Anda di halaman 1dari 22

LONG CASE

PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA DAN ARCUS


SENILIS

Pembimbing:

dr. Ilhamiyati, Sp.M

Oleh:

Nurrochmah Ihayani Istiqomah

2019.04.2.0150

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul long case “PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA DAN ARCUS SENILIS”


telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam rangka
menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian SMF Ilmu Kesehatan Mata
RSU Haji Surabaya.

Mengetahui

Dosen Pembimbing

dr. Ilhamiyati, Sp.M

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah
dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan tugas long case yang berjudul
“Perdarahan Subkonjungtiva dan Arcus Senilis” dengan lancar. Long case ini
disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSU Haji Surabaya, dengan harapan dapat berguna
untuk meningkatkan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun
pembaca.

Dalam penulisan dan pembuatan long case ini, tidak terlepas dari bimbingan
dan dukungan berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

a. dr. Ilhamiyati, Sp.M selaku pembimbing.


b. Para dokter di bagian Mata RSU Haji Surabaya.
c. Para perawat dan staff di Poli Mata RSU Haji Surabaya.
d. Teman - teman dokter muda Universitas Hang Tuah kelompok 43-U.

Saya menyadari bahwa long case yang saya susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu saran dan kritik dari segala pihak sangat diharapkan.
Semoga long case ini dapat bermanfaat.

Penyusun,

Nurrochmah Ihayani Istiqomah

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... v
BAB I STATUS PASIEN ............................................................................................ 1
1.1 Identitas Pasien .............................................................................................. 1
1.2 Anamnesa ...................................................................................................... 1
1.3 Pemeriksaan Oftalmologi .............................................................................. 3
1.4 Daftar Masalah .............................................................................................. 5
1.6 Diagnosa ........................................................................................................ 5
1.7 Rencana ......................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 6
2.1 Anatomi dan Fisiologi ....................................................................................... 7
2.1.1 Konjungtiva ............................................................................................ 7
2.1.2 Kornea .................................................................................................... 7
2.2 Perdarahan Subkonjungtiva ......................................................................... 10
2.2.1 Patofisiologi ............................................................................................... 10
2.2.2 Tanda-Tanda Perdarahan Subkonjungtiva ................................................. 11
2.2.3 Etiologi....................................................................................................... 11
2.2.3 Perawatan ................................................................................................... 11
2.3 Arcus Senilis................................................................................................12
2.3.1 Patofisiologi...............................................................................................12
2.3.2 Pemeriksaan Fisik......................................................................................12
2.3.3
Perawatan............................................................................................................13
BAB III PEMBAHASAN KASUS ............................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 15

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Pemeriksaan Segmen Anterior ODS Tn. SH .............................................. 4

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Mata Kanan Tn. SH................................................................................. 3


Gambar 1. 2 Mata Kiri Tn. SH..................................................................................... 4
Gambar 2. 1 Konjungtiva ............................................................................................. 7
Gambar 2.2 Lapisan Kornea.......................................................................................10

v
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Tn. S H
Usia : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal pemeriksaan : 02 Januari 2020

1.2 Anamnesa
Keluhan Utama:

Mata Kiri merah.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien laki-laki,62 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU Haji


Surabaya pada tanggal 2 Januari 2020 dengan keluhan mata kiri merah sejak
1 minggu yang lalu. Mata merah timbul secara tiba-tiba setelah pasien bangun
tidur. Selain merah, pasien juga mengeluhkan adanya rasa yang mengganjal
pada mata namun rasa tersebut adanya hilang timbul. Pasien berusaha
meneteskan obat tobroson dan polydex namun tidak kunjung sembuh.
Keluhan ini tidak disertai adanya rasa nyeri, gatal, penurunan penglihatan,
silau dan kotoran yang berlebihan pada mata. Pasien juga tidak mengeluhkan
adanya batuk. Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka
yang susah sembuh, riwayat mengucek mata serta trauma juga disangkal oleh
pasien. Pasien mengaku kegiatan sehari-harinya banyak berkendara
menggunakan sepeda motor tanpa menutup kaca helm, namun pasien
menyangkal kemasukan benda asing. Sebelumnya pasien juga mengaku tidak
batuk, tegang, muntah, riwayat mengngkat berat, maupun bersin.

1
Riwayat Penyakit Dahulu:

-Pasien mengatakan bahwa pernah mengalami hal serupa di mata yang


sama pada tahun 2018 namun setelah diteteskan polydex langsung hilang
keluhan mata merah pasien.
-HT (-) : tekanan darah saat kontrol ke poli mata 110/80mmHg
-DM(-)
-Menggunakan kacamata baca
-Gangguan perdarahan (-)
-Alergi (-)
-Trauma Mata (-)
- Operasi mata (-)
- Penggunaan kontak lens (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki gejala yang serupa
dengan pasien.

Riwayat Penggunaan obat:

- Polydex dan Tobroson.


- Obat pengencer darah (-)

Riwayat Alergi:

Tidak ada riwayat alergi.

Riwayat Sosial Ekonomi:

(-)

2
1.3 Pemeriksaan Oftalmologi
Pemeriksaan Visus Dasar:

VOD : 0,4

VOS : 0,4F

Pemeriksaan Tekanan Intra Okuler:

OD : Tidak dilakukan

OS : Tidak dilakukan

Pergerakan Bola Mata

Baik Segala Arah Baik Segala Arah

Pemeriksaan Segmen Anterior:

Pemeriksaan Slit Lamp

OD:

Gambar 1. 1 Mata kanan Tn. SH

3
OS:

Gambar 1. 2 Mata Kiri Tn. SH

Tabel 1. 1 Pemeriksaan Segmen Anterior ODS Tn. SH

OD OS

Edema (-), Edema (-),


Palpebra
hiperemia (-) hiperemia (-)
Perdarahan Subkonjungtiva Perdarahan Subkonjungtiva
(-) (+)
Sekret (-) Konjungtiva Sekret (-)
Pinguekula (+) Pinguekula (-)

Jernih, gambaran putih- Jernih, gambaran putih-


keabuan melingkar di arcus Kornea keabuan melingkar di arcus
kornea (+) kornea (+)
Dalam BMD Dalam

Radier (+), coklat Iris Radier (+), coklat

Refleks pupil (+), Refleks pupil (+),


Pupil
bulat, Ø = 3 mm bulat, Ø = 3 mm

Jernih, Iris shadow (-) Lensa Jernih, Iris shadow (-)

Pemeriksaan Segmen Posterior:

Tidak dievaluasi.

4
1.4 Daftar Masalah
 Keluhan utama mata kiri dan terasa mengganjal secara hilang timbul.
 Pemeriksaan visus dasar:
VOD: 0,4
VOS: 0,4F
 Pemeriksaan segmen anterior didapatkan OS perdarahan
subkonjungtiva (+) pada konjungtiva.
 Adanya bentukan pinguekula pada OD
 Pada arcus kornea dikitari oleh bentukan cincin berwarna putih
keabuan.

1.6 Diagnosa
 OS Perdarahan Sub Konjungtivs
 ODS Arcus Senilis
 OD Pinguekula
 ODS Kelainan refraksi suspect cataract immature

1.7 Rencana
Diagnostik:

Pemeriksaan visus terbaik

Terapi:

 Antibiotik tetes : untuk mencegah infeksi sekunder -> cendo Statrol 6


dd gtt 1 OS

Monitoring:

Kontrol jika tetes mata habis dan keluhan masih menetap. Monitoring
keluhan pasien, visus, dan segmen anterior.

Edukasi:

 Mengedukasi pasien bahwa mata kiri pasien mengalami perdarahan


subkonjungtiva.

5
 Mengedukasi pasien untuk tidak menggosok mata dan menjaga
kebersihan area sekitar mata.
 Memberitahu pasien untuk mengurangi aktivitas di bawah paparan
sinar matahari dan debu, dan menggunakan pelindung jika beraktivitas
di luar ruangan.
 Mengedukasi pasien untuk rajin memakai obat. Obat antibiotik tetes
sebanyak 6 kali sehari, dan obat tetes mata pengecil pembuluh darah
(vasokonstriktor) sebanyak 4 kali sehari.
 Memberi tahu pasien bahwa perdarahan terlihat meluas dalam 24 jam,
namun setelah itu akan berkuraang, dan agar pasien tidak khawatir
karena perdarahan akan di absorbsi selama 1-3 minggu tanpa diobati.
 Memberitahu pasien untuk mengompres mata dengan air dingin.
 Meminta pasien untuk sering memeriksa tekanan darah pasien.
 Memberitahu pasien untuk kontrol jika tetes mata sudah habis dan
keluhan masih menetap.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi
superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).

Gambar 2. 1 Konjungtiva
(Khurana, 2011)

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :


 Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel
epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel

7
konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel
epitel skuamosa.
 Sel-sel epitel superficial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh
prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel
superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
 Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
 Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah
bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
 Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat
pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler
pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada
bola mata.
 Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian
besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks
bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas (Vaughan, 2010).

2.1.2 Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus

8
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah

depan (Ilyas S,2009). Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus,
lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi
menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya
10,6 mm (Riordan-Eva P,2007).

Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:

1) Epitel, tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai
lima lapis sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal,

dan sel gepeng.

2) Membran Bowman, terletak di bawah membran basal epitel kornea

yang merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan

berasal dari bagian depan stroma.

3) Stroma, stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma

terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu

dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang

di bagian perifer serta kolagen ini bercabang.

4) Membran Descemet, merupakan membran aselular dan merupakan

batas belakang stroma kornea.

5) Endotel, berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk

heksagonal, dan tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam

mempertahankan deturgesensi stroma kornea (Ilyas S,2009).

9
Gambar 2.2 Lapisan Kornea

( http://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502/D502f04/lecture.f04/Eyef04/)

2.2 Perdarahan Subkonjungtiva


Perdarahan Subkonjungtiva adalah kondisi dimana pecahnya pembuluh darah
arteri konjungtiva, arteri siliar longus, dan arteri episklera yang dicetuskan oleh
adanya batuk, muntah, dan penyakit sistemik. Merah pada mata yang muncul akan
di reasorbsi selama 7-12 hari (Ilhamiyati, 2013).

2.2.1 Patofisiologi
Konjungtiva mengandung banyak saraf dan pembuluh darah kecil.
Pembuluh darah tersebut jarang bisa terlihat tetapi semakin besar akan semakin
nampak apabila mata mengalami inflamasi. Pembuluh darah tersebut sangat
rapuh, dindingnya mudah pecah, yang mengakibatkan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva menyebabkan timbulnya gambaran
patch kemerahan cerah maupun gelap pada sklera (Roger K George,2018).
Pendarahan subconjunctival terjadi karena perdarahan pembuluh darah
konjungtiva atau episkleral ke dalam ruang subkonjungtiva. Mungkin spontan,
traumatis, atau terkait dengan penyakit sistemik.

10
Kadang-kadang, perdarahan subkonjungtiva mungkin lebih luas, sehingga
mengangkat jaringan konjungtiva atasnya dan menyebabkan ketidaknyamanan
yang berlebihan dan iritasi permukaan akibat paparan atau berkedip (Pong,2008).

2.2.2 Tanda-Tanda Perdarahan Subkonjungtiva


Perdarahan subkonjungtiva tidak nyeri dan tidak berbahaya. Tidak ada
symptomp yang lain selain munculnya kemerahan. Tanda yang paling nampak
adanya patch kemerahan pada sklera di mata. Kita tidak akan mengerti selain
menatap cermin atau seseorang mengetahuinya terlebih dahulu. Perdarahan
subkonjungtiva selain adanya perdarahan yang muncul, tidak menyebabkan
adanya perubahan visus, tidak ada sekret pada mata maupun tidak ada nyeri. Akan
sedikit terasa tidak nyaman (mengganjal) pada permukaan bola mata (Shayla
Wilson,2014).

2.2.3 Etiologi
Sebagian besar dianggap idiopatik, karena biasanya tidak mungkin dan
tidak praktis untuk menentukan penyebab utama SCH. Studi pertama tentang
faktor-faktor risiko dilaporkan oleh Fukuyama et al pada tahun 1990, yang
menunjukkan bahwa trauma lokal, hipertensi sistemik, konjungtivitis akut, dan
diabetes mellitus adalah penyebab utama atau kondisi terkait dari SCH. Di sisi
lain, penyebab SCH belum ditentukan pada sekitar setengah dari pasien.
Hubungan antara usia, trauma lokal, dan hipertensi sistemik dinilai, dan itu
menunjukkan bahwa hipertensi terlihat lebih sering pada pasien yang lebih tua
dari 50 tahun; Namun, trauma lokal merupakan penyebab penting di semua
kelompok umur. Sejak 1980-an, urutan faktor risiko SCH telah berubah, dan
jumlah pasien dengan akut hemoragik konjungtivitis mengalami penurunan,
sedangkan penggunaan lensa kontak dan operasi mata telah menjadi lebih umum
sebagai penyebab (Mimura T,2010).

Mimura et al menunjukkan bahwa faktor risiko utama untuk SCH adalah


trauma dan penggunaan lensa kontak pada pasien yang lebih muda, dan di antara
pasien yang lebih tua sebagian besar dikaitkan dengan gangguan vaskular
sistemik, seperti hipertensi sistemik, diabetes, dan arteriosklerosis, yang
menyebabkan dinding. pembuluh darah menjadi rapuh. Penyebab okular meliputi
trauma lokal pada bola mata, cedera pada orbit, radang konjungtiva akut, tumor
konjungtiva, konjungtiva, amiloidosis okular, penggunaan lensa kontak,
pembedahan okular, dan tumor adneksa okular.

11
2.2.4 Perawatan

Biasanya tidak diperlukan adanya perawatan. Bisa menggunakan artificial


tears/air mata buatan yang bisa dibeli umum diaplikasikan ke mata apabila muncul
iritasi ringan. Hindari penggunaan aspirin, ibuprofen, naproxyn atau nonsteroidal
obat anti infalamasi seperti ini yang bisa meningkatkan perdarahan. Apabila
perdarahannya disebabkan oleh trauma, maka dokter akan menyarankan
pemeriksaan terhadap mata untuk melihat kemungkinan adanya kerusakan lain
pada mata(Roger K George,2018).

2.3 Arcus senilis

Arcus senilis, juga biasa dikenal dengan gerontoxon, arcus lipoides, arcus
kornea adalah deposit lemak yang menumpuk di kornea bagian stroma.
Merupakan jenis opasitas yang paling sering terjadi. Paling sering muncul pada
pasien dengan hyperlipidemia, terutama pada pasien berusia tua, dan bisa juga
terjadi pada pasien dyslipidemia di usia yang lebih muda (lebih dikenal dengan
arkus juvenilis) (Kanski,2011).

2.3.1 Patofisiologi

AS terjadi disebabkan adanya deposit lemak pada tepi kornea dan


merupakan suatu proses penuaan yang diperkirakan akan terjadi pada pasien
lanjut usia. Dipercayai bahwa hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah diikuti dengan usia pada lipoprotein berdensitas
rendah melewati kornea, oleh karena itu kasus ini dapat ditemukan >70% pada
pasien dengan usia lebih dari 60 tahun . Tidak ada peningkatan seluleritas,
fragmentasi dari lamina, fagositosis, vaskularitas yang abnormal, maupun
perbedaan dari lipogenesis pada pemeriksaan secara histologis. Lemak di arcus
senilisi ditemukan terkonsentrasi pada dua lapisan kornea perifer: yaitu di
descemet membran dan lapisan bowman, dengan deposit yang lebih banyak lagi.
Deposit lemak juga bisa ditemukan pada badan siliaris dan iris (Raj, K. M.,2015).

2.3.2 Pemeriksaan Fisik

Lipid stroma awalnya mengendap di kornea perilimbal superior dan


inferior, berkembang secara melingkar untuk membentuk pita putih-putih atau
kuning-putih selebar sekitar 1 mm. Pita ini biasanya lebih lebar di garis vertikal
daripada garis bujur horizontal. Perbatasan pusat difus dan tepi perifer tajam dan
terpisah dari limbus dengan interval yang jelas yang mungkin mengalami
penipisan ringan (Kanski,2011).

Jarang, AS dapat mengandung kristal gemerlap atau tepi "kristaloid" yang


merupakan karakteristik banyak keratopati lipid. Padahal, kekeruhan ini tidak
secara teratur menyebar pada pemeriksaan. Perubahan tertentu dalam sifat

12
biomekanik kornea telah dicatat berbeda ketika AS hadir. Satu studi menemukan
bahwa histeresis kornea dan nilai faktor resistensi kornea mata dengan AS lebih
rendah bila dibandingkan dengan kontrol yang sesuai usia, tetapi tidak ada
perbedaan dalam parameter lain, seperti TIO, ketebalan kornea sentral, nilai
ekuivalen bola dari kesalahan bias, pengukuran panjang aksial, dan keratometri
rata-rata. Kasus ini terdeteksi dengan menggunakan slit lamp (Ayhan,2016).

2.3.3 Perawatan

Dikarenakan Arcus senilis bersifat asimptomatik maka tidak diperlukan


adanya perawatan. Perkembangannya diikuti interval pertahunnya sesuai dengan
prediksi mata normal. Prognosisnya baik terutama terhadap penglihatan dan
kesehatan bola mata (Van Nguyen,2019).

2.4 Pinguekula

13
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Pasien laki-laki,62 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU Haji


Surabaya pada tanggal 2 Januari 2020 dengan keluhan mata kiri merah sejak
1 minggu yang lalu. Mata merah timbul secara tiba-tiba setelah pasien bangun
tidur. Selain merah, pasien juga mengeluhkan adanya rasa yang mengganjal
pada mata namun rasa tersebut adanya hilang timbul. Pasien berusaha
meneteskan obat tobroson dan polydex namun tidak kunjung sembuh.
Keluhan ini tidak disertai adanaya rasa nyeri, gatal, penurunan penglihatan,
silau dan kotoran yang berlebihan pada mata. Pasien juga tidak mengeluhkan
adanya batuk. Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka
yang susah sembuh, riwayat mengucek mata serta trauma juga disangkal oleh
pasien. Pasien mengaku kegiatan sehari-harinya banyak berkendara
menggunakan sepeda motor tanpa menutup kaca helm, namun pasien
menyangkal kemasukan benda asing. Sebelumnya pasien juga mengaku tidak
batuk, tegang, muntah, riwayat mengngkat berat, maupun bersin.
Berdasarkan anamnesa, didapatkan keluhan yang mendukung diagnosa
sehingga dapat dicurigai pada mata kanan kiri pasien terjadi perdarahan
subkonjungtiva.
Setelah dilakukan pemeriksaan visus (tanggal 2 Januari 2020)
didapatkan visus mata kanan pasien 0,4 dan visus mata kiri 0,4F. Hal ini
menunjukan adanya penurunan visus pada kedua mata. Pada pemeriksaan
segmen anterior dengan menggunakan slit lamp didapatkan adanya mata kiri
mengalami perdarahan subkonjungtiva dan pada mata kanan maupun kiri
ditemukan adanya gambaran cincin melingkari tepi/arkus kornea berwarna
putih keabuan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Fukuyama J, Hayasaka S, Yamada K, Setogawa T. Causes of subconjunctival


hemorrhage. Ophthalmologica. 1990;200(2):63–67.

Mimura T, Usui T, Yamagami S, et al. Recent causes of subconjunctival


hemorrhage. Ophthalmologica. 2010;224(3):133–137.

Ilhamiyati, dr. 2013. Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata. Surabaya : RSU
Haji.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2009

Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor.


Comprehensive Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-
88.
Kanski, J. J. & Bowling, B. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach.
(Elsevier Health Sciences, 2011).
Pong JC, Lam DK, Lai JS. Spontaneous subconjunctival haemorrhage secondary
to carotid-cavernous fistula. Clin Experiment Ophthalmol. 2008 Jan-Feb.
36(1):90-1. [Medline]. https://emedicine.medscape.com/article/1192122-
overview#a7
Raj, K. M., Reddy, P. A. S. & Kumar, V. C. Significance of corneal arcus. J.
Pharm. Bioallied Sci. 7, S14–5 (2015).
Riordan-Eva P, Whitcher Jp. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007

Roger K George, Subconjunctival hemorrhage,Oregon Health Sciences


University, Oregon, 2018. https://www.webmd.com/eye-health/bleeding-in-
the-eye#1

Shayla Wilson, Subconjunctival bleeding, University of Michigan Health System,


Michigan, 2014.

15
Van Nguyen, MD, Jessica E. Weinstein, MD, Arcus Senilis, American Academy
od Opthalmology, America,2019.

Vaughan, A., Asbury. (2010). Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC, Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai