Pembimbing:
Oleh:
2019.04.2.0150
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
Dosen Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah
dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan tugas long case yang berjudul
“Perdarahan Subkonjungtiva dan Arcus Senilis” dengan lancar. Long case ini
disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSU Haji Surabaya, dengan harapan dapat berguna
untuk meningkatkan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun
pembaca.
Dalam penulisan dan pembuatan long case ini, tidak terlepas dari bimbingan
dan dukungan berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
Saya menyadari bahwa long case yang saya susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu saran dan kritik dari segala pihak sangat diharapkan.
Semoga long case ini dapat bermanfaat.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
STATUS PASIEN
1.2 Anamnesa
Keluhan Utama:
1
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki gejala yang serupa
dengan pasien.
Riwayat Alergi:
(-)
2
1.3 Pemeriksaan Oftalmologi
Pemeriksaan Visus Dasar:
VOD : 0,4
VOS : 0,4F
OD : Tidak dilakukan
OS : Tidak dilakukan
OD:
3
OS:
OD OS
Tidak dievaluasi.
4
1.4 Daftar Masalah
Keluhan utama mata kiri dan terasa mengganjal secara hilang timbul.
Pemeriksaan visus dasar:
VOD: 0,4
VOS: 0,4F
Pemeriksaan segmen anterior didapatkan OS perdarahan
subkonjungtiva (+) pada konjungtiva.
Adanya bentukan pinguekula pada OD
Pada arcus kornea dikitari oleh bentukan cincin berwarna putih
keabuan.
1.6 Diagnosa
OS Perdarahan Sub Konjungtivs
ODS Arcus Senilis
OD Pinguekula
ODS Kelainan refraksi suspect cataract immature
1.7 Rencana
Diagnostik:
Terapi:
Monitoring:
Kontrol jika tetes mata habis dan keluhan masih menetap. Monitoring
keluhan pasien, visus, dan segmen anterior.
Edukasi:
5
Mengedukasi pasien untuk tidak menggosok mata dan menjaga
kebersihan area sekitar mata.
Memberitahu pasien untuk mengurangi aktivitas di bawah paparan
sinar matahari dan debu, dan menggunakan pelindung jika beraktivitas
di luar ruangan.
Mengedukasi pasien untuk rajin memakai obat. Obat antibiotik tetes
sebanyak 6 kali sehari, dan obat tetes mata pengecil pembuluh darah
(vasokonstriktor) sebanyak 4 kali sehari.
Memberi tahu pasien bahwa perdarahan terlihat meluas dalam 24 jam,
namun setelah itu akan berkuraang, dan agar pasien tidak khawatir
karena perdarahan akan di absorbsi selama 1-3 minggu tanpa diobati.
Memberitahu pasien untuk mengompres mata dengan air dingin.
Meminta pasien untuk sering memeriksa tekanan darah pasien.
Memberitahu pasien untuk kontrol jika tetes mata sudah habis dan
keluhan masih menetap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi
superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).
Gambar 2. 1 Konjungtiva
(Khurana, 2011)
7
konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel
epitel skuamosa.
Sel-sel epitel superficial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh
prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel
superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah
bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat
pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler
pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada
bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian
besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks
bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas (Vaughan, 2010).
2.1.2 Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
8
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan (Ilyas S,2009). Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus,
lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi
menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya
10,6 mm (Riordan-Eva P,2007).
1) Epitel, tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai
lima lapis sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal,
yang merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan
terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
9
Gambar 2.2 Lapisan Kornea
( http://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502/D502f04/lecture.f04/Eyef04/)
2.2.1 Patofisiologi
Konjungtiva mengandung banyak saraf dan pembuluh darah kecil.
Pembuluh darah tersebut jarang bisa terlihat tetapi semakin besar akan semakin
nampak apabila mata mengalami inflamasi. Pembuluh darah tersebut sangat
rapuh, dindingnya mudah pecah, yang mengakibatkan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva menyebabkan timbulnya gambaran
patch kemerahan cerah maupun gelap pada sklera (Roger K George,2018).
Pendarahan subconjunctival terjadi karena perdarahan pembuluh darah
konjungtiva atau episkleral ke dalam ruang subkonjungtiva. Mungkin spontan,
traumatis, atau terkait dengan penyakit sistemik.
10
Kadang-kadang, perdarahan subkonjungtiva mungkin lebih luas, sehingga
mengangkat jaringan konjungtiva atasnya dan menyebabkan ketidaknyamanan
yang berlebihan dan iritasi permukaan akibat paparan atau berkedip (Pong,2008).
2.2.3 Etiologi
Sebagian besar dianggap idiopatik, karena biasanya tidak mungkin dan
tidak praktis untuk menentukan penyebab utama SCH. Studi pertama tentang
faktor-faktor risiko dilaporkan oleh Fukuyama et al pada tahun 1990, yang
menunjukkan bahwa trauma lokal, hipertensi sistemik, konjungtivitis akut, dan
diabetes mellitus adalah penyebab utama atau kondisi terkait dari SCH. Di sisi
lain, penyebab SCH belum ditentukan pada sekitar setengah dari pasien.
Hubungan antara usia, trauma lokal, dan hipertensi sistemik dinilai, dan itu
menunjukkan bahwa hipertensi terlihat lebih sering pada pasien yang lebih tua
dari 50 tahun; Namun, trauma lokal merupakan penyebab penting di semua
kelompok umur. Sejak 1980-an, urutan faktor risiko SCH telah berubah, dan
jumlah pasien dengan akut hemoragik konjungtivitis mengalami penurunan,
sedangkan penggunaan lensa kontak dan operasi mata telah menjadi lebih umum
sebagai penyebab (Mimura T,2010).
11
2.2.4 Perawatan
Arcus senilis, juga biasa dikenal dengan gerontoxon, arcus lipoides, arcus
kornea adalah deposit lemak yang menumpuk di kornea bagian stroma.
Merupakan jenis opasitas yang paling sering terjadi. Paling sering muncul pada
pasien dengan hyperlipidemia, terutama pada pasien berusia tua, dan bisa juga
terjadi pada pasien dyslipidemia di usia yang lebih muda (lebih dikenal dengan
arkus juvenilis) (Kanski,2011).
2.3.1 Patofisiologi
12
biomekanik kornea telah dicatat berbeda ketika AS hadir. Satu studi menemukan
bahwa histeresis kornea dan nilai faktor resistensi kornea mata dengan AS lebih
rendah bila dibandingkan dengan kontrol yang sesuai usia, tetapi tidak ada
perbedaan dalam parameter lain, seperti TIO, ketebalan kornea sentral, nilai
ekuivalen bola dari kesalahan bias, pengukuran panjang aksial, dan keratometri
rata-rata. Kasus ini terdeteksi dengan menggunakan slit lamp (Ayhan,2016).
2.3.3 Perawatan
2.4 Pinguekula
13
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
14
DAFTAR PUSTAKA
Ilhamiyati, dr. 2013. Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata. Surabaya : RSU
Haji.
2009
15
Van Nguyen, MD, Jessica E. Weinstein, MD, Arcus Senilis, American Academy
od Opthalmology, America,2019.
Vaughan, A., Asbury. (2010). Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC, Jakarta
16