Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

MISSED ABORTION

Oleh:
Siti Nurul Badriyah, S.Ked 04054821618081
Muhammad Reyhan, S.Ked 04054821719003
Imanuel S., S.Ked 04054821619004
Mentari Faisal Putri, S.Ked 04054821619006
Shafira Amalia, S.Ked 04054821619213
Moulya Halisyah C., S.Ked 04054821619217

Pembimbing:
dr. Iskandar Zulqarnain, Sp.OG (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNSRI


RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Missed Abortion

Oleh:
Siti Nurul Badriyah, S.Ked 04054821618081
Muhammad Reyhan, S.Ked 04054821719003
Imanuel S., S.Ked 04054821619004
Mentari Faisal Putri, S.Ked 04054821619006
Shafira Amalia, S.Ked 04054821619213
Moulya Halisyah C., S.Ked 04054821619217

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode

Palembang, Juli 2017

dr. Iskandar Zulqarnain, Sp.OG (K)

2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan kasus dengan topik missed abortion.
Laporan kasus ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki laporan kasus ini.
Akhir kata kami berharap semoga laporan kasus mengenai Missed abortion ini
dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan terhadap pembaca.

Palembang, Juli 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. 2
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 3
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 5
BAB II STATUS PASIEN .................................................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Abortus ................................................................................... 12
3.2 Faktor Risiko Abortus .......................................................................... 12
3.3 Klasifikasi Abortus ............................................................................... 13
3.4 Epidemiologi Abortus .......................................................................... 15
3.5 Etiologi Abortus ................................................................................... 16
3.6 Patofisiologi Abortus ............................................................................ 17
3.7 Diagnosis Abortus ................................................................................ 18
3.8 Prognosis Abortus ................................................................................ 21
3.9 Penatalaksanaan Abortus ...................................................................... 26
3.10 Komplikasi Abortus .............................................................................. 28
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 32

4
BAB I
PENDAHULUAN

Abortus(keguguran)merupakansalahsatupenyebabperdarahanyangterjadi
pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat menyebabkan
berakhirnya kehamilan atau kehamilan terus berlanjut. Secara klinis, 1015%
kehamilanyangterdiagnosisberakhirdenganabortus(Wiknjosastro,2006).Angka
kasusabortussebenarnyalebihbesardaripadayangdisebutkandiatas,karenabanyak
kasusyangtidakdilaporkan,tidaktercatat,dantidakdiketahui.Seorangwanitadapat
mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil. Abortus bisa juga tidak
diketahui karena hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus
memanjang). Abortus dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan dapat
menimbulkan syok, perforasi, infeksi, dan kerusakan faal ginjal (renal failure)
sehinggamengancamkeselamatanibu.Kematiandapatterjadiapabilapertolongan
tidakdiberikansecaracepatdantepat.Disampingmenimbulkandampakfisikyang
buruksebagaimana disebutkandiatas,abortusjugamenyebabkan efekpsikologis
bagiwanitayangmengalaminya.
Abortus merupakan sebuah anaman atau pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan
sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan <20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Nugroho, 2011). Sekitar
80% abortus terjadi pada trimester I (usia kehamilan < 13 minggu) dan sedikit pada
trimester II (Irianti, 2014). Penyebab terjadinya abortus spontan pada trimester I yaitu
karena kelainan kromosom 50%, gangguan fungsi endokrin 23%, kelainan rahim
15% dan gangguan pada perkembangan embrio 12%.
Angka kejadian abortus sulit ditentukan karena sebagian abortus spontan hanya
disertai gejala dan tanda ringan sehingga hanya sedikit yang melapor kecuali jika
terjadi komplikasi. Diperkirakan sekitar 15-20% merupakan abortus spontan atau
kehamilan ektopik (Prawirohardjo, 2010).

5
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2010 dari 46 juta kelahiran
pertahun terdapat 4,2 juta kejadian abortus setiap tahun. Di Asia Tenggara terdapat
1,3 juta kasus abortus. Angka kematian ibu setiap tahun yang disebabkan oleh abortus
yang tidak aman yaitu sekitar 100.000 wanita, diantaranya terjadi di negara-negara
berkembang termasuk di Indonesia. Di Indonesia kejadian abortus diperkirakan
mencapai 2 sampai 2,6 juta per tahun dan 750.000 diantaranya dilakukan oleh remaja.
Sehingga di Indonesia diperkirakan terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup
(Depkes RI, 2010).
Komplikasi terbanyak yang terjadi pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan, persalinan, dan nifas yang
merupakan penyebab utama kematian ibu (Sarwono, 2009). Perdarahan pada
kehamilan muda disebut abortus, sedangkan pada kehamilan tua adalah perdarahan
antepartum (Winkjosastro, 2009).

6
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. T
Umur : 41 tahun
Tanggal lahir : 03 April 1990
Alamat : Jalan lorong pertemuan,Plaju, Palembang
Suku : Sumatera
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 7 Juli 2017 pukul 22.00
No. RM : 0000926305

II. ANAMNESIS (Tanggal 30 Mei 2017, di IGD RSMH)


Keluhan Utama
Hamil muda dengan keluar flek-flek

Riwayat Perjalanan Penyakit


+ 2 bulan SMRS os mengeluh keluar flek-flek dari kemaluan berwarna
merah kehitaman, namun os belum berobat. Os mengaku sudah tes kehamilan
dengan hasil (+).
+ 7 jam SMRS os mengeluh keluar flek flek dari kemaluan berwarna
merah kehitaman, lalu os datang ke praktek dokter kandungan lalu di rujuk ke
RSMH. Os juga merasakan perutnya semakin mengecil, Riwayat perut mules
yang menjalar ke pinggang hilang timbul (-) riwayat keluar air air (-) riwayat

7
keluar darah lendir (-), riwayat keluar flek (+) warna merah kehitaman, riwayat
keluar jaringan seperti hati ayam (-), riwayat keluar jaringan seperti mata ikan
(-), riwayat trauma (-) riwayat diurut-urut (-), riwayat mual muntah (-), riwayat
payudara tegang (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat darah tinggi pada kehamilan (-)
Riwayat kencing manis (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat alergi (-)

Riwayat Pengobatan
Os mengaku tidak mendapat pengobatan sebelumnya

Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali, lamanya 15 tahun

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi


Os mengaku tidak menggunakan kontrasepsi

Riwayat Reproduksi
Menarche usia 13 tahun, siklus haid teratur, siklus 28 hari, lamanya 5 hari

Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 20 Januari 2017

8
Taksiran persalinan :
ANC :-

Riwayat Persalinan
1. 2003, aterm, perempuan, 3200 gram, bidan, spontan, sehat
2. 2006, aterm, perempuan, 3300 gram, bidan, spontan, sehat
3. 2016, abortus, dikuret di RSMH
4. 2017, abortus ini (hamil ini)

Riwayat Sosial Ekonomi dan Gizi


Sedang

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 30 Mei 2017, di IGD RSMH)


Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 51 kg
TB : 154 cm
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), pupil isokor diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+)

9
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret(-),
perdarahan(-)
Telinga : Liang telinga lapang
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis (-), mukosa mulut dan
bibir kering (-), fisura (-), cheilitis(-)
Lidah : Atropi papil (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1,
tonsil tidak hiperemis, detritus (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran
struma (-)

THORAX
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal, subkostal,
suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, HR 85 x/menit, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Cembung

EKSTREMITAS

10
Akral hangat (+), edema pretibial (-)

Pemeriksaan Obsterik
Pemeriksaan Luar
Abdomen datar, lemas, FUT sulit dinilai, massa (-), nyeri tekan (-),

Pemeriksaan Dalam
Inspekulo
Portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluksus (+), darah tidak aktif, E/L/P (-)

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 7 juli 2017, di IGD RSMH)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 12 g/dL 11,40-15,00 g/dL
RBC 4,54x106/mm3 4,00-5,70x106/mm3
WBC 15,8 x 103 /mm3 4,73-10,89x103 /mm3
Ht 36% 35-45%
Trombosit 389 x 103 /ul 189-436 x103/ul
Diff. Count
Basofil 0% 0-1%
Eosinofil 1% 1-6%
Neutrofil 80% 50-70%
Limfosit 15% 20-40%
Monosit 4% 2-8%

11
Pemeriksaan USG (Tanggal 7 jui 2017, di IGD RSMH)

Pada pemeriksaan USG didapatkan:


- Tampak Gestasional Sac intrauterine ireguler
- Fetal pole (+)
- Fetal heart rate (-)
- Plasenta korpus anterior, kesan nekrosis
Kesan : missed abortion

12
V. DIAGNOSIS KERJA
G4P2A1 hamil 20 minggu dengan missed abortion

VI. PROGNOSIS
Prognosis ibu : dubia et bonam
Prognosis janin : dubia

VII. TATALAKSANA
- Observasi perdarahan
- Induksi pematangan serviks tindakan kuretase untuk pembersihan
-

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Definisi Abortus


Missed abortion adalah Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan di dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan
di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin
mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada patudara mulai menghilang.
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus imminens yang kemudian
merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaaan tes urin
kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan
kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong
gestasi yang mengecil dan bentuknya tidak beraturan yang disertai gambaran feus
yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4
minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh
karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase.
4.2. Faktor Risiko Abortus
Angka kejadian abortus dipengaruhi oleh berbagai faktor:
- Usia Ibu
- Faktor yang berkaitan dengan kehamilan
Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya
Kejadian abortus sebelumnya
Riwayat hamil dengan janin yang mengalami kelainan congenital atau defek
genetik

14
- Pengaruh orang tua
Kelainan genetik orang tua
Komplikasi medis (Saifudin, 2004)

4.3. Klasifikasi Abortus

1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis


maupun mekanis. Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara
abortus iminens, abortus insipient, abortus inkompletus, abortus kompletus.
Selanjutnya dikenal juga missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksius
dan abortus septik.
a. Abortus iminens
Abortus iminens di diagnosis bila seorang wanita hamil kurang dari 20
minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat
berlanjut dalam beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai
sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti menstruasi.
b. Abortus insipient
Abortus insipient didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak , kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai
nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks
sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat diraba. Kadang-
kadang perdarahan dapat meyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan
yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus
segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan
kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.
c. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah
lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan
membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda

15
di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing . oleh karena itu,
uterus berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga
ibu merasakan nyeri , namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika
hasil konsepsi lahir dengan lengkap disebut abortus komplit. Pada keadaan
ini, kuretase tidak perlu dilakukan. Pada abortus komplit, perdarahan
segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya
dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka
rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan
segera akan tertutup kembali.
d. Missed abortion
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.
Pada abortus tertunda akan dijumpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-
sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus
tidak bertambah tinggi, malahan bertambah rendah. Pada pemeriksaan
dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit.
e. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penyebab abortus habitualis selain factor anatomis banyak
yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi
terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX)
f. Abortus septik
Abortus septic adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan
penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum. Hal ini
sering ditemukan pada abortus inkomplet atau abortus buatan, terutama
yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis.
2. Abortus provokatus (buatan) adalah abortus yang disengaja atau digugurkan
yang terdiri dari dari:
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu. Indikasi abortus untuk kepentingan
ibu, misalnya penyakit jantung, hipertensi essential, dan karsinoma
serviks.

16
b. Abortus buatan criminal adalah pengguguran kehamilan tanpa alas an
medis yang sah atau oleh orang yang berhak dan dilarang oleh hukum.

4.4. Epidemiologi Abortus


Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak
memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari
semua kehamilan. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi
lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi;
juga karena abortus spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga tidak memerlukan
pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai haid yang terlambat.
Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12
minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada kromosom (Mansjoer,
2001).
Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan blighted ovum
dan 50-60 % dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping kelainan kromosom,
abortus spontan juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor lingkungan, seperti
konsumsi kafein selama kehamilan (Mansjoer, 2001).

4.5. Etiologi Abortus


Abortus spontan memiliki banyak etiologi yang satu dan lainnya saling terkait.
Abnsormalita dari kromosom adalah etiologi yang paling sering menyebabkan
abortus, 50% angka kejadian abortus pada trimester pertama, lalu insiden menurun
pada trimester kedua sekitar 20-30 %, dan 5-10 % pada trimester ketiga. Penyebab
yang lain dari aborsi dengan persentasi yang kecil adalah infeksi, kelainan anatomi,
factor endokrin, factor immunologi, dan penyakit sistemik pada ibu. Dan ada banyak
pula penyebab yang belum diketahui hingga sampai saat in (Cunningham, 2007).

17
Pada kehamilan muda, abortus tidak jarang didahului oleh kematian janin,
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut:
1. Factor maternal
a. Kelainan genetalia ibu
Misalnya pada ibu yang menderita :
a) Anomaly congenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis)
b) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.
c) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum
yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesterone atau estrogen,
endometritis, dan mioma submukosa.
d) Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola hidatidosa)
e) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.
b. Penyakit-penyakit ibu
Misalnya pada :
a) Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi.
b) Keracunan nikotin, gas beracun, alcohol dll.
c) Malnutrisi, avitaminosis, dan gangguan metabolism, hipotiroid,
kekurangan vitamin A, C, atau E, diabetes mellitus.
c. Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah
fetus, sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya
fetus.
d. Gangguan sirkulasi plasenta
Didapatkan pada ibu yang menderita hipertensi, toksemia gravidarum,
anomaly plasenta.
e. Usia ibu
Usia juga mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20
tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat
merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin,
sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan
berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada kromosom, dan
penyakit kronis.
2. Faktor janin
Berdasarkan hasil studi sitigenetika yang dialkukan di seluruh dunia, sekitar
50 hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama

18
mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti
autosomal trisomy, monosomy X dan polypoidy. Abnormalitas kromosom
adalah hal utama pada embrio dan janin yang mengalami abortus spontan
serta merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini.
3. Faktor Paternal

Translokasi kromosom dalam sperma dapat meyebabkan zigot mempunyai terlalu


sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom sehingga mengakibatkan abortus.
4.6. Patofisiologi Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu
Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan
villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari
hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8-14 minggu
Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketuban
telebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta
masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan
pervaginam banyak.
Pada kehmilan minggu ke 14-22:
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta
beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus
sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa
sakit lebih menonjol (Mochtar, 2007).

19
4.7. Diagnosis Abortus

Menurut WHO (1994), setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua
daripada 3 gejala seperti dibawah harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
abortus.
1) Perdarahan pada vagina
2) Nyeri pada abdomen bawah
3) Riwayat amenorea
Diagnose abortus menurut gambaran klinis adalah sebagai berikut:
a. Abortus Iminens
Anamnesis : Perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau
ringan.
Pemeriksaan Dalam : Ostium uteri masih tertutup, besar uterus masih sesuai
dengan umur kehamilan.
Pemeriksaan Penunjang : USG
Penatalaksanaan : penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai
perdarahan berhenti. Dapat diberikan spasmolitik agar uterus tidak
berkontraksi. Penderita dapat dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan
dengan syarat tidak dapat melakukan hubungan seksual samapai kurang lebih
2 minggu.
b. Abortus Insipiens
Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi rahim.
Pemeriksaan Dalam : Ostium uteri telah membuka, serviks sudah mendatar,
hasil konsepsi masih dalam kavum uterui, dan ketuban utuh.
Pemeriksaan penunjang : USG akan ditemukan pembesaran uterus yang masih
sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin, dan gerak jantung janin masih
jelas meskipun sudah mulai tidak normal.
Penatalaksanaan : pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan
umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan
tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi diikuti dengan kuretase bila
perdarahan banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu, uterus biasanya
sudah melebihi telur angsa sehingga tindakan evakuasi dan kuretase harus

20
hati-hati, jika perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian
disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Pascatindakan
perlu perbaikan keadaan umum, pemeberian uterotonika, dan antibiotic
profilaksis.
c. Abortus Kompletus
Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri/kontraksi
rahim ada, dan biasa terjadi syok jika perdarahan banyak.
Pemeriksaan dalam : ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil
Pemeriksaan penunjang : USG biasanya tidak perlu dilakukan bila
pemeriksaan klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih
positif sampai 7-10 hari setelah abortus.
Penatalaksanaan : pengelolaan pada penderita ini tidak memerlukan tindakan
khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberikan roboransia atau
hematenik bila keadaan pasien memerlukan.
d. Abortus Inkompletus
Anamnesis : perdarahan jalan lahir, nyeri/kontraksi rahim.
Pemeriksaan dalam : kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
Penatalaksanaan : bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera
melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang
mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan. Selanjutnya
dilakukan tindakan kuretase, dimana tindakan ini harus dilakukan hati-hati
sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Pasca tindakan perlu
diberikan uterotonika parenteral
e. Missed abortion
Anamnesis : perdarahan bisa ada atau tidak
Pemeriksaan obstetric : fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan
bunyi jantung janin tidak ada.
Penatalaksanaan : pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan
evakuasi dapat segera dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi
dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila kehamilan diatas 12
minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang

21
masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk
mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis.
f. Abortus septik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik : adanya riwayat melakukan tindakan
abortus dengan sengaja menggunakan peralatan yang asepsis, perdarahan
pervaginam yang berbau, tampak sakit dan lelah, takikardi, demam tinggi,
menggigil, hipotensi.
Pemeriksaan dalam : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan.
Penatalaksanaan : pengelolaan pada pasien ini harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotic yang adekuat.
Tindakan kuretase dilakukan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6
jam setelah antibiotic adekuat diberikan, pada saat tindakan uterus dilindungi
dengan pemberian uterotonika. Antibiotic dilanjutkan sampai 2 hari bebas
demam.

Untuk menegakan diagnosis missed abortus kita perlu memperhatikan:

- menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya atau bahkan mengecilnya uterus yang


kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.
- Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi
- uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil
- tes kehamilan menjadi negatif,
- serta denyut jantung janin menghilang.
- dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin sudah
mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.

Pada abortus spontan biasanya disertai dengan perdarahan pervaginam dengan


atau tanpa rasa mules. Perdarahan pervaginam dapat hanya berupa flek (bercak-
bercak darah) hingga perdarahan banyak. Hal in sangat penting untuk menilai apakah
perdarahan semakin berkurang atau bahkan semakin memburuk. Adanya gumpalan

22
darah atau jaringan merupakan tanda bahwa abortus berjalan dengan progresif. Bila
ditemukan nyeri perlu dicatat letak dan lamanya nyeri tersebut berlangsung
(Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan fisik, abdomen perlu diperiksa untuk menentukan lokasi
nyeri. Sumber dicari dengan pemeriksaan inspekulo dan pemeriksaan vaginal toucher,
tentukan perdarahan berasal dari dinding vagina, permukaan serviks atau keluar
melalui OUE (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan dalam, lakukan pemeriksaan pergerakan serviks karenanya
bila nyeri pada pergerakan serviks (+), maka kemungkinan terjadinya kehamilan
ektopik perlu dipertimbangkan. Jika ditemukan OUE telah membuka, kemungkinan
yang terjadi adalah abortus insipiens, inkomplit maupun abortus komplit.
Pemeriksaan pada uterus juga perlu dilakukan, tentukan besar, konsistensi uterus serta
pada adneksa, adakah nyeri tekan atau massa. Bila didapatkan adanya sekret vagina
abdominal, sebaiknya dibuat pemeriksaan biologisnya (Saifudin, 2004).
Pada kasus abortus, selain menghentikan perdarahannya, perlu dicari penyebab
terjadinya abortus dan menentukan sikap dalam penanganannya selanjutnya.
Pemeriksaan penunjang yang dapat kita lakukan antara lain:
1. - HCG
2. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht
3. Pemeriksaan golongan darah dan skrining antibodi
4. Pemeriksaan kadar progesteron serum
5. USG (Saifudin, 2002)

Perdarahan Serviks Uterus Gejala/Tanda Diagnosis Tindakan


Bercak Tertutup Sesuai Kram perut Abortus Observasi
hingga dengan bawah uterus Imminens perdarahan,
Sedang usia gestasi lunak istirahat,
hindarkan coitus

23
Sedikit Limbung/ Kehamilan Laparotomi dan
membesar pingsan ektopik parsial
dari normal Nyeri perut yang salpingektomi
bawah terganggu atau
Nyeri goyang salpingestomi
porsio
Masa adneksa
Cairan bebas
intra abdomen
Tertutup Lebih kecil Sedikit/tanpa Abortus Tidak perlu terapi
/terbuka dari usia nyeri perut komplit spesifik kecuali
gestasi bawah perdarahan
Riwayat berlanjut atau
ekspulsi hasil terjadi infeksi
konsepsi
Sedang Terbuka Sesuai usia Kram atau Abortus Evakuasi
hingga kehamilan nyeri perut insipiens
massif/ bawah belum
banyak terjadi ekspulsi
hasil konsepsi
Kram atau Abortus evakuasi
nyeri perut inkomplit
bawah ekspulsi
sebagian hasil
konsepsi

24
Terbuka Lunak dan Mual/muntah Abortus Evakuasi
lebih besar Kram perut mola tatalaksana mola
dari usia bawah
gestasi Sindroma
mirip
preeklamsia
Tak ada janin
keluar jaringan
seperti anggur
(Saifudin, 2002)

4.8. Prognosis Abortus


Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan
kehamilan. Prognosisnya menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama,
mules-mules disertai dengan perdarahan dan pembukaan serviks. Jika kehamilan
terus berlanjut, maka sering diikuti dengan persalinan preterm, plasenta previa, dan
IUGR. Prognosis ditentukan lamanya perdarahan, jika perdarahan berlangsung lama,
mules-mules yang disertai pendataran serviks menandakan prognosis yang buruk
Prognosis buruk bila dijumpai pada pemeriksaan USG adanya:
- Kantong kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan tidak
adanya kutub janin
- Perdarahan retrochorionic yang luas (>25 % ukuran kantung kehamilan)
- DJJ yang perlahan (< 85 dpm) (Mochtar, 2007).

4.9. Penatalaksanaan Abortus


1. Penilaian awal

Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari :

25
Keadaan umum pasien
Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
< 90 mmHg, nadi > 112 x/menit
Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya
cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik
yang terganggu.
Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret berbau
pervaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio,
dehidrasi, gelisah atau pingsan.
Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada
fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi)

2. Penanganan spesifik

Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan :

Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga prosedur


evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi.
Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga perlu
tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam.

26
Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan
gangguan pembekuan darah.

Pengelolaan missed abortion harus diutarakan pada pasien dan keluarganya secara
baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi
perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor
mental penderita perlu diperhatikan, karena umumnya penderita merasa gelisah
setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari
12 minggu, tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan
dilatasi dan kuretase serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12
minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku
dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau
mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan
pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc
dekstrose 5 % tetesan 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50
unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh.
Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hati dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin ataupun jaringan konsepsi berhasil keluar
dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan


prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah
satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara
sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan
obat ini kan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks
sehingga tindakan evakuasi ataupun kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan
kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar
mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding kavum uterus biasanya

27
sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfuse
darah segar atau fibrinogen. Pascatindakan jika perlu dilakukan pemberian

4.10. Komplikasi Abortus


Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah:
1. Perdarahan masif
Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah.
2. Perforasi uterus
Dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi. Jika ditemukan tanda-
tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas dan
bentuk perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi.
3. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya
Dapat terjadi pada abortus dan dapat menyebar ke miometrium, tuba,
parametrium dan peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau sepsis dapat
disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan antibiotik pilihan
dan dilakukan laparotomy.
4. Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat (syok septik) (Saifuddin, 2004).

28
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


ditegakkan diagnosis missed abortus. Missed abortus adalah keadaan dimana janin
sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan
atau lebih. Pada laporan kasus ini, diketahui bahwa pasien memiliki beberapa faktor
risijo untuk terjadinya abortus, yaitu:
- Kejadian abortus sebelumnya (2016)
- Usia ibu : 41 tahun

Penegakkan Diagnosis
Diagnosis missed abortion dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang:
- Riwayat menstruasi: HPHT 20 Januari 2017
- Tanda-tanda hamil muda: tes kehamilan (+)
- Riayat flek-flek sejak 2 bulan yang lalu (+)
- mammae agak mengendor
- Perdarahan melalui OUE (+)
- uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil

Pada abortus spontan biasanya disertai dengan perdarahan pervaginam dengan


atau tanpa rasa mules. Perdarahan pervaginam dapat hanya berupa flek (bercak-
bercak darah) hingga perdarahan banyak. Adanya gumpalan darah atau jaringan
merupakan tanda bahwa abortus berjalan dengan progresif. Pada kasus ini os datang
dengan keluhan keluar flek-flek , berwarna merah kehitaman, tidak disertai keluarnya
jaringan.

29
Pada pemeriksaan fisik abdomen tidak didapatkan nyeri tekan. Sumber
perdarahan dicari dengan pemeriksaan inspekulo, perdarahan tidak aktif. Jika
ditemukan OUE telah membuka, kemungkinan yang terjadi adalah abortus insipiens,
inkomplit maupun abortus komplit. Pada kasus ini OUE masih tertutup sehingga
abortus insipiens, inkomplit maupun abortus komplit dapat disingkirkan. Dan
diagnosa missed abortion dipastikan juga dari pemeriksaan penunjang USG

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun


2010.
2. Estronaut. Signs of a Spontaneus Abortion. Diakses dari
http://www.gennexhealth.com
3. Latest Research. Spontaneous Abortion. Diakses dari
http://www.fertilitysolution.com/PDF/abort.pdf
4. Mansjoer, A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265.
5. Mochtar, R. Abortus dan Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam: Sinopsis
Obstetri. Edisi kedua. Editor: Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
6. Nugroho, T. 2011. Buku Ajar Obstetri.Yogyakarta: Nuha Medika.
7. Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
8. Perdarahan Dalam Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas. Diakses dari
http://srobgyn.www3.50megs.com/mnh/Obs4.html
9. Safuddin, Abdul Bari. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004:146-
147
10. Sastrawinata, Sulaeman. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung 2008:11-17
11. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta. 2007: 302-312
12. Sarwono, Prawiroharjo. Abortus : Etiologi. Ilmu Kebidanan dan Kandungan,
edisi 4, 2008 ; 37:465

31

Anda mungkin juga menyukai