SINDROM PSEUDOEKSFOLIASI
Oleh:
Meyrani Silvia
C111 12 129
Pembimbing
dr. Sultan Hasanuddin
Supervisor
dr. Muh.Abrar Ismail, Sp.M(K),M.Kes
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul Sindrom Pseudoeksfoliasi, yang disusun oleh:
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul ....................................................................................................... i
Lembar Pengesahan........................................................................................... ii
II Anamnesis ........................................................................................... 6
VI Resume ........................................................................................................ 10
IX Penatalaksanaan .......................................................................................... 11
3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 12
A. Definisi ................................................................................................. 14
C. Etiologi .................................................................................................. 15
D. Patogenesis ........................................................................................... 16
I. Penatalaksanaan .................................................................................... 21
4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 ..............................................................................................................7
Gambar 1.2 ..............................................................................................................15
Gambar 1.3 ..............................................................................................................17
Gambar 1.4 ..............................................................................................................18
Gambar 1.5 ..............................................................................................................18
Gambar 1.6 ..............................................................................................................19
Gambar 1.7 ..............................................................................................................20
5
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 05-10-1940 / 78 tahun
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Makassar / Indonesia
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Makassar
No. Register Pasien : 117550
Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2019
Pemeriksa : dr. V
Rumahsakit : Poliklinik Mata RS. Universitas Hasanuddin
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada kedua mata
Anamnesis Terpimpin :
Penglihatan kabur pada kedua mata dialami ± 1 bulan yang lalu. Keluhan
disertai penglihatan menurun secara perlahan dan mata merah. Air mata
berlebih tidak ada, tidak nyeri, secret berlebih tidak ada, demam tidak ada.
Pasien sempat dirawat di poli subdivisi glaucoma dan diberikan terapi (TIO
OD/OS = 47/48). Riwayat operasi katarak pada mata kiri tanggal 7 Mei
2019.
Riwayat keluhan mata lain tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat menggunakan kacamata tidak ada.
Riwayat Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
Riwayat berobat mata sebelumnya tidak ada.
6
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit Ringan/Gizi cukup/Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C
Oculus Dextra
Gambar 1.1
Oculus Sinistra
7
V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)
minimal
Bola Mata Normal Normal
GBM : normal GBM : normal
Mekanisme muscular
OD OS
0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0
0
8
C. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)
D. Tonometri
Tekanan bola mata (I care) OD = 18
OS = 16
E. Visus
VOD : 20/60F
VOS : 20/100
F. Sensitivitas Kornea
Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
H. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+) minimal
Kornea Jernih Udem Minimal
BMD Kesan VH 3-4 Kesan VH 3-4
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+), Bulat, sentral, RC (+),
RAPD(-) tampak material RAPD(-)
putih mengisi pupillary
9
margin
Lensa Kesan keruh IOL di sentral
I. Funduskopi
Segmen Posterior OD OS
Refleks Fundus Positif Positif
Papil N.II Batas tegas pupil bulat Batas tegas, pupil bulat
CDR 0,3/ A : V = 2 : 3 0,3/ A : V = 2 : 3
MakulaRefleks Fovea Suram Suram
Retina Perifer Kesan tigroid Kesan tigroid
J. Pemeriksaan Laboratorium
(25-04-2019)
WBC : 4.570/mm3
RBC : 4,32 x 106 /mm3
HGB : 12,8 mg/dL
HCT : 37,3%
PLT : 207.000/mm3
GDS : 96 mg/dL
Anti HCV (Rapid) : Non Reaktif
HBsAg (Rapid) : Non Reaktif
VI. RESUME
Seorang laki-laki usia 78 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur
pada kedua mata dialami ± 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai penglihatan
menurun secara perlahan dan mata merah. Air mata berlebih tidak ada, tidak
10
nyeri, secret berlebih tidak ada, demam tidak ada. Pasien sempat dirawat di
poli subdivisi glaucoma dan diberikan terapi (TIO OD/OS = 47/48).
Riwayat operasi katarak pada mata kiri tanggal 7 Mei 2019.
VII. DIAGNOSIS
Oculus Dextra Katarak senile imatur + PEX
Oculus SinistraPseudofakia
VIII. PENATALAKSANAAN
- Rencana oculus dextra phacoemulsification
11
BAB II
PENDAHULUAN
Sindrom PEX telah dijelaskan pada pasien di Finland, tercatat lebih dari
tesis doktoral oleh John Lindbreg tahun 1917 dengan tujuan pengembangan terbaru
slit lamp,John Lindbreg menemukan flek abu-abu dan perubahan lensa serta tepi
pupil iris terhadap 50% pasien dengan glaukoma kronik.Beberapa peneliti lainnya
menyatakan bahwa PEX merupakan suatu material abnormal pada kapsul lensa,
melebihi abnormalitas dari kapsul lensa itu sendiri. Tingkat prevalensi sangat besar,
tidak hanya terkait ras tetapi juga tergantung hasil pemeriksaan, termasuk dilatasi
pupil, usia populasi secara umum dan data yang terkumpul secara retrospektif atau
Sindrom pseudoeksfoliasi lebih umum pada wanita dari pada laki-laki dan
prevalensi meningkat pada usia diatas 50 tahun. Jonasson dkk, dalam penelitiannya
di Islandia, melaporkan ada peningkatan mencapai 10% untuk kasus glaukoma
dengan pseudoeksfoliasi pada usia 69-75 tahun. Faktor genetik yang mempengaruhi
12
pseudoeksfoliasi juga telah dieksplorasi jauh dalam dekade terakhir.Namun, hal ini
belum sepenuhnya dijelaskan, dengan demikian nilai tes genetik untuk penyakit ini
untuk saat ini belum divalidasi.1,2
Sekitar 75% dari orang-orang dengan sindrom pseudoeksfoliasi akhirnya
akan berkembang menjadi katarak. Selain itu, antara 15 dan 20% dari pasien
dengan sindrom pseudoeksfoliasi akhirnya akan berkembang menjadi glaukoma.
Dalam situasi ini, tekanan intraokular dan perubahan saraf optik harus diawasi
secara ketat untuk menghindari terjadinya kerusakan.2
Tanda diagnostik yang paling penting dan mudah dikenali dari
pseudoeksfoliasi adalah bahan serpihan putih abu-abu di perbatasan pupil iris atau
pada permukaan anterior lensa. Deteksi tanda-tanda ini memerlukan pemeriksaan
klinis yang cermat menggunakan slit lamp biomikroskop dan tambahan gonioskopi
tetapi pseudoeksfoliasi sering tidak terdiagnosis dengan baik sehingga dapat
menyebabkan masalah yang tak terduga dalam manajemen dan selama operasi.1
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sindrom PEX adalah suatu penyakit kelainan metabolisme dari protein
glikosaminoglikan yang membentuk banyak struktur dalam mata ditandai adanya
serpihan material putih. Material tersebut bertumpuk di lapisan luar lensa, tepi iris
dan zonula zinn. Zonul ini merupakan suatu pengikat yang mempertahankan lensa
di dalam mata. Target dari serpihan material putih ini ialah bagian sentral dari
pupil.3
Serpihan putih abu-abu ini terus menumpuk hingga menyumbat sistem drainase
mata. Sindrom pseudoeksfoliasi ini terjadi pada 1 dari 3 penderita glaukoma.
Dikarenakan adanya penyumbatan deposit serpihan putih abu-abu tersebut pada
saluran trabekulum meshwork maka akan dapat meningkatkan tekanan intraokular.3
B. Anatomi Lensa
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan
posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior 10
mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan
ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa
135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun.
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior
iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di
sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang
memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata (Lang, 2000). Lensa tidak
memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat
zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular.
14
Gambar 1.2 : Anatomi Lensa
C. Etiologi
Peran genetik dan faktor lingkungan pada patogenesis sindrom PEX masih
Bukti yang mendukung dasar genetika pada sindrom PEX termasuk sekelompok
Sindrom PEX tampak sebagai sifat turunan autosomal dominan dengan onset
patogenesis sindrom PEX. Hal ini termasuk paparan ultraviolet, faktor diet,
autoimun, faktor pencetus infeksi dan trauma. Secara keseluruhan tampak pada
sindrom PEX yang kompleks, multifaktor, onset lambat dan melibatkan mekanisme
15
D. Patogenesis
Sindrom PEX merupakan manifestasi umum dari suatu penyakit sistemik.
Etiologi pasti penyakit ini masih belum diketahui. Material pseudoeksfoliasi
dikaitkan dengan adanya kelainan membrana basalis di sel epitel dan memiliki
distribusi yang luas di seluruh tubuh. Bahan pseudoeksfoliatif telah ditemukan di
dinding pembuluh darah vena dan arteri retina sentral. Jaringan luar mata yang
terlibat termasuk paru-paru, kulit, hati, jantung, ginjal, kandung empedu, pembuluh
darah, otot ekstraokular, dan meningens.Pada mata, sindrom pseudoeksfoliasi
menimbulkan deposit material serpihan putih abu-abu pada kapsul lensa anterior,
badan siliris, zonula zinn, tepi iris, endotel kornea, anterior vitreous, dan trabekular
meshwork. Sehingga manifestasi sindrom pseudoeksfoliasi pada mata adalah
glaukoma dan katarak.4
Beberapa peneliti berpendapat bahwa pigmen pada epitel iris, epitel silia,
dan perifer epitel lensa anterior memproduksi material serpihan putih abu-abu yang
bergerak ke dalam aqueous humor dan dibawa ke trabekular meshwork, mengikuti
aliran normal, lalu terjadi obstruksi trabekular meshwork oleh material tersebut dan
disertai dengan adanya perubahan degeneratif di kanalis Schlemm dan daerah
juksta kanalikular sehingga menyebabkan peninggian tekanan intraokular (TIO).4
Kejadian katarak berhubungan dengan iskemik okular, hipoksia aqueous,
radiasi sinar UV, trauma, infeksi dan stres oksidatif. Asam askorbat, berperan
dalam melindungi lensa terhadap sinar UV, ditemukan berkurang pada aquous
humor pada sindrom pseudoeksfoliasi.5
E. Gejala Klinis
Pasien biasanya mengeluhkan adanya penurunan penglihatan yaitu seperti
pada katarak dan glaukoma.Pada penderita katarak yang disertai dengan sindrom
pseudoeksfoliasi perjalanan stadium kataraknya lebih cepat dibandingkan dengan
penderita katarak tanpa sindrom pseudoeksfoliasi. Katarak nuklear dan katarak
subkapsular merupakan jenis katarak yang sering terjadi pada sindrom
pseudoeksfoliasi. Katarak pada sindrom pseudoeksfoliasi memiliki visus yang lebih
jelek dan tingkat kekeruhan lensa yang lebih tinggi dibandingkan dengan katarak
16
tanpa sindrom pseudoeksfoliasi. Katarak dengan pseudoeksfoliasi merupakan
penyulit intra operasi karena zonula zinn yang menyangga lensa sangat lemah
dikarenakan adanya pseudoeksfoliasi tersebut.3
Pada penderita glaukoma dengan pseudoeksfoliasi biasanya muncul dengan
adanya tekanan intraocular yang tinggi yang cenderung meningkat secara cepat
dibandingkan dengan pasien glaukoma sudut terbuka tanpa sindrom
pseudoeksfoliasi. Peningkatan TIO ini dapat diobservasi dengan adanya kerusakan
nervus optikus dan kehilangan penglihatan secara cepat. 7
F. Pemeriksaan Fisik
Sindrom pseudoeksfoliasi didiagnosis secara klinis dengan menggunakan
slit lamp dengan sensitivitas nya sebesar 85% dan spesifisitasnya 100%. Material
dari pseudoeksfoliation ini dapat terlihat pada perbatasan pupil dan iris tanpa
dilatasi.4
17
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2013
Gambar 1.4 sindrom pseudoeksfoliasi (kelemahan zonula zinn)
18
Pasien dengan sindrom pseudoeksfoliasi memiliki TIO lebih tinggi daripada
pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka. Karena ini TIO tinggi ini,
kehilangan fungsi visual dan kerusakan saraf optik lebih nyata.4
Tanda-tanda lain dari sindrom pseudoeksfoliasi sulit untuk midriasis,
sinekia posterior, deposisi pigmen pada permukaan iris, deposisi pigmen dan bahan
pseudoexfoliation pada endotel kornea, pigmen setelah dilatasi pupil, dan material
di badan silier dan zonula zinn.4
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pseudoexfoliation adalah Uveitis Fuchs Heterokromik,
Glaukoma Pigmentari, dan Glaukoma Primer Sudut Terbuka.4
a. Uveitis Fuchs Heterokromik
Uveitis Fuchs heterokromik jarang terjadi. Penyakit ini merupakan proses
kronis dari iridoskiklitis yang ditandai dengan heterokromia pada iris dengan
kehilangan pigmen iris, COA dangkal, katarak posterior subkapsular, dan glaukoma
sekunder sudut terbuka. Kelainan ini bersifat unilateral dan terjadi pada umur usia
dewasa. Dari hasil gonioskopi ditemukan pembuluh darah pada trabekular
meshwork. Pembuluh darah bersifat rapuh dan dapat menyebabkan pendarahan
pada anterior chamber yang terjadi spontan ataupun dipicu oleh trauma, termasuk
operasi katarak dan glaukoma.6
19
b. Glaukoma Pigmentari
Glaukoma pigmentari disebabkan adanya gangguan autosom dominan yang
ditandai dengan adanya penyebaran pigmen dari epithelium iris. Pada
glaukomapigmentari sering terdapat ikatan pigmen yang vertical pada endotel
kornea, yang disebut Krukenberg spindle atau garis zentmeyer yang sangat jarang
ditemukan pada glaukoma dengan sindrom pseudoeksfoliasi.7
H. Pemeriksaan Penunjang
20
ketebalan lapisan saraf retina.Kedua alat ini telah digunakan untuk membantu
dalam diagnosis dan tindak lanjut pada pasien dengan glaukoma.4
Pemeriksaan lainnya ialah tes lapang pandang, yaitu diperlukan untuk
memeriksa karakteristik hilangnya penglihatan perifer lainnya dan untuk
memastikan potensial stadium pada glaukoma. Pada tes Gonioskopi dapat menilai
sudut bilik mata depan dan deposisi pigmen.7
I. Penatalaksanaan
Banyak pilihan terapi pada glaukoma dengan pseudoeksfoliasi ini,
diantaranya seperti pengobatan untuk menurunkan TIO seperti halnya dengan
glaukoma biasa dapat dilakukan sebagai terapi pilihan pertama. Pengobatan ini
dapat menggunakan beta bloker, alfa 2 reseptor agonis selektif, sistemik dan topikal
inhibitor karbonik anhidrase, agonis prostaglandin dan simpatomimetik.7
Glaukoma dengan sindrom eksfoliatif pada dasarnya diperlakukan sama
dengan glaukoma sudut terbuka primer. Meskipun telah ditekankan bahwa tipe
glaukoma lebih sulit terkontrol. Operasi laser sering dilakukan lebih awal daripada
glaukoma sudut terbuka primer. Laser trabekuloplasti mungkin sangat efektif dalam
sindrom pseudoeksfoliasi, pengaturan energi yang lebih rendah namun diperlukan
karena pigmentasi meningkat ditemukan di mata dengan pseudoeksfoliasi.
Pengobatan untuk memberikan efek konstriksi pada pupil yaitu miosis, yang dapat
membantu mengurangi gesekan pada bagian posterior iris terhadap serpihan
pseudoeksfoliasi dan dapat mengurangi jumlah pigmen tersebut. Obat topikal sama
dengan obat pada penderita glaukoma sudut terbuka. Ketika pengobatan tidak lagi
adekuat, trabekuloplasti laser diindikasikan dan rata-rata tingkat keberhasilanya
tinggi. Operasi filtrasi (trabekulektomi) umumnya dianjurkan.8
Penatalaksanaan katarak pada sindrom pseudoeksfoliasi sering
diindikasikan untuk peningkatan ketajaman penglihatan pada beberapa pasien,
meskipun tidak untuk pengobatan utama glaukoma. Pada beberapa penelitian yang
dilakukan dari tahun ke tahun, dilaporkan bahwa materi eksfoliasi berkurang dan
regresi setelah ekstraksi katarak intrakapsular. Ekstraksi katarak pada mata dengan
sindrom eksfoliasi bisa terjadi komplikasi yaitu sinekia antara epitel pigmen iris
21
dan sekeliling kapsul lensa anterior yang dapat menyebabkan ruptur dari kapsul
lensa selama operasi.8
Manifestasi dari sidrom pseudoeksfoliasi adalah kelemahan pada zonula
zinn dan keterbatasan dilatasi pupil karena deposit psudoekfoliasi. Ketidakstabilan
zonula zinn dapat menyebabkan fakodenesis, subluksasi lensa dan glaukoma sudut
tertutup karena blok pupil dan badan siliaris.1
22
DAFTAR PUSTAKA
4. Lang GK. Lens. Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas. 2nd Ed. ed.
New York: Thieme Stuttgart; 2006. p. 169-98.
6. Galloway NR, Galloway PH, Browning AC, editors. Common Eye Disease
and Their management. 3rd Edition. London: Springer; 2006.p.80-90.
23
12. Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika,
Jakarta, 200:155-165.
13. Cantor L, Fechtner RD, Michael AJ, et al; BCSC Section 11, Lens and
Cataract, AAO, San fransisco, 2016-17 ; p 101-102
14. Cantor L, Fechtner RD, Michael AJ, et al; BCSC Section 10, Glaukoma,
AAO, San fransisco, 2016-17 ; p 126-130
15. Joyce T., Colin J., Mechanisms of The Glaucomas, Department of Neural
and Behavioral Scuences, Pennsylvania State University College of
Medicine, p. 117-133, 2007
17. John C., Irvin P., Glaucoma:Science and Praxtice,Hongkong, 2003, P.215-
223
24