Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS DAN REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ODS PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA

DISUSUN OLEH :

Grelvan Iftan Suangga


C0141712154

PEMBIMBING RESIDEN :

dr. Margaret Indirawati

SUPERVISOR :
dr. Ahmad Ashraf A., MPH, Sp.M(K), M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Grelvan Iftan Suangga
NIM : C014172154

Judul Case Report :


OD PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Februari 2019

Residen Pembimbing

dr. Margaret Indirawati

Supervisor Pembimbing

dr. Ahmad Ashraf A., MPH, Sp.M(K), M.Kes

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul .............................................................................................. i
Lembar Pengesahan .................................................................................... .... ii
Daftar isi ...................................................................................................... .... iii
Daftar Gambar ............................................................................................. .... iv
BAB I Laporan Kasus ............................................................................ .... 1
I Identitas Pasien ............................................................................. .... 1
II Anamnesis ..................................................................................... .... 1
III Pemeriksaan Oftalmologi.............................................................. .... 2
IV Pemeriksaan Laboratorium ........................................................... .... 6
V Resume .......................................................................................... .... 6
VI Diagnosis Kerja ............................................................................. .... 6
VII Diagnosis Banding. ....................................................................... .... .7
VIII Penatalaksanaan ............................................................................ .... 7
IX Prognosis ....................................................................................... .... 7
X Diskusi .......................................................................................... .... 7
BAB II Tinjauan Pustaka ........................................................................ .... 10
2.1 Latar Belakang .............................................................................. .... 10
2.2 Epidemiologi ................................................................................. .... 10
2.3 Definisi .......................................................................................... .... 11
2.4 Fisiologi Humour Aqueous ........................................................... .... 11
2.5 Klasifikasi ..................................................................................... .... 15
2.6 Patofisiologi .................................................................................. .... 21
2.7 Manifestasi Klinik dan Pemeriksaan Penunjang........................... .… 23
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................ .... 26
2.9 Prognosis ....................................................................................... .... 31
Daftar Pustaka ........................................................................................... .... 32

iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Foto Klinis ODS .................................................................. .... 2
Gambar 1.2 Funduskopi ODS. ................................................................ .... .5
Gambar 2.1 Anatomi normal drainase humour aqueous ......................... .... 13
Gambar 2.2 Patofisiologi glaucoma sudut terbuka ................................. .... 22
Gambar 2.3 Pemeriksaan slit lamp .......................................................... .... 24
Gambar 2.4 Funduskopi pada pasien dengan glaukoma ......................... .... 25

iv
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Tanggal Lahir / Umur : 23-06-1981 / 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Bugis
Agama : Islam
Alamat : BTN Asabri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl. Pemeriksaan : 13 Februari 2019
No. Rekam Medik : 120982
Rumah Sakit : Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan menurun pada kedua mata
Anamnesis terpimpin :
Pasien mengeluhkan penglihatan menurun pada kedua mata yang
dirasakan sejak 2 tahun yang lalu dan memberat 8 bulan terakhir, terjadi secara
perlahan-lahan, lebih berat pada mata kanan. Mata merah tidak ada, air mata
berlebih pada tidak ada, kotoran mata berlebih tidak ada, trauma pada mata tidak
ada, riwayat operasi pada mata tidak ada, riwayat terdahulu pasien 2 tahun yang
lalu mata kanan merah ada, sakit pada mata kanan ada seperti mata mau keluar,
mata kanan berair ada, dan sering sakit kepala. Riwayat pasien sering terjatuh dan
menabrak benda-benda di rumahnya ada. Riwayat berobat sebelumnya 1 tahun
yang lalu di Puskesmas dan diberikan salep mata, namun tidak ada perbaikan.
Pada bulan Juni 2018 pasien di diagnosa mata kanan Primary Open Angle
Glaukoma dan disarankan operasi namun terkendala biaya. Riwayat Hipertensi
ada 3 tahun yang lalu dan mengkonsumsi obat anti hipertensi Amlodipin 5 mg
tidak teratur, riwayat penyakit Diabetes Melitus disangkal.

1
Riwayat penyakit keluarga nenek pasien buta secara tiba-tiba. Riwayat
penggunaan kacamata tidak ada.

Tanda Vital:
Keadaan umum : Baik/ Gizi Cukup/ GCS 15 (Compos mentis)
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi : 89 x/ menit
Pernapasan : 20 x/ menit
Suhu : 36,7oc
VAS : 2 NPRS

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

STATUS LOKALIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Inspeksi

Gambar 1.1 Foto Klinis ODS

2
No Pemeriksaan OD OS

1. Palpebra Edema tidak ada Edema tidak ada


2. App. Lakrimalis Lakrimasi tidak ada Lakrimasi tidak ada
3. Silia Sekret tidak ada Sekret tidak ada
4. Konjungtiva Hiperemis tidak ada Hiperemis tidak ada

5. Bola mata Intak Intak


6. Mekanisme Ke segala arah Ke segala arah
muskular 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0

7. Kornea Jernih Jernih


8. Bilik mata depan Kesan dangkal Kesan dangkal
9. Iris Coklat, Krypte ada Coklat, tampak rubeosis
iridis
10. Pupil Bulat, sentral, mid Bulat, sentral, mid
dilatasi, RC tidak ada dilatasi, RC tidak ada
11. Lensa Jernih Jernih

b. Palpasi

No Pemeriksaan OD OS

1. Tensi Okuler Tn +1 Tn +2
2. Nyeri Tekan tidak ada tidak ada
3. Massa Tumor tidak ada tidak ada
4. Glandulaperiaurikuler Pembesaran tidak ada Pembesaran tidak ada

c. Tonometri
OD = 27 mmHg
OS = 35 mmHg

3
d. Tes Konfrontasi
OD: Tidak dapat dinilai
OS: Tidak dapat dinilai

e. Visus VOD = 0
VOS = 1/300

f. Penyinaran Oblik

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis tidak ada Hiperemis tidak ada

Kornea Jernih Jernih

Bilik mata depan Kesan dangkal Kesan dangkal

Iris Cokelat, kripte ada Cokelat, tampak rubeosis


iridis di perifer

Pupil Bulat, sentral, mid Bulat, sentral, mid


dilatasi, RC tidak ada dilatasi, RC tidak ada
Lensa Jernih Jernih

g. Pemeriksaan Slit Lamp


SLOD = palpebra edema (-), silia sekret (-), konjungtiva hiperemis (-),
kornea jernih edema (-), bilik mata depan Van Herick 2, iris
coklat, krypte (+), pupil bulat sentral RC (-), lensa jernih.
SLOS = palpebra edema (-), silia sekret (-), konjungtiva hiperemis (-),
kornea jernih edema (-), bilik mata depan Van Herick 2, iris
coklat, tampak rubeosis iridis di perifer arah jam 5, pupil bulat
sentral RC (-), lensa jernih.

4
h. Gonioskopi
OD TM OS TM

SL TM TM TM

TM TM

i. Funduskopi
(Tanggal 28 Juni 2018)
FOD : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, cupping (+), CDR 0,9,
a/v=2/3, refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal.
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, cupping (+) CDR 0,9,
a/v=2/3, refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal.

Gambar 1.2 Funduskopi ODS (28 Juni 2018)

(Tanggal 13 Februari 2019)


FOD : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, cupping (+), CDR 0,9,
a/v=2/3, refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal.
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, cupping (+) CDR 0,9,
a/v=2/3, refleks fovea (+), Retina perifer blot dot hemorrhage.

5
IV. Pemeriksaan Lab
Gula darah sewaktu: 133 mg/dl

V. Resume
Seorang perempuan, usia 37 tahun, datang ke poli BKMM dengan
penurunan visus pada mata kanan dan kiri sejak kurang lebih 2 tahun yang
lalu dan memberat 8 bulan terakhir dan lebih berat pada mata kanan. Mata
merah tidak ada, air mata berlebih pada tidak ada, kotoran mata berlebih pada
tidak ada, trauma pada mata tidak ada, riwayat operasi pada mata tidak ada,
riwayat terdahulu pasien 2 tahun yang lalu mata kanan merah ada, sakit pada
mata kanan ada seperti mata mau keluar, mata kanan berair ada, dan sering
sakit kepala. Riwayat berobat sebelumnya 1 tahun yang lalu di Puskesmas
dan diberikan salep mata, namun tidak ada perbaikan. Pada bulan Juni 2018
pasien di diagnosa Glaukoma dan disarankan operasi namun terkendala biaya.
Riwayat Hipertensi ada 3 tahun yang lalu dan mengkonsumsi obat anti
hipertensi Amlodipin 5 mg tidak teratur, riwayat penyakit Diabetes Melitus
disangkal. Riwayat penyakit keluarga nenek pasien buta secara tiba-tiba.
Riwayat penggunaan kacamata tidak ada. Pada pemeriksaan didapatkan VOD
= 0 dan VOD 1/300. Pada pemeriksaan penyinaran oblik dan slit lamp
ditemukan reflek cahaya pada OD (-) dan tampak rubeosis iridis pada OS.
Funduskopi didapatkan FOD : CDR papil glucomatous, FOS : CDR papil
glaucomatous dan blot dot hemorrhage. Hasil tonometri mata kanan dan kiri
meningkat (OD = 27 mmHg, OS = 35 mmHg).

VI. Diagnosis
ODS Primary Open Angle Glaucoma
OD Absolute Glaucoma
OS Neovascular Glaucoma
Hipertensi grade I

6
VII. Diagnosis Banding
ODS Secondary Glaucoma
ODS Closed Angle Glaucoma

VIII. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
 Rencana Trabekulektomi
 Edukasi pemakaian obat tetes mata yang adekuat dan teratur
 Kontrol tekanan darah dan tekanan intraokuler.

Farmakologi
 Cendo Timol 0.5% 1 tetes/12 jam/ODS
 KSR tab 600 mg/24 jam/oral
 Azopt (Brinzolamide 1%), 3 tetes/24 jam/ODS)
 Amlodipin 5 mg/24 jam/oral
 Glauseta (Acetazolamide 250 mg)/16 jam/oral

IX. Prognosis
Quad Ad Vitam : Bonam
Quad Ad Sanationam : Malam
Quad Ad Visam : Malam
Quad Ad Cosmeticam : Bonam

X. Diskusi
Pasien ini didiagnosis Primary Open Angle Glaucoma berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan penunjang. Dari anamnesis didapatkan
masalah-masalah seperti berikut ini
 Penglihatan kabur pada kedua mata yang dialami sejak 2 tahun yang lalu.
 Riwayat defek lapang pandangan yang dirasakan dengan penglihatan kabur
Sedangkan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan :
 VOD = 0 dan VOD 1/300

7
 Pemeriksaan TIO dengan tonometri : OD: 27 mmHg , OS: 35 mmHg.
Funduskopi FOD : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, cupping (+),
CDR 0,9, a/v=2/3, refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal.
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, cupping (+) CDR 0,9,
a/v=2/3, refleks fovea (+), Retina perifer kesan blot dot hemorrhage.
 Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya
berupa gangguan penglihatan, defek lapang pandangan, mata sakit, mata
merah. Penglihatan kabur dan defek lapang pandangan ini diakibatkan
peningkatkan tekanan intraokuler yang menyebabkan penipisan serabut saraf
retina dan abnormalitas lamina cribrosa serta disfungsi vaskuler.
Defek lapang pandangan yang dialami secara bertahap biasanya
ditemukan pada glaukoma sudut terbuka. Pemeriksaan tonometri mata kanan
didapatkan tekanannya 27 mmHg dan pada mata kiri 35 mmHg (normalnya
11-21 mmHg), pemeriksaan Gonioskopi menunjukan bahwa sebagian besar
Schwalbe’s line dan Trabecular Meshwork terlihat pada pemeriksaan ini, dan
pada pemeriksaan funduskopi ditemukan papil glucomatous sehingga, pasien
ini dapat disebutkan mengalami glaukoma tipe sudut terbuka.
Adapun target terapi pada kasus ini ialah mengontrol tekanan intraokuler,
baik dengan obat-obat topikal maupun sistemik. Trabekulektomi merupakan
terapi non farmakologi yang menjadi pilihan jika pada terapi farmakologi
target TIO pada pasien tidak mencapai target..
Terapi farmakologi pada glaukoma akut diberikan berupa kombinasi
pengobatan sistemik dan topikal. Pada kasus ini, pasien diberikan obat tetes
mata Cendo Timol 0.5% 2x1 tetes/hari (ODS), KSR tab 600 mg 1x1 oral/hari,
Azopt (Brinzolamide 1%) 3x1 tetes/hari (ODS), dan Amlodipin 5 mg 1x1
oral/hari. Cendo Timol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas
dan konsentrasi tertinggi pada camera oculi posterior (COP) yang dicapai
dalam waktu 30-60 menit setelah pemberian. Beta bloker dapat menurunkan
tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor aquos.
Penggunan beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2
kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam
kemudian.

8
Timolol termasuk beta bloker non selektif sehingga perlu diperhatikan
pemberiannya pada pasien dengan asma, PPOK, dan penyakit jantung.
Pemberian KSR pada pasien ini juga untuk mengatasi efek sampimg dari
Glaukon dan Azopt yang menyebabkan hipokalemia.
Azopt (Brinzolamide 1%) dan Glauseta merupakan golongan carbonic
anhydrase Inhibitor yang bekerja dengan menghambat carbonic anhydrase
dan pompa Natrium, sehingga menurunkan produksi aqeous humor dan
menurunkan tekanan intraokuler.
Pemberian Amlodipin 5 mg untuk pasien adalah untuk mengontrol
tekanan darah pasien.
Rencana Trabekulektomi pada pasien ini disarankan untuk mengurangi
TIO sehingga pasien tidak merasa nyeri bukan untuk memperbaiki
penglihatan pasien.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang

Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak


menurut World Health Organization. Penyakit ini digambarkan pada awal abad
ketiga belas sebagai "migrain mata" atau "headache pupil". Penyakit ini
berpotensi mengancam penglihatan namun dapat dicegah dan diobati.1 Menurut
penelitian epidemiologi, glaukoma mempengaruhi lebih dari 60 juta orang di
seluruh dunia. Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut, terutama bagi yang
memiliki risiko. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka
menderita penyakit tersebut.2

Kebutaan akibat glaukoma pada orang keturunan Asia umum ditemukan


karena prefalensinya sekitar setengah dari kasus glaukoma dunia. Secara spesifik,
primary angle closure glaucoma (PACG) memiliki prefalensi lebih tinggi pada
orang Asia dibandingkan orang Eropa dan Afrika, dengan lebih dari 80% dari
mereka dengan PACG merupakan keturunan Asia. Karena PACG tampaknya
menyebabkan kebutaan lebih sering dibandingkan dengan primary open angle
glaucoma (POAG). Oleh karena itu, glaukoma terutama primary angle closure
glaucoma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting.3

2.2 Epidemiologi

Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan yang ireversibel di seluruh


dunia. Diperkirakan bahwa kebutaan bilateral akibat glaukoma ada sebanyak 4,5
juta orang dengan primary open angle glaucoma (POAG) dan 3,9 juta orang
dengan primary angle closure glaucoma (PACG) pada tahun 2010, dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 5,9 juta dan 5,3 juta orang pada tahun
2020.6

10
Glaukoma Sudut terbuka primer adalah bentuk glaukoma yang paling sering
pada ras kulit hitam dan putih. Di amerika serikat, 1,29% - 2 % orang berusia
lebih dari 40 tahun, meningkat hingga 4,7 % pada orang berusia lebih dari 75
tahun, diperkirakan mengidap glaukoma sudut terbuka primer, pemyakit ini 3mpat
kali lebih umum dan enam kali lebih sering menimbulkan kebutaan pada orang
berkulit hitam. Pada glaukoma sudut terbuka primer, terdapat kecenderungan
familial yang kuat dan kerabat pasien dianjurkan menjalani pemeriksaan skrining
secara teratur. 4

2.3 Definisi

Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda berupa adanya


neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan
penyempitan lapang pandang (visual field) disertai dengan kanaikan tekanan
intraokuler. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma
dipengaruh oleh gangguan aliran dari humor aqueous.4

Glaukoma bukan merupakan proses penyakit tunggal namun sekelompok


kelainan yang ditandai dengan neuropati optik progresif yang menghasilkan
gambaran cekungan “cupping” diskus optik.4

2.4 Fisiologi Humour Aqueous

Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor


aqueous dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aqueous
merupakan cairan jernih yang mengisi bilik mata depan (0.25 ml) dan bilik mata
belakang (0.06 ml). Komposisi humor aqueous hampir sama dengan komposisi
plasma, yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat, protein, dan glukosa. Fungsi
dari humor aqueous adalah 4 :
- Mempertahankan tekanan intraokular
- Menyediakan substrat dan menghilangkan hasil metabolik kornea dan
lensa
- Sebagai media refraksi

11
Indeks bias dari humor aqueous adalah 1.336, dengan komposisi: 99.9%
air dan 0.1% adalah bahan lain berupa: protein, asam amino, glukosa, urea,
askorbat, asam laktat, natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat. 4
Humor aqueous diproduksi di plasma di dalam jaringan kapiler korpus
siliaris. Tingkat produksi normalnya adalah 2.3 μl/menit. Mekanisme
pembentukan humor aqueous adalah sebagai berikut: 4
1. Ultrafiltrasi: pertama-tama dengan ultrafiltrasi, sebagian besar zat plasma
keluar dari dinding kapiler, jaringan ikat longgar dan epitel pigmen dari
korpus siliaris. Filtrat plasma terakumulasi di balik epitel nonpigmen
korpus siliaris.
2. Sekresi: batas sel epitel nonpigmen merupakan blood aqueous barrier. Zat
tertentu secara aktif diangkut (disekresikan) melintasi penghalang ini ke
dalam ruang posterior. Pengangkutan aktif dibawa oleh pompa aktif
ATPase + A + K + aktif dan sistem enzim anhidrase karbonat. Zat yang
secara aktif diangkut meliputi natrium, klorida, potasium, asam askorbat,
asam amino dan bikarbonat.
3. Difusi: pengangkutan aktif zat-zat ini melintasi epitel tidak berpigmen
korpus siliaris menghasilkan gradien osmotik yang menyebabkan
perpindahan unsur penyusun plasma lainnya ke dalam bilik mata depan.
Natrium merupakan penyebab utama pergerakan air ke dalam bilik mata
belakang.

Setelah humor aqueous dibentuk di korpus siliaris, selanjutnya akan


mengalir dari bilik mata belakang ke bilik mata depan melalui pupil melawan
resistensi fisiologis ringan. Dari bilik mata depan humor aqueous melewati dua
rute4:
1. Trabecular meshwork (konvensional): sekitar 90% dari total humor
aqueous keluar melalui rute ini. Humor aqueous masuk ke trabecular
meshwork sampai ke dinding bagian dalam kanalis Schlemm. Sistem
vakuola dan pori-pori terbuka terutama sebagai respon terhadap tekanan,
mengangkut air dari jaringan ikat juxtacanalicular ke kanalis Schlemm.
Dari kanalis Schlemm, humor aqueous diangkut melalui 25-35 saluran

12
kolektor eksternal ke dalam vena episkleral melalui sistem langsung dan
tidak langsung. Suatu gradien tekanan antara tekanan intraokular dan
tekanan vaskular intraskleral (sekitar 10 mmHg) bertanggung jawab atas
aliran searah aqueous. 4
2. Uveoscleral (tidak konvensional): Ini bertanggung jawab atas sekitar 10%
dari total aliran keluar air. Humor aqueous melintasi korpus siliaris ke
ruang suprachoroidal dan didrainase oleh sirkulasi vena di korpus siliaris,
koroid dan sklera. 4

Gambar . 2.1 Anatomi Normal Drainase Humor Aqueous 5

Tekanan Intraokular (TIO) mengacu pada tekanan yang diberikan oleh


cairan intraokular pada bola mata. TIO normal bervariasi antara 10-21 mmHg
(rata-rata 16 ± 2,5 mmHg). TIO normalnya dipertahankan oleh keseimbangan
antara aliran keluar dari aqueous humor dengan produksinya. Berbagai faktor
yang mempengaruhi tekanan intraokular dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Faktor lokal 4
1. Pembentukan humor aqueous: mempengaruhi tingkat TIO. Pembentukan
humor aqueous tergantung pada banyak faktor seperti permeabilitas
kapiler siliaris dan tekanan osmotik darah.
2. Ketahanan terhadap arus keluar humor aqueous (drainase): Dari sudut
pandang klinis, ini adalah faktor yang paling penting. Sebagian besar

13
resistansi terhadap arus keluar humor aqueous berada pada trabecular
meshwork.
3. Peningkatan tekanan vena episkleral: dapat menyebabkan kenaikan TIO.
Manuver Valsava menyebabkan peningkatan sementara tekanan vena
episkleral dan kenaikan TIO.
4. Dilatasi pupil: pada pasien dengan sudut bilik mata depan sempit dapat
menyebabkan peningkatan TIO karena penyumbatan relatif terhadap
drainase humor aqueous.

Faktor umum 4
1. Keturunan
2. Usia: TIO rata-rata meningkat setelah usia 40 tahun, mungkin karena
berkurangnya drainase dari humor aqueous.
3. Jenis kelamin: TIO sama antara jenis kelamin pada usia 20 - 40 tahun.
Pada kelompok usia tua rata-rata TIO meningkat terutama pada wanita.
4. Variasi diurnal dari TIO: Biasanya, ada kecenderungan TIO yang lebih
tinggi di pagi hari dan lebih rendah di malam hari. Hal ini terkait dengan
variasi diurnal pada kadar kortisol plasma. Mata normal memiliki fluktuasi
yang lebih kecil (<5 mmHg) dari pada mata glaucomatous (> 8 mmHg).
5. Variasi postural: TIO meningkat saat berubah dari posisi duduk ke posisi
terlentang.
6. Tekanan darah: prevalensi glaukoma sedikit lebih banyak pada pasien
hipertensi daripada normotensi.
7. Tekanan osmotik darah: peningkatan osmolaritas plasma (seperti yang
terjadi setelah pemberian mannitol intravena, gliserol oral atau pada pasien
dengan uraemia) dikaitkan dengan penurunan TIO, sementara penurunan
osmolaritas plasma (seperti yang terjadi pada tes provokatif) dikaitkan
dengan kenaikan TIO.

14
2.5 Klasifikasi
Glaukoma dapat diklasifikaskan berdasarkan etiologi klinisnya sebagai
berikut 4:
a) Glaukoma Primer
1. Primary Open Angle Glaucoma (POAG)
POAG juga dikenal sebagai glaukoma kronik sederhana onset dewasa dan
biasanya ditandai dengan tekanan intraokular yang progresif meningkat secara
secara perlahan (>21 mmHg) yang terkait dengan penggaungan diskus optik khas
dan defek pada lapang pandang. Karakteristik terpenting dari tipe ini adalah sudut
pada bilik mata depan yang terbuka. 4
2. Primary Angle Closure Glaucoma (PACG)
PACG adalah jenis glaukoma primer dimana tidak ada penyebab sistemik
atau okular yang jelas yang menyebabkan peningkatan TIO, dan dapat ditandai
dengan sudut bilik mata depan yang tertutup. PACG dapat disebabkan oleh
gangguan iris, lensa dan struktur retrolentikular4. Berdasarkankan klinisnya,
PACG dibagi menjadi:
- Latent primary angle-closure glaucoma (Latent PACG): istilah ini
digunakan untuk pasien yang secara anatomis memiliki kecenderungan
terhadap penutupan sudut, yaitu mata dengan bilik mata depan yang
sempit (pada kasus hipermetrop). Pada glaukoma tipe ini kadang tidak
menimbulkan gejala, hanya pada pemeriksaan slit lamp mungkin
didapatkan bilik mata depan yang sempit, bentuk iris yang lebih cembung,
iris yang letaknya lebih dekat dengan kornea perifer. Pada gonioskop
didapatkan sudut iridokornea yang sangat sempit (Shaffer grade 1). TIO
pada latent PACG mungkin tetap normal, untuk mendiagnosisnya bisa
menggunakan tes provokatif yaitu prone-darkroom test (TIO awal diukur
lalu pasien dibaringkan dalam ruang yang gelap selama 1 jam setelah itu
TIO diukur lagi, tes positif bila peningkatan TIO >8mmHg), Mydriatic
provocative test (tes ini jarang digunakan lagi karena tidak nyaman bagi
pasien dan jika hasilnya positif dapat memberikan serangan glaukoma
yang berbahaya, tes ini dilakukan dengan memberikan midriatik lemah
seperti tropicamide 0,5% atau secara bersamaan diberikan midriatik

15
(phenylephrine) dan miotik (pilocarpine 2%) pemberian ini digunakan
untuk menghasilkan mid dilatasi pada pupil, tes dikatakan positif bila
terjadi penutupan sudut.
- Subacute/intermittent primary angle-closure glaucoma (Subacute PACG):
adalah keadaan dimana terjadi peningkatan TIO (40-50mmHg) yang
berlangsung selama beberapa menit sampai 2 jam. Serangan seperti ini
terjadi pada sudut yang occludable biasanya dipicu oleh kecenderungan
membaca/menonton dalam cahaya redup, fisiologis bilik mata depan yang
sempit sehingga dengan berbaring dapat memicu serangan. Gejalanya
berupa defek lapang pandang sementara pada satu mata, halo, nyeri kepala
dan nyeri pada mata yang sakit. Serangan dapat berhenti sendiri karena
miosis fisiologis dari pupil, tetapi tidak memungkinkan untuk terjadi
serangan berulang.
- Acute primary angle-closure glaucoma: serangan pada tipe glaukoma ini
terjadi karena penutupan sudut yang mendadak dan tiba-tiba yang
menyebabkan peningkatan TIO parah. Biasanya tidak berhenti sendiri dan
berbahaya jika tidak ditangani selama beberapa hari. Gejala berupa rasa
sakit yang sangat berat pada mata dan menyebar sepanjang penjalaran
Nervus V, mual dan muntah juga sering menyertai, penurunan penglihatan
yang progresif, konjungtiva hiperemis, fotofobia dan lakrimasi. Tanda
yang didapat pada pemeriksaan penunjang: hipersensitivitas kornea
meningkat, bilik mata depan dangkal, sudut iridokornea pada gonioskopi
(Shaffer 0), perubahan warna iris, pupil middilatasi dan tidak berespon
terhadap cahaya, TIO (40-70 mmHg), edema papil.
- Postcongestive angle-closure glaucoma: glaukoma tipe ini mengacu pada
keadaan dimana mata sudah pernah mengalami serangan PACG akut
dengan atau tanpa perawatan. Dibagi dalam empat tipe yaitu Postsurgical
postcongestive PACG (setelah dilakukan peripheral laser iridotomy),
pembukaan sudut secara spontan, Chronic congestive angle-closure
glaucoma (kelanjutan dari glaukoma akut sudut tertutup bila tidak diobati
atau tidak berhasil dengan peripheral laser iridotomy dengan gejala berupa
peningkatan TIO, rasa sakit sedang, edama konjungtiva berkurang

16
daripada fase akut, cupping glaucomatous) dan korpus siliaris yang sduah
dimatikan.
- Chronic primary angle-closure glaucoma: diakibatkan oleh penutupan
akibat sinekia anterior yang pertahap, subacute PACG. Klinisnya
menunjukkan TIO yang terus meningkat, konjungtiva tidak hiperemis,
tidak nyeri, cupping glaucomatous, defek lapang pandang.
- Absolute primary angle-closure glaucoma: gambaran klinis berupa buta,
Perilimbal reddish blue zone (flushing siliaris disekitar kornea karena vili
silaris yang melebar), caput medusa sensitivitas kornea menurun, atrifi iris,
BMD sangat dangkal, dilatasi pupil yang memberi warna kehijauan, atrofi
optik glaucomatous, TIO tinggi hingga bola mata sangat keras.

b) Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah gangguan dimana peningkatan TIO dikaitkan
dengan beberapa penyakit mata ataupun penyakit sistemik. 4
1. Lens-Induced (Phacogenic) Glaucoma
 Phacomorphic Glaucoma: disebabkan oleh Lens intumescent (lensa
katarak yang bengkak karena pematangannya yang cepat) atau kadang
juga karena pecahnya kapsul anterior post traumatik, subluksasi lensa ke
anterior atau dislokasi lensa.
 Phacolytic Glaucoma (Lens protein glaucoma): ini adalah jenis glaukoma
sudut terbuka sekunder dimana trabecular meshwork tersumbat oleh
protein lensa dan makrofag yang memfagositosis protein lensa. Kebocoran
dari protein lensa ini sendiri terjadi biasanya pada katarak hipermatur
(morgagnian).
 Lens Particle Glaucoma: ini adalah jenis glaukoma sudut terbuka
sekunder, dimana trabecular meshwork terhalang oleh partikel lensa yang
mengambang di humor aqueous. Hal ini mungkin terjadi karena partikel
lensa tertinggal setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular yang tidak
disengaja atau direncanakan atau setelah terjadi ruptur traumatis pada
lensa.

17
 Glaucoma Associated with Phacogenic Uveitis: pada glaukoma tipe ini
TIO meningkat karena reaksi inflamasi jaringan uveal yang terpancar oleh
materi lensa. Pada dasarnya, itu juga merupakan jenis sekunder glaukoma
sudut terbuka dimana meshwork trabekular tersumbat oleh sel-sel
inflamasi dan partikel lensa.
 Glaucoma Associated with Phacoanaphylaxis: pada tipe ini terjadi reaksi
inflamasi akibat antigen (protein lensa) bereaksi dengan antibody sehingga
partikelnya menyumpat trabecular meshwork.
2. Glaucoma Due to Uveitis
 Hypertensive Uveitis: mirip dengan phacogenic uveitis, terjadi reaksi
inflamasi akibat antigen (protein lensa) dengan antibody.
 Post Inflamatory Glaucoma: TIO meningkat post iridocyclitis bisa
menyebabkan sinekia posterior atau sinekia anterior.
3. Pigmentary Glaucoma: Ini adalah jenis glaukoma sudut terbuka sekunder
Dimana trabecular meshwork tersumbat oleh partikel pigmen yang berasal
dari gesekan mekasnis iris posterior dengan zonular fibrils. Karakteristik
glaukoma ini mirip dengan POAG, terkait dengan pengendapan butiran
pigmen pada struktur segmen anterior seperti iris, permukaan posterior
kornea, trabecular meshwork, zonula zinii dan lensa.
4. Neovascular Glaucoma (NVG): terbentuknya neovaskularisasi pada bilik
mata depan (rubeosis iridis) yang merupakan akibat dari iskemik retina yang
biasa terjadi pada : Retinopati diabetik, Oklusi arteri/vena retina sentral,
Retinopati sel sabit, Penyakit Eales, radang intraokular kronis, tumor
intraokular, dan ablasi retina lama.
5. Glaucoma Associated With Intraocular Tumours: akibat tumor intraokular
seperti melanoma ganas (iris, koroid, korpus siliaris) dan retinoblastoma
dapat terjadi oleh satu atau lebih dari mekanisme berikut: blok trabecular
meshwork karena tersumbat oleh sel tumor atau invasi langsung oleh bibit
tumor, Neovaskularisasi sudut, Stasis vena mengikuti penyumbatan vortex
vena, Penutupan sudut karena perpindahan maju diafragma iris-lensa akibat
peningkatan massa tumor.

18
6. Pseudoexfoliative Glaucoma (Glaucoma Capsulare): Pseudoexfoliation
syndrome (PES) ditandai dengan pengendapan bahan mirip ketombe abu
amorf di tepi pupil, permukaan lensa anterior, permukaan posterior iris,
zonasi dan proses siliaris. Sumber pasti bahan eksfoliatif masih belum
diketahui. 50% kasus terkait dengan glaukoma sudut terbuka sekunder.
Mekanisme peningkatan TIO masih belum jelas. Penyumbatan trabekula oleh
bahan eksfoliatif dianggap sebagai penyebab yang mungkin terjadi. Secara
klinis glaukoma ini mirip seperti POAG.
7. Steroid Induced Glaucoma: ini adalah jenis glaukoma sudut terbuka sekunder
yang berkembang akibat terapi steroid topical ataupun sistemik. Beberapa
teori menjelaskan tentang terjadinya glaukoma akibat penggunaan steroid
diantaranya:
- Teori Glycosaminoglycans (GAG). Kortikosteroid menghambat
pelepasan hidrolase (menstabilkan membran lisosomal). Karena itu
trabecular tidak dapat mempertahankan humor aqueous di ruang
ekstraselular. Hal ini menyebabkan penyempitan ruang trabekuler dan
penurunan ekskresi humor aqueous.
- Teori sel endotel: Kortikosteroid diketahui menekan aktivitas fagositik
sel endotel yang dapat mengakibatkan akumulasi zat-zat di trabekular
dan mengurangi ekskresi humor aqueous.
- Teori prostaglandin: Prostaglandin E dan F (PGE dan PGF) diketahui
dapat meningkatkan kadar humor aqueous dan dapat menghambat
sintesis PGE dan PGF yang menyebabkan penurunan ekskresi humor
aqueous.
8. Traumatic Glaucoma: mekanismenya berupa lensa yang terinduksi karena
pecah, bengkak atau dislokasi, Angle-closure karena pembentukan synechiae
anterior perifer setelah perforasi akibat cedera kornea yang menyebabkan
leucoma.
9. Ciliary Block Glaucoma: awalnya disebut sebagai glaukoma ganas adalah
kondisi langka yang dapat terjadi sebagai komplikasi dari setiap operasi
intraokular. Dimana terjadi penutupan sudut iridokornea karena berputarnya
korpus siliari kea rah depan sehingga menghalangi aliran humor aqueous.

19
10. Glaucoma Associated with Intraocular Haemorrhages: Perdarahan
intraokular meliputi hifema (perdarahan pada bilik mata depan) dana tau
perdarahan pada korpus vitreus karena beberapa penyebab :
- Glaukoma sel darah merah: berhubungan dengan hifema traumatis yang
disebabkan oleh sumbatan sel darah merah pada trabekula. Hal ini juga
mungkin terkait dengan blok pupil karena bekuan darah.
- Haemolytic glaucoma: ini adalah glaukoma sudut terbuka sekunder akut
karena penyumbatan (penyumbatan) pada trabekula yang disebabkan
oleh sisa-sis sel darah merah yang telah lisis.
- Ghost cell glaucoma: ini adalah jenis glaukoma sudut terbuka sekunder
yang terjadi pada mata afakia atau pseudoafakia dengan perdarahan
vitreous. Setelah sekitar 2 minggu post perdarahan, sel darah merah
merosot, kehilangan kelenturannya dan menjadi sel khaki berwarna
(ghost cell) yang lolos dari vitreous ke dalam bilik mata depan dan
menghalangi aliran humor aqueous di trabecular meshwork.
11. Glaucoma Associated With Corneal Endothelial Syndromes: mencakup 3 ciri
klinis yaitu atrofi iris progresif, Sindrom Chandler, dan Sindrom Cogan-
Reese. Iridocorneal Endothelial (ICE) adalah adanya sel endotel kornea yang
abnormal yang berkembang biak membentuk membran endotel dalam sudut
bilik mata depan yang menyebabkan penutupan sudut akibat kontraksi
membran endotel ini (sinekia sekunder).

c) Glaukoma Kongenital dan Developmental


1. Primary Congenital Glaucoma
Ini mengacu pada TIO yang tinggi diakibatkan oleh anomali perkembangan
sudut ruang anterior, tidak terkait dengan anomali okular atau sistemik lainnya.
Menurut usia dari onset dapat dibagi lagi menjadi:
- True congenital glaucoma: peningkatan TIO terjadi selama kehidupan
intrauterin dan anak lahir dengan pembesaran mata. Ini terjadi pada sekitar
40% kasus.
- Infantile glaucoma: dikategorikan infantile saat penyakit muncul sebelum
anak berusia 3 tahun. Ini terjadi pada sekitar 50% kasus.

20
- Juvenile glaucoma: pada anak usia 3-16 tahun dengan prevalensi kejadian
sekitar 10%.
2. Developmental Glaucoma with associated ocular anomalies
Beberapa anomali yang sifatnya sistemik maupun okuler dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan TIO, biasanya dikarenakan defek perkembangan sudut
bilik mata depan. Glaukoma tipe ini mencakup berbagai kondisi termasuk,
sindrom marfan, sindrom Axenfeld-Rieger, anomali Peters, Sindrom Sturge-
Weber, sindrom rubella kongenital, mikrokornea kongenital, dll.

2.6 Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus


humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus
humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik
mata depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan
tekanan vena episklera. 6
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg
yang juga disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan
lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).6
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga
menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.6
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga
disebabkan oleh gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi
berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang
sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan
intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga
terjadi cekungan pada papil saraf optik.6

21
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intra-okuler yang
disertai pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada
sebagian besar kasus tidak terdapat penyakit mata lain ( glaukoma primer ).
Tekanan intra-okuler tersebut ditentukan oleh kecepatan pembentukan Aqueous
Humour dan tahanan terhadap aliran keluarnya air mata. Mekanisme peningkatan
tekanan intra-okuler pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar Aqueous
Humour akibat kelainan system drainase sudut kamera anterior ( glaukoma sudut
terbuka ) atau gangguan akses Aqueous Humour ke system drainase ( glaukoma
sudut tertutup ). Patofisiologi peningkatan tekanan intra-okuler baik disebabkan
oleh mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup akan berhubungan dengan
bentuk-bentuk glaukoma.
Efek peningkatan tekanan intra-okuler di dalam mata ditemukan pada
semua bentuk glaukoma yang manifestasinya ditentukan oleh perjalanan waktu
dan besar peningkatan tekanan intra-okuler. Mekanisme utama pada penurunan
penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus yang menyebabkan
penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson
di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik disertai pembesaran cekungan
optik. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik dan prosesussiliaris
memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan
intra-okuler mencapai 60-80 mmHg sehingga, terjadi kerusakan iskemik pada iris
yang disertai edema kornea.

Gambar . 2.2 Patofisiologi Glaukoma Sudut Terbuka 5

22
2.7 Manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang

Secara umum, seseorang dengan glaukoma dapat datang dengan gejala 4:

 Nyeri pada mata: peningkatan TIO yang sangat tinggi dapat


menyebabkan nyeri pada mata mungkin diakibatkan oleh faktor-faktor
seperti iritasi pada korpus siliaris akibat kerusakan pada epitel-epitenya.
 Nyeri kepala: peningkatan TIO secara tiba-tiba pada glaukoma akut dapat
disertai dengan keluhan nyeri hingga mual dan muntah.
 Halo: terjadi karena akumulasi cairan di epitel kornea dan perubahan
indeks refraksi pada lamellar kornea.
 Penglihatan kabur: penglihatan kabur terjadi pada glaukoma sekunder
akibat edema kornea dan uveitis yang menyertai peningkatan TIO.
 Defek lapang pandang: pada glaukoma tahap awal, pasien tidak
mengeluhkan kelainan pada penglihatannya. Hal ini biasa dikeluhkan bila
telah berlanjut ke tahap kerusakan nervus optik.
 Hiperemis (konjungtiva hiperemis): dialami hanya pada glaukama akut,
tetapi dapat juga pada glaukoma sekunder akibat uveitis, neovaskular
glaukoma dan glaukoma phacolytic.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan antara lain:
 Pemeriksaan Visus: ketajaman penglihatan harus diukur sebagai salah
satu indicator penglihatan sentral.

23
Gambar 2.3 Pemeriksaan Slit Lamp

 Tonometri: pengukuran TIO dengan tonometr bukanlah skrining yang dapat


diandalkan untuk mendeteksi glaukoma, karena setengah dari penderita
glaukoma memiliki TIO <22 mmHg.
 Diurnal Variation Test: sangat berguna untuk mendeteksi kasus dini. Pada
tahap awal glaukoma terdapat variasi diurnal yang berlebih, oleh karena itu
diperlukan pengukuran TIO berulang (setiap 2-3 jam) selama 24 jam. Dimana
pada sebagian besar pasien TIO rendah pada malam hari. Variasi TIO >5
mmHg pada pengukuran dengan tonometri Schiotz dianggap mencurigakan
dan jika TIO berbeda >8 mmHg dapat ditegakkan sebagai diagnosis glaukoma.
 Gonioskopi: untuk menilai sudut bilik mata depan dengan melihat Root of the
iris, Cilliary body band, Scleral spur, Trabekular meshwork dan Schwalbe line.

24
 Perimetri: adalah tes lapang pandang, dimana lapang pandang adalah area total
objek dapat dilihat di samping (perifer) saat kita memusatkan penglihatan ke
sentral. Menilai skotoma (hilangnya lapang pandang) baik perifer maupun
sentral. Tes ini digunakan untuk menentukan keparahan dari glaukoma yang
penting diketahui untuk penataklaksanaan selanjutnya. Batas normal lapang
pandang adalah 50˚ pada daerah superior, 90˚ temporal, 70˚ inferior dan 60˚
nasal.
 Funduskopi: untuk menilai perubahan pada diskus optik, ada tidaknya
penggaungan, menilai cup-disc ratio, optic nerve atrophy, dan kelainan pada
retina. Kerusakan nervus optik dini dapat memberi gambaran cup ≥0,5,
cupping vertikal, focal rim thinning, asimetris cup and disc, cup haemorrhage,
dan penipisan diskus optik (mulai dari inferior, kemudian superior , nasal dan
temporal). Kerusakan nervus optik moderate memberi gambaran cup ≥0,7,
diffuse rim thinning, diffuse retinal nerve fiber defects dan disc hemorrhage.

Gambar 2.4 Funduskopi Pasien dengan Glaukoma 7

25
2.8 Penatalaksanaan

Medikamentosa
Pengobatan dengan obat-obatan ditujukan untuk menurunkan tekanan
intra-okular dengan cepat utuk mencegah kerusakan nervus optikus, menjernihkan
kornea, menurunkan inflamasi intra-okular, miosis, serta mencegah terbentuknya
sinekia anterior perifer dan posterior. Kegagalan hasil pengobatan dapat
disebabkan oleh kesalahan dalam teknik pemakaian obat walaupun pasien
memakai semua obat sesuai resep. Masalah yang nyata adalah waktu pemberian
obat yang bermacam-macam disertai dengan menutup saluran keluar yang
mengalirkan obat ke rongga hidung (kanal nasolakrimalis).4
Penutup saluran nasolacrimal berguna karena bila obat diteteskan pada
mata, obat akan masuk ke rongga hidung dan masuk ke dalam peredaran darah
dan bagian tubuh yang lain sehingga akan memberikan efek samping. Untuk
mencegah hal ini maka pada saat meneteskan obat ke mata maka tempat
pengaliran obat masuk ke hidung (punctumlakrimal) ditutup dengan jari selama 1-
2 menit. Biasanya 50% dari obat akan masuk ke dalam mata yang efeknya akan
sangat baik dan waktu kerjanya akan lebih lama. Aturan pemakaian obat
diperlukan pada pemakaian berbagai macam obat tetes yang diberikan. Sebaiknya
antara pemakaian 2 jenis obat dalam batas 10-15 menit. Obat yang diteteskan
dalam waktu dekat tidak efisien karena obat yang pertama diteteskan dibilas oleh
obat tetes yang berikutnya.4

26
Obat Anti Glaukoma
Jenis obat Konsentrasi Dosis Efek obat Penurun Efek samping
an TIO
Okular Sistemik
Prostaglandins analogs
Latanoprost 0.005% 4x Meningkatkan 25-30% Meningkatka Gejala spt flu,
aliran uveoskleral n pigmentasi nyeri otot dan
iris, sendi, sakit
hipertrikosis, kepala
penglihatan
kabur,
teratitis,
uveitis
anterior,
konjungtiva
hiperemis,
reaktivasi,
keratitis
herpes
Travoprost 0.004% 4x s.d.a 25-32% s.d.a s.d.a
Bimatoprost 0.03% 4x Meningkatkan 27-33% s.d.a s.d.a
uveoskleral dan
trabekular
Unoprostone 0.15% 2x Meningkatkan 13-18% s.d.a s.d.a
isopropyl aliran trabekular
β –adrenergic antagonist (β -bloker)
Non selektif
Timolol 0.25-0.5% 4x Menurunkan Kekaburan, Bradikardi,
maleate produksi akuos 20-30% iritasi, blok jantung,
anestesi, bronkospasme,
kornea, hipotensi,
keratitis, depresi SSP
punctuate,
alergi
Timolol-LA 0.5% 4x s.d.a 20-30% s.d.a s.d.a
Timolol 0.5% 4x, 2x s.d.a 20-30% s.d.a s.d.a
hemihydrate
levobonolol 0.25-0.5% 4x, 2x s.d.a 20-30% s.d.a s.d.a
metipranolol 0.3% 2x s.d.a 20-30% s.d.a s.d.a

27
Carteolol 1.0% 4x, 2x Simpatomimeti
hydrochloride k intrinsic
Selektif
Betaxolol 0.25% 2x s.d.a 15-20% s.d.a Komplikasi
paru-paru
Adrenergic agonist
Non selektif
Epinefrin 0.25, 0.5, 2x Meningkatkan 15-20% Iritasi Kepala ekstra
1.0, 2.0 % aliran akuos konjungtiva, systole
hiperemis,
retraksi
kelopak
mata,midriasi
s
Aβ 2-adrenergic agonist
Selektif
Apraclonidin 0.5-1.0% 2x, 3x Menurunkan 20-30% Iritasi, Hipotensi,
HCL produksi akuos, iskemia, kelelahan,
menurunkan alergi, hidung dan
tekanan vena retraksi, mulut kering,
episkleral kelopak mata, vasovagal
konjungtivitis attack
, folikularis
Sangat selektif
Brimonidine 0.2% 2x, 3x Menurunkan 20-30% Kekaburan Sakit kepala,
tartrate 0.2% produksi akuos, edem kelopak kelelahan,
meningkatkan mata, hipotensi,
aliral uveoskleral kekeringan, insomnia
sensasi benda
asing
Parasimpatomimetik (miotik) agent
Agonis kolinergik (direct acting)
Pilokarpin 0.2-10.0% 2-4% Meningkatkan 15-25% Sinekia Meningkatkan
HCL aliran trabekular posterior, salvias,
keratitis, meningkatkan

28
miosis, sekresi gaster
miopia
Anti kolinesterase agent (indirect acting)
Achothiopate 0.125% 4x, 2x s.d.a 15-25% Myopia, Sama dengan
iodide katarak, pilokarpin
epipora
Carbonic anhidrase inhibitors
Oral
Asetazolamid 62.5, 125, 2-4x Menurunkan 15-20% Tidak ada Asidosis,
e 250 mg produksi akuos depresi, letargi
metazolamide 25, 50, 100 2x, 3x s.d.a s.d.a s.d.a s.d.a
mg
Topical
Dorzolamide 2.0% 2x, 3x s.d.a s.d.a Myopia, Kurang
penglihatan menyebabkan
kabur, efek sistemik
keratitis,
konjungtivitis
Hiperosmotik agents
Mannitol(par 20% 2g/Kg Osmotic gradient TIO rebound Retensi urin,
enteral) BB dehydrates sakit kepala,
vitreous gagal jantung
kongestif
Gliserin(Oral 50% s.d.a s.d.a s.d.a
)

Non Medikamentosa
Glaukoma bukan merupakan penyakit yang dapat diobati dengan operasi
saja. Keputusan untuk melakukan operasi glaukoma biasanya langsung pada
keadaan yang memang memiliki indikasi untuk dilakukannya operasi, yaitu:4
1. Target penurunan tekanan intra-okular tidak tercapai
2. Kerusakan jaringan saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang progresif
meski telah diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi ataupun telah
dilakukan laser terapi ataupun tindakan pembedahan lainnya.

29
3. Adanya variasi tekanan diurnal yang signifkan pada pasien dengan kerusakan
diskus yang berat.
Terapi bedah dan laser yang sekarang digunakan untuk mengatasi
glaucoma adalah iridektomi dan iridotomi perifer, trabekuloplasti laser, bedah
drainase glaucoma dan tindakan siklodestruktif.
1. Iredektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan
antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser
Neodinium: YAG atau Argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan
bedah iridektomi perifer.4
2. Trabekuloplasti perifer
Penggunaan laser (biasanya Argon) untuk menimbulkan luka bakar melalu
suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar
humor aqueous karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan
kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacam-
macam bentuk glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi bergantung
pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya
memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah
glaukoma.4
3. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase. Tabekulotomi telah
menggantikan tidakan-tindakan drainase full thickness misal sklerotomi
bibir posterior dan sklerostomi termal.4
4. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alas an untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau
bedah untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatemi,

30
ultrasonografi frekuensi tinggi dan yang paling mutahir terapi laser
Neodinium: YAG thermal mode. Dapat diaplikasikan ke permukaan mata
tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus
siliaris di bawahnya. Terapi ini diperuntukan bagi glaukoma yang sulit
diatasi.4

2.9 Prognosis

Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara


perlahan hingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes
antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular mata yang belum mengalami
kerusakan glaukomatosa luas, prognosisnya akan baik (walaupun penurunan
lapangan pandang dapat terus terjadi pada tekanan intraokular yang telah normal).
Apabila proses penyakit terdiagnosis secara dini, sebagian besar pasien glaukoma
dapat ditangani dengan baik secara medis, trabekulektomi merupakan pilihan
yang baik bagi pasien yang mengalami perburukan meskipun telah menjalani
terapi medis. 4

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Suresh H et al. 2016. Primary angle-closure glaucoma: A retrospective


interventional case series in South India. Oman J Ophthalmol. 2016 Jan-Apr;
9(1): 17–21.
2. Kementerian Kesehatan Indonesia. 2013. Panduan praktik klinis bagi dokter
di fasilitas pelayanan kesehatan primer: Edisi I.
3. Cheng JW et al. 2014. The Prevalence of Primary Angle Closure Glaucoma
in Adult Asians: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS ONE 9(7):
e103222.
4. Vaughan, Daniel G, MD, Asbury, Taylor, MD, dan Riordan-Eva, Paul,
FRCS, FRCOphth. Editor; Diana Susanto. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta.
2009.
5. Weinreb RN, et al. The Pathophysiology and Treatment of Glaucoma. JAMA.
2014
6. Khurana AK. Comprehensive Opthtalmology 4th edition. India: New Age
International Ltd. 2007
7. Gupta N, et al. International Council of Opthalmology (ICO) Guidelines for
Glaucoma Eye Care.
8. Xinghuai S et al. 2017. Primary angle closure glaucoma: What we know and
what we don’t know. Progress in retinal and eye research 57: 26–45.

32

Anda mungkin juga menyukai