11(June):1-10. doi:10.3389/fgene.2020.00596

4. Kim SH. Congenital hypogonadotropic hypogonadism and Kallmann


syndrome: Past, present, and future. Endocrinol Metab. 2015;30(4):456-
466. doi:10.3803/EnM.2015.30.4.456

5. Weidner W, Colpi GM, Hargreave TB, Papp GK, Pomerol JM. EAU
guidelines on male infertility. Eur Urol. 2002;42(4):313-322.
doi:10.1016/S0302-2838(02)00367-6

6. Boehm U, Bouloux PM, Dattani MT, et al. Expert consensus document:


European Consensus Statement on congenital hypogonadotropic
hypogonadism-pathogenesis, diagnosis and treatment. Nat Rev Endocrinol.
2015;11(9):547-564. doi:10.1038/nrendo.2015.112

7. Krausz C. Male infertility: Pathogenesis and clinical diagnosis. Best Pract

25
Res Clin Endocrinol Metab. 2011;25(2):271-285.

doi:10.1016/j.beem.2010.08.006

8. Salama N. Kallmann syndrome and deafness: An uncommon combination:


A case report and a literature review. Int J Reprod Biomed.
2016;14(8):541-544. doi:10.29252/ijrm.14.8.541

9. Vezzoli V, Duminuco P, Bassi I, Guizzardi F, Persani L, Bonomi M. The


complex genetic basis of congenital hypogonadotropic hypogonadism.
Minerva Endocrinol. 2016;41(2):223-239.

10. Au MG, Crowley WF, Buck CL. Genetic counseling for isolated GnRH
deficiency. Mol Cell Endocrinol. 2011;346(1-2):102-109.

doi:10.1016/j.mce.2011.05.041

11. Meczekalski B, Podfigurna-Stopa A, Smolarczyk R, Katulski K, Genazzani


AR. Kallmann syndrome in women: From genes to diagnosis and
treatment. Gynecol Endocrinol. 2013;29(4):296-300.

doi:10.3109/09513590.2012.752459

12. Mitchell AL, Dwyer A, Pitteloud N, Quinton R. Genetic basis and variable
phenotypic expression of Kallmann syndrome: Towards a unifying theory.
Trends Endocrinol Metab. 2011;22(7):249-258.

doi:10.1016/j.tem.2011.03.002

13. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Guideline Infertilitas Pria.; 2015.

14. Sukmawati M, Wahyudi A, Hartono J, Tanojo TD. Remaja pria 18 tahun


dengan hipogonadotropik-hipogonadisme dan postur tubuh pendek: sebuah
laporan kasus. Intisari Sains Medis. 2019;10(3):568-574.

doi:10.15562/ism.v10i3.465

26
15. Pulungan AB. Pubertas dan Gangguannya dalam Buku Ajar
Endokrinologi Anak Edisi I. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia : 2015.

16. Kim SH. "Congenital Hypogonadotropic Hypogonadism and Kallmann


Syndrome: Past, Present, and Future". Endocrinology and Metabolism
2015. 30 (4):456–66.

doi:10.3803/EnM.2015.30.4.456. PMC 4722398. PMID 26790381.

17. Zaghouani H, Slim I, Kraiem C. Kallmann syndrome: MRI findings. Indian


J Endocrinol Metab. 2013; 17:142-145.

18. Hayes F, Dwyer A, Pitteloud N. Hypogonadotropic Hypogonadism (HH)


and Gonadotropin Therapy. 2013.

19. Sonne J, Lopez-Ojeda W. Kallmann Syndrome. In: StatPearls. StatPearls


Publishing, Treasure Island (FL); 2019.

20. Krausz C. Male infertility: Pathogenesis and clinical diagnosis. Best Pract
Res Clin Endocrinol Metab. 2011;25(2):271-285.

doi:10.1016/j.beem.2010.08.006

27

Anda mungkin juga menyukai