Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

HIPEREMESIS GRAVIDARUM PADA KEHAMILAN 10-11


MINGGU

Disusun Oleh :
Aninda Afrilia Aryani, S.Ked.
NIM : 71 2021 099

Pembimbing Klinik:
Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K)., MARS.

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
HIPEREMESIS GRAVIDARUM PADA KEHAMILAN 10-11 MINGGU

Oleh:
Aninda Afrilia Aryani, S.Ked.
71 2021 099

Telah dilaksanakan pada bulan September 2022 sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, September 2022

Dokter Pendidik Klinik


Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“HIPEREMESIS GRAVIDARUM” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K)., MARS., selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
laporan kasus ini
2. Rekan-rekan co-assistant atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Palembang, September 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................ ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 2
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.Hiperemesis Gravidarum......................................................................... 4

BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................19

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Apakah Penegakan Diagnosis pada Pasien ini Sudah Benar?............... 27
4.2 Apakah Penatalaksanaan pada Pasien ini Sudah Adekuat? .................. 28

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan................................................................................................. 31
5.2 Saran.....................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hiperemesis gravidarum (HG) dianggap sebagai manifestasi paling
parah dari mual dan muntah pada kehamilan/ nausea and vomiting of
pregnancy (NVP) dan terjadi pada 0,3-3% dari semua kehamilan. HG
menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, gangguan elektrolit, dan
defisiensi nutrisi. HG juga dikaitkan dengan kelahiran prematur dan bayi
kecil untuk usia kehamilan. Meskipun insiden yang tampaknya relatif
rendah, kondisi ini merupakan penyebab paling umum dari rawat inap awal
kehamilan di rumah sakit. Selain itu, kekambuhan pada kehamilan berturut-
turut tinggi, mulai dari 15% hingga lebih dari 80%.1
Kriteria umum untuk diagnosis adalah muntah terus-menerus disertai
dengan penurunan berat badan melebihi 5% dari berat badan sebelum hamil,
ketonuria, dan dehidrasi, yang dalam banyak kasus memerlukan rehidrasi
intravena. Etiologi HG tidak dipahami dengan jelas, tetapi diperkirakan
multifaktorial dan kompleks. Studi terbaru juga menunjukkan bahwa
beberapa wanita lebih berisiko karena faktor genetik. Karena tidak ada
etiologi yang jelas untuk HG, pengobatan berfokus pada pengurangan
keparahan gejala dan mencegah komplikasi lebih lanjut seperti gangguan
elektrolit dan malnutrisi. Antihistamin generasi pertama dianggap aman dan
pengobatan antiemetik lini pertama. Antagonis reseptor dopamin, seperti
metoklopramid dan fenotiazin, dianggap sebagai terapi obat lini kedua.
Ondansetron digunakan setelah obat antiemetik lain gagal. Di beberapa
negara, kombinasi doxylamine dan vitamin B6 (pyridoxine) telah
dilisensikan untuk mengobati NVP. Namun, tidak ada obat yang dilisensikan
untuk mengobati NVP atau HG di Skandinavia.1
Sebagian besar penelitian yang terkait dengan NVP dan HG berfokus
pada etiologi dan pilihan pengobatan, daripada pengalaman pasien tentang
manajemen dan konsekuensi HG. Namun, beberapa penelitian telah
mendokumentasikan bahwa NVP dan HG dapat memiliki dampak negatif

1
2

yang mendalam pada fungsi kehidupan sehari-hari wanita; itu berdampak


negatif pada kualitas hidup, aktivitas sehari-hari, fungsi sosial,
kapasitas/kemampuan kerja, hubungan pasangan dan keluarga, dan pola
asuh. Sebuah tinjauan sistematis dan meta-analisis barubaru ini juga
menemukan bahwa wanita dengan HG mengalami peningkatan risiko
depresi dan kecemasan yang signifikan. Kondisi ini dapat sangat
melemahkan dan menimbulkan begitu banyak tekanan sehingga wanita
dengan NVP dan HG yang parah telah mempertimbangkan atau memilih
untuk mengakhiri kehamilan yang diinginkan. Dalam survei berbasis web
dari 808 wanita yang terkena HG, 15% responden melaporkan mengakhiri
setidaknya satu kehamilan, karena HG. Dalam survei yang sama, 37%
responden melaporkan bahwa mereka tidak akan mempertimbangkan atau
merencanakan kehamilan lagi, yang selanjutnya menggambarkan efek
negatif HG pada reproduksi. Christodoulou-Smith dkk melakukan survei
online yang melibatkan 377 wanita dengan HG dan 233 kontrol. Mereka
menemukan bahwa sebanyak 18% wanita dengan HG memenuhi kriteria
sindrom stres pasca trauma. Dalam penelitian itu, wanita dengan HG juga
lebih mungkin mengalami peristiwa kehidupan pascapersalinan yang
negatif.1
Persepsi bahwa NVP adalah bagian alami dari kehamilan, yang hanya
menimbulkan sedikit ketidaknyamanan, dapat menyiratkan bahwa gejalanya
diremehkan, baik oleh profesional kesehatan maupun masyarakat. Persepsi
ini dapat menyebabkan kurangnya dukungan, kurang terdiagnosis, dan
kurang perawatan pada wanita dengan NVP parah.1

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus
hiperemesis gravidarum.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir yang kritis bagi semua dokter
muda setelah dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik
tentang kasus hiperemesis gravidarum.
3

1.1. Manfaat
1.1.1. Manfaat Teoritis
Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan
ginekologi terutama tentang kasus hiperemesis gravidarum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hiperemesis Gravidarum


2.1.1. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan
pada wanita hamil sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena
keadaan umum pasien yang buruk akibat dehidrasi. Mual dan muntah
adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan
trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga
timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung
selama kurang lebih 10 minggu.2

2.1.2. Epidemiologi
Hingga 90% wanita mengalami mual selama kehamilan. Studi
menunjukkan bahwa sekitar 27 hingga 30 persen wanita hanya
mengalami mual, sedangkan muntah dapat terlihat pada 28 hingga 52
persen dari semua kehamilan. Insiden hiperemesis gravidarum berkisar
antara 0,3 sampai 3 persen, tergantung pada sumber literatur. Secara
geografis, hiperemesis tampaknya lebih umum di negara bagian barat.3
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah
terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-
80% primi gravida dan 40-60% multi gravida. Dari seluruh kehamilan
yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya mengalami
hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan.
Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai
pada usia kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-
13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan
12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat
berlanjut melampaui 20-22 minggu. Kejadian hiperemesis dapat
berulang pada wanita hamil.2
2.1.3. Etiologi
3
4

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus
hiperemesis gravidarum di Canada diketahui beberapa hal yang
menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya
komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan
gastrointestinal, dan diabetes pregestasional. Tidak ada bukti bahwa
penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan
kelainan biokimia.2
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah
ditemukan adalah sebagai berikut:2
1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada
mola hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon
memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin
dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang
menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.
3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap
anak.
4. Faktor psikologis, seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab
sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang
peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis
gravidarum.
Etiologi HG berkembang dengan pemahaman fisiologi emetik
dan penemuan faktor genetik, penanda inflamasi, dan kelainan
hormonal yang terkait dengan HG. Jalur emetik dengan pemicu
fisiologis pusat muntah di medula oblongata telah diidentifikasi, dan
pemahaman tentang bagaimana otak menerima rangsangan ini
berguna dalam menentukan pengobatan yang tepat untuk HG.4
5

Tabel 2.1. Faktor yang memperburuk HG

Sumber: MacGibbon, 2020.

2.1.4. Patofisiologi
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas
membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang
berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks terintegrasi yang
kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah,
mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik.
Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan
aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah juga menerima
rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada sereberal, dari
chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari
aparatus vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer mem-
bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus
solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah
formasi retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini
berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang
aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X,
XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke
diapragma, otot iga dan otot abdomen.2
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini
masih kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan
cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah
6

ketosis dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik,


dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan
kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan dehidrasi,
sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium
dan khlorida darah turun, demikian juga dengan klorida urine. Selain
itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke
jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih
banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita.2

Gambar 2.1. Patofisiologi Mual dan Muntah Pada Hiperemesis


Gravidarum
Sumber: Widyana dkk, 2018.

Studi genetik yang lebih baru menghubungkan HG dengan


sindrom muntah siklik karena hubungan dengan gen reseptor
ryanodine, RYR2, yang diekspresikan di pusat muntah dan terlibat
dalam fungsi tiroid.Juga terkait adalah gen
plasentaIGFBP7danGDF15.Konsentrasi protein serum dari gen-gen
ini meningkat secara signifikan pada usia kehamilan 12 minggu pada
wanita yang dirawat di rumah sakit karena HG dibandingkan dengan
7

wanita yang melaporkan NVP normal. Wanita dengan tingkat lebih


tinggi IGFBP7 cenderung memiliki gejala HG yang berkepanjangan,
mungkin karena IGFBP7 menyebabkan keengganan terhadap
makanan yang biasanya menarik, bahkan selama kelaparan.
GDF15adalah hormon yang mengatur berat badan dan nafsu makan,
dan kelebihan produksi yang tidak normal GDF15 pada kanker adalah
pendorong utama cachexia, penyebab utama kematian di antara pasien
dengan kanker. Jadi, jika seorang wanita dengan HG mengatakan dia
merasa seperti sedang sekarat, dia mungkin melakukannya.
Pengembangan pengujian genetik untuk gen ini mungkin menawarkan
alat skrining yang berharga untuk mengidentifikasi pasien HG yang
paling membutuhkan perawatan proaktif.4

2.1.5. Manifestasi Klinis


seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut
hiperemesis gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika
keluhan mual muntah tersebut sampai mempengaruhi keadaan umum
ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah dapat
dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum,
menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu:2
1. Grade I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan
umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada,
berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium.
Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik
menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata
cekung.
2. Grade II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit
lebih menurun, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil
dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus.
8

Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,


hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat
tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma
yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3. Grade III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti,
kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil
dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi
fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia,
dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi
zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukan adanya gangguan hati.

2.1.6. Diagnosis
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda,
mual, dan muntah.Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan
muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu,
dan mengganggu aktivitas pasien seharihari. Selain itu dari anamnesis
juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan
sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya
(hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor
serebri).2
Anamnesis yang cermat pada wanita yang dicurigai atau
dikonfirmasi hiperemesis gravidarum harus mencakup status
kehamilan mereka, perkiraan usia kehamilan, riwayat komplikasi
selama kehamilan sebelumnya, frekuensi dan keparahan mual dan
muntah, intervensi yang dilakukan untuk mengobati gejalanya, dan
hasil dari intervensi yang dicoba. Rata-rata timbulnya gejala terjadi
sekitar 5 sampai 6 minggu setelah kehamilan.3
9

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-
tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu
juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk
menyingkirkan diagnosis banding.2
Pemeriksaan fisik harus mencakup denyut jantung janin
(tergantung pada usia kehamilan) dan pemeriksaan status cairan,
termasuk pemeriksaan tekanan darah, denyut jantung, kekeringan
membran mukosa, capilary refill time, dan turgor kulit. Berat badan
pasien harus diperoleh untuk perbandingan dengan berat badan
sebelumnya dan yang akan datang. Jika diindikasikan, pemeriksaan
abdomen dan pemeriksaan panggul harus dilakukan untuk
menentukan ada tidaknya nyeri tekan pada palpasi.3
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula
darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas
darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien
dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi
tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis
gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH.
Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan
pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium
umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat
jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan
hematokrit.2
Evaluasi harus mencakup urinalisis untuk memeriksa ketonuria
dan berat jenis, selain hitung darah lengkap dan evaluasi elektrolit.
Peningkatan hemoglobin atau hematokrit mungkin karena
hemokonsentrasi dalam pengaturan dehidrasi. Dehidrasi yang
signifikan dapat menyebabkan cedera ginjal akut yang dibuktikan
10

dengan peningkatan kreatinin serum, nitrogen urea darah, dan


penurunan filtrasi glomerulus. Kalium, kalsium, magnesium, natrium,
dan bikarbonat dapat dipengaruhi oleh muntah yang berkepanjangan
dan penurunan asupan cairan oral. Tes tiroid, lipase, dan tes fungsi
hati juga dapat diselesaikan untuk mengevaluasi diagnosis alternatif.3
Studi radiografi mungkin tepat untuk menyingkirkan diagnosis
alternatif. Ultrasonografi obstetrik dapat dipertimbangkan untuk
menyingkirkan kehamilan ganda, kehamilan ektopik, dan penyakit
trofoblas gestasional, tergantung pada riwayat pasien dan evaluasi
obstetrik sebelumnya. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat
digunakan untuk menilai diagnosis alternatif, seperti radang usus
buntu.3
d. Pregnancy-unique quantification of emesis/nausea (PUQE) score
Sebuah skor untuk menilai tingkat mual muntah pada kehamilan
telah dibuat dan divalidasi yang diberi nama dengan pregnancy-
unique quantification of emesis/nausea (PUQE) score. Klasifikasi
mual muntah berdasarkan PUQE score adalah jumlah poin dari ketiga
pertanyaan diatas, bila skor total < 6 dikategorikan sebagai mual
muntah yang ringan, skor 7-12 dikategorikan sebagai mual muntah
moderate, nilai skor > 13 dianggap mual muntah yang berat.
Berdasarkan kategori tersebut selanjutnya dilakukan manajemen terapi
yang sesuai. Dimana mualmuntah yang berat pada kehamilan
membutuhkan perawatan yang lebih seksama. Penanganan mual dan
muntah pada kehamilan tergantung dari tingkat berat ringannya gejala,
berkisar dari perubahan pola diet pada pasien dengan gejala yang
ringan, hingga pemberian obat-obatan, nutrisi parenteral total (NPT)
pada gejala yang berat. Terminasi kehamilan karena hiperemesis
sudah sangat jauh berkurang.5

Tabel 2.2. Skor PUQUE


11

Sumber: Sanu & Lamont, 2016.

2.1.7. Tatalaksana
Perawatan berdasarkan American College of Obstetrics and
Gynecology (ACOG) dalam pedoman Nausea and Vomiting in
Pregnancy. Perawatan awal harus dimulai dengan intervensi
nonfarmakologis seperti mengganti vitamin prenatal pasien dengan
suplemen asam folat saja, menggunakan suplemen jahe (250 mg per
oral 4 kali sehari) sesuai kebutuhan, dan memasang gelang akupresur.
Jika pasien terus mengalami gejala yang signifikan, terapi
farmakologis lini pertama harus mencakup kombinasi vitamin B6
(piridoksin) dan doksilamin. Tiga resimen dosis didukung oleh
ACOG, termasuk pyridoxine 10 sampai 25 mg secara oral dengan
12,5 mg doxylamine tiga atau empat kali per hari, 10 mg pyridoxine
dan 10 mg doxylamine hingga 4 kali per hari, atau 20 mg pyridoxine
dan 20 mg doxylamine hingga 2 kali sehari. Obat lini kedua termasuk
antihistamin dan antagonis dopamin seperti dimenhidrinat 25 hingga
50 mg setiap 4 hingga 6 jam secara oral, difenhidramin 25 hingga 50
12

mg setiap 4 hingga 6 jam secara oral, proklorperazin 25 mg setiap 12


jam secara rektal, atau prometazin 12,5 hingga 25 mg setiap 4 hingga
6 jam per oral atau rektal. Jika pasien terus mengalami gejala yang
signifikan tanpa menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, metoklopramid,
ondansetron, atau prometazin dapat diberikan secara oral. Dalam
kasus dehidrasi, bolus cairan intravena atau infus kontinu saline
normal harus diberikan selain metoklopramid, ondansetron, atau
prometazin intravena. Elektrolit harus diganti sesuai kebutuhan.3
Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III
harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan
yaitu:2
1. Medikamentosa
Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas.
Namun harus diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik.
Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin,
antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan
kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif
dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang
dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian
antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja
histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung mempengaruhi
sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah.2
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung
berperan dalam menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu
diberikan obat dopamin antagonis. Dopamin antagonis yang
dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan
metocloperamide. Prochlorperazin dan promethazine bekerja pada
reseptor D2 untuk menimbulkan efek antiemetik. Sementara itu
metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini
menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan
13

spincter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada


saluran cerna.2
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan
keluhan mual dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan
pusat muntah di medula. Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah
ondansetron. Odansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis
gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang
lain. Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial
karena dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat
meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.2
2. Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi
tergantung pada derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan
peneriamaan penderita terhadap rencana pemberian makanan. Pada
prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus digunakan. Bila
peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric
tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya
dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk
menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya sari
makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan
homeostasis nutrisi.2
Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang
diberikan adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi
karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi
besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau
sehingga menimbulkan rangsangan muntah. Pemberian diet
diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori seharihari ditambah
dengan 300 kkal perharinya.2
3. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan
memiliki peredaran udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan
perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk kamar tersebut.
14

Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak diberikan makan
ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-
gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.2
4. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat
disembuhkan. Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan
persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi pekerjaan
serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang
melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah
adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan
menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.2
5. Cairan parenteral
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah
mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi
uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ
non vital sehingga pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis
gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi
karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang
dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang
ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan
yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk
dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa
jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada
tidaknya asidosis.2
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan
protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-
3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin,
terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula
asam amino secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin
perlu diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan
bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan
15

darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada


permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam
pasien tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat dicoba untuk
memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah
dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada
umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah
baik.2
6. Vitamin B6
Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam
metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6
untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi. Dosis vitamin B6
yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain itu
Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna
mengurangi kejadian mencegah insiden hiperemesis
gravidarum.Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur
metabolisme protein dimana peningkatan kebutuhan protein pada
trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin B6. Vitamin B6
diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan.2
Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar serotonin
rendah sehingga saraf panca indera akan semakin sensitif yang
menyebabkan ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil terjadi
peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di urin. Kedua asam ini
diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan menjadi niacin
terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6.
Kadar hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat
kerja enzim kynureninase yang merupakan katalisator perubahan
tryptophan menjadi niacin, yang mana kekurangan niacin juga dapat
mencetuskan mual dan muntah.2
16

2.1.8. Diagnosis Banding


Ketika seorang pasien datang dengan mual muntah dalam
kehamilan, menentukan kemungkinan penyebab memerlukan
pertimbangan waktunya. Mual dan muntah yang dimulai setelah usia
kehamilan 9 minggu atau refrakter terhadap obat memerlukan
pemeriksaan mendalam. Kondisi lain seperti infeksi, disfungsi hati
dan ginjal, obstruksi usus, tukak lambung, gastroenteritis,
tirotoksikosis,penyakit kandung empedu, dan lesi intrakranial harus
dievaluasi. Anamnesis yang cermat adalah yang terpenting, karena
HG memiliki etiologi multifaktorial. Selain itu, beberapa gangguan
dapat berkembang sekunder akibat dehidrasi dan obat-obatan,
memperburuk gejala, sehingga pemantauan ketat sangat penting
sampai gejala hilang.4

Tabel 2.3. Diagnosis Banding HG

Sumber: MacGibbon, 2020.


17

2.1.9. Komplikasi
A. Komplikasi Ibu
Pada kasus hiperemesis yang parah, komplikasinya meliputi
kekurangan vitamin, dehidrasi, dan malnutrisi, jika tidak ditangani
dengan tepat. Ensefalopati Wernicke, yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin B1, dapat menyebabkan kematian dan cacat
permanen jika tidak diobati Selain itu, ada laporan kasus cedera
sekunder akibat muntah yang kuat dan sering, termasuk ruptur
esofagus dan pneumotoraks. Kelainan elektrolit seperti hipokalemia
juga dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Selain itu, pasien dengan hiperemesis mungkin memiliki tingkat
depresi dan kecemasan yang lebih tinggi selama kehamilan.3
B. Komplikasi Janin
Studi melaporkan informasi yang bertentangan mengenai
kejadian berat badan lahir rendah dan bayi prematur dalam pengaturan
mual dan muntah pada kehamilan. Namun, penelitian belum
menunjukkan hubungan antara hiperemesis dan kematian perinatal
atau neonatal. Frekuensi anomali kongenital tampaknya tidak
meningkat pada pasien dengan hiperemesis.3

Tabel 2.4. Komplikasi Janin pada HG

Sumber: MacGibbon, 2020.

2.1.10. Prognosis
18

Mual dan muntah pada kehamilan adalah hal biasa. Gejala


biasanya dimulai sebelum usia kehamilan 9 minggu, dan sebagian
besar kasus teratasi pada minggu ke-20 kehamilan. Sebagian kecil
pasien, sekitar 3 persen, akan terus mengalami muntah selama
trimester ketiga. Sekitar 10 persen pasien dengan hiperemesis
gravidarum akan terpengaruh selama kehamilan. Hal ini meyakinkan
untuk mengetahui bahwa hiperemesis tampaknya tidak menjadi lebih
mungkin dengan setiap kehamilan dan setelah satu kehamilan dengan
HG, kehamilan berikutnya mungkin berbeda.3
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. L
Tanggal lahir : 23 Agustus 1994
Usia : 26 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Alang – Alang (dalam kota)
MRS : 24 September 2022, Pukul 08.16
No.RM : 62.72.95

B. Identitas Suami
Nama : Tn. M.
Usia : 29 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : pegawai swasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Alang-alang (dalam kota)

3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 24 September 2022
A. Keluhan Utama
Mual muntah sejak 20 jam SMRS

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke PONEK RSMP dengan keluhan mual muntah sejak
20 jam SMRS, dengan frekuensi >10x, muntah tidak menyemprot, setiap
makan timbul rasa ingin mutah, apa yang di makan di keluarkan dan lama-

19
20

lama muntah keluar warna hijau, keluhan di sertai pusing dan badan
lemas. Terdapat penurunan berat badan. Pasien mengatakan hamil anak ke
2 dengan usia kehamilan 9-10 minggu.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hiperemesis gravidarum pada kehamilan pertama (+), Diabetes M
elitus (-), Alergi obat dan makanan (-), Asma (-), Malaria (-), Hipertensi
sebelum kehamilan (-), Penyakit Jantung (-), Penyakit Ginjal (-), Penyakit
TBC (-), Penyakit Hepar (-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Diabetes Melitus (-), Alergi obat dan makanan (-), Asma (-), Hipertensi
(+) ibu pasien, Penyakit Jantung (-), Penyakit Ginjal (-), Penyakit TBC (-),
Penyakit Hepar (-)

E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche         : 14 Tahun
Siklus haid               : 28 Hari, teratur
Lama haid : 7 hari dan 2-3x ganti pembalut/ hari
Keluhan  saat haid : Nyeri haid (-)
HPHT : 06/07/2022
TP : 13/4/2023

F. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali, tahun 2018
Lama pernikahan : 4 tahun
Usia menikah : 24 tahun

G. Riwayat Kontrasepsi
KB Suntik 1 Bulan
21

H. Riwayat ANC
- Trimester I : 1x ke dokter

I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. 2019/ Laki – laki / 3100 gr / Pervaginam/ Bidan/ RSMP/ Sehat
2. Hamil saat ini

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 161 cm
Berat Badan sekarang : 55 kg
Berat badan sebelum hamil : 57 kg
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,7 °C

B. Pemeriksaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Telinga : Nyeri tekan (-/-), Massa (-/-), Serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (+), lidah kotor
(-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus (+/+) normal kanan dan kiri
Perkusi: Sonor (+/+) di kedua lapang paru
22

Auskultasi : Vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)


Cor : Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular,
murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: Perut membesar karena kehamilan, luka
bekas operasi (-), linea nigra (-), striae gravidarum (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : Nyeri ketok (-)
Palpasi : TFU 2 jari bawah simpisis
Genitalia : Bloody show (-), lesi (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

C. Status Ginekologi
Pemeriksaan genitalia eksterna:
Inspeksi : pendarahan (-), gumpalan darah (-), massa (-), hiperemis (-),
fluor albus (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), tumor (-)
Pemeriksaan genitalia interna:
Inspekulo: tidak dilakukan
Bimanual: Tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium ( 24-09-2022, pukul 09.12 WIB)
Hematologi Hasil Nilai Normal

Darah Rutin

Hemoglobin 12.6 12-16 g/dl

Hematokrit 35.6 37-47%

Trombosit 317.000 150.000 –


23

440.000/ul

Leukosit 14.300 4200 – 11.000/ul

Hitung Jenis

Eosinofil 0.7 1 – 3%

Basofil 0,3 0 – 1%

Neutrofil 77.3 40-60%

Limfosit 15.6 20 – 50%

Monosit 5.9 2 – 8%

Ratio N/L 4.9 < 3,13

Laju Endap Darah

LED 1 Jam 25 <20

Golongan Darah+Rhesus

Golongan Darah A

Rhesus Positif

Masa pembekuan/CT 8 < 15 menit

Masa perdarahan/BT 2 < 6 menit

Kimia Klinik

Glukosa Darah Sewaktu 83 70-140 mg/dl

Imunologi

Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif

2. Pemeriksaan Urin (24-09-2022, pukul 09.12 WIB)


24

Urin Rutin

Makroskopis

Warna Kuning muda Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Ph 6,0 4.5–7,5

Berat Jenis 1.030 1 - 1,05

Glukosa Negatif Negatif

Protein Negatif Negatif

Nitrit Negatif Positif

Keton POS (++++) Negatif

Darah Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Sedimen

Eritrosit 1-2 <3

Leukosit 3-5 <5

Epitel 4 1 - 15

Silinder Negatif Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Lain-lain Negatif Negatif


25

TES
Kehamilan

Test Pack Positif

3. Pemeriksaan Urin (26-09-2022, pukul 09.05 WIB)

Urin Rutin

Keton Negatif Negatif

4. Pemeriksaan USG (26-09-2022, pukul 15.15 WIB)

Interpretasi: Janin tunggal hidup, usia kehamilan 11 minggu 5 hari


3.5 Diagnosis Kerja Dokter
G2P1A0 Hamil 10-11 Minggu dengan hiperemesis gravidarum

3.6 Penatalaksanaan
- Observasi Keadaan Umum, Tanda Vital Ibu
- IVFD Asering: Futrolit:RL, 1:1:1 gtt 30x/m
- Cek Laboratorium Darah Rutin dan Urin Rutin, antigen SARS COV-2
- Inj. Ondansetron 2x4 mg/iv
- Inj. Ranitidine 2x50 mg/iv
26

- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/iv


- Asam folat 1x1 tab/oral
- Rencana USG

3.7. Follow up
Tanggal Catatan Tindakan

24 September S: mual muntah sedikit - Observasi Keadaan Umum,


2022 berkurang, pusing (-) Tanda Vital Ibu
Pukul 16.00 WIB - IVFD Futrolit asering rl gtt
O: 30x/menit
KU: Baik - Jika ibu masih muntah
TD: 100/70 mmHg puasakan
HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 36,5ºC

A: G2P1A0 Hamil 10- 11


minggu dengan hiperemesis
gravidarum

Tanggal Catatan Tindakan

25 September S: mual(-) muntah(-) , - Observasi Keadaan Umum,


2022 pusing (-) Tanda Vital Ibu
Pukul 10.00 WIB O: - IVFD Futrolit asering rl
KU: Baik 1:1:1 gtt 20x/menit
TD: 100/60 mmHg - Amoxicilin 3x500 mg PO
HR: 75 x/menit - Mediamer 3x1mg PO
RR: 20 x/menit - Ranitidin 2x150 mg PO
- Cek keton urine tanggal 26
27

T: 36,5ºC september 2022


- Rencana USG tanggal 26
A: G2P1A0 Hamil 10- 11 september 2022
minggu dengan hiperemesis
grravidarum

26 September S: mual(-) muntah(-) , - Amoxicilin 3x500 mg PO


2022 pusing (-) - Mediamer 3x1mg PO
Pukul 11.30 O: - Ranitidin 2x150 mg PO
KU: Baik - Keton urine Negatif
TD: 100/75 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 36,1ºC

A: G2P1A0 Hamil 10- 11


minggu dengan hiperemesis
grravidarum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar ?


Pada kasus ini dilaporkan seorang pasien berinisial Ny.L berusia 26
tahun dengan diagnosa G2P1A0 Hamil 10-11 minggu dengan hiperemesis
gravidarum.
Pasien datang ke PONEK RSMP dengan keluhan mual muntah sejak 20
jam SMRS, dengan frekuensi >10x, muntah tidak menyemprot, setiap makan
timbul rasa ingin mutah, apa yang di makan di keluarkan dan lama-lama
muntah keluar warna hijau, keluhan di sertai pusing dan badan lemas.
Terdapat penurunan berat badan. Pasien mengatakan hamil anak ke 2 dengan
usia kehamilan 9-10 minggu. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak
sakit sedang, mata cekung, bibir pucat, mukosa bibir kering, akral dingin dan
CRT >2 detik.
Menurut teori, hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang
berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena
keadaan umum pasien yang buruk akibat dehidrasi. Mual dan muntah adalah
gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I. Mual
biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan
pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari
pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.2
Hiperemesis gravidarum dibagi menjadi 3 grade. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien mengalami
hiperemesis grade II. Menurut teori, pada hiperemesis grade II Penderita
tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering
dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata
sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau
pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan
dalam kencing.2 Pada kasus hiperemesis yang parah, komplikasinya meliputi

27
kekurangan vitamin, dehidrasi, dan malnutrisi, jika tidak ditangani dengan
tepat.3
Pada pemeriksaan fisik TFU belum teraba, pemeriksaan ginekologi
genitalia eksterna tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan USG didapatkan
interpretasi janin tunggal hidup dengan usia kehamilan 11 minggu 5 hari.
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Beberapa hal
yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya
komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan
gastrointestinal, dan diabetes pregestasional. Primigravida, mola hidatidosa,
dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor
hormon memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin dibentuk
berlebihan. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan
metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap
perubahan tersebut. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu
terhadap anak. Faktor psikologis, seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk
menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam
menimbulkan hiperemesis gravidarum.2 Hal ini dapat menyingkirkan
kemungkinan penyebab hiperemesis gravidarum yaitu kehamilan ganda dan
molahidatidosa.
Secara keseluruhan, diagnosis pada pasien ini sudah tepat.

4.2. Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah adekuat?


Pada saat pasien datang, tatalaksana yang diberikan berupa IVFD
Asering: Futrolit:RL, 1:1:1 gtt 30x/m, Inj. Ondansetron 2x4 mg/iv,Inj.
Ranitidine 2x1 Amp/iv, Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/iv, Asam folat 1x1
tab/oral dan rencana USG.
Manurut teori, pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II
dan III harus dilakukan rawat inap dirumah sakit.2 Perawatan awal harus
dimulai dengan intervensi nonfarmakologis seperti mengganti vitamin
prenatal pasien dengan suplemen asam folat saja, menggunakan suplemen

28
jahe (250 mg per oral 4 kali sehari) sesuai kebutuhan, dan memasang gelang
akupresur. Jika pasien terus mengalami gejala yang signifikan, terapi
farmakologis lini pertama harus mencakup kombinasi vitamin B6 (piridoksin)
dan doksilamin. Obat lini kedua termasuk antihistamin dan antagonis
dopamin. Jika pasien terus mengalami gejala yang signifikan tanpa
menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, metoklopramid, ondansetron, atau
prometazin dapat diberikan secara oral. Dalam kasus dehidrasi, bolus cairan
intravena atau infus kontinu saline normal harus diberikan selain
metoklopramid, ondansetron, atau prometazin intravena. Elektrolit harus
diganti sesuai kebutuhan.3
Pemberian IVFD Asering: Futrolit: RL, 1:1:1 gtt 30x/m, ditujukan
untuk terapi cairan parenteral. Menurut teori, resusitasi cairan merupakan
prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi
dan gangguan perfusi uterus. Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit,
karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis
sebanyak 2-3 liter sehari.2 Infus asering dan RL sebagai cairan isotonis untuk
mengatasi dehidrasi dan hipovolemia pada pasien. Sedangkan infus futrolit
digunakan untuk membantu mengatasi kebutuhan karbohidrat, cairan dan
elektrolit. Futrolit juga digunakan untuk membantu mengatasi dehidrasi
isotonik. Kandungan nya berupa Sodium Chloride 1.812 gram, Potassium
Chloride 0.671 gram, Calcium Chloride dihidroksida 0.147 gram, Magnesium
Chloride 0.305 gram, Sodium acetate 2.586 gram, Sorbitol 25 gram, Air
injeksi hingga 500 mL.
Pemberian Inj. Ondansetron 2x4 mg/i dan Inj. Ranitidine 2x50 mg/iv
bertujuan sebagai antiemetik. Menurut teori, Obat-obatan yang dapat
diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin
antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan
adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian
pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti
histamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian
antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja histamin
pada reseptor H1 dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem vestibular,

29
menurunkan rangsangan di pusat muntah.2 Ondansetron merupakan golongan
antagonis reseptor 5-HT3 (serotonin) selektif pertama, dimana efek
antiemetiknya melalui antagonis reseptor 5-HT3 yang terdapat di viseral
aferen vagus dan area postrema. Ranitidine merupakan golongan H2 blocker,
mekanisme kerja ranitidine yang menghambat sekresi asam lambung dengan
cara menghambat histamin pada reseptor H2 sel parietal sehingga sel parietal
tidak terangsang mengeluarkan asam lambung.
Pemberian Asam folat 1x1 tab/oral sebagai suplementasi vitamin.
Meurut teori, Perawatan awal harus dimulai dengan intervensi
nonfarmakologis seperti mengganti vitamin prenatal pasien dengan suplemen
asam folat.3 Asam folat atau vitamin B9, sangat penting untuk berbagai fungsi
tubuh mulai dari sintesis nukleotid ke remetilasi homoSistein. Vitamin ini
terutama penting pada period pembelahan dan pertumbuhan sel. Asam folat
sangat penting bagi wanita hamil. Asupan asam folat yang cukup sebelum
dan selama kehamilan akan mencegah timbulnya kecacatan tabung saraf
(Neural Tube Defects, NTDs) pada bayi, yaitu spina bifida (kelainan pada
tulang belakang) dan anencephaly (kelainan di mana otak tidak terbentuk).
Pemberian antibiotik Ceftriaxone 2x1 gram iv karena terdapat
leukositosis pada pemeriksaan lab pasien. Ceftriaxone merupakan antibiotik
yang berguna untuk pengobatan sejumlah infeksi bakteri. Antibiotik ini
termasuk golongan sefalosporin generasi tiga. Ceftriaxon mempunyai
spectrum luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam. Ceftriaxon efektif terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxon juga sangat stabil
terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri. Sediaan
ceftriaxone yaitu vial. Dosis dewasa yaitu 1–2 g per hari.
Secara keseluruhan penatalaksanaan pada kasus sudah adekuat.

30
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan
terapi yang diberikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
2. Penatalaksanaan kasus ini sudah adekuat.

5.2 Saran
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam mendiagnosis haruslah tepat agar penatalaksanaan yang diberikan
susuai dengan penyakit yang diderita dan agar kondisi pasien tidak lebih
memburuk hingga dapat menimbulkan komplikasi.
2. Lakukan edukasi kepada ibu hamil mengenai hiperemesis gravidarum,
cara pencegahannya dan komplikasi yang dapat terjadi akibatnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Gro C. Havnen, Maria Bich-Thuy Truong, Mai-Linh H. Do, Kristine


Heitmann, Lone Holst & Hedvig Nordeng(2019) Women’s perspectives
on the management and consequences of hyperemesis gravidarum – a
descriptive interview study, Scandinavian Journal of Primary Health
Care, 37:1, 30-40, DOI: 10.1080/02813432.2019.1569424
2. WIDAYANA, Ary; MEGADHANA, I Wayan; PUTERA KEMARA,
Ketut. DIAGNOSIS AND MANAGEMENT OF HYPEREMESIS
GRAVIDARUM.E-Jurnal Medika Udayana, [S.l.], p. 658-673, apr. 2018.
ISSN 2303-1395. Available at:
<https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5114>. Date accessed:
30 sep. 2022.
3. Jennings LK, Mahdy H. Hyperemesis Gravidarum. [Updated 2022 Feb
26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022Jan-. Availablefrom:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532917/ Date accessed: 30 sep.
2022.
4. MacGibbon, K. W. (2020). Hyperemesis Gravidarum. Journal of Infusion
Nursing, 43(2), 78–96. doi:10.1097/nan.0000000000000363
5. Sanu, O., Lamont, RF. Hyperemesis Gravidarum : pathogenesis and the
use of antiemetic agents. Expert Opin. Pharmacother. (2016) 12(5):737-
748

32

Anda mungkin juga menyukai